Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA ( RUANG CARNATION )

DISUSUN OLEH :

KHODADAD AZIZI

010318496

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN


PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2022
A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi Anemia

Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar sel darah

merah dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan

karena sel darah merah mengandung hemoglobin, yang membawa oksigen ke jaringan

tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk kelelahan dan stress

pada organ tubuh. Anemia sebenarnya adalah sebuah tanda dari proses penyakit bukan

penyakit itu sendiri (Proverawati,A, 2011). Anemia sering disebut kurang darah yaitu

keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal (<12gr/dL) yang

berakibat pada daya tahan tubuh, kemampuan dan konsentrasi belajar, kebugaran tubuh,

menghambat tumbuh kembang dan akan membahayakan kehamilan nanti (Kemenkes RI,

2010). Anemia merupakan kondisi dimana kadar hemoglobin seseorang kurang dari

10gr/dL, sedangkan angka idealnya untuk ibu dewasa berdasarkan standar WHO adalah

12gr/dL. Artinya, seorang ibu dewasa yang sedang hamil maupun tidak akan didiagnosis

mengalami anemia jika kadar hemoglobinnya di bawah 12gr/dL. Akan tetapi, munculnya

gejala bersifat individual, bisa jadi orang yang memiliki hemoglobin 10gr/dL11 masih

dapat beraktifitas secara normal dan energik, sedangkan yang lain tampak letih dan lesu

(Fatonah, S, 2016).

2. Etiologi

Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :

a. Anemia Karena Perdarahan

Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan

transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam

keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja

yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).


b. Anemia Defesiensi

Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi

cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana

(sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan.

Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman

digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi

edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500

ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah

makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena

intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ;

1692). Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap

penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam

olat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).

c. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan
prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus
diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam
menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam
periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan
splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi
intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai
efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini
hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552).
3. Manifestasi Klinis

Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat


menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan
timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya,
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum
gejala anemia adalah :
a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia

b. Penurunan BB, kelemahan

c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,


palpitasi, kulit pucat.
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang
buruk (bayi).
e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.

4. Patofisiologi
Anemia defisiensi besi ditandai dengan produksi sel darah merah (mikrositik) dan
kadar hemoglobin dalam darah yang kurang. Anemia mikrositik ini adalah tahap
terakhir dari defisiensi besi, dan ini merupakan titik akhir dari periode kekurangan
zat besi yang lama. Ada banyak penyebab anemia defisiensi besi (stropler, 2017).
Menurut Iuchi Yoshihito tahun 2012 bahwa anemia dapat disebabkan oleh adanya
Reactive Oxygene Species (ROS) dalam sel darah merah. ROS dalam sel darah
merah dapat menimbulkan stres oksidatif. Keseimbangan zat besi sangat penting
untuk mempertahankan eritropoiesis normal. Keseimbangan optimal sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan wanita hamil. Stres oksidatif merupakan suatu
kondisi ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan yang dapat
menimbulkan kerusakan. Oksidan dapat terbentuk di dalam sel darah merah yaitu
dalam bentuk superoksida, hidrogren, radikal peroksil, peroksida lipid. Superoksida
yang terbentuk di dalam sel darah merah karena adanya proses autooksidasi
hemoglobin (Hb) yang akan menjadi methemoglobin (met-Hb). Kondisi stres
oksidatif atau pertahanan antioksidan yang terganggu akan meningkatkan produksi
met-Hb dan ROS. Kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya ROS akan
meningkatkan stres oksidatif sel darah merah dengan cara menginduksi peroksidasi
lipid (Iuchi, 2012). Menurut penelitian dari Neeta Kumar bahwa ada banyak jenis
radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh dan zat besi memiliki kemampuan
untuk mengalami kerusakan. Kerusakan zat besi dapat dipengaruhi oleh adanya lipid
yang teroksidasi. Lipid yang mengalami oksidasi yaitu asam lemak tak jenuh ganda
akibat dari reaksi yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Radikal hidroksil (OH-) yang
mengektraksi satu hidrogen dari lemak tak jenuh ganda sehingga membentuk radikal
lemak (Sari, 2016). Peringkatan hidroperoksida menyebabkan kerusakan sel darah
merah dan akhirnya menyebabkan kematian sel darah merah tersebut (Iuchi, 2012).
5. Pathway

Dehidrasi

Tubuh Kehilangan cairan

Terpapar lingkungan panas

Demam

Gangguan Pola Tidur

Hipertermi
Spasme Jalan napas

Batuk efektif

Tidak Mampu Batuk

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


6. Pemeriksaan Penunjang
Lab. Pemeriksaan Darah Lengkap Tanggal 12 Oktober 2022
PARAMETE HASIL SATUAN NILAI Keterangan
R RUJUKAN
Hemoglobin 7,7 g/dL 11,0 – 15,0 Low
Hematokrit 26,2 % 34 – 45 Low
Leukosit 13,5 10^3/ul 5,0– 13,5 (-)
Eritrosit 4,26 10^6/ul 4,10– 5,50 (-)
Trombosit 374 10^3/ul 150 – 400 (-)
MCV 61,5 fL 73,0– 91,0 Low
MCH 18,3 pg 24,0 – 30,0 low
MCHC 29,8 g/dL 32,0 – 36,0 Low
Hitung jenis 1
Basofil 0 % 0–1 (-)
Eosinofil 0 % 1–3 L
Batang 0 % 2–6 L
Segmen 67 % 32 – 52 High
Limfosit 25 % 30 – 60 Low
Monosit 8 % 2-8 (-)

7. Penatalaksanaan

a. Anemia Karena Perdarahan

Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan

transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam

keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja

yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).


b. Anemia Defesiensi

Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi

cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana

(sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan.

Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman

digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi

edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500

ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah

makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena

intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ;

1692). Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap

penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam

olat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).

c. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan
prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus
diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam
menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam
periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan
splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi
intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai
efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini
hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik karena
kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling
penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada
neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis
aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang
sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E
Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan
hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse
tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa,
maka splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini.
Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas
osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia membaik
(Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak
ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar
Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan
atau lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion
chelating agent, yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena.
Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda
hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka
splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi biasanya
frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula bermacam – macam
vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra
(Keperawatan Medikal Bedah 2).

8. Pengakajian

a. Identitas klien dan keluarga

Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama, pendidikan,
alamat.
b. Keluhan utama

Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan,


kelemahan, pusing.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan

Prenatal : ibu Selma hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan


kehamilan barapa kali, kebiasaan pemakaian obat – obatan dalam jangka
waktu lama.
Intranasal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan
berat badan waktu lahir.
Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post partun
akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI.
d. Riwayat kesehatan dahulu

1) Adaya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.

2) Adanya riwayat trauma, perdarahan

3) Adanya riwayat demma tinggi.

4) Adanya riwayat penyakit ISPA.

e. Keadaan kesehatan saat ini

Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah,


diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran.
f. Riwayat keluarga

1) Riwayat anemia dalam keluarga.

2) Riwayat penyakit – prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM,


asthma, penyakit – penyakit insfeksi saluran pernafasan.

9. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Hipertermi berhubungan dengan Dehidrasi, terpapar lingkungan panas di


2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Spasme Jalan Napas
10. Intervensi

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Keperawatan


Keperawatan

Diagnosa 1 : Setelah diberikan tindakan 1. Monitor Suhu Tubuh


Hipertermi keperawatan selama 3x 24 jam 2. Monitor Komplikasi Akibat
berhubungan dengan Demam Berkurang Hipertermia
Dehidrasi, terpapar Kriteria hasil: 3. Sediakan Lingkungan yang dingin
lingkungan panas, 1. Demam Berkurang 4. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Data Subjektif : 2. Suhu Normal 5. Berikan Cairan oral
Ibu Pasien 3. Merasa nyaman 6. Berikan Oksigen bila perlu
Mengatakan anaknya Tidak mengalami 7. Anjurkan Tirah Baring
Demam naik turun gangguan tidur 8. Kolaborasi pemberian cairan dan
hampir 1 minggu, elektrolit intravena, jika perlu
mimisan, mencret,
muntah dan batuk
Data Objektif :
Kulit Pasien Tampak
hangat S : 38,6 ° C,
RR: 20 x/menit, N: 88
x/menit warna kulit
kemerahan
Diagnosa 2 : Setelah diberikan tindakan 1. Monitor pola napas ( Frekuensi,
Bersihan Jalan keperawatan selama 3x 24 jam kedalaman, usaha, napas )
Napas Tidak Efektif Demam berkurang, batuk dan 2. Monitor bunyi napas tambahan
berhubungan dengan muntah mulai berkurang. ( Mis, Gurgling, mengi,
Spasme Jalan Napas Kriteria Hasil : wheezing, ronkhi kering)
Data Subjektif : 4. Demam Berkurang 3. Pertahankan kepatenan jalan
Ibu pasien mengatakan 5. Suhu Normal napas dengan head-tlit dan chin-
Demam naik turun, 6. Batuk berkurang lift
mual, muntah dan 7. Mual dan muntah 4. Posisikan semi fowler atau
batuk berkurang fowler
Data Objektif : 8. Tidak mengalami 5. Ajarkan teknik batuk efektif
Kesadaran gangguan tidur Kolaborasi pemberian
Composmentis bronkalidator, ekspetoran,
S : 37,8 C, mukolitik, jika perlu
RR:24x/menit
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif (2001) Kapita selekta kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media


Aesculapius. FKUI

Price, Sylvia A (1994) Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit,


Jakarta, EGC.

Perry , A.G dan Potter, P.A. (1993) fundamental of nursing : consept, process,
and practice.

Mansjoer. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Jakarta : FKUI

Smeltzer. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk edisi 8. Jakarta : EGC

Andrea Saferi Wijaya, dkk. 2013. KMB 2. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Wijaya Andra Saferi, Yessi Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah ( Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Medical Book

Soebroto, Ikhsan. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta :


Bangkit

Arisman . 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

DepKes RI., 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia
Subur (WUS). Direktorat Gizi Masyarakat dan Binkesmas. Jakarta

Saifuddin. 2002. Ilmu Kebidanan Perkata Edisi Ke-3. Jakarta : EGC

Doenges Marlyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta : EGC
Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta

Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai