DISUSUN OLEH :
KHODADAD AZIZI
010318496
1. Definisi Anemia
Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar sel darah
merah dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan
karena sel darah merah mengandung hemoglobin, yang membawa oksigen ke jaringan
tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk kelelahan dan stress
pada organ tubuh. Anemia sebenarnya adalah sebuah tanda dari proses penyakit bukan
penyakit itu sendiri (Proverawati,A, 2011). Anemia sering disebut kurang darah yaitu
keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal (<12gr/dL) yang
berakibat pada daya tahan tubuh, kemampuan dan konsentrasi belajar, kebugaran tubuh,
menghambat tumbuh kembang dan akan membahayakan kehamilan nanti (Kemenkes RI,
2010). Anemia merupakan kondisi dimana kadar hemoglobin seseorang kurang dari
10gr/dL, sedangkan angka idealnya untuk ibu dewasa berdasarkan standar WHO adalah
12gr/dL. Artinya, seorang ibu dewasa yang sedang hamil maupun tidak akan didiagnosis
mengalami anemia jika kadar hemoglobinnya di bawah 12gr/dL. Akan tetapi, munculnya
gejala bersifat individual, bisa jadi orang yang memiliki hemoglobin 10gr/dL11 masih
dapat beraktifitas secara normal dan energik, sedangkan yang lain tampak letih dan lesu
(Fatonah, S, 2016).
2. Etiologi
keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja
Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman
digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi
edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500
ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah
makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena
c. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan
prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus
diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam
menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam
periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan
splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi
intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai
efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini
hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552).
3. Manifestasi Klinis
4. Patofisiologi
Anemia defisiensi besi ditandai dengan produksi sel darah merah (mikrositik) dan
kadar hemoglobin dalam darah yang kurang. Anemia mikrositik ini adalah tahap
terakhir dari defisiensi besi, dan ini merupakan titik akhir dari periode kekurangan
zat besi yang lama. Ada banyak penyebab anemia defisiensi besi (stropler, 2017).
Menurut Iuchi Yoshihito tahun 2012 bahwa anemia dapat disebabkan oleh adanya
Reactive Oxygene Species (ROS) dalam sel darah merah. ROS dalam sel darah
merah dapat menimbulkan stres oksidatif. Keseimbangan zat besi sangat penting
untuk mempertahankan eritropoiesis normal. Keseimbangan optimal sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan wanita hamil. Stres oksidatif merupakan suatu
kondisi ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan yang dapat
menimbulkan kerusakan. Oksidan dapat terbentuk di dalam sel darah merah yaitu
dalam bentuk superoksida, hidrogren, radikal peroksil, peroksida lipid. Superoksida
yang terbentuk di dalam sel darah merah karena adanya proses autooksidasi
hemoglobin (Hb) yang akan menjadi methemoglobin (met-Hb). Kondisi stres
oksidatif atau pertahanan antioksidan yang terganggu akan meningkatkan produksi
met-Hb dan ROS. Kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya ROS akan
meningkatkan stres oksidatif sel darah merah dengan cara menginduksi peroksidasi
lipid (Iuchi, 2012). Menurut penelitian dari Neeta Kumar bahwa ada banyak jenis
radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh dan zat besi memiliki kemampuan
untuk mengalami kerusakan. Kerusakan zat besi dapat dipengaruhi oleh adanya lipid
yang teroksidasi. Lipid yang mengalami oksidasi yaitu asam lemak tak jenuh ganda
akibat dari reaksi yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Radikal hidroksil (OH-) yang
mengektraksi satu hidrogen dari lemak tak jenuh ganda sehingga membentuk radikal
lemak (Sari, 2016). Peringkatan hidroperoksida menyebabkan kerusakan sel darah
merah dan akhirnya menyebabkan kematian sel darah merah tersebut (Iuchi, 2012).
5. Pathway
Dehidrasi
Demam
Hipertermi
Spasme Jalan napas
Batuk efektif
7. Penatalaksanaan
keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja
Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman
digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi
edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500
ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah
makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena
c. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan
prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus
diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam
menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam
periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan
splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi
intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai
efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini
hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik karena
kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling
penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada
neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis
aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang
sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E
Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan
hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse
tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa,
maka splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini.
Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas
osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia membaik
(Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak
ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar
Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan
atau lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion
chelating agent, yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena.
Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda
hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka
splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi biasanya
frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula bermacam – macam
vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra
(Keperawatan Medikal Bedah 2).
8. Pengakajian
Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama, pendidikan,
alamat.
b. Keluhan utama
Perry , A.G dan Potter, P.A. (1993) fundamental of nursing : consept, process,
and practice.
Mansjoer. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Jakarta : FKUI
Smeltzer. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk edisi 8. Jakarta : EGC
Wijaya Andra Saferi, Yessi Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah ( Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Medical Book
DepKes RI., 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia
Subur (WUS). Direktorat Gizi Masyarakat dan Binkesmas. Jakarta
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.