Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN STUNTING DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK

KASAR PADA ANAK USIA TODDLER DI RS SENTRA MEDIKA

CIKARANG

OLEH :

SITI MARIA ULFAH

NIM. 221070083

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN

PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN (UMS)

2022

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Hubungan Stunting dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada

Anak Usia Toddler Di RS Sentra Medika Cikarang

Proposal Penelitian ini telah disetujui, diperiksa dan siap dipertahankan di

hadapan Tim Penguji Proposal Penelitian Progam Studi Sarjana Keperawatan dan

Pendidikan Profesi Ners

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Medika Suherman (UMS)

Cikarang,

Pembimbing

Ns. Yulidian Nurpratiwi, M.Kep

NIK : 50130347

Mengetahui,

Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan Dan Pendidikan Profesi Ners

Ns. Yulidian Nurpratiwi, M.Kep

NIK : 50130347

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa atas karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi dengan judul ”Hubungan

Stunting dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia Toddler di

RS Sentra Medika Cikarang“

Proposal Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelsaikan tugas akhir program pendidikan sarjana keperawatan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari segala saran,

bimbingan, motivasi, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. drg. Eddy Suharso, SH., MM, Selaku Ketua Yayasan Medika.

2. Bapak Amrulloh Ibnu Kholdun, SE., MM, selaku Ketua Senat dan Ketua

LPMI, Universitas Medika Suherman.

3. Ibu Dr. Triseu Setianingsih, SKM., MKM, selaku Rektor Universitas Medika

Suherman.

4. Ibu Ns. Retno Anggraeni Puspita Sari, S.Kep,. M. Kes, selaku Wakil Rektor

Bidang Mutu Pendididkan Universitas Medika Suherman.

5. Bapak Vincent Octavius, SE., MM, selaku Wakil Rektor Bidang Human

Capital, Keuangan dan Aset Universitas Medika Suherman.

6. Bapak Ns. Yana Setiawan, S.KM., S.Kep., M.Kep selaku Wakil Rektor

Bidang Prestasi Kemahasiswaan Universitas Medika Suherman.

iii
7. Bapak Ns. Angga Saeful Rahmat, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep. Kom selaku

Ketua LPPM Universitas Medika Suherman.

8. Ibu Herlina Simanjuntak. SST., M.Keb Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Medika Suherman.

9. Ibu Ns. Yulidian Nurpratiwi, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi

Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Universitas Medika

Suherman serta selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan telah

memberikan pengarahan dalam penulisan Proposal penelitian ini.

10. Ibu Ns. Mila Sartika S.Kep., M.Kep., Sp.Kep. MB selaku ketua penguji 1

yang sudah memberi masukan dan arahan bagi penulis.

11. Ibu Ice Marini, SKM., MKM, selaku Pembimbing Akademik yang telah

meluangkan waktu dan memberikan pengarahan selama proses pembelajaran

selama ini.

12. Seluruh dosen pengajar Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan

Profesi Ners Universitas Medika Suherman yang telah turut membantu,

membimbing dan memotivasi dalam menyelesaikan Proposal Penelitian ini.

13. Dr. Tirtamulya Juandy, S.Kom Selaku direktur RS Sentra Medika Cikarang

yang memberikan arahan penulis dalam penyusunan Proposal Penelitian.

14. Perawat Ruang Carnation yang telah membantu dalam mensupport penulis

dalam penyusunan Proposal Penelitian ini.

15. Orang tua tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tak

terhingga, selalu menyemangati serta selalu ada dalam setiap keadaan baik

senang maupun susah.

iv
16. Suami dan anak tercinta yang selalu memberikan do’a dan semangat.

17. Untuk sahabat terbaik yang selalu mendukung saya dalam keadaan apapun.

18. Rekan- rekan mahasiswa Universitas Medika Suherman Cikarang dan semua

pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam

penyusunan Proposal Penelitian ini sehingga dapat terselsaikan.

Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini, penulis menyadari bahwa

dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak

kekuranganyang dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan

yang penulis miliki, oleh karena itu penulis mohon saran dan kritikan yang

sifatnya membangun untuk memperbaiki Proposal Penelitian ini. Semoga

segala bimbingan dan dukungan dari semua pihak mendapat balasan dari

Tuhan Yang Maha Esa.

Cikarang, November

2022

(Siti Maria Ulfah)

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar belakang.............................................................................................. 1

B. Rumusan masalah........................................................................................ 7

C. Tujuan penelitian.......................................................................................... 7

D. Manfaat penelitian....................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 10

A. Konsep Stunting........................................................................................... 10

B. Konsep Tumbuh Kembang.......................................................................... 18

C. Konsep Perkembangan Motorik................................................................... 27

D. Anak Usia Todller ....................................................................................... 28

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

HIPOTESIS..................................................................................................... 35

A. Kerangka Konsep......................................................................................... 35

B. Definisi Operasional.................................................................................... 36

C. Hipotesis....................................................................................................... 38

BAB IV METODE PENELITIAN................................................................ 40

A. Jenis dan Desain Penelitian.......................................................................... 40

B. Populasi Dan Sampel .................................................................................. 40

vi
C. Variabel Venelitian...................................................................................... 43

D. Lokasi Dan Waktu Penelitian ..................................................................... 43

E. Prosedur Pengumpulan Data........................................................................ 44

F. Instrumen Penelitian..................................................................................... 45

G. Etika Penelitian............................................................................................ 45

H. Pengolahan Data Analisa Data.................................................................... 48

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang /

tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada

kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel

akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang/kronis

yang terjadi dalam 1000 HPK. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada

anak balita akibat kekurangan gizi kronis. Stunting menjadi permasalahan

karena berhubungan dengan meningkatnya risiko yang mengakibatkan

kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga

perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental

(WHO, 2020).

Secara global terdapapat 155 juta anak usia dibawah 5 tahun

(balita) mengalami Stunting (Vonaeshc et al, 2018 ; Batiro et al, 2017).

Data WHO (2018), melaporkan bahwa Indonesia merupakan salah satu

negara penyumbang angka kejadian stunting tertinggi urutan ketiga di Asia

Tenggara mencapai 36,4% dari tahun 2005-2017 (kemenkes RI, 2018).

Prevalensi balita stunting di Indonesia berdasarkan laporan riset kesehatan

dasar (Rikesdas), mengalami peningkatan dari tahun 2016 hingga 2018

yaitu 27,5% dari tahun 2016, 29,6 % di tahun 2017 dan meningkat 30,8%

di tahun 2018 (Riseksdas, 2018; Kemenkes RI, 2018).

viii
Menurut Kemenkes (2013), prevalensi stunting di Indonesia pada

anak umur 5-12 tahun sebesar 30,7% Persebaran penduduk indonesia

terpusat di Pulau Jawa, dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi

berada pada DKI Jakarta, namu Jawa barat memiliki prevalensi Stunting

sebesar 29,6% (BPS, 2010; Dinkes Jabar, 2016).

Berdasarkan Riskesdas 2018, Sebanyak 2 Provinsi mempunyai

prevalensi stunting di atas 40 % yang tergolong sangat tinggi ; 18 provinsi

mempunyai prevalensi stunting antara 30-40% yang tergolong tinggi.

Hanya Provinsi Jakarta yang mempunyai prevalensi stunting dibawah

20%, yang tergolong sedang dan rendah. Selain stunting, prevalensi kurus

(wasting) di beberapa provinsi juga sangat tinggi, yaitu diatas 10%. Hal ini

mengindikasikan besarnya kasus kekurangan gizi akut, dengan resiko

kematian yang sangat tinggi, yaitu 10 kali lebih besar dibandingkan

dengan anak normal.

DKI Jakarta berbatasan dengan Bekasi, yang mengakibatkan

Bekasi sebagai daerah penyanggah Ibukota Negara sehingga terjadi

peningkatan jumlah penduduk akibat adanya migrasi dan menyebabkan

kepadatan yang tinggi, hal tersebut menimbulkan permasalahan seperti

pemukiman penduduk yang padat dan kumuh dapat memicu timbulnya

masalah gizi, diantanya adalah kurangnya akses makanan aman dan

bergizi bagi anak sehingga dapat mengkibatkan terhambatnya tumbuh

kembang seperti Stunting, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti

Rohilawati, memerinci persentase kasus stunting di Kota Bekasi sebesar

ix
7,9 % pada 2021. Hal itu menunjukkan tren positif karena di bawah target

nasional, yakni 9,7 % (Dinkes Kota Bekasi, 2021).

Dari hasil observasi perkembangan motorik kasar pada 10 balita

yang mengalami stunting di Wilayah Puskesmas Kenjeran Surabaya,

terdapat 4 balita yang suspect dikarenakan pada saat dilakukan observasi

balita tersebut mengalami keterlambatan, dan pada penilaian salah satunya

terdapat penilaian yang menunjukkan peringatan atau caution disebabkan

balita gagal melakukan tugas yang sesuai dengan garis umur yang ada di

lembar observasi, 3 balita lain tidak dapat diuji atau untestable karena

balita menolak untuk dilakukan pengukuran, dan 3 lainnya telah mampu

melakukan tugas sesuai dengan yang diujikan oleh penguji.

Anak dengan stunting memiliki resiko 2,2 % kali mengalami

gangguan perkembangan, 3,45 % mengalami masalah komunikasi dan

1,86 % mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar (Rocha et

al., 2021).

Berdasarkan hasil penelitian Asthiningsih dan Muflihatin (2018)

kepada 117 balita di Posyandu Wilayah Kerja Samarinda tentang

perkembangan anak menggunakan DDST menunjukan bahwa 15,8%

balita termasuk kategori suspect dan 1,8% abnormal, Studi di Brazil

menunjukan bahwa anak stunting dapat mengalami suatu aspek

perkembangan yang terganggu (Rocha et al., 2021). Studi lain menunjukan

bahwa stunting dapat mempengaruhi kemampuan perkembangan anak

khususnya kemampuan dalam menggunakan otot-otot besar untuk

x
melakukan gerakan motorik kasar (valla, wantzel-larsen, Hofoss, &

slinning, 2015). .

Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam seluruh tumbuh kembang individu. Faktor yang

mempengaruhi perkembangan motorik antara lain genetik, lingkungan,

stimulasi, dan status gizi. Anak dengan status gizi yang kurang akan

mempertahankan diri dengan tidak mengeluarkan banyak energi, yang

ditandai dengan gejala “functional solationi sm” atau yang biasa disebut

dengan isolasi diri, yaitu mengurangi interaksi sosial, aktivitas dan

motivasi (Rosidi Ali, 2012).

Decaprio dalam Yhana Pratiwi (2015) mengemukakan bahwa

“motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar

atau sebagian besar otot yang ada dalam tubuh maupun seluruh anggota

tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan diri. Motorik kasar seperti

berlari, melompat, mendorong, melempar, menangkap, menendang, dan

kegiatan yang memerlukan penggunaan otot besar pada seseorang

terutama pada anak”. Perkembangan motorik kasar anak dapat membantu

mempersiapkan kesiapan anak menghadapi permasalahan hidup yang akan

dihadapinya pada masa yang akan datang terutama yang berhubungan

dengan keseimbangan dan koordinasi (Febrialismanto, 2017).

Peningkatan kemampuan motorik kasar balita dalam proses

tumbuh kembang sangat penting untuk mempengaruhi kecerdasan balita

pada masa pertumbuhan di masa depan, namun pada kenyataannya masih

xi
banyak balita di Wilayah Pesisir Kenjeran Surabaya yang mengalami

stunting dan setelah dilakukan pengukuran perkembangan motorik kasar

dengan menggunakan instrumen DDST didapatkan anak yang mengalami

keterlambatan perkembangan motorik kasar seperti balita yang belum

mampu melemparkan bola keatas, belum mampu berdiri satu kaki dan

menendang bola ke arah penguji, (Silviana, 2018).

Stunting merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang dapat

mempengaruhi meningkatnya risiko terjadinya kesakitan, kematian,

dangan gangguan perkembangan motorik terhambat, serta terhambatnya

pertumbuhan mental (Nurbaeti, 2016). Anak yang mengalami stunting

merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai akibat dari makanan

yang kurang berkualitas, ditambah dengan morbiditas, penyakit infeksi,

dan masalah lingkungan lainnya. Stunting masa kanak-kanak berhubungan

dengan keterlambatan perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang

lebih rendah (Kusuma wati et al., 2013).

Untuk mendeteksi secara lebih dini keterlambatan pertumbuhan

pada anak dapat dilakukan dengan memeriksakan anak di Posyandu setiap

bulan. Sebagai tenaga kesehatan menilai dan mendeteksi secara lebih dini

keterlambatan pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan menggunakan

DDST (Denver Development Screeaning Test) atau dengan menggunakan

KPSP (Kuisioner Pra Skrining Perkembangan). Menurut Frankenburg W.

R dalam (Rhipiduri Rivanica, 2016) DDST atau Denver Development

Screeaning Test dapat digunakan untuk memastikan anak dengan

xii
prasangkaan ada kelainan perkembangan dan melakukan monitor anak-

anak dalam resiko terhadap perkembangan.

Berdasarkan data study pendahuluan di RS Sentra Medika

Cikarang didapatkan data rekapan dari bulan juli sampai dengan bulan

september di dapatkan balita yang mengalami kejadian stunting sebanyak

42 balita, dari 300 balita yang dilakukan pengkajian Gizi, sedangkan balita

yang dilakukan pengkajian lembar DDST didapat data rekapan dari bulan

Agustus sampai dengan Oktober didapatkan balita yang mengalami

gangguan motorik kasar sebanyak 33% balita dan gangguan motorik halus

sebanyak 32% balita. Dari hasil observasi lembar DDST pada 13 balita

terdapat 3 balita dengan gangguan motorik halus dan 10 balita dengan

gangguan motorik kasar. Perkembangan dengan gangguan motorik kasar

pada 10 balita yang mengalami stunting RS Sentra Medika Cikarang,

terdapat 4 balita yang suspect dikarenakan pada saat dilakukan observasi

balita tersebut mengalami keterlambatan, dan pada penilaian salah satunya

terdapat penilaian yang menunjukan peringatan atau caution disebabkan

balita gagal melakukan tugas yang sesuai garis umur yang ada di lembar

observasi, 3 balita lain tidak dapat diuji atau unstable karena balita

menolak untuk dilakukan pengukuran dan 3 lainnya telah mampu

melakukan tugas yang sesuai dengan yang diujikan oleh penguji.

Berdasarkan latar belakang tersebut, banyaknya jumlah balita

dengan kejadian stunting dapat mempengaruhi keterlambatan

pertumbuhan serta perlunya mengerti secara lebih dini tentang tumbuh

xiii
kembang dan motorik kasar pada anak. Oleh karena itu, peneliti tertarik

mengambil Judul penelitian “Hubungan Stunting dengan Perkembangan

Motorik Kasar Pada anak Usia Toddler di RS Sentra Medika Cikarang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data prevalensi stunting dari Data WHO (2018) di

Asia Tenggara mencapai 36,4%. Di Negara Indonesia pada anak umur 5-

12 tahun sebesar 30,7%, Jawa Barat memiliki prevalensi stunting sebesar

29,6%, sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi sebesar 7,9 %

pada 2021, anak dengan stunting memiliki resiko 2,2% mengalami

gangguan perkembangan, 3,45 % mengalami masalah komunikasi dan

1,86 % mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar.

Berdasarkan data study pendahuluan di RS Sentra Medika Cikarang

didapatkan 42 populasi. Dengan data prevalensi diatas maka peneliti

tertarik mengambil judul apakah ada Hubungan Stunting dengan

Perkembangan Motorik kasar pada anak Usia Toddler di RS Sentra

Medika Cikarang.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa Hubungan Stunting dengan Perkembangan

Motorik kasar pada anak Usia Toddler di RS Sentra medika Cikarang.

xiv
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi data distribusi frekuensi Stunting pada anak

Usia Toddler di RS Sentra Medika Cikarang.

b. Untuk mengindentifkasi data distribusi frekuensi perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usai Toddler di RS Sentra Medika

Cikarang.

c. Untuk mengidentifikasi Hubungan Stunting dengan Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia Toddler di RS Sentra Medika

Cikarang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan Informasi ilmiah mengenai hubungan stunting dengan

gangguan perkembangan motorik kasar pada anak usia toddler di RS

Sentra Medika Cikarang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran pada ibu dan

keluarga untuk meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan

fungsi motorik anak usia toddler.

b. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk dapat

meningkatkan pengetahuan sebagai profesi keperawatan dan sebagai

xv
sarana informasi tetang hubungan kejadian stunting dengan gangguan

perkembangan motorik kasar anak usia toddler.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini bertujuan untuk dapat di jadikan sebagai referensi

atau sumber informasi atau dapat menjadi bahan tambahan

kepustakaan di Perpustakaan untuk melakukan penelitian selanjutnya

dan bahan bacaan bagi mahasiswa.

d. Bagi Peneliti Lanjutan

Penelitian ini diharapkan dapat mememberikan gambaran dan

informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan

kejadian stunting terhadap perkembangan motorik anak usia toddler.

xvi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting atau terhambatnya pertumbuhan tubuh merupakan salah satu

bentuk kekurangan gizi yang di tandai dengan tinggi badan menurut usia

di bawah standar deviasi (<-2 SD) dengan referensi World Health

Organization (WHO) (2015).

Stunting adalah suatu kondisi pada seorang yang memiliki panjang

atau tinggi badan kurang jika dibandingkan dengan umurnya. (Oktavia,

2020).

Stunting merupakan reflek jangka panjang dari kualitas dan kuantitas

makanan yang tidak memadai dan sering mengalami infeksi selama masa

kanak - kanak. Anak yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi

kronis sebagai akibat dari makanan yang tidak berkualitas, ditambah

dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan. Stunting

masa kanak-kanak berhubungan dengan keterlambatan perkembangan

motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah. Selain itu, juga dapat

menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan metabolik, penurunan

perkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan rendahnya nilai

akademik.

Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang

xvii
berisiko obesitas, glucosetolerance, penyakit jantung koroner, hipertensi,

osteoporosis, penurunan performa dan produktivitas (Kusumawati et al.,

2013). Dari anak yang mengalami stunting menunjukkan adanya

keterlambatan pertumbuhan linier menurut kelompok umur mereka, yaitu

dibawah -2 dan -3 SD (Bata et al., 2017).

2. Penyebab Dasar Terjadinya Stunting

a. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan yang rendah menyebabkan terbatasnya pengetahuan

ibu mengenai tumbuh kembang anak. Hal ini menyebabkan

rendahnya kualitas pola asuh dan stimulan yang diberikan (Selviana,

2018).

b. Status Pekerjaan Ibu

Status pekerjaan ibu akan sangat mempengaruhi interaksi ibu

dengan anak. Interaksi ibu dengan anak inilah yang jadi bagian

penting dalam proses perkembangan anak ( Selviana, 2018).

c. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga merupakan faktor ekonomi yang juga

secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan anak. Hal ini

berkaitan dengan kemampuan orangtua dalam menyediakan fasilitas

yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak ( Selviana,

2018).

d. Status Gizi

xviii
Menurut WHO (2018 dalam Khoirun & Siti, 2016)

menyebutkan bahwa status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi

keadaan kesehatan dan perkembangan janin. Gangguan

pertumbuhan dalam kandungan dapat menyebabkan berat lahir

rendah.

Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai resiko sekitar 20%

terjadinya stunting (Kemenkes RI, 2018).

e. Asupan ASI Eksklusif

Menurut Fikadu et., al (Sari, 2017) mengatakan bahwa, hasil

penelitian di Ethiopia Selatan membuktikan bahwa balita yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan lebih rentan mengalami

stunting.

f. Kurang Pengetahuan Ibu Mengenai Kesehatandan Gizi

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi

sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan.

g. Masih Terbatasnya Layanan Kesehatan

Termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) atau pelayanan

kesehatan untuk ibu selama kehamilan, Post Natal Care dan

pembelajaran dini yang berkualitas.

h. Masih kurangnya akses kepada makanan bergizi

Hal ini dikarenakan harga bahan makanan bergizi di Indonesia

masih tergolong mahal.

i. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi

xix
Masih banyaknya rumah tangga yang BAB (buang air besar) di

ruang terbuka dan sulitnya akses air bersih untuk minum.

3. Ciri-Ciri Stunting

a. Pertumbuhan gigi melambat

b. Wajah tampak lebih muda dari usianya

c. Pertumbuhan melambat

d. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

e. Pada usia 8 hingga 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak

melakukan eye contact

f. Tanda pubertas terlambat (Kementrian Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, 2017)

4. Derajat Stunting

Derajat stunting didefinisikan sebagai ukuran status gizi berdasarkan

indeks tinggi badan (TB) menurut umur (U) baku rujukan WHO dalam

nilai z-score, dan dikategorikan menjadi :

a. Mild stunting (-2 SD ≤ z-score < -1 SD )

b. Moderate stunting (-3 SD ≤ z-score < -2 SD)

c. Severe stunting ( z-score < -3 SD) (Siti Aulia, 2018).

5. Faktor Resiko Stunting

Faktor Resiko Stunting Menurut WHO (2016), faktor-faktor yang

xx
berkontribusi terhadap terjadinya stunting adalah :

a. Zat gizi ibu hamil

Ibu hamil harus mendapat makanan dengan gizi yang lengkap,

suplemen zat gizi (tablet Fe). Tingkat kecukupan zat besi yang

inadekuat berdampak pada pertumbuhan linier anak yang dapat

menyebabkan anak mengalami stunting.

b. Masalah pemberian ASI

Masalah-masalah terkait dengan praktik pemberian ASI meliputi

delayed initiation, tidak memberikan ASI ekslusif serta penghentian

konsumsi ASI yang terlalu dini. Pemberian ASI yang optimal

merupakan kunci dalam pertumbuhan perkembangan anak, melindungi

terhadap infeksi gastrointestinal. Pemberian ASI yang kurang sesuai

dapat menyebabkan bayi menderita gizi kurang dan

gizi buruk. Padahal kekurangan gizi pada bayi akan berdampak pada

gangguan psikomotor, kognitif, dan sosial serta secara klinis terjadi

gangguan pertumbuhan. Balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif

selama 6 bulan pertama mempunyai resiko terjadinya stunting dari pada

bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.

c. Pemberian Makanan

Pendamping yang tidak memadai Pemberian makanana

pendamping ASI (MP- ASI) setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan

dalam jumlah dan waktu yang tepat serta frekuensi yang cukup akan

mengurangi risiko terjadinya stunting karena anak akan terpenuhi

xxi
kebutuhan akan zat gizinya. Frekuensi pemberian MP- ASI yang kurang

dan pemberian MP- ASI yang terlalu dini dapat meningkatkan risiko

stunting.

d. Infeksi

Balita sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi yang sering dialami

oleh anak misalnya diare, enteropati, infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA), malaria. Berkurangnya nafsu makan karena infeksi dan

inflamasi yang akan memperbesar kemungkinan terjadinya stunting

yang akan mengakibatkan pertumbuhan fisiknya terganggu sehingga

anak tidak akan berkembang secara maksimal.

e. Pemantauan pertumbuhan balita

Pemantauan pertumbuhan balita dapat dilakukan di Posyandu yang

merupakan perilaku stategis untuk mendeteksi dini terjainya gangguan

pertumbuhan. Kunjungan ke Posyandu merupakan faktor risiko

kejadian stunting. Balita dengan tingkat kehadiran ke posyandu rendah

merupakan risiko 3 kali untuk terjadi stunting apabila dibandingkan

dengan balita yang rutin hadir ke posyandu.

f. Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi

Sanitasi dan kebersihan lingkungan yang tidak memadai dapat

menyebabkan gangguan pencernaan atau infeksi dalam tubuh. Balita

yang menderita diare maka kemungkinan ancaman stunting semakin

besar pula..

g. Status sosial ekonomi keluarga

xxii
Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial yaitu keadaan

penduduk, keadaan keluarga, perumahan, dapur, penyimpanan makanan

dan sumber air. Hal ini berkaitan dengan kemampuan orang tua dalam

menyediakan fasilitas yang mendukung pertumbuhan dan

perkembangan anak.

h. Pendidikan orang tua

Tingkat Pendidikan orang tua terutama ibu merupakan salah satu

faktor yang sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak yang meliputi

pemberian makan, pola konsumsi dan status gizi anak. Ibu yang

memiliki pendidikan tinggi akan mudah menerima informasi mengenai

gizi dan kesehatan anak.

i. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan suatu akses untuk perilaku

pencegahan penyakit serta pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi,

pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak,

penyuluhan kesehatan dan gizi. Ketidakterjangkauan pelayanan

kesehatan menjadi kendala bagi keluarga dan masyarakat yang

bedampak pada status gizi anak.

6. Intervensi stunting

a. Intervensi gizi Spesifik

1) Intervensi dengan sasaran ibu hamil

xxiii
a) Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi

kekurangan energi dan protein kronis.

b) Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.

c) Mengatasi kekurangan iodium.

d) Menanggulangi mecacingan pada ibu hamil.

e) Melindunhi ibu hamil dari malaria.

2) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan.

a) Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI

jolong/colostrum).

b) Mendorong pemberian ASI Eksklusif.

3) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan

a) Mendorong pemberian ASI hinggan usia 23 bulna didampingi

dengan MPASI.

b) Menyediakan obat cacing.

c) Menyediakan suplemen zink.

d) Melakukan fortifikasi zat besi kedalam makanan.

e) Memberikan perlindungan terhadap malaria.

f) Memberikan imunisasi lengkap.

g) Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

b. Intervensi Gizi Sensitif

1) Menyediakan dan memastikan akses air bersih.

2) Menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi.

3) Melakukan fortifikasi bahan pangan.

xxiv
4) Menyediakan akeses kepada pelayanan kesehatan dan keluarga

berencana (KB)

5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

7) Menyediakan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.

8) Memebrikan pendidikan gizi masyarakat.

9) Memeberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi

pada remaja.

10) Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.

11) Meningkatkan kerahanan pangan dan gizi (kementrian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, 2017).

B. Konsep Tumbuh Kembang

1. Pengertian pertumbuhan dan perkembangan

Whaley dan Wong (2004 dalam Rhipiduri Rivanica, 2016)

pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran, besarnya sel

diseluruh bagian tubuh yangsecara kuantitatif dapat diukur. Pertumbuhan

fisik merupakan hal yang kuantitatif atau dapat diukur, aspek peningkatan

ukuran fisik individu sebagai hasil peningkatan dalam jumlah sel.

Indikator ukuran pertumbuhan meliputi perubahan tinggi dan berat badan,

gigi, struktur skelet,dan karakteristik seksual.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

xxv
Pertumbuhan dapat diartika sebagai bertambahanya ukuran fisik dari

waktu ke waktu. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap asepek fisik,

sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ.

a. Faktor biologis

1) RAS/ Etnik atau bangsa

Anak yang di lahirkan dari ras/bangsa tertentu tidak mungkin

memiliki faktor herediter dari ras/bangsa yang lain.

2) Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh

tinggi, pendek, gemuk atau kurus.

3) Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masalah prenatal,

tahun pertama kehidupan, dan masa remaja.

4) Jenis kelamin

Fungsi repoduksi pada anak perempuan berkembang lebih

cepat daripada anak laki-laki

5) Genetik

Geneteik adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan

menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang

berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.

6) Kelainan Kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan

pertumbuhan seperti pada sindrom downs dan sindroma turner.

xxvi
Menurut Ramali (Ripiduri Rivanica, 2016)

7) Hormon

Stunting dapat disebabkan oleh faktor genetik dan

hormonal, karena kelainan endokrin dan kelainan non endokrin.

Penyebab terbanyak dari stunting adalah kelainan non endokrin

yaitu penyakit infeksi kronis, gangguan nutrisi, kelainan

gastrointestinal, penyakit jantung bawaan, pola asuh ibu, faktor

sosial ekonomi keluarga dll (IDAI, 2015).

Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang

anak, somatotrofin (growth hormon)berperan dalam mempengaruhi

pertumbuhan tinggi badan yang menstimulasi terjadinya poliferasi

sel kartigo dan sistem skeletal. Selain itu hormon tiroid berfungsi

menstimulasi metabolisme tubuh, glukokortikoid menstimulasi

pertumbuhan sel interstisial dari testis untuk memproduksi

testosteron dan ovarium untuk memproduksi eterogen untuk

menstimulasi perkembangan seks.

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh

berbagai masa faktor, antara lain faktor genetik, lingkungan sejak

masa prenatal, natal, postnatal, nutridi mencakup makronutrien dan

mikronutrien stimulasi, serta hormonal. Hormonal yang

mempengaruhi antara lain hormon pertumbuhan, termasuk

insuline-like growth factor-1 (IGF-1).

xxvii
Insuline-like growth factor-1 adalah hormon yang merantai

efek pertumbuhan (growth hormonel GH) dan berperan penting

regulasi pertumbuhan somatik dan perkembangan organ. Kadar

IGF-1 menggambarkan rata- rata kadar GH harian. Tidak seperti

GH, kadar IGF-1 tidak berfluktuasi sepanjang hari. Hormon GH

dan IGF-1 sering dihubungkan dengan kondisi gangguan

pertumbuhan dan perkembangan karena keterlambatan

pertumbuhan terjadi pada saat hormon tersebut berperan penting

dalam pertumbuhan.

Penelitian terdahulu memaparkan bahwa IGF-1

mempengaruhi pertumbuhan linear intranuterin. Defisiensi hormon

ini berpengaruh mulai dari awal kelahiran sampai masa anak. (Sari

Pediatri, 2017).

b. Faktor Luar

1) Faktor prenatal

1) Gizi

2) Mekanis

3) Toksin / zat kimia

4) Radiasi

5) Infeksi

6) Kelainan imunologi

7) Psikologi ibu saat masa kehamilan

xxviii
3. Ciri – ciri tumbuh kembang anak

Menurut (Mahayu, 2016) ciri – ciri tumbuh kembang anak adalah :

a. Perkembangan anak menyebabkan terjadinya perubahan, yaitu

perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap

pertumbuhan di disertai perubahan fungsi, misalnya perkembangan

intelegensia anak menpengaruhi pertumbuhan otak dan syarafnya.

b. Pertumbuhan perkembangan pada tahapan awal menentukan

perkembangan selanjutnya. Dalam hal ini, setiap anak tidak dapat

melewati tahapan sebelumnya (anak tidak bisa berjalan sebelum

berdiri).

c. Biasanya, proses pertumbuhan dan perkembangan anak memilik

kecepatan yang berbeda. Artinya, pertumbuhan fisik dan perkembangan

fungsi organ setiap anak mempunyai kecepatan yang tidak sama.

d. Perkembangan selalu berkorelasi dengan pertumbuhan. Ketika

pertumbuhan berlangsung cepat, maka perkembangan terjadi pada

peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi, dan lain-lain.

e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Dalam hal ini,

perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang

tetap, sebagaimana berikut :

1) Perkembangan terjadi lebih dulu di daerah kepala, kemudian

menuju arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal)

Perkembangan terjadi lebih dulu didaerah proksimal (gerak

kasar),lalu berkembang ke bagian distal, seperti jari-jari yang

xxix
mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal)

2) Dalam prosesnya, perkembangan melalui tahapan berurutan.

Tahapan ini tidak bisa terbalik. Misalnya, anak mampu membuat

lingkaran sebelum ia membuat gambar kotak.

4. Tahap Tumbuh Kembang

Orang tua tidak boleh mengabaikan monitoring atau deteksi terhadap

faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak. Sebab, banyak

gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi setelah usia 6

bulan. Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Tinggi Badan Anak

Tinggi badan anak akan tumbuh seiring dengan bertambahnya

usia. Pada umumnya, ketika baru dilahirkan, bayi yang normal

memiliki berat badan sekitar 2.500-3000 gram, dengan panjang

badan 48-50 cm ketika dilahirkan. Selanjutnya, pertumbuhan

tinggi dan berat badan setiap bayi tidak akan sama, tergantung

pada banyak faktor yang melingkupinya. Berikut adalah tahapan

pertumbuhan tinggi badan anak :

1) Usia 0-3 tahun

Pada tahun pertama, pertambahan tinggi badan mencapai

1,5 kali panjang lahir. Kemudian pada usia 2 tahun, rata-rata

anak tumbuh sebanyak 6-10 cm per tahun.

2) Usia 6-12 tahun

xxx
Penambahan tinggi badan anak mencapai 5-7cm per tahun.

Tinggi badan anak mulai kelihatan memanjang, mengurus, dan

perutnya tidak buncit lagi.

3) Usia 12-18 tahun

Ditandai dengan percepatan dalam pertumbuhan karena

pengaruh hormon seksual. Pertumbuhan tinggi badan cepat,

kemudian secara perlahan berhenti. Adanya perbedaan yang

mencolok antara anak laki-laki dengan perempuan. Pada anak

perempuan, tinggi badan bisa mencapai 8 cm per tahun. Dan

pada anak laki- laki mencapai10 cm per tahun.

b. Lingkar Kepala

Menurut skala Nellhaus, ukuran lingkar kepala normal

sekitar 30-37 cm. Ketika anak berusia 0-3 bulan, pertumbuhan

lingkar kepala bisa bertambah 2 cm. Kemudian pada usia 4-6

bulan bertambah sekitar 1 cm per bulan. Pada usia 6-12 bulan,

pertambahan ukuran kepala berkisar 0,5 cm per bulan. Saat anak

berusia 5 tahun, biasanya ukuran kepala bertambah sekitar 50 cm.

Dan ketika usianya memasuki 5-12 tahun, pertumbuhannya hanya

naik sekitar 52-53 cm. Pertumbuhan tersebut mulai menetap dan

tidak membesar lagi setelah anak berusia 12 tahun.

c. Organ Penglihatan

Organ penglihatan anak mulai berkembang sangat pesat ketika

usianya memasuki 18 bulan pertama. Perkembangan ini mulai

xxxi
mengalami puncak kesempurnaanya saat anak menginjak usia 5

atau 6 tahun.

d. Organ Pendengaran

Ketika seorang anak masih di dalam kandungan, proses

pendengarannya sudah dimulai. Hal ini terlihat dengan

terbentuknya alat pendengaran atau daun telinga bagian dalam

lainnya. Setelah lahir, pendengaran bayi semakin sempurna

(Mahayu, 2014).

5. Screening Kelainan Perkembangan Anak

Salah satu metode untuk menilai perkembangan anak adalah

lembar DDST (Denver Developmental Screrning Test), lembar DDST

adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai

perkembangan anak umur 0-6 tahun (Ardriana, 2011). Menurut Ranuh

(2013), DDST yaitu DENVER II dipakai dengan menggunakan pass-fail

ratings pada 4 ranah perkembangan, yaitu personal-social, fine motor

adaptive, language, dan gross motor untuk anak sejak lahir sampai usia 6

tahun. Waktu yang diperlukan untuk melakukan skrining menggunakan

DDST sekitar 15-20 menit untuk setiap anak (Selviana, 2018) . Interpretasi

nilai per item individu, sebagai berikut :

1. Penilaian lebih/Advance (perkembangan anak lebih)

a. Apabila anak lulus pada uji coba item yang terletak disebelah kanan garis

umur.

xxxii
b. Nilai lebih diberikan jika anak dapat lulus/lewat dari item tes sebelah

kanan garis umur.

c. Anak memiliki kelebihan karena dapat melakukan tugas perkembangan

yang seharusnya dikuasai anak yang lebih tua dri umurnya.

2. Penilaian OK atau normal

a. Gagal/menolak tugas pada item yang ada disebelah kanan garis

umur.

b. Lulus atau gagal atau menolak pada item di mana garis umur terletak

di antara 25-75%. Jika anak lulus dianggap normal, jika gagal atau

menolak juga dianggap masih normal.

c. Daerah putih menandakan sebanyak 25-75% anak di umur tersebut

mampu lulus melakukan tugas

3. Penilaian Caution/Peringatan

a. Gagal atau menolak pada item dalam garis umur yang berada di

antara 75-90%.

b. Tulis C di sebelah kanan kotak.

4. Penilaian Delayed/keterlambatan

Bila gagal/menolak pada item yang berada disebelah kiri garis umur.

5. Penilaian Tidak ada Kesempatan

a. Pada item tes yang orang tua laporkan bahwa anak tidak ada

kesempatan untuk melakukan atau mencoba di skor sebagai TaK.

b. Item ini tidak perlu diinterpretasikan.Sehingga hasil atau kesimpulan

Denver II terdiri atas tiga interpretasi, sebagai berikut (Sulistyawati,

xxxiii
2018) :

1) Normal

a. Bila tidak ada Delays (D) dan atau paling banyak satu

Caution.

b. Lakukan ulangan tes pada kunjungan berikutnya.

2) Suspect/Diduga/Dicurigai ada keterlambatan

a. Bila ada dua atau lebih C dan atau satu atau lebih D

b. Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan

faktor sesaat, seperti rasa takut, keadaan sakit, dan kelelahan.

3) Tidak dapat diuji/Untestable

a. Bila ada skor menolak pada satu atau lebih komponen di

sebelah kiri garis umur atau menolak lebih dari satu

komponen yang ditembus garis umur pada daerah 75-90%.

b. Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu.

Formulir DDST terdiri atas 1 lembar kertas di mana halaman

depan berisi tentang tes dan halaman belakang berisi tentang

petunjuk pelaksanaan.

C. Konsep Perkembangan Motorik

1. Pengertian Motorik

Menurut Fikriyati (2013, dalam Maria Hidayanti, 2013)

mendefiniskan motorik kasar sebagai gerakan tubuh yang menggunakan

otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang

xxxiv
dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.

Perkembangan motorik dipengaruhi oleh organ dan fungsi sistem

susunan saraf pusat atau otak, sistem susunan saraf pusat yang sangat

berperan dalam kemampuan motorik dan mengkoordinasi setiap gerakan

yang dilakukan oleh anak. Perkembangan motorik anak dibagi menjadi

dua, yaitu :

a. Motorik Halus

Motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus

atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang di pengaruhi oleh

kesempatan belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan

benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting,

menulis dan masih banyak lagi.

b. Motorik Kasar

Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot

besar atau sebagian besar maupun seluruh anggota tubuh yang

dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Perkembangan motorik

ini bersamaan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau

kematangan fisiknya (Rischa, 2020).

2. Gangguan Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh

beberapa hal. Salah satu penyebabnya adalah kelainan tonus otot atau

penyakit neuromuskuler. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami

xxxv
keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis,

ataksia, atau hipotonia.

Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat

menyebabkan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis,

ataksia, atau hipotonia, serta dapat juga menyebabkan keterlambatan

perkembangan motorik. Penyakit neuromuskuler seperti muskuler distrofi

merupakan gangguan perkembangan motorik yang selalu didasari adanya

penyakit tersebut.

Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat

mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang

tidak mendapat kesempatan belajar seperti sering digendong atau

diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam

kemampuan motorik (Adriana, 2016).

D. Anak Usia Todller

1. Pengertian Usia Toddler

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas 1 tahun

atau lebih populer dengan dengan pengertian usia anak dibawah 5 tahun.

(Septiari, B.B. 2017).

Balita merupakan kelompok anak yang berada dalam proses

pertumbuhan, dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola

pertumbuhan, dan perkembangan fisik contohnya koordinasi motorik halus

dan motorik kasar juga kecerdasan yang sesuai dengan tingkat

xxxvi
pertumbuhan, dan perkembangan yang dilalui oleh anak. (Septiari, B.B.

2017) .

2. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia Toddler

a. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perkembangan dengan perubahan dalam

besar, jumlah, ukuran atau dimmensi tingkat sel, organ maupun

individu yang dapat diukur dengan ukuran berat badan (kg/gr/puond)

atau ukuran panjang (meter/sentimeter) umur tulang dan keseimbangan

metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). (Septiari, B.B. 2017).

Menurut Whaley dan Wong pertumbuhan sebagai suatu

peningkatan jumlah atau ukuran sel tubuh yang ditunjukkan dengan

adanya peningkatan ukuran dan berat di seluruh bagian tubuh. (Septiari,

B.B. 2017) Peningkatan ukuran tubuh terjadi secara bertahap bukan

secara linier yang menunjukkan karakteristik percepatan atau

perlambatan pertumbuhan pada masa toddler. (Cahyaningsih, D.S.

2017) .

a) Tinggi Badan

1. Rata-rata bertambah tinggi 7,5 per tahun

2. Rata-rata tinggi toddler usia 2 tahun sekitar 86,6 cm. Tinggi

badan pada usia 2 tahun adalah setengah dari tinggi dewasa yang

diharapkan.

b) Berat badan

xxxvii
1. Rata-rata pertumbuhan berat badan toddler adalah 1,8-2,7 kg per

tahun

2. Rata-rata berat badan toddler usia 2 tahun adalah 12,3 kg

3. Pada usia 2,5 tahun berat badan toddler mencapai empat kali

berat lahir

c) Lingkar kepala (LK)

1. Pada usia 1-2 tahun, ukuran LK sma dengan lingkar dada

2. Total laju peningkatan LK pada tahun kedua adalah 2,5 cm,

kemudian berkurang menjadi 1,25 cm per tahun sampai usia 5

tahun.

d) Lingkar lengan atas (LLA)

LLA mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan

otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh

dibandingkan dengan berat badan, laju tumbuh lambat, dari 11 cm

waktu lahir menjadi 16 cm pada satu tahun, selanjutnya tidak

banyak berubah pada umur 1-3 tahun.

b. Perkembangan

Perkembangan adalah pertambahan kemampuan (skill) dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

xxxviii
dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. (Nuha

Medika, 2017).

Aspek perkembangan yang seharusnya dicapai anak pada usia toddler

adalah sebagai berikut :

a. Usia 12-18 bulan

1. Berjalan sendiri tidak jatuh

2. Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk

3. Mengungkapkan keinginan secara sederhana

4. Minum sendiri dari gelas dan tidak tumpah

b. Usia 18-24 bulan

1. Dapat berjalan mundur setidaknya lima langkah

2. Mencoret-coret dengan alat tulis

3. Menunjuk bagian tubuh dan menyebut namanya

4. Meniru melakukan pekerjaan rumah tangga

c. Usia 2-3 tahun

1. Berdiri satu kaki tanpa berpegangan minimal 2 hitungan

2. Meniru membuat garis lurus

3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2 kata

4. Melepas pakaian sendiri. (Cahyaningsih, D.S. 2017)

c. Kebutuhan Nutrisi Anak Usia Toddler

1. Kebutuhan nutrisi

a. Terjadinya penurunan kebutuhan kalori, protein, dan cairan

xxxix
b. Kebutuhan kalori adalah 102 kkal/kg/hari

c. Kebutuhan protein adalah 1,2 kkal/gr/hari

d. Batasi asupan susu untuk menjamin asupan zat besi optimal.

2. Pilihan dan pola makan

a. Pada usia 12 bulan kebanyakan toddler makan makanan keluarga

b. Pada usia 18 bulan sebagian besar toddler mengalami anoreksia

fisiologis

c. Toddler lebih suka makanan porsi kecil tapi enak

d. Toddler lebih suka satu jenis makanan dalam piring dari pada makanan

campuran, namun makanan lainnyapun harus ditawarkan agar mengenal

jenis makanan.

e. Orang tua harus menganjurkan makan menggunakan alat makan.

3. Pendidikan anak dan keluarga

a. Ingatkan orang tua untuk tidak menawarkan kudapan satu jam sebelum

makan, karena akan mengurangi nafsu makan.

b. Hindarkan makanan yang mengakibatkan aspirasi, seperti kacang.

c. Ingatkan orang tua agar tidak menggunakan makanan sebagai suatu

penghargaan atau hukuman (Cahyaningsih, D.S. 2017).

xl
41

Kerangka Teori
Faktor resiko stunting
1. Kurangnya gizi ibu
hamil
2. Masalah pemberian
asi
3. Pemberian MP ASI
kurang memadai
4. Infeksi
Stunting
5. Kurang pemantauan
pertumbuhan balita 1. Pendek : Z-Score -3 SD
6. Akses terhadap air sampai dengan -2 SD
bersih dan fasilitas 2. Sangan pendek : Z-
sanitasi Score < -3 SD
7. Status sosial ekonomi
keluarga
8. Pendidikan orang tua
9. Pelayanan kesehatan
10. Besar keluarga 1. Kemampuan Skreening
Faktor yang mempengaruhi perkembangan
motorik
perkembangan kasar DDST Interpretasi

1. Faktor internal 2. Kemampuan 1. Normal


a. Ras motorik 2. Suspect
halus 3. Untestable
b. Umur
c. Jenis kelamin 3. Kemampuan
d. Keluarga bahasa
e. Genetik 4. Kemampuan
2. Faktor eksternal personal
a. Gizi sosial
b. Mekanis
c. Toksin, Zat kimia
d. Radiasi
e. Infeksi

BAB
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : WHO & Sulistyawati, 2014
42

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL,

DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah suatu bentuk uraian serta visualisasi yang ada

hubungannya antara satu konsep dengan konsep lainnya (Sugiyono, 2019).

Kerangka konsep adalah suatu gambaran atau visualisasi hubungan antara

berbagai variabel, variabel tersebut adalah variabel yang telah dirumuskan

sendiri oleh peneliti setelah membaca teori-teori yang ada dan kemudian peneliti

tersebut menyusun teorinya sendiri yang dimana teori tersebut akan digunakan

sebagai landasan yang akan digunakan untuk penelitiannya. Diagram dalam

suatu tabel kerangka konsep harus menunjukan hubungan antara variabel -

variabel tersebut (Anggita, 2018).

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian

stunting dengan gangguan motorik kasar pada anak usia toddler. Dalam

penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas (independen variabel)disebut juga variabel sebab

yaitu karakteristik dari subjek yang dengan keberadaaanya menyebabkan

perubahan pada variabel lainya. Variabel terikat (dependent variable )

adalah variabel akibat atau variabel yang akan berubah akibat pengaruh

atau perubahan yang terjadi pada variabel independen. Dalam penelitian


43

ini Kejadian Stunting merupakan variabel bebas dan gangguang motorik

kasar pada anak usia toddler adlah variabel dependent. Hal ini dapat

digambarkan melalui kerangka konsep berikut :

Kerangka konsep Hubungan kejadian stunting dengan gangguan


Bagan 3.1
motorik kasar pada anak usia toddler

Variabel Independen Variabel Dependent

Kejadian stunting Gangguan motorik kasar pada anak usia

toddler

B. Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang

di maksud atau tentang apa yang di ukur oleh variabel yang bersangkutan

(Sanya, 2021). Dalam penelitian ini variabel yang akan di definisikan

operasional dapat di jelaskan sebagi berikut:


44

Tabel 3. 2 Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur

Variabel Ukuran stastus Gizi berdasarkan Antropometri Kriteria penilian : Ordinal

independent indeks Tinggi badan (TB) dan tabel Z- 1. Mild stunting (- 2 SD

(Variabel menurut usia (U) bedasarkan Score ≤ z-score < -1 SD ).

bebas) indikator; 2. Moderate stunting (-

Kejadian 1. Pengkur tinggi badan 3SD ≤ z-score < -2

Stunting (TB)/Usia (U) SD).

2. Wajah lebih muda dari usia 3. Severe stunting (z-

3. Pertumbuhan melambat score < - 3SD).

4. Pertumbuhan gigi melabat

5. Terlihat buruk pada tes

perhatian dan memori

belajar.

Variabel Perkembangan motorik kasar DDST Kriteria penilain : Ordinal

Dependent adalah gerakan anggora tubuh 1. Advanced/lebih

Gangguang yang menggunakan otot-otot 2. Normal

motorik kasar besar berdasarkan indikator: 3. Caution/Peringatan

pada anak usia Perkembangan anak sesuai usia 4. Delayed/

toddler pada rentang12-14 bulan keterlambatan

1. Membungkuk dan berdiri 5. Tidak ada


45

2. Berjalan dengan baik Kesempatan

3. Berjalan mundur Keterangan

4. Lari Kategori penilaian :

5. Berjalan naik tangga 1. Normal

Usia 15-18 Bulan : 2. Suspect

1. Berjalan mundur 3. Unstestable (Tidak

2. Lari dapat diuji)

3. Nerjalan naik tanggga

4. Menendang bola kedepan

Usia 18-24 Bulan

1. Berjalan naik tangga

2. Menendang bola kedepan

3. Melompat

4. Melempar bola ke atas

Umur 24-3 tahun

1. Melompat

2. Melempar bola tangan

keatas

3. Loncat jauh

4. Berdiri satu kaki

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah sebuah pernyataan atau jawaban yang

dibuat sementara dan yang akan diuji kebenarannya. Pengujian hipotesis

penelitian dilakukan melalui uji statistik. Hipotesis dapat disimpulkan


46

berhubungan atau tidak, berpengaruh atau tidak, diterima atau ditolak

(Sanya,2021).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah merupakan jawaban sementara atas

pertanyaan penelitian “apakah ada hubungan kejadian stunting dengan

gangguan motorik kasar pada anak usia toddler di Ruang anak RS Sentra

Medika Cikarang” Berdasarkan rumusan masalah di atas, Maka hipotesisnya

adalah :

1. Hipotesis nol (H0) yaitu: “ Tidak ada hubungan kejadian stunting dengan

gangguan motorik kasar pada anak usia toddler di Ruang Anak dan poli

Tumbuh Kembang RS Sentra Medika Cikarang.

2. Hipotesis Alternatif (Ha) yaitu: " Ada hubungan kejadian stunting dengan

gangguan motorik kasar pada anak usia toddler di Ruang Anak dan Poli

Tumbuh Kembang RS Sentra Medika Cikarang.


47

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif dengan jenis

penelitian analitik korelasi. Menurut (Sugiyono, 2018), penelitian analitik korelasi

yaitu penelitian yang bertujuan mengetahui kuatnya hubungan antara dua variabel

atau lebih. Metode yang di pakai oleh peneliti dalam melakukan penlitian ini

dengan menggunakan Cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan

waktu pengkuran/obeservasi.

Menurut badriah (2019 : 27), penlitian Cross Sectional adalah penelitian

yang mengukur prevalansi penyakit yang bertujuan mencari hubungan penyakit

dengan paparan melalui cara mengamati status parapan dan penyakit secara

serentak pada individu dari populasi tunggal pada suatu saat atau preiode tertentu.

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumalah yang teridiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan

oleh penelitian untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono,

2019). Populasi dalam penelitian ini adalah anak todler yang mengalami
48

gangguan motorik kasar di Ruang Anak RS Sentra Medika Cikarang. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasien toddler yang menjalani perawatan

di RS Sentra Medika Cikarang, sebanyak 32 yang terhitung dari bulan

November dan Desember 2022 terhitung dari awal pembuatan proposal sampe

dengan penyusunan skripsi.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian (Sugiyono, 2019). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien toodler yang sedang menjalani perawatan

di RS Sentra Medika Cikarang sebanyak 32 balita terhitung dari bulan

November dan Desember. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah total sampling

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik Pengambilan sampel adalah suatu teknik untuk pengambilan

sampel (Donsu, 2016). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang

digunakan adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan

sampel dimana jumlah sample sama dengan populasi. Alasan mengambil total

sampling karena menurut Sugiyono (2019), jumlah populasi yang kurang dari

100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian secara keseluruhan

(Sugiyono, 2019).
49

4. Kriteria Sampel

Sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

yang ditetapkan, adapun kriteria dalam penelitan ini yaitu ada dua :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan di teliti ( Nursalam, 2017).

Kriteria inklusi (kriteria yang akan di teliti).

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan di teliti (Nursalam, 2013).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1. Balita yang aktif yang sedang menjalani masa perawatan.

2. Orang tua yang setuju menjadi responden.

3. Orang tua yang mempunyai balita usia 1-3 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

1. Kriteria eksklusi (kriteria yang tidak layak di teliti)

Ada keadaan kecacatan yang dapat mengganggu pengukuran maupun

interpretasi hasil.

2. Subjek yang tidak mampu membaca dan menulis

3. Balita yang menolak tugas yang diberikan oleh peneliti.

4. Responden yang tidak kooperatif.


50

C. Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2018) variabel sebagai ukuran atau ciri yang

dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang

memiliki oleh kelompok lain”. Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu

variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).

1. Variabel bebas (variabel independen)

Variabel bebas yaitu suatu yang dimanipulasi oleh peneliti untuk

menciptakan suatu dampak pada variabel (dependent variabel ) (Sugiyono,

2019). Dalam penelitian ini variabel independen adalah angka kejadian

stunting.

2. Variabel tergantung (variabel dependen)

Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

bebas (Sugiyono, 2019). Dalam penelitian ini variabel dependen adalah

gangguan motorik kasar pada anak usia toddler.

D. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Peneliatian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Ruang Anak dan Klinik Tumbuh

Kembang RS Sentra Medika Cikarang.

2. Waktu Penelitian
51

Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan

bulan Desember Tahun 2022 terhitung dari penyusunan proposal sampai

dengan laporan skripsi.

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder dan

data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil rekapitulasi

data ibu yang memiliki balita sedang dalam menjalani pemeriksaan di RS

Sentra Medika Cikarang, sedangkan data primer adalah data yang diperoleh

secaara langsung menggunakan wawancara dan kuesioner yang disebar pada

ibu yang memiliki balita sedang dalam menjalani pemeriksaan di RS Sentra

Medika Cikarang.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Adalah data yang diperoleh dari hasil observasi dengan cara menyebar

kuesioner pada ibu yang memiliki anak usia (12 – 36) bulan di RS Sentra

Medika Cikarang.

b. Data Skunder

Adalah data yang diperoleh dari hasil rekapitulasi di RS Sentra

Medika Cikarang.
52

F. Intrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

pengumpulan data yang diaman digunakan untuk mengukur fenomena yang

sedang diamati (Sugiyono, 2019).

Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini dalah lembar observasi DDST (Denver

Development Screaning Test) digunakan untuk mengukur perkembangan

motorik balita, Antropomentri digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan

perkembangan pada balita stunting, dan lembar observasi Z-Score untuk

menilai tingkat derajat Stunting pada anak.

Lembar observasi DDST berisi data anak dan juga kemampuan yang

harus dicapai oleh anak sesuai umur. Sebelum dilakukan pemeriksaan motorik

kasar terlebih dahulu diperiksa tinggi badan atau panjang badan anak

menggunakan Antropometri dan akan dicatat di lembar observasi Z-Score.

Kemudian langsung dilakukan pemeriksaan perkembangan motorik kasar anak

dengan menggunakan Lembar observasi DDST. Penggunaan alat ukur

Antropometi, lembar observasi Z-Score dan juga lembar observasi DDST

adalah untuk menjaga validitas instrumen.

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Uji Validitas merupakan instrumen penelitian yang dimana digunakan

untuk menggambarkan suatu kondisi tertentu sesuai dengan


53

kegunannya. Tidak hanya itu validitas juga dapat memberikan

gambaran cermat mengenai data tersebut (Donsu, 2016). Peneliti harus

memperhatikan bahwa instrumen yang digunakan adalah pertanyaan

yang valid dan berdifat mudah digunakan balik oleh peneliti maupun

responden (Putri, 2016).

b. Uji Relibilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau

tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji reliabilitas, karena skala yang

digunakan sudah valid (Putri, 2016).

G. Etika Penelitian

Penelitian dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Universitas

Medika Suherman (UMS) , Bakesbangpol kota Bekasi dan Dinas Kesehatan kota

Bekasi. Penelitian dimulai dengan melakukan beberapa prosedur yang

berhubungan dengan etika penelitian meliputi:

1. Lembar persetujuan (inform concent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan agar

responden mengumpulkan data. Responden yang bersedia diteliti harus


54

menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak harus menghormati

hak- hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar

pengumpulan data atau lembar observasi untuk menjaga kerahasiaan identitas

responden.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan data dari hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh

peneliti dijamin kerahasiaannya. Kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan sebagai hasil penelitian.

H. Pengolahan data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu kegiatan lanjutan yang dilakukan setelah

pengumpulan data dilaksanakan. Pada penelitian kuantitatif, pengolahan data

secara umum dilaksanakan melalui beberapa tahap, sebagai berikut :

a. Editing

Adalah suatu proses pengolahan dimana setiap pertanyaan yang

dijawab melalui angket yang diperiksa untuk menilai kelayakannya, apakah

sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.


55

b. Coding

Merupakan suatu proses dimana pertanyaan- pertanyaan yang

dijawab diubah dari yang berbentuk huruf menjadi angka untuk

mempermudah pada saat memasukan data.

c. Entry

Memasukan data kedalam suatu perangkat lunak untuk dianalisis.

d. Tabulating

Data yang telah dikelompokan, akan dimasukan ke dalam bentuk

distribusi frekuensi (Sugiyono, 2019).

Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan pembagian informed

consent pada ibu balita dengan bekerja sama dengan pihak RS Sentra

Medika Cikarang dan perawat yang sebelumnya peneliti menyampaikan

maksud dan rencana penelitian agar terjadi kesepakatan dan pemahaman

yang sama. Observasi dilakukan secara langsung untuk mengetahui

perkembangan balita melalui pengukuran dengan menggunakan

antropometri dan kemampuan melakukan kegiatan sesuai intruksi yang

diberikan dengan menggunakan lembar DDST. Hasil observasi

dipindahkan ke lembar observasi tanpa diberi nama melainkan hanya di

beri inisial.

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat
56

Analisa univariat berupa analisis presentase digunakan untuk

stunting dan perkembangan motorik kasar. Analisa univariat dilakukan

secara deskriptif, yaitu menampilkan table frekuensi tentang

karakteristik reponden sebagai variabel independen dalam penelitian

ini berdasarkan Stunting. Sedangakan variael dependen yaitu

perkembangan motorik kasar pada anak usia todler.

Dalam penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi relatif kita

dapat mengetahaui presentase suatu kelompok terhadap seluruhan

pengamatan. Selanjutnya untuk mengetahui presentasi responden

untuk tiap kategori dalam suatu varaibel atau dimensi makan

digunakan rumus perhitungan distribusi frekuensi sebagai berikut

(Purwanto, 2019)

Keterangan

P : Presentasi Untuk Setiap Kategori

f : Jumlah Setiap Kategori

N : Jumalah Total Responden

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan denga dua variabel yang diduga saling

berhubungan atau berkolerasi. Analisa data dikumpulkan dan

ditabulasi berdasarkan variabel yang diteliti secara kualitatif. Untuk


57

mengetahui balita stunting terhadap gangguan motorik kasar anak usia

todler. Analisa bivariat ini dilakukan dengan menngunakan Uji Chi

kuadrat (x2)

X2 = 

Sumber : (Arikunto, 2016)

Keterangan :

X2 = Chi kuadrat

fo = Frekuensiobservasi

fh = frekuensiharapan

dimana :

Keterangan:

fe : frekuensi yang diharapkan

∑fk : jumlah frekuensi pada kolom

∑fb : jumlah frekuensi pada baris

∑T : jumlah keseluruhan baris atau kolom


58

Hasil akhir uji statistika adalah untuk mengetahui apakah

keputusan uji H0 ditolak atau H0 diterima. Ketentuan pengujian denga

Chi square adalah ρ<0,05 maka H0 ditolak artinya terdapat hubungan

anatara stunting dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia

toddler. Apabila ρ>0,05 maka H0 diterima artinya tidak terdapat

hubungan antara stunting dengan perkembangan motorik kasar pada

anak toddler.

Anda mungkin juga menyukai