Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

MODUL PUCAT

OLEH :
CHENTIA LELY GAMGENORA (09401711004)
FEBRIANTI (09401711005)
SARAH SIFA HILWIYAH PERMATA S (09401711010)
M AGUNG HALILURAHMAN (09401711016)
DEDANA LARASATI WALID (09401711021)
BERLIANADA NURUL QOMARIAH (09401711026)
YUSRIL AMIEN (09401711031)
SAVIRA SETYONINGSIH (09401711036)
RATYH JIHAN SAFIRA (09401711042)
NURUL AMIRAH R (09401711047)
LEMBAR KERJA
1. Klarifikasi kata-kata sulit & kata-kata kunci
- Mimisan: perdarahan dari hidung akibat pembuluh darah kecil atau plexus kiesselbach
yang terletak dibagian anterior septum nasal

2. Klarifikasi kalimat sulit


- Wanita 30 tahun
- Pucat
- Cepatlelahdanlemahsejak 1 bulan yang lalu
- Saatbersepedapernahmaupingsan
- Seringdemamdanmimisan

3. Pertanyaan-pertanyaan penting
1. Proses Hematopoiesis.
2. Metabolisme sel darah
3. Definisi anemia
4. Patomekanisme anemia
5. Etiologi anemia
6. Klasifikasi anemia
7. Penatalaksanaan anemia
8. Diagnosa pembanding
9. Pemeriksaan penunjang

Jawaban

1. Hematopoiesis adalah pembentukan dan perkembangan sel. Tempat terjadinya proses


hematopoiesis pada manusia:
a. Embrio dan fetus
- Stadium Mesoblastik, terjadi pada yolk sac selama 2-10 minggu. Terjadi pembentukan
eritroblas primitif. Apabila eritroblas primitif tidak berkembang menjadi eritrosit maka
diganti dengan normoblas definitif.
- Stadium Hepatik, dimulai sebelum stadium mesoblastik berakhir, terjadi pada hati, limpa,
kelenjar limfe, kelenjar timus. Saat janin usia 6 minggu, puncak pada bulan 3-, dan
berakhir sampai beberapa minggu bayi lahir.
- Stadium Myeloid, terjadi pada sumsum tulang saat janin usia 5 bulan sampai lahir.

b. Bayi sampai dewasa


Hematopoiesis terjadi pada sumsum tulang, terjadi diluar sumsum tulang pada keadaan
tertentu.
- Hematopoiesis meduler (N)
Lahir sampai dengan 20 tahun: sel-sel darah -> sumsum tulang. Lebih dari 20 tahun: corpus
tulang panjang berangsur-angsur diganti oleh jaringan lemak karena produksi menurun.
- Hematopoiesis ekstrameduler (AbN)
Dapat terjadi pada keadaan tertentu, misal: mielofibrosis, leukimia, thalasemia, dll. Organ-
organ ekstrameduler: limpa, hati, kelenjar adrenal, tulang rawan, ginjal, dll.
2. Sel darah merah matang adalah sel bikonkaf berbentuk cakram yang terisi oleh hemoglobin, yang
berfungsi sebagai komponen pengangkut oksigen darah. Berbeda dengan sebagian besar sel lain,
eritrosit dalam keadaan metang, tidak memiliki nukleus. Nukleus dikeluarkan selama fase akhir
perkembangan eritrosit. Adanya eritrosit dengan nukleus di ADT mengisyaratkan adanya penyakit
yang mendasari. Sel darah merah normal sekitar 8 µm. Bentuknya yang bikonkaf menyebabkan
eritrosit cukup lentur untuk menyusup kedalam kapiler kecil dan menyalurkan oksigen ke jaringan.
Setelah dikeluarkan dari sumsum tulang, eritrosit berfungsi selama sekitar 120 hari sebelum
dihilangkan dari sirkulasi oleh limpa. Pada ADT (dengan Wright), eritrosit mendominasi lapangan
pandang, dan bentuknya yang bikonkaf tampak mirip dengan donat. Cincin bagian luar lebih tebal
dan tampak merah karena adanya hemoglonin sementara dibagian tengah tampak tipis dan tampak
pucat. Eritrosit muda (retikulosit) tampak lebih biru (basofilik) karena masih mengandung ribosom
dan mitokondria selama beberapa hari setelah nukleusnya dikeluarkan. Hemoglobin adalah zat
terpenting didalam eritrosit. Protein in sebenarnya adalah suatu tetramer (mempunyai 4 bagian),
yang terbentuk dari dua sub unit α-protein dan dua sub unit β-protein. Setiap sub unit α dan β
mengandung bagian yang mengikat oksigen, heme. Heme adalah senyawa dengan atom sentral
utama berupa besi, atom inilah yang sebenarnya mengikat oksigen di paru dan kemudian
membebaskannya di jaringan tubuh. Kadar hemoglobin yang rendah dalam darah, akibat beragam
sebab disebut anemia.

3. Anemia adalah penurunan jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin, atau volume packed red cells
dalam darah dibawah normal sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capasity)
 Anoksia jaringan atau organ, karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan (iskemik), gejalanya tergantung organ mana yang
terkena.
 Bagaimana jika jumlah sel-sel darah di dalam tubuh manusia tidak seimbang?
 Ketidakseimbangan tersebut akan menyebabkan berbagai jenis penyakit.
 Seperti pada anemia atau kurang darah. Anemia didefinisikan sebagai penurunan
konsentrasi hemoglobin dalam sirkulasi darah. Hemoglobin sendiri di dalam darah
berfungsi untuk mengikat oksigen dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh. Hemoglobin juga membawa kembali karbon dioksida dari sel-sel
paru2 untuk dikeluarkan dari tubuh. Jika hb dalam sel darah merah berkurang atau
jumlahnya dibawah normal maka orang akan mengalami anemia dengan gejala-
gejala lelah, lemah, letih, lesu, pusing, bahkan sampai pingsan.
 Hal ini disebabkan karena kurangnya oksigen yang dialirkan ke seluruh tubuh karena
kadar hemoglobin sebagai pengikat oksigen menurun.
4. Patofisiologi Anemia

5. Etiologi Anemia

Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala, yg diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, berdasarkan morfologik
eritrosit dan berdasarkan etiologi. Pada dasarnya etiologinya karena :

- Gangguan produksi eritrosit


- Penurunan laju eritropoiesis
- Gangguan maturasi eritrosit
- Kehilangan darah yg keluar dari tubuh (perdarahan)
- Penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)

6. Klasifikasi anemia

Anemia Hipokrom Mikrositik Anemia Normositik Anemia Makrositik


Normokrom
Anemia defisiensi Fe Anemia pasca perdarahan akut Anemia defisiensi asam folat
thalasemia Anemia aplastik Anemia defisiensi B12
Anemia akibat penyakit Anemia hemolitik
kronik
Anemia sideroblastik Anemia pada gagal ginjal
kronik
Anemia pada syndrom
myelodisplastik
Anemia pada keganasan
hematologik
7. penatalaksaan farmakologi & non farmakologi ?
Terapi Non-Farmakologi
Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari sayur-sayuran hijau, ikan
laut, dan unggas.

Terapi Farmakologi

1. Anemia Defisiensi Besi


- Terapi Besi Oral : Ferro Sulfat, Ferro Glukonat, Ferro Fumarat
- Terapi Besi Parenteral : Na-Besi Karbonat (IV), Besi Dekstran (IM), Besi Sukrosa (IV)
2. Anemia Megaloblastik
- Terapi Oral : Folat Oral (Defisiensi Asam Folat), Kobalamin dan Sianokobalamin (Def. B12)
3. Anemia Gagal Ginjal Kronis
- Terapi Parenteral : Eritropoitin (Intra Vena)
4. Anemia Hemolitik
- Medikamentosa
 Kortikosteroid (Prednison)
 Terapi Steroid
 Imunosuoresan (Azitropin, Siklofosfamid)
 Danazol (dengan Steroid)
 Transfusi ( Kondisi menganacam jiwa)
- Pembedahan
Splenektomi dipertimbangkan apabila terapi steroid tidak adekuat.
5. Anemia Aplastik
- Tata laksana definitif berupa transplantasi sumsung tulang
- Terapi Suporatif
 Transfusi PRC (Pec red cel)
 Terapi imunosupresi ( Anti-thymocyte globulin)

PENJELASAN

TERAPI
Tujuan
Mengurangi gejala yang dialami pasien dan meningkatkan produktivitas serta kualitas hidup
Memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia
(mengembalikan substrat yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit)
Mencegah kekambuhan anemia
Mencegah kematian (pada pendarahan hebat)
Terapi Non-Farmakologi
Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari sayur-sayuran hijau, ikan
laut, dan unggas.

Terapi Farmakologi
1. Anemia Defisiensi Besi
Terapi : Besi
Mekanisme : zat besi membentuk inti dari cincin heme Fe-porfirin yang bersama-sama dengan
rantai globin membentuk hemoglobin.

Besi Oral

GaramBesi KandunganBesi
Ferro Sulfat 20%
Ferro Glukonat 12%
Ferro Fumarat 33%
BesiKarbonat 100%
KompleksBesiPolisakarida 100%

Indikasi : pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi


Absorpsi : Garam ferro 3x lebih cepat diabsorpsi daripada Ferri. Makanan menurunkan
absorpsi sampai 50%, namun intoleransi gastrik mengharuskan pemberian bersama
makanan.
Dosis : 200 mg per hari dalam 2 – 3 dosis terbagi
Kontraindikasi : hemokromatosis, anemia hemolitik, hipersensitivitas
Peringatan : penggunaan pada kondisi kehamilan (kategori A)
Efek samping: noda pada gigi, nyeri abdominal, konstipasi, diare, mual, warna feses gelap
Interaksi obat:
o Antasid : menurunkan absorpsi besi
o Asam askorbat : meningkatkan absorpsi besi
o Garam kalsium : menurunkan absorpsi besi
o Kloramfenikol : meningkatkan konsentrasi plasma besi
o Antagonis histamin H2 : menurunkan absorpsi besi
o PPI : menurunkan absorpsi besi
o Kaptopril : besi dapat menginaktivasi kaptopril
o Fluoroquinolon : membentuk kompleks dengan besi  menurunkan absorpsi
fluoroquinolon
o L-dopa : membentuk khelat dengan besi  menurunkan absorpsi L-dopa
o MMF : besi menurunkan absorpsi MMF
o Tetrasiklin : membentuk kompleks dengan besi  absorpsi besi dan tetrasiklin turun

Besi Parenteral

Na – BesiKarbonat BesiDekstran BesiSukrosa


Kandu
nganB 62,5 mg besi / 5 mL 50 mg besi / mL 20 mg besi / mL
esi
Anemia Anemia
Anemia
defisiensibesipada defisiensibesipadapasien
defisiensibesipadapasien yang
Indika pasien yang yang
menjalanihemodialisiskronisda
si tidakmemungkink menjalanihemodialisiskronis
nmenerimaterapisuplemendan
andiberikanterapi danmenerimaterapisupleme
eritropoietin
oral nepoietinalfa
Hipersensitivitas.
Kontr Hipersensitivitas.
Infeksiginjalakut.
aindik Hipersensitivitas. Kelebihanbesi.
Anemia non
asi Anemia non defisiensibesi.
defisiensibesi.
Black box
Pering warning. Black box warning.
Reaksihipersensitivitas
atan Reaksihipersensiti Reaksihipersensitivitas.
vitas.
Rute
Paren Intravena Intramuskular Intravena
teral
Pengo
8 X 125 mg 10 X 100 mg 10 X 100 mg
batan
EfekS Rasa sakit,
Kram, mual, muntah, flushing,
ampin nodacoklatpadate Kram kaki, hipotensi.
hipotensi, pruritus.
g mpatinjeksi,
flushing,
hipotensi,
demam,
anafilaksis.
Intera Kloramfenikolmen
Inkompatibilitasdenganbenzilal Menurunkanabsorpsibesi
ksiOb ingkatkankonsent
kohol. oral biladiberikanbersamaan.
at rasibesi plasma.

2. Anemia Defisiensi Asam Folat


Terapi : Asam Folat

Mekanisme : folat berperan dalam sintesis nukleoprotein dan pemeliharaan eritropoiesis normal.
Indikasi :
 Anemia megaloblastik yang disebabkan defisiensi asam folat
 Peningkatan kebutuhan asam folat pada kondisi kehamilan
 Profilaksis defisiensi asam folat pada pemakaian antagonis asam folat
Absorpsi : Asam folat dari makanan harus mengalami hidrolisis, reduksi, dan metilasi pada saluran
pencernaan agar dapat diabsorpsi. Perubahan asam folat menjadi bentuk aktifnya, tetrahidrofolat,
membutuhkan vitamin B12 (sianokobalamin).
Dosis : folat oral 1 mg setiap hari selama 4 bulan
Kontraindikasi : pengobatan anemia pernisiosa dimana vitamin B12 tidak efektif
Efek Samping: perubahan pola tidur, sulit berkonsentrasi, iritabilita, anoreksia, mual, distensi
abdominal, flatulensi.
Interaksi Obat :
o Asam aminosalisilat : menurunkan konsentrasi plasma folat
o Inhibitor dihidrofolat reduktase : menyebabkan defisiensi folat
o Sulfalazin : menyebabkan defisiensi folat
o Fenitoin : menurunkan konsentrasi plasma folat
3. Anemia Defisiensi Sianokobalamin
Terapi : vitamin B12 (sianokobalamin)
Mekanisme : merupakan kofaktor yang mengaktivasi koenzim asam folat
Indikasi :
 Anemia pernisiosa
 Peningkatan kebutuhan vitamin B12 pada kondisi kehamilan, pendarahan, anemia hemolisis,
tirotoksikosis, dan penyakit hati dan ginjal
Absorpsi : absorpsi tergantung pada faktor intrinsik dan kalsium yang cukup.
Dosis : Kobalamin oral 2 mg per hari selama 1 – 2 minggu, dilanjutkan 1 mg per hari.
Sianokobalamin parenteral 1 mg per hari selama seminggu, dilanjutkan seminggu sekali selama
sebulan, dilanjutkan kobalamin oral per hari.
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap kobalt atau B12
Efek Samping :
o edema pulmonari
o gagal jantung kongestif
o trombosis vaskular perifer
o syok anafilaktik
o atropi saraf optik
Interaksi Obat :
o Asam aminosalisilat : menurunkan efek sianokobalamin
o Kloramfenikol : menurunkan efek hematologi sianokobalamin pada pasien anemia
pernisiosa
o Kolkisin : menyebabkan malabsorpsi sianokobalamin
o Alkohol : menyebabkan malabsorpsi sianokobalamin

4. Anemia Gagal Ginjal Kronis


Terapi : Epoetin Alfa
Mekanisme : menstimulus eritropoiesis
Indikasi :
 Anemia yang berkaitan dengan gagal ginjal kronis.
 Anemia yang disebabkan terapi Zidovudin.
 Anemia pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
 Anemia pada pasien yang mengalami dialisis.
Dosis : Epoetin intravena 50 – 100 unit/kg, seminggu 3 kali. Dosis dapat dinaikkan menjadi 150
unit/kg, seminggu 3 kali apabila Hb tidak meningkat setelah 6 – 8 minggu. Pada pasien AIDS, dosis
epoetin adalah 300 unit/kg, seminggu 3 kali.
Kontraindikasi : hipertensi tak terkendalikan
Perhatian :
o Tekanan darah tinggi tidak terkendali
o Penyakit iskemik vaskular
o Trombositosis
o Riwayat konvulsi
o Gagal hati kronis
o Kehamilan dan menyusui
o Peningkatan dosis heparin mungkin diperlukan
Efek Samping :
o Kenaikan tekanan darah
o Peningkatan jumlah trombosis (bergantung dosis)
o Gejala mirip influenza, dapat dikurangi dengan injeksi perlahan selama 5 menit
o Peningkatan kadar plasma kreatinin, urea, dan fosfat
o Konvulsi
o Anafilaksis
Interaksi Obat : inhibitor ACE meningkatkan resiko hiperkalemia
Studi Kasus
Walter (71 tahun) datang ke rumah sakit mengeluhkan fatigue (kelelahan yang amat sangat),
khususnya seminggu terakhir. Lima tahun yang lalu, Walter mengalami defekasi dengan feces berwarna
hitam dan gelap. Kelainan ini berlangsung cukup lama. Menurut dokter di klinik dekat rumahnya, ia
mengalami anemia yang parah dan direkomendasikan untuk menjalani transfusi darah di rumah sakit.
Walter biasa mengonsumsi ibuprofen, 600mg 3-4 kali per hari untuk mengobati arthritis pada lututnya
karena sudah tua. Dia mengalami nausea dan pusing. Tujuh tahun yang lalu ia pernah mengalami
pendarahan di saluran cerna tetapi tidak dilakukan diagnosis.

Hasil Diagnosis
Analisis
 Anemia Kronis.
Kemungkinan karena kelainan saluran pencernaan, akibat:
 Ibuprofen(NSAID)
 pendarahan pada saluran cerna
 Osteoarthritis pada lutut
 Hasil diagnosis:
 Feritin < 15 – 200ng/mL
 Hb dan hematokrit kurang
Penanganan
Transfusi darah
Ferrous Sulfate 325mg 3 kali sehari
Esomeprazole 40 mg i.v per hari
Dianjurkan berkonsultasi lebih lanjut dengan ahli penyakit dalam (gastroenterologist)

8. diagnosa pembanding?

Informasi yang terdapat pada kasus tersebut merupakan informasi yang sangat umum, gejala2 yang
muncul merupakan gejala umum pada penyakit hematologi sehingga pengambilan diagnosis yang pasti
bukanlah hal yang tepat. Oleh karena itu dengan berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat dimunculkan
beberapa diagnosis banding yang masih memerlukan tahap-tahap tertentu seperti pemeriksaan
penunjang lainnya yang memungkinkan munculnya kausa penyakit dan penegakan diagnosa yang tepat.

Diagnosa banding :

• Anemia Hemolitik

• Anemia Aplastik

• Anemia Defisiensi Besi


• Anemia Megaloblastik

9. pemeriksaan penunjang yang terdiri dari laboratorium & radiologi

 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorim merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan
ini terdiri dari : 1. Pemeriksaan penyaringan (screnning test), 2. Pemeriksaan darah seri anemia, 3.
Pemeriksaan sumsum tulang, 4. Pemeriksaan khusus sesuai dari masing masing anemia.

 Pemeriksaan Penyaringan (screnning test)

Pemeriksaan penyaringan untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit
dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut,
yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

 Pemeriksaan Darah Seri Anemia

Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit, dan laju endap
darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan persisi
hasil yang lebih baik.
 Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem
hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia.
Pemeriksaan Sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik,
serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid, seperti sindrom mielodisplastik
(MDS).

Anemia Defisiensi Besi

Kelainan laboratorium pada kasus Anemia Defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:

Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit Menurun. Didapatkan anemia defisiensi besi dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. mean corpuscular volume (MCV) dan mean
corpuscular hemoglobin (MCH) menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi
dan thalassemia major Mean corpuscular hemoglobin concentartion (MCHC) menurun pada defisiensi
yang lebih berat dan berlangsung lama . Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi . Peningkatan
anisositosis ditandai dengan peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu diaagap pemeriksaan
RDW dianggap dapat dipakai untuk membedakan Anemia Defisiensi Besi dengan anemia akibat penyakit
kronik, tetapi RWD pada kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpah tindih.

Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka <8 80 fl, tetapi pada penelitian kasus
Anemia Defisiensi Besi dibagian penyakit dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa tidik pemilah <
78 fl memberi sensitivitas dan spesifisitas paling baik. Dijumpai bahwa penggabungan MCV, MCH,
MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit sudah dapat
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.

Konsentrasi Besi Serum menurun pada anemia defisiensi besi, dan TIBC (total iron binding
capacity) Meningkat.TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan
saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100 %. Untuk kriteria diagnosis ADB,
kadar besi serum < 50 μg /l. Untuk daerah tropik dimana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi.
Menurut Hercberg untuk daerah tropik memakai batas nilai feritin serum < 20 mg /l sebagai kriteria
diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid, maka feritin
serum sampai dengan 50- 60 μg / l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum
merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak
dipakai baik klinik maupun di lapangan kerana cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif.
Nilai ferinitin serum normal diatas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
Protoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme . Apabila sintesis heme
terganggu, misalnya kerna defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Nilai
normal kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisiensi besi protoporfirin bebas adalah lebih dari 100 mg/dl.
Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.

Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal
dengan pemeriksaan imunologi adalah 4-9 μg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk
membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi apabila dipakai rasio
reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADB dan rasio < 1,5 sangat
mungkin karena anemia akibat penyakit kronik.

Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai dengan normoblas


ini. Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang
negatif. Dalam keadaan normoblas mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai
sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblas negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang
dianggap sebagai baku mas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya
banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.

Anemia Megaloblastik

Pemeriksaan Laboratorium Anemia Megalobalstik, Diagnosis anemia makrositer


ditegakkan dari adanya anemia ditegakkan dari adanya anemia dengan MCV >100 fL. Untuk
mendefinisikan anemia, WHO menggunakan kadar hemoglobin sebagai patokan.

Diagnosis anemia megaloblastik hipovitaminosis vitamin B12 dilakukan dengan uji Schilling atau
dimodifikasi dengan mengukur kadar vitamin B12 serum / plasma secara serial sebelum dan setelah
pemberian vitamin B12 per oral.

Uji Schilling untuk Defisiensi B12

Uji pada tahap pertama, pasien akan diberikan vitamin B12 terlabel radioisotop kobalt per oral.
Secara berurutan vitamin B12 tidak berlabel radioisotop injeksi intramuskular diberikan terlebih dahulu
sebelum vitamin B12 berlabel radioisotop kobalt per-oral diberikan. Biasanya vitamin B12 berlabel
radioisotop per oral akan diserap ke dalam tubuh, oleh karena reseptor transkobalamin / vitamin B12
dalam hati telah jenuh oleh vitamin B12 injeksi, maka akan banyak vitamin B12 berlabel radioisotop yang
tertelan akan diekskresikan dalam urin.
Hasil uji yang normal menunjukkan setidaknya 5% dari vitamin B12 berlabel radioisotop
dijumpai dalam urin selama 24 jam pertama. Pada pasien dengan defisiensi kerana penyerapan terganggu,
Vitamin B12 terlabel radioisotop dalam urin terdeteksi kurang dari 5 %.

Jika pada uji tahap pertama ditemukan kelainan, uji diulang kali ini dengan tambahan faktor
intrinsik gaster (GIF) per-oral sebagai uji tahap ke-dua. Jika pada pengumpulan urin uji tahap ke-dua ini
> 5% adalah normal, ini menunjukkan kurangnya produksi faktor intrinsik, atau anemia pernisiosa.

Jika hasil uji tahap kedua rendah, menunjukkan penyerapan usus yang abnormal (malaabsorpsi),
yang dapat disebabkan oleh penyakit celiac, penyakit empedu, penyakit Whipple, infestasi cacing pita
ikan .

Malaabsorpsi vitamin B12 bisa disebabkan oleh disfungsi usus dari tingkat vitamin amat rendah,
menyebabkan kebingungan menterjemahkan hasil uji B12 belum jenuh. Untuk itu disarankan berikan
asam folat dan B12 selama beberapa minggu sebelum dilakukan uji Schilling, karena kekurangan
keduanya (asam folat dan B12) diketahui mengganggu fungsi sel saluran cerna sehingga menyebabkan
malaabsorpsi vitamin B12 itu sendiri bahkan tehambatnya pembuatan / sisntesis faktor intrinsik gaster.
Keadaan tersebut akan menyebabkan hasil uji positif palsu untuk kedua uji vitamin B12 sederhana dan
terkait faktor intrinsik uji malaabsorpsi vitamin B12.

Uji Tahap Uji Tahap Diagnosis


Pertama Kedua

Normal - Normal atau difisiensi B12


<5% Normal Anemia Perniciosa
<5% <5% Malaabsorpsi

Banyak laboratorium telah berhenti melakukan uji Schilling, karena berkurangnya produksi
radioisotop kobalt dan tablet vitamin B12 berlabel radioisotop. Di lain pihak injeksi vitamin B12 serta
vitamin B12 oral dosis tinggi relatif murah, dan dapat di kelola sendiri oleh pasien. Oleh karena
pemberian asam folat dan vitamin B12 ini tetap akan diberikan untuk penyebab paling banyak yaitu dari
malaabsorpsi B12 bahkan jika penyebab pasti telah dapat diidentifikasi, produser uji diagnostik dengan
uji Schilling dapat diabaikan.

Uji Schilling dapat dimodifikasi dengan mengukur kadar vitamin B12 secara serial sebelum dan
setelah dosis vitamin B12 per-oral diberikan, diikuti oleh uji serupa menggunakan vitamin B12 per-oral
dengan disertai GIF. Perbandingkan kadar vitamin B12 memungkinkan deteksi kekurangan baik GIF atau
GIF- Mengikat protein.

Pemeriksaan Kadar asam folat intrasel sel darah merah (SDM) dan serum. Hasil tes
laboratorim dapat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan, metode yang
digunakan untuk pengujian, dan berbagai faktor lainnya. Jika hasillnya berbeda dari hasil yang disarankan
dibawah ini, belum tente terdapat kelainan. Saat ini rentang normal yang diusulkan untuk kadar folat
serum sekitar 2,7-17,0 ng/mL untuk kedua jenis kelamin dan semua umur. Nilai lebih rendah didapatkan
pada wanita dibandingkan pada pria. Peningkatan kadar folat > 17,0 disebabkan oleh suplemen. Kadar
folat serum hanya mencerminkan asupan makanan terakhir, sedangkan folat SDM lebih menggambarkan
simpanan dalam jaringan tubuh. Pemeriksaan folat SDM dilakukan dengan cara radiossay kompetitif
mengikat protein.

Anemia Hemolitik Imun

Pemeriksaan Laboratorium pada anemia hemolitik imun ada dua tipe pemeriksaan laboratorium, yaitu
Anemia Hemolitik Autoimun tipe hangat dan Anemia Hemolitik Imun tipe dingin

Pada tipe hangat : hemoglobin sering dijumpai dibawah 7 g/dl dengan pemeriksaan Coomb direk biasanya
positif. Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel
eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan semua sel eritrosit normal.
Autoantibodi tipe hangat ini biasanya bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien sendiri. Biasanya
antigen Rh.

Pada tipe dingin : anemia ringin, sferositosis, polikromatosia, tes coombs positif, anti-I, anti-PR, anti-M,
atau anti-P.

Anemia Hemolitik non-Imun

Pada Pemeriksaan Laboratorium Anemia Hemolitik non-Imun, yaitu dilihat dari Retikulositosis
merupakan indikator terjadi hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya hiperp lasia eritroid
disumsum tulang tetapi biopsi sumsum tulang tidak selalu diperlukan. Diagnosis banding retikulositosis
adalah perdarahan aktif, mielotisis dan perbaikan supresi eritropoeisis.
Anemia pada hemolisis biasanya normositik, meskipun retikulositosis meningkatkan ukuran mean
corpuscular volume. Morfologi eritrosit dapat menunjukkan adanya hemolisis dan penyebab. Misalnya
sferosit pada sferositosis herediter, anemia hemolitik autoimun; sel target pada thalesemia,
hemoglobinopati, penyakit hati ; schistosit pada mikroangipati, prostesis intravaskular dan lain-lain. Jika
tidak ada kerusakan jaringan organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase (LD) terutama LDH 2 dan
SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan dekstruksi eritrosit.

Anemia Aplastik
Pemeriksaan laboratorium pada anemia aplastik terdiri dari :
Darah Tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu di temukan. Jenis anemia adalah
normokrom normister. Kadang – kadang di temukan pula makrositosis , anisitosis , & poikilositosis.
Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik .
granulosit dan trombosit di temukan rendah. Lomfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.

Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian kecil kasus,
persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi , bila nilai dikoreksi terhadap
beratnya anemia ( corrected reticulocyte count) maka di poreleh persentasi retikulosit normal
atau rendah juga. Adanya retikulositosis setelah di koreksi menandakan bukan aneia aplastik

Laju endapan darah


Laju endapan darah selalu meningkat. Penulisan menemukan bahwa 62 – 70 kasus (89%)
mempunyai laju endapan dara lebih dari 100 mm dalam jam pertama.

Faal hemostasis
Waktu perdarahan memanjang dari retraksi bekuan buruk dibebkan oleh
trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.

Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis , HIV,
Parvovirus, & sitomegalovirus.

Kromosom
Pada anemia aplsatik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom . pemeriksaan
sitogenetik dengan fluorrescence in situ hybridization (FISH) dan imunofenotipik dengan flow cytometry
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Seperti myelodisplasia hipo – seluler.

Defisiensi imun
Adanya difisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan
pemeriksaan imunitas sel T.

Pemeriksaan radiologis pada anemia aplastik terdiri dari :


Nuclear magnetic resonance imaging
Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena
dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang seluler
Radionuclide bone marrow imaging ( bone marrow scanning)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntik
dengan koloid radioaktif technetium sulfura yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau
iodiumchloride yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum tlg dapat di tentukan
daerah hemopoiesis aktif untuk mempeoleh sel – sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel – sel
induk .
Juga diperlukan pemeriksaan non hemotologik tertentu seperti misalnya : pemeriksaan fungsi
hati, fungsi ginjal, atau fungsi tiroid

Anda mungkin juga menyukai