PENDAHULUAN
1
untuk meningkatkan outcome terapi dan meringankan beban
farmakoekonomi rumah sakit dengan pemilihan obat-obatan yang tepat
sesuai indikasi.
1.2. Tujuan
Tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji profil pengobatan pasien
rawat inap di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta untuk mengetahui,
mengidentifikasi, dan mengevaluasi adanya Drug Related problem (DRP)
serta menilai pengobatan rasional yang ditinjau dari Drug Relatred Problem
(DRP) serta mengedukasi kepada pasien dalam pengobatannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak (6-59 bulan) ≥ 11,0 g/dl 10,0-10,9 g/dl 7,0-9,9 g/dl < 7,0 g/dl
Anak (5-11 tahun) ≥ 11,5 g/dl 11,0-11,4 g/dl 8,0-10,9 g/dl < 8,0 g/dl
Anak (12-14 tahun) ≥ 12,0 g/dl 11,0-11,9 g/dl 8,0-10,9 g/dl < 8,0 g/dl
Wanita tidak hamil ≥ 12,0 g/dl 11,0-11,9 g/dl 8,0-10,9 g/dl < 8,0 g/dl
(>15 tahun)
Wanita hamil ≥ 11,0 g/dl 10,0-10,9 g/dl 7,0-9,9 g/dl < 7,0 g/dl
Pria (>15 tahun) ≥113,0 g/dl 11,0-12,9 g/dl 8,0-10,9 g/dl < 8,0 g/dl
3
2.2 Patofisiologi Anemia Gravis
a) Sickle cell anemia
Sickle cell anemia adalah gangguan hemolitik darah yang bersifat
resesif autosomal dan kronik dengan tekanan oksigen darah rendah
sehingga mengakibatkan eritrosit berbentuk bulan sabit (Miller, 1984
dalam Amri, 2006). Sickle cell anemia ditandai dengan adanya
hemoglobin abnormal yaitu hemoglobin S. Dalam tereduksi hemoglobin
S mempunyai kelarutan dan bentuk molekul yang khas yang
menyebabkan perubahan bentuk eritrosit seperti bulan sabit. Sel yang
berubah bentuk ini juga dengan cepat dihancurkan oleh sel-sel fagosit
sehingga dalam jangka panjang terjadilah anemia.
b) Thalassemia Mayor
Thalassemia merupakan penyakit herediter yang disebabkan
menurunnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta pada hemoglobin. Hb
penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl tidak melebihi 15
g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang
adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pada beta thalasemia mayor terdapat defisien parsial atau total sintesis
rantai betha molekul hemoglobin. Sebagai akibatnya terdapat
kompensasi berupa peningkatanan sintesis rantai alpha, sementara
produksi rantai gamma tetap aktif sehingga akan menghasilkan
pembentukan hemoglobin yang tidak sempurna (cacat). Rantai
polipeptida yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil dan ketika terurai
akan merusak sel darah merah (hemolisis) sehingga terjadi anemia
gravis. Untuk mengimbangi proses hemolisis, sumsum tulang akan
membentuk eritrosit dengan jumlah yang sangat berlimpah kecuali jika
fungsi sumsum tulang disupresi melalui terapi transfusi.
c) Penderita Kanker
Terjadinya anemia pada penderita kanker (tumor ganas), dapat
disebabkan karena aktivitas sistem imun tubuh dan sistem inflamasi yang
4
ditandai dengan peningkatan beberapa petanda sistem imun seperti
interferon, Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin yang semuanya
disebut sitokin, dan dapat juga disebabkan oleh kanker sendiri.
d) Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi terjadi bila jumlah zat besi yang diabsorpsi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh atau terjadinya
kehilangan zat besi yang berlebihan dari tubuh. Hal ini bisa diakibatkan
oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat dalam
makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi atau kehilangan darah
yang kronis .
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan
elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Walaupun pada
kebanyakan negara berkembang anemia akibat kurangnya zat besi dalam
diet dapat terjadi, tetapi ditemukan penyebab paling sering kejadian
anemia pada negara berkembang adalah akibat kehilangan besi dari
tubuh seringnya diakibatkan kehilangan darah melalui saluran cerna atau
saluran kemih.
e) Leukemia
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang
abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah
berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia dan
trombositopenia (Hidayat, 2006). Leukemia adalah keganasan
hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan
differensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk
hemopoetik sehingga terjadi ekspansif progresif dari kelompok sel ganas
tersebut dalam sumsum tulang. Pada leukemia terjadi proliferasi dari
salah satu sel yang memproduksi sel darah yang ganas. Sel yang ganas
tersebut menginfiltrasi sumsum tulang dengan menyebabkan kegagalan
fungsi tulang normal dalam proses hematopoetik normal sehingga
menimbulkan gejala anemia gravis.
5
f) Infeksi Cacing
Infeksi cacing tambang khususnya Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale adalah penyebab tersering anemia. Habitat
cacing ini berada dalam usus manusia. Selain mengisap darah, cacing
tambang juga menyebabkan perdarahan pada luka tempat bekas tempat
isapan. Infeksi oleh cacing tambang menyebabkan kehilangan darah
secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami anemia.
Kehilangan zat besi secara patologis paling sering terjadi akibat
perdarahan saluran cerna. Prosesnya sering tiba-tiba. Perdarahan akibat
cacing tambang dan Schistosoma merupakan penyebab tertinggi
terjadinya perdarahan saluran cerna dan seterusnya mengakibatkan
anemia defisiensi besi.
g) Sferositosis herediter (SH)
Sferositosis herediter (SH) merupakan salah satu jenis anemia hemolitik
turunan yang disebabkan oleh kerusakan pada membran eritrosit.
Kerusakan terjadi sebagai akibat defek molekular pada satu atau lebih
protein sitoskleletal sel darah merah yang terdiri dari spektrin, ankirin,
band 3 protein, dan protein. Efek pada beberapa protein skeletal
membran yang berbeda dapat menyebabkan sferositosis herediter; semua
ini secara primer atau sekunder akan menimbulkan defisiensi spektrin
yaitu protein struktur (meshwork) yang berkaitan dengan membran
internal sel darah merah. Sel darah merah yang kurang mengandung
spektrin memiliki membran yang tidak stabil dan mudah terfragmentasi
secara spontan. Berkurangnya luas permukaan yang ditimbulkan
menyebabkan sel darah merah tersebut berbentuk sferoid; sferosit
semacam ini memiliki fleksibilitas membran yang berkurang dan
terperangkap serta dihancurkan dalam korda limpa.
h) Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari
sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak
6
adanya unsur pembentuk darah dalam sumsum. Hal ini khas dengan
penurunan produksi eritrosit akibat pergantian dari unsur produksi
eritrosit dalam sumsum oleh jaringan lemak hiposeluler. Penurunan sel
darah merah (hemoglobin) menyebabkan penurunan jumlah oksigen
yang dikirim ke jaringan, seningga menimbulkan gejala-gejala anemia.
Patofisiologi dari anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua hal
yaitu kerusakan pada sel induk pluripoten yaitu sel yang mampu
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak di
sumsum tulang dan karena kerusakan pada microenvironment. Gangguan
pada sel induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia
aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal
membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah yang baru.
Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten
ataupun karena fungsinya yang menurun (Warih Tjahyono. 2014).
7
kadar hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Sebaliknya, warna kulit bukan
tanda yang dapat diandalkan. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat
menunjukkan takikardia, nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung
aliran sistolik khususnya pada apeks. Gambaran gagal jantung kongesti
mungkin ditemukan, khususnya pada orang tua. Perdarahan retina jarang
ditemukan. Tanda spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu,
misalnya koilonikia dengan defisiensi besi, ikterus dengan anemia
hemolitik atau megaloblastik, ulkus tungkai dengan anemia sel sabit dan
anemia hemolitik lainnya, deformitas tulang dengan talasemia mayor dan
anemia hemolitik kongenital lain yang berat (Sudono, Aru W dkk. 2009)
8
pada konjungtiva palpebra, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan di
bawah kuku (Sharma S, dkk. 2011).
Gejala khas masing-masing anemia merupakan gejala yang spesifik
untuk setiap jenis anemia. Pada anemia defisiensi besi dapat ditemukan
adanya keluhan disfagia serta pica (keinginan untuk memakan bahan yang
tidak lazim). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya atrofi papil
lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonikia). Pada anemia
megaloblastik dapat ditemukan glositis dan gangguan neurologis pada
defisiensi vitamin B12. Pada anemia emolitik didapatkan adanya ikterus,
splenomegali dan hepatomegali. Sedangkan pada anemia aplastik dapat
ditemukan perdarahan dan tanda-tanda infeksi (Alwi I, Sudoyo. 2014).
9
menggambarkan kemampuan sumsum tulang dalam meningkatkan
produksi eritrosit sebagai bentuk respon anemia. Analisis hitung
retikulosit dapat digunakan untuk membedakan penyebab anemia yaitu
karena gangguan produksi eritrosit atau destruksi prematur dan
pemendekan masa hidup eritrosit.
Pada pemendekan masa hidup eritrosit, misal pada anemia
hemolitik, sumsum tulang berusaha mengkompensasi dengan
meningkatkan produksi eritrosit. Peningkatan ini akan menyebabkan
pelepasan lebih banyak retikulosit ke perifer. Jumlah retikulosit yang
meningkat juga dapat ditemui pada kasus perdarahan akut. Pada kasus
perdarahan kronik, akan menyebabkan penurunan ringan dari
retikulosit dan defisiensi besi. Sedangkan jumlah retikulosit yang
sangat menurun dapat terjadi karena insufisiensi atau tidak efektifnya
sistem eritropoesis.
3. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang meliputi pemeriksaan selularitas,
maturasi, dan komposisi elemen-elemen hematopoesis dalam sumsum
tulang. Pemeriksaan ini memberikan informasi yang sangat berharga
mengenai keadaan sistem hematopoesis dan dibutuhkan untuk
diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum
tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia
megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi
sistem eritroid, seperti sindrom mielodisplastik (MDS).
4. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dilakukan atas indikasi khusus, misalnya pada :
a. Anemia defisiensi besi: besi serum, TIBC (total iron binding
capacity), feritin serum, saturasi transferin, protoporfirin eritrosit,
reseptor transferin, dan pengecatan besi sumsum tulang (Perl’s
stain).
b. Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes
supresi deoksiuridin, tes Schiling
10
c. Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis
hemoglobin
d. Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang
(Supandiman, Fianza P. 2003)
11
kelainan hematologi membaik. Alogenik transplantasi sumsum tulang
berhasil memperbaiki ekspresi fenotipik dari penyakit sel sabit dan
talasemia dan meningkatkan harapan hidup pada pasien yang berhasil
transplantasi (Kurniawan J, Tahapary D. 2015).
4. Terapi Nutrisi dan Pertimbangan Pola Makanan
a. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi
tubuh karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam
tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Asupan
protein yang adekuat sangat penting untuk mengatur integritas, fungsi,
dan kesehatan manusia dengan menyediakan asam amino sebagai
precursor molekul esensial yang merupakan komponen dari semua sel
dalam tubuh. Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di
dalam tubuh. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan
mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi
defisiensi besi. Di samping itu makanan yang tinggi protein terutama
yang berasal dari hewani banyak mengandung zat besi.
b. Vitamin A
Suplementasi vitamin A dapat membantu mobilisasi zat besi
dari tempat penyimpanan untuk proses eritropoesis di mana
disebutkan suplementasi vitamin A sebanyak 200.000 UI dan 60 mg
ferrous sulfate selama 12 minggu dapat meningkatkan rata – rata
kadar hemoglobin sebanyak 7 g/L dan menurunkan prevalensi anemia
dari 54% menjadi 38%.
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang dapat
membantu absorpsi dan mobilisasi zat besi untuk pembentukan
eritrosit. Rendahnya status vitamin A akan membuat simpanan besi
tidak dapat dimanfaatkan untuk proses eritropoesis. Selain itu,
Vitamin A dan β-karoten akan membentuk suatu kompeks dengan
besi untuk membuat besi tetap larut dalam lumen usus sehingga
absorbsi besi dapat terbantu. Apabila asupan vitamin A diberikan
12
dalam jumlah cukup, akan terjadi penurunan derajat infeksi yang
selanjutnya akan membuat sintesis RBP dan transferin kembali
normal. Kondisi seperti ini mengakibatkan besi yang terjebak di
tempat penyimpanan dapat dimobilisasi untuk proses eritropoesis.
Sumber vitamin A dalam makanan sebagian besar dari sumber-
sumber makanan nabati dan hewani, misalnya sumber hewani
diantaranya susu dan produk susu, telur serta ikan dll, sumber
makanan nebati seperti papaya, mangga, serta jeruk dan sayuran
seperti wortel (Warih Tjahyono. 2014).
c. Vitamin C
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada keterkaitan
antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia di mana korelasinya
bersifat positif yang menunjukkan semakin tinggi asupan vitamin C
maka kadar hemoglobin akan semakin tinggi pula yang berarti
kejadian anemia semakin rendah. Hal ini membuktikan bahwa vitamin
C dapat meningkatkan absorpsi zat besi di dalam tubuh.
Vitamin C dapat menghambat pembentukan hemosiderin yang
sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi jika diperlukan. Vitamin
C juga memiliki peran dalam pemindahan besi dari transferin di dalam
plasma ke feritin hati. Vitamin C yang dikonsumsi untuk dibutuhkan
untuk membentuk sel darah merah yang dapat mencegah kelelahan
dan anemia misalnya buah sitrus, jeruk, lemon, blackcurrant buah-
buahan lain dan sayuran hijau (Sudono, Aru W dkk. 2009).
d. Zat Besi
Besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh,
sebagai faktor utama pembentuk hemoglobin. Jumlah besi yang
disimpan dalam tubuh manusia adalah sekitar 4 g. Terdapat empat bentuk
zat besi dalam tubuh. Sebagian besar zat besi yaitu kira-kira 2/3 dari total
besi tubuh terikat dalam hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu
mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme ke jaringan-jaringan
tubuh.
13
Zat besi (Fe) terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-
kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua. Zat besi terdapat dalam
makanan dalam bentuk ferri hidroksida, ferri-protein dan kompleks
heme-protein. Secara umumnya, daging terutamanya hati adalah sumber
zat besi yang lebih baik dibanding sayur-sayuran, telur dan lainnya
(Sharma S, dkk. 2011).
e. Asam Folat
Asam folat merupakan senyawa berwarna kuning, stabil dan
larut dalam air yang terdiri dari bagian-bagian pteridin, asam para-
aminobenzoat dan asam glutamat. Sumber makanan asam folat
banyak terdapat pada hewan, buah-buahan, gandum, dan sayur-
sayuran terutama sayur-sayuran berwarna hijau.
Asam folat bersama vitamin B 12 berfungsi dalam
pembentukan DNA inti sel dan penting dalam pembentukan myelin
yang berperan penting dalam maturasi inti sel dalam sintesis DNA sel-
sel eritroblast. Akibat dari sefisiensi asam folat adalah gangguan
sintesis DNA pada inti eritroblas sehingga maturasi inti menjadi lebih
lambat, akibatnya kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar
(megaloblast). Kebutuhan harian asam folat adalah 25-200 mcg
(Sharma S, dkk. 2011).
f. Vitamin B12
Vitamin B12 termasuk vitamin yang larut dalam air, merupakan
bagian terbesar dari vitamin B komplek, dengan berat molekul lebih
dari 1000. Bentuk umum dari vitamin B12 adalah cyanocobalamin
(CN-Cbl), keberadaannya dalam tubuh sangat sedikit dan jumlahnya
tidak tentu. Selain cyanocobalamin di alam ada 2 bentuk lain dari
vitamin B12; yaitu hydroxycobalamin dan aquacobalamin, dimana
hydroxyl dan air masing-masing terikat pada cobal.
Di dalam tubuh vitamin B12 berperan sebagai kofaktor untuk
dua reaksi enzim. Pertama, vitamin B12 berperan sebagai kofaktor
untuk enzim L-methilmalonyl-CoA mutase. Enzim L-methilmalonyl-
14
CoA mutase membutuhkan adenosylcobalamin untuk mengubah L-
methylmalonyl-CoA menjadi succinyl-CoA. Succinyl CoA diperlukan
untuk sintesis hemoglobin yang merupakan pigmen pada sel darah
merah sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan tubuh. Bila
terjadi defisiensi vitamin B12, L-methylmalonyl-CoA tidak dapat
dirubah menjadi succinyl-CoA sehingga terakumulasi dan akhirnya
dipecah menjadi methylmalonic acid oleh suatu enzim hydrolase .
Salah satu fungsi utama vitamin B12 adalah dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Vitamin B12 penting untuk sistesis
DNA dengan cepat selama pembelahan sel pada jaringan dimana
pembelahan sel berlangsung cepat, terutama jaringan sum-sum tulang
yang bertanggungjawab untuk pembentukan sel darah merah. Terjadi
defisiensi vitamin B12, pembentukan DNA berkurang dan sel-sel
darah merah tidak normal, disebut dengan kejadian megaloblas yang
akhirnya menjadi anemia.
Vitamin B12 dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil.
Kecukupan vitamin B12 pada anak dibawah usia 4 tahun < 1 μg/hari,
pada usia 4 –12 tahun sekitar 1 – 1,8 μg/hari dan bagi usia 13 tahun
sampai dewasa 2,4 μg/hari. Sedangkan ibu hamil dan menyusui
memerlukan tambahan masing-masing 0,2 μg/hari dan 0,4 μg/hari.
Vitamin B12 banyak ditemukan dalam pangan hewani, seperti daging,
susu, telur, ikan, kerang dan lain-lain (Sharma S, dkk. 2011).
5. Pembatasan Aktivitas
Aktivitas pasien dengan anemia berat harus dibatasi sampai
sebagian anemia dapat disembuhkan. Transfusi sering dapat dihindari
dengan bed rest, terapi dapat dilakukan untuk pasien dengan anemia yang
dapat disembuhkan (misalnya anemia pernisiosa). (Sharma S, dkk.
2011).
15
2.7 Uraian Obat
1. Lansoprazole (Pionas, 2017)
Komposisi Lansoprazole 30 mg
Indikasi Tukak duodenum dan tukak lambung ringan,
refluks esofagitis.
16
2. Inpepsa (Pionas, 2017)
Komposisi Sucralfate
Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum
Efek samping Konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan,
gangguan lambung, mulut kering, ruam, reaksi
hipersensitifitas, nyeri punggung, pusing, sakit
kepala, vertigo, dan mengantuk, pembentukan
bezoar
Perhatian gangguan ginjal (hindari bila berat); kehamilan
dan menyusui; pemberian sukralfat dan nutrisi
enteral harus berjarak 1 jam
17
benda asing pada faring. Frekuensi tidak
diketahui: syok, reaksi anafilaksis,
trombositopenia, ikterus, urtikaria, kebas,
pusing, mengantuk, mulut kering,
pembengkakan dan nyeri payudara,
ginekomastia, induksi laktasi, palpitasi,
demam, muka memerah, lidah kebas, batuk,
kesulitan bernapas, alopesia.
Perhatian Lansia, kehamilan, menyusui, anak.
Kontraindikasi Hipersensitivitas
Mekanisme kerja Rebamipide adalah agen pelindung mukosa dan
dipostulasikan untuk meningkatkan aliran
darah lambung, biosintesis prostaglandin dan
menurunkan radikal bebas
.(Medscape, 2017)
18
pertumbuhan dan dapat mempengaruhi
perkembangan pubertas.
Perhatian Gunakan dengan hati-hati pada pasien sirosis,
divertikulitis, myasthenia gravis, penyakit
ulkus peptikum, kolitis ulserativa, insufisiensi
ginjal, kehamilan.
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
No. RM 0018xxxxx
Diagnosis sekunder -
Riwayat alergi -
Umur 81 tahun
BB/TB 71 kg/169 cm
20
3.3 Data Objektif Pasien
Tabel 4. Data Objektif Pasien
Pemeriksaan Tanggal : Tanggal: Tanggal:
Penunjang Normal
09/12/2017 10/12/2017 11/12/2017
Suhu 36-37,5 ºC 36,5 36,5 37
Hematologi
Hemoglobin L 6,5 g/dL 13,2-17,3
21
3.5 Elektrokardiografi (EKG)
Nadi: 73 kali/menit
Irama reguler
Gelombang p : ada pada
setiap QRS, bentuk sama
PR interval 0,12-0,20 detik
QRS interval : < 0,12 detik
Kesimpulan :
- Sinus Aritmia /
Gelombang kelistrikan
jantung berbentuk
Normal
3.6 Endoskopi
Kesimpulan :
Gastritis erosive berat
22
Tabel 7. Terapi cairan dan transfusi
Tanggal Jam jenis cairan Jumlah cairan/transfusi
dexametason 1 ekstra IV 21 6 12 18 6 12
Lansoprazole
2x1 PO 21 6 12 18 6 12
30 mg
Inpepsa 3x1 PO 21 6 12 18 6 12
Rebamipid
3x1 PO 20 6 12 18 6 12
100mg
3.9 Assesment
3.9.1 Telaah Resep
Tabel 9. Telaah Resep
Tepat Pasien - -
Tepat Obat - -
Tepat Dosis - -
23
Tepat Frekuensi - -
Tepat Pemberian - -
Duplikasi - -
Kontra Indikasi - -
inpepsa -
(Medscape, 2017)
24
3.9.4 Kesesuaian Dosis Laszim dan Dosis Terapi
Tablel 12. Kesesuaian Dosis Lazim dan Dosis Terapi
Premedikasi 1 x 5 mg = 5 Sesuai
Dexametason IV 0,75-9 mg/hari
transfusi mg
3 x 3 C (500
Inpepsa PO Gastritis erosif 1-8 gr /hari mg) = 4500 Sesuai
mg/hari
3 x 100 mg = Sesuai
lansoprazole PO Gastritis erosif 1x = 5mg
300 mg/hari
3 x 100 mg= Sesuai
rebamipid PO Gastritis erosif 300 mg/hari
300mg
(Medscape, 2017)
3.7.5 Interaksi Obat
Tabel 12. Interaksi Obat
Interaksi Obat Level Efek Interaksi Rekomendasi
(Medscape, 2017)
25
3.9.6 Daftar Obat Pulang
Tabel 13. Daftar Obat Pulang
Obat Keterangan
Inpepsa 3x1C
Lansoprazole 2 x 1 caps
Rebamipid 3x1
26
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pasien Tn. Hs usia 81 tahun datang ke IGD tanggal 09 Desember 2017
dengan keluhan lemas sudah 1 bulan ini, nafas terasa tidak lega, pasien
didiagnosis dengan gastritis erosive berat, 1 bulan yang lalu dari hasil
endoskopi, pasien memiliki riwayat Hipertensi, riwayat dirawat dengan melena
bulan Oktober 2017. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan HB 6,5
g/dL. Pasien didiagnosis dengan anemia gravis dan gastritis erosive berat. Dari
DPJP pasien mendapatkan terapi yaitu transfuse PRC 500 CC untuk mencapai
Hb ≥10 g/dL, injeksi dexametason 1 ampul untuk premed sebelum dilakukan
transfuse. Selain itu pasien mendapatkan obat-obatan gastritis erosive untuk
mencegah terjadi perdarahan yaitu inpepsa 3x1C, rebamipide 3x1,
lansoprazole 2x1. Pada penatalaksanaan gastritis erosive pasein mendapatkan
lansoprazole bersamaan dengan inpepsa, karena inpepsa bersifat menghambat
absorbs Gastro intestinal sehingga direkomendasikan pemberian lansoprazole
30 menit setelah sucralfat.
Pasien pada tanggal 10 Desember 2017 masih mengeluh lemas, sudah
dilakukan pengecekan ulang Hb, Hb pasien 10,3 g/dL, pasien ini memiliki
resiko syok hipovolemik karena curiga anemia gravis yang disebabkan
perdarahan dari gastritis erosive sehingga dilakukan pengawasan tanda vital
pasien untuk mencegah syok hipovolemik. TD:130/90, Nadi 78 kali/menit,
terapi pasien meneruskan terapi sebelumnya.
Pada tanggal 11 Desember pasien menunjukkan tanda-tanda perbaikan
kondisi umum, sudah bisa beraktivitas normal, TD 110/80, Nadi 80 kali/menit,
tidak ada tanda perdaarahan gastrointestinal (melena). Pasien mendapat obat
pulang lansoprazole 2x1 caps, inpepsa 3 x 1C, rebamipide 3 x 1, strocain 3 x
1. Hb pasien terakhir adalah 10,3 g/dL.
27
4.2 Asuhan Kefarmasian
Pasien disarankan untuk menjaga asupan gizi seimbang dan
menghindarkan makanan-makanan yang dapat memperburuk gastritis
erosif
Pasien diedukasi terkait dengan obat pulang dalam mengkonsumsi obat
lansoprazole adalah 30 menit setelah mengkonsumsi inpepsa
Pasien diedukasi terkait dengan kepatuhan untuk minum obat secara
teratur dalam hal mencegah terjadinya perdarahan berulang
Pasien disarankan untuk kontrol ke dokter sesuai jadwal yang telah
ditetapkan, untuk menentukan terapi lanjutan yang akan diberikan.
28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Diagnosis utama Tn. Hs adalah Anemia gravis dengan riwayat
Gastritis erosive berat dan Hipertensi.
- Obat-oabat yang digunakan selama perawatan adalah Dexametasone
(iv) extra, Inpepsa syrup 3x 15 ml, Lansoprazole 30 mg 2x1,
Rebamipid 100mg 3x1.
- Terdapat Drug Related Problem (DRP) obat yaitu Interaksi Obat
dengan Obat
5.2 Saran
1. Perlunya kerjasama antara semua tenaga medis kesehatan untuk
melaksanakan Pemantaun Terapi Obat, sehingga dapat meminimalkan
terjadinya Drug Related Problem (DRP).
2. Pasien diharapkan untuk membatasi Aktivitas sampai sebagian
anemia dapat disembuhkan dan Terapi Nutrisi dengan Pertimbangan
Pola Makanan.
3. Memberi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien,
keluarga pasien dan perawat tentang cara penggunaan obat yang tepat.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alwi I, Sudoyo. 2014. Pendekatan terhadap Pasien Anemia . Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Hematologi. Jakarta
Sudono, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam, edisi V. Jakarta
30
Medscape.com. 2017. Drug Interaction Checker. http://www.madscape.com
/Pharmacys drugs_interaction.html.
PIO Nas. 2017. Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawasan Obat dan
Makanan .http://www.pionas.pom.go.id
31