Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA ANAK


DI PUSKESMAS TAROGONG

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan dalam Seminar Usulan Penelitian yang Akan Digunakan dalam


Penyusunan Skripsi pada Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

IRMA PUTRI UTAMI


NIM : KHGC 17026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN
SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : IRMA PUTRI UTAMI

NIM : KHG C. 17026

Program Studi : S1 Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut

Mahasiswa yang bersangkutan telah disetujui untuk melaksanakan seminar usulan


penelitian dengan judul :

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas
Tarogong

Demikian persetujuan ini kami buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya

Garut, Mei 2021

Mengetahui,

Pembimbing Pendamping Pembimbing Utama

Devi Ratnasari, S.Kep., Ners., M.Kep H. Engkus Kusnadi S.Kep., M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wbr

Puji syukur peneliti panjatkan ke khadirat Allah SWT, karena atas Rakhmat

dan Karunia-Nya dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul “Hubungan Tingkat

Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong..

Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan proposal ini adalah untuk

memenuhi salah satu persyaratan dalam persiapan menempuh ujian sarjana pada

Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut.

Dalam penyusunan proposal ini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan dan

pengarahan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk moril maupun materil. Pada

kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. (Hc). H. Amas Setiana, selaku Ketua Pembina Yayasan Dharma Husada

Insani Garut.

2. H. D. Saepudin, S.Sos., M.Mkes., selaku Ketua Pengurus Yayasan Dharma

Husada Insani Garut.

3. H. Engkus Kusnadi, S.Kep., M.Kes., selaku Ketua STIKes. Karsa Husada Garut,

merangkap sebagai pembimbing utama yang telah memberikan arahan dan

masukan yang sangat berharga.

4. Devi Ratnasari, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku pembimbing pendamping yang

telah banyak memberikan masukan dan arahan yang sangat berharga dalam

penyusunan proposal ini.

5. Teman-teman seangkatan, senasib dan seperjuangan di STIKes Karsa Husada

Garut.

iii
Peneliti menyadari bahwa banyaknya kekurangan dan ketidak sempurnaan

dalam pembuatan proposal ini karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang

peneliti miliki. Namun apapun kekurangan dari isi proposal ini mudah-mudah ada

manfaatnya serta menambah ilmu bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca lain

yang sedang mendalami ilmu keperawatan pada umumnya serta mohon masukan yang

membangun.

Terima Kasih,

Wassalamualaikum Wr. Wbr

Garut, Mei 2021

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iv

DAFTAR BAGAN.................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .................................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
1.4.1 Manfaat Praktis............................................................................. 6
1.4.2 Manfaat Teoritis........................................................................... 6
BAB II Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 7
2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 7
2.1.1 Pengertian Stunting ...................................................................... 8
2.1.2 Pengukuran Stunting ..................................................................... 8
2.1.3 Klasifikasi Status Gizi ................................................................... 8
2.1.4 Penyebab Stunting ......................................................................... 9
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting............... 13
2.1.6 Manifestasi klinis.......................................................................... 17
2.1.7 Patofisiologi................................................................................... 18
2.1.8 Dampak Stunting.......................................................................... 19

v
2.1.9 Pencegahan Stunting Pada Anak.................................................. 21
2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 23
2.3 Hipotesis ................................................................................................. 25
BAB III Metode Penelitian ..................................................................................... 26
3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................... 26
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................................... 27
3.3 Definisi Operasional .................................................................................... 27
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 28
3.4.1 Populasi ............................................................................................... 28
3.4.2 Sampel................................................................................................. 28
3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 30
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 30
3.7 Langkah-langkah Penelitian ......................................................................... 34
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Pemikiran.............................................................................. 24

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional……………………………………………….... 27

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 2 : Informed Consent

Lampiran 3 : Lembar Bimbingan

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bagi bayi dibawah lima

tahun) yang diakibatkan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya (Supariasa, 2014). Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan

pada bayi masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak

setelah bayi berusia 2 tahun. Stunting yang dialami anak dapat disebabkan oleh

tidak terpaparnya periode 1000 hari pertama kehidupan mendapat perhatian khusus

karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas

seseorang di masa depan. Stunting dapat pula disebabkan tidak melewati periode

emas yang di mulai 1000 hari pertama kehidupan yang merupakan pembentukan

tumbuh kembang anak pada 1000 hari pertama. Pada masa tersebut nutrisi yang

diterima bayi saat di dalam kandungan dan menerima ASI memiliki dampak jangka

panjang terhadap kehidupan saat dewasa. Hal ini dapat terlampau maka akan

terhindar dari terjadinya stunting pada anak-anak dan status gizi yang kurang

Mikhail, et al., 2013) .

Menurt World Health Organization (WHO), data stunting di dunia

diperkirakan mencapai 22,2 % atau 150,8 juta balita (UNICEF, WHO, 2018),

sedangkan prevalensi di kawasan Asia berjumlah 55 % dan di kawasan Afrika 39

%. Data di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013)

menunjukkan di Indonesia, prevalensi stunting mencapai 37,2 % dan telah terjadi

1
2

penurunan hingga 30,8 %. (Riskesdas, 2018). Namun menurut WHO angka

tersebut jika dibandingkan dengan ambang batas prevalensi stunting, masih berada

pada kategori tinggi. Indonesia sendiri, merupakan negara dengan beban

anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia

(Kemenkes, 2018).

Angka-angka terbaru yang tersedia menunjukkan bahwa di Indonesia, lebih

dari 7 juta anak balita menderita stunting, atau terlalu pendek untuk usia mereka ,

lebih dari 2 juta anak balita kekurangan berat badannya, atau terlalu kurus untuk

tinggi badan mereka, 2 juta anak balita kelebihan berat badan atau obesitas . Sekitar

1 dari 4 remaja menderita anemia, kemungkinan besar karena kekurangan vitamin

esensial dan nutrisi seperti zat besi, asam folat dan vitamin A (Badan Statistik Pusat,

2018).

Indonesia sendiri, merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-

2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia, angkanya hingga 23,6 persen.

Sementara target WHO, angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. Jutaan

anak-anak dan remaja Indonesia tetap terancam dengan tingginya angka anak yang

bertubuh pendek (stunting) dan kurus (wasting) serta beban ganda” malnutrisi

dimana terjadinya kekurangan dan kelebihan gizi, belum ada peningkatan pada

status gizi anak-anak (PBB , 2019).

Kasus Berat Garis Merah (BGM) pada baduta di Jawa Barat tahun 2019

sebanyak 23,481 orang atau 29,2% dari jumlah baduta yang ditimbang, dilaporkan

oleh 24 kabupaten /kota dengan kasus BGM tertinggi dari kabupaten Garut

mencapai 5% dan kasus terendah terdapat di kabupaten Indramayu dan kabupaten


3

Bandung sebesar 0,3%. Tiga kabupaten atau kota, yakni kabupaten Pangandaran,

kabupaten Karawang dan kota Banjar tidak ada data kasus BGM (Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat, 2018), sedangkan data di Kabupaten Garut pada tahun 2019

mencapai angka 27,03% .

Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menuturkan, sejak 2017 Pemerintah

Kabupaten Garut sudah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka

stunting. Khususnya di 10 desa yang menjadi penyumbang. Salah satunya di Desa

Simpang, Kecamatan Cibalong. Pada tahun 2017 ada 41 anak yang masuk kategori

stunting,". Setelah dilakukan penanganan, jumlah anak yang dikategorikan stunting

di desa tersebut mengalami penurunan cukup signifikan. Hasilnya, pada 2018

jumlah anak stunting turun menjadi 12 anak dari sebelumnya 41 anak. Namun

kondisinya kembali naik di tahun 2020. Kabupaten Garut memiliki anak balita

"stunting" paling tinggi di Jawa Barat. Dari data hasil survei yang dirilis

Kementerian Kesehatan, sebanyak 43,2 persen anak balita di Garut mengalami

"stunting" (Kemenkes, 2018).

Berdasarkan laporan tahunan Unit Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan

Kabupaten Garut tahun 2019, terdapat 5 dari 67 Puskesmas di Kabupaten Garut

dengan angka kejadian stunting tertinggi, yaitu Puskesmas Mekarwangi (20,35%),

Puskesmas DTP Leuwigoong (15,60%) dan Puskesmas Cibiuk (15,43%),

Puskesmas Bayongbong 55,24% anak (Dinkes Kab Garut, 2019). Menurut data

yang diperoleh dinas kesehatan Kabupaten Garut di Puskesmas Tarogong pada

tahun 2020 menunjukan anak stunting sebanyak 905 orang anak (15,52%), terjadi
4

kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 783 anak menjadi 905 anak bertambah

sebanyak 122 anak.

Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunting berhubungan dengan

berbagai macam faktor yaitu faktor karakteristik orangtua antara lain pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, pola asuh, pola makan dan jumlah anggota dalam keluarga,

faktor genetik, penyakit infeksi, kejadian BBLR, kekurangan energi dan protein ,

sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai

(Fikadu, 2014).

Penelitian yang dilakukan di Kota Bogor menunjukkan bahwa stunting anak

usia 6-24 bulan pendidikan orangtua yang rendah merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap stunting pada anak usia 6-24 bulan (Rukmana Eka, 2016).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoirun dan Siti menunjukan terdapat

hubungan antara panjang badan lahir balita, riwayat ASI eksklusif, pendapatan

keluarga, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian stunting pada

balita. Perlunya program yang terintegrasi dan multisektoral untuk meningkatkan

pendapatan keluarga, pendidikan ibu,pengetahuan gizi ibu dan pemberian ASI

eksklusif untuk mengurangi kejadian stunting (Ni’mah Khoirun, Rahayu Siti,

2016).

Pendidikan yang tinggi berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang

lebih baik, yang nantinya akan berdampak pada pendapatan dan ketersediaan

pangan bagi keluarganya. Pendidikan orangtua khususnya Ibu yang tinggi dikaitkan

juga dengan pola pengasuhan anak termasuk pemberian kapsul vitamin A, imunisas
5

lengkap, sanitasi yang baik dan penggunaan garam beryodium yang baik

(Rukmana Eka , 2016).

Peneliti kemudian melakukan studi pendahuluan ke Puskesmas Tarogong dan

mewawancari 10 orang ibu yang sedang berada di Pusklesmas Tarogong yang

memliliki anak Stunting, 5 orang berpendidikan SD, 2 orang SMP dan 2 orang

SMA, secara umum ada yang memamahi penyebab dan cara penanganan stunting

dan ada yang tidak tahu.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji Hubungan Tingkat

Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong 2021.

1.2 Rumusan Masalah

Mengidentifikasi apakah ada Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan

kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting

pada anak di puskesmas Tarogong.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pendidikan ibu di Puskesmas Tarogong

2. Mengidentifikasi kejadian stunting pada anak di Puskesmas Tarogong

3. Mengidentifikasi hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian

stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Diharapkan hasil penelitian ini lebih menambah keterampilan yang dapat

digunakan dalam menangani pasien stunting pada anak di puskesmas

Tarogong

2. Diharapkan hasil penelitian ini bisa mengurangi angka kejadian stunting

khususnya di puskesmas tarogong.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam

bidang kesehatan khususnya untuk anak stunting. Dengan dilakukannya penelitian

ini, diharapkan masyarakat mengetahui bahaya stunting pada anak. Dengan

dilakukannya penelitian ini semoga ibu lebih mengetahui pentingnya pendidikan

stunting pada anak .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Konsep Teori

2.1.1 Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima

tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada

periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK) , yaitu dari janin hingga anak berusia

23 bulan . Anak tergolong stunting atau pendek jika panjang badan atau tinggi

badan dibandingkan umur hasilnya lebih rendah dari standar nasional yang

ditetapkan (Kementrian PPN/Bappenas, 2018).

Dalam kehidupan sehari-hari , anak dengan stunting tempak lebih pendek

jika dibandingkan dengan anak normal yang seumuran (Rahmawati,

2020).Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek

dibanding tinggi badan oranglain pada umumnya (yang seusia) (Nurlailis, 2020) .

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa stuntingini merupakan

masalah kurang gizi dengan periode yang cukup lama sehingga muncul gangguan

pertumbuhan tinggi badan pada anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil)

dari standar usianya (Schmidt, 2014).

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan oleh

berbagai faktor seperti kekurangan asupan zat gizi dan atau penyakit infeksi

kronis dalam jangka waktu yang lama yang ditunjukkan dengan nilai z-score

7
8

tinggi badan menurut umur (TB/U) < -2SD berdasarkan standar WHO (Priyono,

Sulistiyani, & Ratnawati, 2015).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa stunting

adalah merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.

2.1.2 Pengukuran Stunting

1. Indeks PB/U dan TB/U

Indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan

menurut umur (TB/U) menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi

badan anak berdasarkan umurnya . Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-

anak yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted), yang

disebabkan oleh gizi kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Anak-

anak yang tergolong tingga menurut umurnya juga dapat diidentifikasi .

Anak-anak dengan tinggi badan di atas normal (tinggi sekali) biasanya

disebabkan oleh gangguan endokrin. Namun, hal ini jarang terjadi di

indonesia. Terdapat perbedaan istilah dalam pengukuran balita yaitu PB

dan TB , yaitu :

a. Panjang badan (PB) digunakan untuk mengukur anak usia 0 sampai

24 bulan dan anak dalam posisi telentang . Bila anak usia 0 sampai

24 bulan diukur dengan berdiri ,maka hasil pengukurannya dikoreksi

dengan menambah 0,7 cm .

b. Tinggi badan (TB) digunakan untuk mengukur anak usia di atas 24

bulan dan anak diukur dalam posisi berdiri. Bila anak usia lebih dari
9

24 bulan diukur dengan telentang, maka hasil pengukurannya

dikoreksi dengan mengurangi 0,7 cm (Rahmawati, 2020).

2.1.3. Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks antropometri tinggi badan

menurut umur (TB/U) yang telah ditetapkan oleh KEPMENKES RI

nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 adalah sebagai berikut:a.Sangat

pendek: <-3 SDb.Pendek : -3 SD sampai dengan <-2 SDc.Normal: -2 SD

sampai dengan 2 SDd.Tinggi: >2 SD (Kemenkes, 2015).

2.1.4 Penyebab Stunting

Penyebab Stunting pada anak meski gejala stunting baru dapat terlihat

ketika balita , namun sebenarnya untuk memahami penyebab stunting adalah

hal yang dapat dilakukan sejak bayi masih di dalam kandungan :

1. Pola Asuh Ibu

Penyebab yang paling dominan menyebabkan anak stunting adalah

karena pola asuh orangtua yang salah. Ibu hamil yang kurang

mengonsumsi makanan bergizi seperti asam folat , protein , kalsium,

zat besi,dan omega-3 cenderung melahirkan anak dengan kondisi

kurang gizi . Kemudian saat lahir , anak tidak mendapatkan ASI ekslusif

dalam jumlah yang cukup dan MPASI dengan gizi yang seimbang

ketika berusia 6 bulan ke atas .

2. Praktik ANC dan Post natal care yang kurang baik masih terbatasnya

layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) dan

pembelajaran dini yang berkualitas .


10

3. Cara pemberian makan

Pemberian makanan pelengkap yang tidak cukup dan kekurangan

nutrisi penting disamping asupan kalori murni adalah salah satu

penyebab pertumbuhan pada anak terhambat. Anak-anak perlu diberi

makanan yang memenuhi persyaratan minuman dalam hal frekuensi

dan keragaman makanan untuk mencegah kekurangan gizi .

Penelitian terbaru menemukan bahwa kemampuan usus dalam

menyerap makanan juga yang telah dikonsumsi anak, akan berpengaruh

pada tumbuh kembang si anak . artinya bahwa meskipun jumlah nutrisi

yang dikonsumsi sudah sesuai kebutuhan tubuh, tetapi satu dan lain hal,

terjadi gangguan pada penyerapan makanan di usus, maka akan

mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan si anak.

4. Kebersihan Lingkungan

Ada kemungkinan besar hubungan antara pertumbuhan linear anak-

anak dan praktik senitasi rumah tangga. kontaminasi jumlah besar

bakteri fecal oleh anak-anak kecil ketika meletakan jari-jari kotor atau

barang-barang rumahtangga dimulut mengarah ke infeksi usus. Ini

mempengaruhi status gizi anak-anak dan mengurangi nafsu makan ,

mengurangi penerapan nutrsi , dan meningkatkan kehilangan nutrisi .

Penyakit-penyakit yang berulang seperti diare dan infeksi cacing

usus (Helminthiasis) yang kedua nya terkait dengan sanitasi yang buruk

telah terbukti berkontribusi terhadap terhambatnya pertumbuhan anak .

Enteropati lingkungan adalah sindrom yang menyebabkan perubahan


11

pada usus kecil orang dan dapat terjadi karena kurangnya fasilitas

sanitasi dasar dan terkena kontaminasi feses dalam jangka panjang .

Penelitian pada tingkat global telah menemukan bahwa proporsi

stunting yang dapat dikaitkan dengan lima atau lebih episode diare

sebelum usia 2 tahunadalah 25%. Karena diare terkait erat dengan air ,

sanitasi dan kebersihan (WASH), ini merupakan indikator yang baik

untuk hubungan antara WASH dan pertumbuhan yang terhambat .

Sejauh mana peningkatan dalam keamanan air minum, penggunaan

toilet dan praktik mencuci tangan yang baik berkontribusi untuk

mengurangi stunting tergantung pada seberapa buruk praktik-praktik

ini sebelum intervensi. keluarga yang mempunyai akses jamban

mengurangi kemungkinan stunting sebesar 23-44% pada anak-anak

usia 6-23 bulan.

Salah satu studi pencemaran lingkungan yang berdampak pada

kesehatan masyarakat adalah cemaran pestisida yang banyak digunakan

pada pertanian . pada satu wilayah yang penggunaan pestisidanya tinggi

ditemukan perbedaan proporsi penderita hipotiroidisme (bedasarkan

kadar TSHs/Thyroid stimulating hormons) yang nyata antara daerah

terpapar dan daerah yang tidak terpapar cemaran pestisida . bila

dibiarkan, pertumbuhan akan tergantung dan meyebabkan kejadian

stunting (pendek) yang semakin banyak. meskipun studi ini cakupan

wilayahnya tidak begitu besar, namun dampak cemaran lingkungan

harus terus diwaspadai .


12

5. Kemiskinan

Masih dominannya kejadian anak pendek pada penduduk besar

kemungkinan merupakan dampak dari kelaparan yang terjadi dalam

waktu lama . penyebab yang mendasar antara lain adalah kemiskinan .

meskipun kasus anak stunting tidak semata mata disebabkan oleh

kemiskinan karena stunting bisa terjadi pada setiap kelompok sosial

ekonomi akan tetapi hasil riset menunjukan bahwa paling dominan

anak stunting ditemukan pada keluarga ekonomi rendah .

6. Faktor infeksi

ISPA, diare berulang, biasanya nafsu makan kurang

7. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu yang rendah sehingga kurang memahami asupan

nutrisi bagi anak sehingga anak kekurangan gizi .

8. BBLR

BBLR merupakan prediktor penting dengan umur kehamilan

kurang dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gr.

Dampak berat badan lahir rendah (BBLR) sangat erat kaitannya dengan

mortalitas janin . Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan kognitif, kerentanan terhadap penyakit kronis

dikemudian hari .

Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu asupan makanan

tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan

yaitu karbohidrat , protein , lemak , mineral , vitamin , dan air), riwayat


13

berat badan lahir rendah (BBLR), riwayat penyakit, praktek

pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu

mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan , serta

setelah ibu melahirkan . pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif ,

tidak menerima makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) (La Ode,

2020) .

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting

Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunting berhubungan

dengan berbagai macam faktor yaitu faktor karakteristik orangtua yaitu

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pola asuh , pola miskin, dan jumlah

anggota dalam keluarga, faktor genetik, penyakit infeksi, kejadian BBLR,

kekurangan energi dan protein , sering mengalami penyakit kronis , praktek

pemberian makan yang tidak sesuai ) (Nurlailis, 2020).

Adapun faktor resiko stunting yaitu :

1. Pendidikan orangtua

Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

dan masyarakat (Djumali, 2014). Pengertian Pendidikan dapat diartikan

sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau

untuk kemajuan lebih baik (Notoatmodjo, 2014). Pendidikan dapat


14

dipandang dalam arti luas dan teknis. Dalam arti luas pendidikan

menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai

pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan

jiwa, watak, atau kemampuan fisik individu. dalam arti teknis,

pendidikan adalah proses dimana masyarakat melalui lembaga-lembaga

pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau lembaga lainnya) dengan

sengaja mentransfermasikan warisan budaya nya, yaitu pengetahuan,

nilai-nilai keterampilan-keterampilan dan generasi-generasi.

Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat , bangsa, dan

negara .

Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung secara

teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat .

pendidikan ini berlangsung disekolah, pendidikan dasar , pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah

pendidikan yang di dapatkan seseorang dari pengalaman sehari-hari

baik secara sadar maupun tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini

dapat berlangsung dalam keluarga, pergaulan sehari-hari maupun

dalam pekerjaan, masyarakat, dan organisasi, pendidikan non formal


15

adalah pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi

tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. tingkat pendidikan mer

upakansuatu proses yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuannya melalui pendidikan formal yang

berjenjang.

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola konsumsi makan melalui

cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan kuantitas.

pendidikan orangtua terutama ayah memiliki hubungan timbal balik

dengan pekerjaan. Pendidikan ayah merupakan faktor yang

mempengaruhi harta rumahtangga dan komuditi pasal yang dikonsumsi

karena dapat mempenngaruhi sikap dan kecenderungan dalam memilih

bahan-bahan konsumsi. sedangkan pendidikan ibu mempengaruhi

status gizi anak, dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka akan

semakin baik pula buat status gizi anak . tingkat pendidikan juga

berkaitan dengan pengetahuan gizi yang dimiliki, dimana semakin

tinggi pendidikan ibu maka semakin baik pula pemahaman dalam

memilih bahan makanan.

2. Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua mempunyai andil yang besar dalam masalah

gizi . Pekerjaan orangtua berkaitan erat dengan penghasilan keluarga

yang mempengaruhi daya beli keluarga . keluarga dengan pendapatan

yang terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan

makanannya secara kualitas dan kuantitas. peningkatan pendapatan


16

keluarga dapat berpengaruh pada susunan makanan . pengeluaran yang

lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi

pangan seseorang. Pendapatan keluarga yang memadai akan

menunjang tumbuh kmbang anak, karena orangtua dapat menyediakan

semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder .

3. Tinggi Badan Orangtua

Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala hingga telapak kaki ,

parameter ini merupakan paramenter yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal dan tidak sensitif untuk mendeteksi permasalahan

gizi pada waktu yang singkat. Pengukuran tinggi badan sebagai

parameter tinggi badan mempunyai banyak kegunaan, yaitu dalam

penilaian status gizi, penentuan kebutuhan energi basal , penghitungan

dosis obat , dan prediksi dari fungsi fisiologis sepertii volume paru ,

kekuatan otot , dan kecepatan filtrasi glomelurus . Tinggi badan dapat

ukur dari alas kaki ke titik tertinggi pada posisi tegak . tinggi badan

merupakan ukuran posisi tubuh berdiri (vertical) dengan kaki

menempel pada lantai , posisi kepala dan leher tegak, pandangan rata-

rata air, dada dibusungkan, perut datar dan tarik nafas beberapa saat .

Tinggi badan diukur dalam posisi berdiri sikap sempurna tanpa alas

kaki . untuk mengukur tinggi badan seseorang pada posisi berdiri secara

anatomis, dapat diukur dari kepala bagian atas sampai ketelapak kaki

bagian bawah .
17

4. Status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang

dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis . status gizi

merupakan gambaran terhadap ketiga indikator yakni berat badan

menurut umur (BB/U) , tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) terjadi akibat faktor langsung dan

tidak langsung, maka berdasarkan hasil riset menggunakan data

sekunder (Depkes, 2015)

Hasil penelitian menunjukan hasil bahwa berat badan dan tinggi

badan orangtua dengan status gizi , dimana hasil penelitian ini menjadi

gambaran mengenai situasi gizi balita berdasarkan berat dan tinggi

badan orangtua . Tinggi badan merupakan salah satu bentuk dari ekpresi

genetik, dan merupakan faktor yang diturunkan kepada anak serta

berkaitan dengan kejadian stunting.

Status gizi adalah tanda tanda atau penampilan yang diakibatkan

oleh keseimbangan antara pemasukan gizi disatu pihak dan pengeluaran

energi dipihak lain yang terlihat melalui indikator berat badan dan

tinggi badan (Yuliana, 2019).

2.1.6 Manifestasi klinis

Tanda Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (< 2SD),

ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan

kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia
18

anak. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan

dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang.

Untuk gizi kurang pada anak . stunting dapat didiagnosis melalui indeks

antropomentrik tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan

linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan

gizi jangka panjang , akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan .

stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi

genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit . stunting yang

terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian

, kemampuan kognitif dan perkembangan motik yang rendah serta fungsi tubuh

yang tidak seimbang (Yuliana, 2019).

2.1.7 Patofisiologi

1. Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi / sebelum terjadi kehamilan yaitu

ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia . Remaja

putri indonesia usia 15-19 tahun kondisinya berisiko kurang energi kronik

(KEK) 24,2% (Riskesdes 2017).

2. Menjadi parah ketika hamil dengan asupan gizi tidak mencukupi kebutuhan

3. Ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai

4. Wanita usia subur usia 15-49 tahun di Indonesia hamil dengan risiko kurang

energi kronik (KEK) dan anemia sebesar 37,1% . (Modul Deteksi Dini

Pencegahan Dan Penanganan Stunting , 2020) .


19

2.1.8 Dampak Stunting

Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegansia (IQ), sehingga

prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Anak yang

menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja ,

tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan persentasinya kelak setelah

dewasa , sehingga akan menjadi beban negara . Selain itu dari aspek estetika ,

seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang

tubuhnya. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas

ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki .

Masalah stunting menunjukan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu

panjang yaitu kurang energi dan protein , juga beberapa zat gizi mikro.

Kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan kronis . Anak-

anak yang mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara fisik .

Anak yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau

kronis, terutama yang terjadi sebelum usia dua tahun, akan terhambat

pertumbuhan fisiknya sehingga menjadi pendek (stunted).

Kondisi ini lebih beresiko jika masalah gizi sudah mulai terjadi sejak di

dalam kandungan . Data-data secara nasional di Indonesia membuktikan bahwa

angka stunting yang tinggi beriringan dengan kejadian kurang gizi . Seperti

disebut dalam laporan Riskesdes terakhir , ada 30,8% atau 7,3 juta anak di

Indonesia mengalami stunting , dengan 19,3% atau 4,6 juta anak pendek , dan

11 , 5% atau 2,6 juta anak sangat pendek.


20

1. Kognitif lemah dan psikomotorik terhambat

Banyak penelitian menunjukan anak yang tumbuh dengan stunting

mengalami masalah perkembangan kognitif atau psikomotor. Jika proporsi

anak yang mengalami kurang gizi , gizi buruk , dan stunting besar dalam

suatu negara, maka akan berdampak pula pada proporsi kualitas sumber

daya manusia yang akan dihasilkan . Artinya , besarnya masalah stunting

pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas bangsa masa depan .

2. Kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga

Anak-anak yang tumbuh dan berkembang tidak proporsional hari ini , pada

umumnya akan mempunyai kemampuan secara intelektual di bawah rata-rata

dibandingkan anak yang tumbuh dengan baik. (Yuliana, 2019) .

Anak pendek atau stunting merupakan indikator yang diterima secara luas

mengenai penurunan produktivitas masyarakat suatu negara pada masa mendatang.

Anak-anak pendek pada umumnya akan tumbuh menjadi anak yang kurang

berpendidikan , memiliki pendapatan dan kualitas hidup yang rendah , serta rentan

mengalami penyakit tidak menular .


21

Menurut Econimic Commission for Latin America and the Caribbean

(ECLAC) dan World Food Programme (WFP) (2017) menyatakan bahwa

malnutrisi pada bayi dan balita memiliki dampak ekonomi yang besar bagi suatu

negara . Sebuah penelitian mengenai dampak dan biaya yang ditimbulkan dari

beban ganda malnutrisi terhadap pendidikan, kesehatan, dan produktivitas di

Amerika Latin mengungkapkan bahwa malnutrisi memiliki dampak negatif

terhadap angka kesakitan dan kematian, pendidikan , inklusi tenaga kerja dan

sosial, serta produktivitas .

Kondisi malnutrisi dapat menimbulkan konsekuensi biaya yang hilang ,

baik kelebihan maupun kekurangan gizi . Biaya yang ditimbulkan dari kejadian gizi

kurang , antara lain adalah adanya biaya yang hilang akibat kematian prematur dan

tingkat pendidikan yang rendah sehingga produktivitas masyarakat menjadi rendah

. Adapun dalam jangka panjang, kelebihan gizi dapat menyebabkan penyakit

denegratif. kerugian yang sangat besar dapat timbul karena tingginya biaya

pengobatan untuk penyakit-penyakit, seperti diabebes , strok , jantung , hipertensi ,

dan lain-lain (Helmyanti, 2020).

2.1.9 Pencegahan Stunting Pada Anak

1. Saat hamil

Ada gangguan pada plasenta , nutrisi ibu dan genetik

2. Saat lahir

Pola asuh orangtua termaksud didalamnya lebih penting adalah asupan

nutrisi. Renungan gizi atau nutrisi anak harus memenuhi 4 unsur yakni

karbohidrat , protein , vitamin , dan mineral . orangtua harus mengusahakan


22

setiap kali makan anak harus memenuhi 4 syarat makanan utama tersebut (La

Ode, 2019) .

Di Indonesia , upaya untuk mencegah dan menangani permasalahan stunting

sudah banyak dilakukan. Bahkan dalam rangka menurunkan angka stunting ,

Pemerintah telah menetapkan desa sejumlah 1.000 desa yang menjadi prioritas

intervensi stunting yang tersebar pada 100 kabupaten/kota dan 34 provinsi . Selain

itu , pencegahan masalah stunting juga sudah disusun dalam Strategi Nasional

Pencepatan Pencegahan stunting 2018-2024 .

Berdasarkan gambar diatas dapat dipahami bahwa strategi nasional yang

dilakukan sebagai upaya penanganan dan pencegahan stunting antara lain :

Menentukan sasaran prioritas, dalam hal ini sasaran prioritas yang

ditetapkan dalam strategi nasional ialah ibu hamil dan anak dengan usia 0-2 tahun

atau rumah tangga 1.000 HPK. Tentunya perlu dilakukan pencatatan atau pendataan

ibu hamil dan anak dengan usia tersebut di masing-masing wilayah sehingga akan
23

memudahkan sosialisasi dan atau tindakan-tindakan lebih lanjut terkait penanganan

masalah stunting.

Intervensi prioritas, setelah dilakukan pendataan sasaran prioritas (ibu hamil

dan anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga 1.000 HPK maka kemudian dilakukan

intervensi terhadap sasaran prioritas tersebut . Intervensi dilakukan dengan dua cara

yaitu intervensi gizi spesifik. Setelah ditentukannya sasaran prioritas dan intervensi

yang dilakukan terhadap sasaran prioritas tersebut, strategi ketiga adalah

menentukan prioritas daerah atau wilayah percepatan pencegahan stunting. Pada

gambar di atas pada tahun 2018, pemerintah telah menetapkan 1.000 desa intervensi

stunting di 100 kabupaten . Untuk tahun 2019 jumlah desa intervensi stunting

ditambah menjadi 1 .600 desa dengan persebaran 160 kabupaten . Sedangkan ,

untuk tahun 2020-2024 direncanakan akan ditambah menjadi seluruh desa

intervensi stunting di semua kabupaten yang dilakukan secara bertahap .

(Helmyanti, 2020).

2.2 Kerangka Pemikiran

Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek

dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia) (Nurlailis, 2020).

Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting adalah : pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, pola asuh, pola miskin, dan jumlah anggota dalam keluarga, faktor

genetik, penyakit infeksi, kejadian BBLR, kekurangan energi dan protein, sering

mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai) (Nurlailis,

2020).
24

Dasar untuk melakukan pencegahan stunting adalah pendidikan, pendidikan

adalah kognitif dari individu untuk melakukan suatu tindakan (Notoatmodjo, 2014).

Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

dan masyarakat (Djumali, 2014).

Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran pada penitian ini dapat dilihat pada

bagan tersebut di bawah ini :

Bagan 2.1
Kerangka Pemikiran
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting
pada anak di Puskesmas Tarogong
Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting

1. Pendidikan Stunting

2. Pekerjaan,
3. Pendapatan,
4. Pola asuh,
5. Pola makan,
6. Jumlah anggota dalam Stunting Non Stunting
keluarga,
7. Faktor genetik,
8. Penyakit infeksi
9. BBLR,
10. Kekurangan energi dan
protein,
11. Sering mengalami
penyakit kronis
12. Praktek pemberian
makan yang tidak sesuai

Sumber : Modifikasi Nurlailis (2020), Notoatmodjo (2014) dan Djumali (2014).


25

2.3 Hipotesis

Ho : Tidak terdapat Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian

Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong

Ha : Terdapat Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian

Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan jenis penelitian case control yaitu

suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko

dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif, dengan kata lain efek

penyakit atau status kesehatan diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2014).

Penelitian ini untuk mengidentifikasi Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu

dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.

Kelompok Kasus
Pendidikan Rendah

Stunting

Pendidikan Tinggi

Kelompok Kontrol
Pendidikan Rendah

Tidak Stunting

Pendidikan Tinggi

7
8

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian (Arikunto, 2014). Variabel dalam penelitian ini adalah :

3.2.1. Variabel Independen ( bebas )

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pendidikan

3.2.2. Variabel Dependen (terikat).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Stunting .

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Pengukuran

Pendidikan Jenjang pendidikan Lembar Wawancara 1. Rendah, bila Ordinal


formal yang dilalui ibu Observasi menanyakan pendidikannya SD +
jenjang SMP+SMA
pendidikan 2. Tinggi, bila pendidikannya
Perguruan Tinggi

Stunting Stunting adalah kondisi Lembar Observasi 1. Stunting, bila ukuran Nominal
gagal tumbuh pada anak observasi langsung dan tubuhnya pendek tidak
berusia di bawah lima melihat dari sesuai umurnya
tahun catatan medis 2. Non Stunting, bila
ukuran tubuhnya sesuai
umurnya

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah setiap objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2014). Populasi pada penelitian
9

ini adalah semua anak stunting dan tidak stunting di Puskesmas Tarogong tahun

2020 sebanyak 905 orang.

3.4.2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Notoatmodjo, 2014). Teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik dengan cara purposive sampling,

dimana kriteria sampel yaitu :

Kriteria Inklusi :

No Kelompok Kasus Kelompok Kontrol


1 Anak dalam penanganan di Anak dalam penanganan di
Puskesmas Tarogong Puskesmas Tarogong
2 Usia ibu tidak dibatasi Usia ibu tidak dibatasi
3 Bersedia menjadi responden Bersedia menjadi responden
4 Stunting Non Stunting

Kriteria Eksklusi :

No Kelompok Kasus Kelompok Kontrol


1 Tidak bersedia menjadi Tidak bersedia menjadi
responden responden

Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental

sampling. Untuk menentukan besarnya sampel dengan skala pengukuran

kategorikal uji hipotesis beda 2 proporsi (Dahlan, 2013) sebagai berikut :


10

z 1-α √2P̃ (1-P̃) + Z1-β √P1 (1- P1) + P2(1-P2)²


n1 = n2 =
(P1-P2)²

n = Jumlah sampel minimal

Z 1-α/2 = Confidence interval 95% (1,96)

Z1-β = power tes 80% = 0,84

P̃ = rata-rata kedua proporsi ( 0,50 +0,20)/2 = 0,35

P1 = proporsi pendidikan, tidak diketahui, estimasi 50%

P2 = proporsi pada kelompok stunting (20% ). Kunjungan lain = total

4524

z 0,5 √2(0,35) (1-0,35) + 0,84 √0,50 (1- 0,50) + 0,2(1-0,2)²


n1 = n2 =
(0,5-0,2)²

n1 = n2 = 38,7 ≈ 39

Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh besar sampel penelitian

sebanyak 39 orang untuk tiap kelompok proporsi atau jumlah keseluruhan sampel

78 orang ibu. Selanjutnya dilakukan pencocokan (matching) antara kelompok

kasus dengan kelompok kontrol melalui variabel usia ibu.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

data yang dapat menunjang penelitian. Untuk pengumpulan data pasien peneliti

melakukan pengamatan dan pencatatan. Dalam pengumpulan data terlebih dahulu

mengadakan pendekatan kepada calon responden, menjelaskan maksud penelitian

dan diadakan tanya jawab, bila calon responden bersedia menjadi responden, calon
11

responden diminta untuk mengisi persetujuan menjadi responden (Informed

Concent).

Selanjutnya peneliti melakukan observasi dan wawancara. Pengumpulan data

dilakukan terhadap 34 pasien yang penanganan di Puskesmas Tarogong. Dibagi

kedalam 2 kelompok, kelompok A sebagai kelompok kasus sebanyak 17 orang

yaitu pasien yang mengalami stunting. Sedangkan kelompok B sebagai kelompok

kontrol yaitu sebanyak 17 orang pasien lainnya yang tidak mengalami stunting.

Baik kepada kelompok A maupun kepada kelompok B peneliti menanyakan

jenjang pendidikan, kemudian dicatat pada lembar pengamatan. Bila data sudah

terkumpul dan sudah lengkap, selanjutnya diolah sesuai dengan tujuan penelitian

ini.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1. Teknik pengolahan Data :

1. Editing data, yakni memberikan pengecekan, penilaian dan memastikan data

yang diperoleh telah lengkap.

2. Coding data, yakni memberikan kode pada setiap item untuk memudahkan

dalam pengolahan data selanjutnya. Kode yang diberikan baik pada kelompok

kasus maupun kontrol pada penelitian ini untuk variabel senam kaki yaitu : 1.

melaksanakan senam kaki, 2. tidak melaksanakan senam kaki, untuk variabel

ulkus 1. Tidak mengalami ulkus, 2 mengalami ulkus.

3. Processing data, yakni melakukan entry data dari daftar isian kedalam

komputer.
12

4. Cleaning data, yakni melakukan pembersihan terhadap data yang telah

dimasukan kedalam komputer, apakah terdapat kesalahan dengan cara

mengetahui data yang hilang dan konsistensi data.

3.6.2. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan,

dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis

dalam mengungkap fenomena (Arikunto, 2010).

3.6.2.1. Analisis Data Univariat

Analisis univariat yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing

variabel dari masing-masing kelompok yang diteliti sehingga diperoleh gambaran

masing-masing variabel tersebut.

Untuk mengetahui gambaran hasil penelitian berdasarkan analisis univariat

maka dilakukan analisis sebagai berikut :

1. Pendidikan

Pengolahan data untuk mendapatkan deskripsi atau gambaran tentang

pendidikan dikelompokan kedalam kaidah penelitian sebagai berikut :

pendidikan rendah bila lulusan SD + SMP + SMA, sedangkan pendidikan tinggi

bila lulusan Perguruan tinggi

2. Kejadian Stunting

Kejadian stunting dibagi dua, stunting bila ukuran tubuh anak pendek tidak

sesuai umurnya dan tidak stunting bila ukuran tubuhnya normal sesuai umurnya.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data univariat, setelah mendapatkan hasil

sesuai kriteria penilaian dari semua responden, selanjutnya dibuat persentase baik
13

kelompok kasus maupun kelompok kontrol sesuai kategori tersebut di atas,

kemudian dibuat proporsi dengan menggunakan rumus :

X
P= x 100 %
n
Keterangan :

P = Persentase

X = Jumlah sesuai kategori (pendidikan dan kejadian stunting)

n = Jumlah sampel.

Selanjutnya hasil persentase ini diinterpretasikan menggunakan kriteria

sebagai berikut :

1. 0% : tidak seorang pun responden

2. 1% - 19% : sangat sedikit dari responden

3. 20% - 39% : sebagian kecil dari responden

4. 40% - 59% : sebagian responden

5. 60% - 79% : sebagian besar responden

6. 80% - 99% : hampir seluruh dari responden

7. 100% : seluruh responden.

3.6.2.2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkolerasi (Arikunto, 2014). Analisa dilakukan dengan menggunakan uji

statistik Chi Square dengan rumus sebagai berikut :

∑ (ƒo - ƒh)²
χ² =
ƒh
14

Keterangan :

χ² :chi square

ƒo : frekuensi observasi

ƒh : frekuensi harapan

Jadi dapat disimpulkan bahwa :

p value < α = 0,05, Ho : Ditolak, Ha diterima artinya terdapat hubungan antara

pendidikan dengan kejadian stunting.

p value > α = 0,05, Ho : Diterima, Ha ditolak artinya tidak terdapat hubungan

antara pendidikan dengan kejadian stunting.

3.6.2.3 Odds Ratio Pendidikan dan Kejadian Stunting

Tabel 3.2
Cara Penghitungan Odds Ratio (OR)
Pendidikan dan Kejadian Stunting

Kejadian Stunting
Pendidikan
Tidak Stunting Stunting
Pendidikan Rendah a b
Pendidikan Tinggi c d
Jumlah a+c b+d

a c a
Odds kelompok Pendidikan : : =
a+c a+c c
b d b
Odds kelompok Kejadian Stunting : : =
b+d b+d d
a b ad
Odds Ratio : : =
c d bc

Interpretasi Odds Ratio (OR) adalah sebagai berikut :

OR > 1, Confident Interval > 1, artinya mempertinggi resiko


15

OR = 1, Confident Interval = 1, artinya faktor rsiko bersifat netral atau tidak

terdapat hubungan

OR < 1, Confident Interval < 1, artinya faktor resiko mengurangi resiko

3.7 Langkah-langkah Penelitian

3.7.1 Tahap persiapan

1. Memilih lahan penelitian

2. Melakukan pendekatan ketempat penelitian

3. Melakukan studi pendahuluan untuk menentukan masalah penelitian

4. Studi kepustakaan

5. Menyusun proposal penelitian

6. Membuat lembar pengamatan (observasi)

7. Seminar proposal penelitian.

3.7.2 Tahap pelaksanaan

1. Pengumpulan data dengan tanya jawab menggunakan lembar observasi

2. Pengecekan kelengkapan data

3. Pengolahan data

4. Pembahasan hasil penelitian

3.7.3 Tahap akhir

1. Penyusunan laporan penelitian

2. Penyajian hasil penelitian.


16

3.8 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Tarogong, adapun waktu

pengumpulan data penelitian dierencanakan pada bulan Mei 2021.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2018. Laporan Sosial Ekonomi. Jakarta : BPS

Dahlan, M. Sopiyudin. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Djumali, dkk. 2014. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: GAVA MEDIA

Helmyanti. , dkk. 2020. Stunting Permasalahan dan penanganannya

KEMENKES RI. 2018. Ini Penyebab Stunting Pada Anak. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-stunting-
pada-anak.html

Kementerian PPN/Bappenas. 2018. Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan


Stunting terintegrasi di Kabupaten/Kota, Jakarta

Nurlailis, dkk. 2020. Cegah Stunting Dengan Stimulasi Psikososial Dan


Keragaman Pangan

Mikhail W. Z. A., Sobhy H. M.,El-sayed H, H., Khairy S, A., Salem H. Y. A., Samy
M. A. 2013. Effect of Nutritional Status on Growth Pattern of Stunted
Preschool Children in Egypt. Academic Journal of Nutrition2(1):01-09.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2014. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka


Cipta.

Priyono, D. I. P., Sulistiyani danRatnawati, L. Y. 2015. ‘Determinan Kejadian


Stunting pada Anak Balita Usia 12-36 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang ( Determinants of
Stunting among Children Aged 12-36 Months in Community
Health Center of Randuagung , Lumajang Distric )’, Jurnal Kesehatan
Masyaakat, 3(2), pp. 349–355

RahmawatiLA,Hardy FR,AnggraeniA.2020.Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Stunting Sangat Pendek dan Pendek pada Anak Usia 24-59 Bulan
di Kecamatan Sawah Besar. Jilm Kesehatan Masyarakat ;Jurnal 12(2).

Rukmana, Umu Komariah, Rachmah Indawati. 2014. Kondisi Sosio ekonomi


dan Demografi Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I Di Kota
Mojokerto. Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya

7
8

Schmidt dan Charles, W. 2014. Beyond Malnutrition, The Role of Sanitation in


Stunted Growth. Environmental Health Perpevtives, 122(11): 298-303.

Sugiyono, 2014, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


(Bandung: ALFABETA)

Supariasa, I.D.N. dkk. 2014. Peniaian Status Gizi (Edisi Revisi).Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Yuliana, W. D. 2019. Darurat Stunting Dengan Melibatkan Keluarga: Yayasan


Ahmar Cendekia Indonesia.
9

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :
Bapak/Ibu……………………….
di Puskesmas Tarogong
Garut

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Program S-1
Keperawatan STIKes. Karsa Husada Garut :
Nama : Irma Putri Utami
NIM : KHG.C. 17026
akan melakukan penelitian dengan judul : “Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu
dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong”.
Untuk penelitian ini, saya mohon bantuan Bapak/Ibu untuk dapat menjadi
responden penelitian ini. Observasi dalam penelitian ini tidak bermaksud untuk
memberikan penilaian terhadap kondisi bapak/ibu, tetapi hanya untuk kebutuhan
penelitian semata.
Saya sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden
penelitian ini dan selanjutnya dimohon kesediaannya untuk menandatangani lembar
persetujuan (informed concent) yang telah disediakan.
Atas kesediaan ibu serta perhatian dan bantuannya, saya ucapkan terima
kasih.

Hormat Saya
Irma Putri Utami
10

LEMBAR PERSETUJUAN
(INFORMED CONCENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : …………………………………………………

Umur : …………………………………………………

Alamat : …………………………………………………............…………………

Setelah mendengarkan penjelasan dari mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan


STIKes Karsa Husada Garut atas nama
Irma Putri Utami, NIM : KHG.C. 17026 dengan judul penelitian “Hubungan
Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas
Tarogong”.
Demikian persetujuan saya, atas perhatian dan kepercayaan yang diberikan
kepada saya, saya ucapkan terima kasih.

Garut, ………………………….

Yang membuat persetujuan

________________________
11

Lembar Observasi

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak


di Puskesmas Tarogong

Kelompok Kasus (Stunting)

A. Identitas Diri ibu


Nama/Kode : ........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Pendidikan : SD SMP SMA/SMK D3/S-1
Pekerjaan : a. PNS b. Karyawan Swasta c. Wiraswasta
c. Ibu Rumah Tangga d.......................
B. Identitas Anak
Nama/Kode :...........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Kelompok Kontrol (Non Stunting)
A. Identitas Diri ibu
Nama/Kode : ........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Pendidikan : SD SMP SMA/SMK D3/S-1
Pekerjaan : a. PNS b. Karyawan Swasta c. Wiraswasta
c. Ibu Rumah Tangga d.......................
B. Identitas Anak
Nama/Kode :...........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

Anda mungkin juga menyukai