Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

NON-UNION FRAKTUR HUMERUS

Disusun oleh
Nadya Carolina
030.13.136

Pembimbing
dr. David Idrial, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 19 FEBRUARI - 28 APRIL 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS DENGAN JUDUL

“NON-UNION FRAKTUR HUMERUS”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSUD BUDHI ASIH

Periode 19 Februari – 28 April 2018

Jakarta, April 2018

dr. David Idrial, Sp.OT

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Non-union
fraktur humerus” ini dengan tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode 19 Februari – 28 April
2018.

Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. David
Idrial, Sp.OT, selaku pembimbing, seluruh dokter dan staf bagian Ilmu Bedah Rumah
Sakit Umum Daerah Budhi Asih, serta rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik yang
telah memberi dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik,
maupun saran yang bersifat membangun. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi profesi, pendidikan, dan masyarakat. Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala
kekurangan yang ada.

Jakarta, April 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS...............................................................................................2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................14


3.1 Anatomi dan fisiologi........................................................................................14
3.2 Proses penyembuhan fraktur.............................................................................20
3.3 Definisi..............................................................................................................22
3.4 Etiologi..............................................................................................................23
3.5 Epidemiologi.....................................................................................................23
3.6 Klasifikasi.........................................................................................................24
3.7 Diagnosis...........................................................................................................27
3.8 Penatalaksanaan................................................................................................31
3.9 Komplikasi........................................................................................................33
3.10Bone graft.........................................................................................................34

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................39

BAB IV KESIMPULAN......................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................41

3
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus. Fraktur


tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang
(fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang humerus tersebut,
misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio),regangan atau robek parsial
(sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur),gangguan pembuluh darah, dan
gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis,neurolisis).1
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari
seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus
dari seluruh fraktur. Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi sebanyak
0,0057% kasus dari seluruh fraktur. Walaupun berdasarkan data tersebut fraktur distal
humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah
kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis. Fraktur proksimal humerus
sering terjadi pada usia dewasa tua denganumur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan
fraktur proksimal humerus merupakanfraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah
fraktur pelvis dan fraktur distalradius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia
yang sedikit lebih mudayaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal. Prinsip
tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining
(mempertahankan), dan rehabilitasi.1,2
Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,baik
pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sanga tpenting untuk diketahui.

4
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS UJIAN ILMU BEDAH ORTHOPEDI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Nama Mahasiswa : Nadya Carolina


NIM : 030.13.136
Dokter Pembimbing : dr. David Idrial, Sp.OT

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Nusa I No.19, Kramat Jati
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Betawi
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMU
Tanggal masuk RS : 28 Maret 2018

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara auto-anamnesis dengan pasien pada tanggal 30 Maret
2018 pukul 11:00 di Ruang 709 Cempaka Barat RSUD Budhi Asih.

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa menggerakan lengan kiri
sejak kecelakaan mobil 3 bulan SMRS.

5
Keluhan Tambahan
Nyeri saat menggerakan lengan kiri, bengkak lengan kiri, tulang
lengan atas kiri goyang.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Pasien Ny. R, 38 tahun, datang ke Poli Orthopedi RSUD Budhi Asih
pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2018 dengan keluhan tidak bisa
menggerakkan lengan kiri setelah mengalami kecelakaan mobil 3 bulan
SMRS. Saat kejadian pasien duduk di kursi penumpang di belakang supir.
Mobil pasien terjatuh ke jurang setinggi 4 m. Tidak ada luka terbuka. Pasien
tidak mengalami pingsan. Pasien tidak mengalami cedera pada kepala, tidak
mual, tidak muntah, maupun mengalami penurunan kesadaran. Pasien dibawa
ke puskesmas terdekat, setelah itu dirujuk ke RS untuk dilakukan foto rontgen.
Pada pemeriksaan foto rontgen lengan kiri atas, didapatkan hasil patah tulang
lengan kiri atas, namun pasien menolak untuk operasi. Pasien memilih pulang
paksa dan menolak terapi. Pasien lalu berobat ke alternatif patah tulang
sebanyak 4 kali. Selama pengobatan alternatif, pasien mengaku hanya dipijat
dan diolesi minyak. Setelah 3 bulan, keluhan tidak membaik, pasien masih
merasa tulang lengan kiri pasien belum menyatu. Pasien lalu dianjurkan untuk
dilakukan operasi dan pasien menyetujui, dan operasi elektif dijadwalkan
untuk tanggal 29 Maret 2018.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, penyakit paru, penyakit
jantung, penyakit liver, penyakit ginjal, dan kelainan bawaan disangkal oleh
pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, penyakit paru, penyakit
jantung, penyakit liver, penyakit ginjal, dan kelainan bawaan pada keluarga
disangkal. Tidak ada keluarga yang mengalami hal seperti ini.

6
Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan merokok dan meminum alkohol disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal serumah dengan suami dan anaknya. Sehari-hari pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Riwayat Pengobatan, Operasi dan Dirawat


Pasien langsung dilarikan ke puskesmas X dan IGD RS X setelah
kecelakaan, tetapi pasien menolak untuk dilakukan operasi. Pasien lalu
berobat ke alternatif patah tulang. Pasien belum pernah dirawat inap di rumah
sakit maupun menjalani operasi sebelumnya.

1. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Antropometri : BB: 56 kg, TB: 155 cm, BMI: 23.31 kg/m2 (normal)
Tanda vital
 Tekanan darah: 100/70 mmHg
 Nadi: 72x/menit
 Pernafasan: 20x/menit
 Suhu: 36.5°C

STATUS GENERALIS
1. Kulit: warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala: normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi merata
3. Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, gerakan
normal, refleks cahaya (+/+)
4. Telinga: normotia, sekret (-), darah (-), nyeri tarik helix (-), nyeri tekan tragus
(-)
5. Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-), edema mukosa (-),
napas cuping hidung (-)

7
6. Mulut:
a. Bibir: bentuk normal, simetris, pucat (-), basah
b. Mulut: oral hygiene baik
c. Lidah: bentuk normal, simetris, hiperemis (-), deviasi (-)
d. Uvula: letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
e. Faring: hiperemis (-)
f. Tonsil: T1-T1 tenang
7. Leher: pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-),
distensi v. jugularis dx (-), JVP 5 + 2
8. Thorax:
a. Inspeksi: bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe pernpasan
abdomino-thorakal, ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi: vocal fremitus dx = sin, ictus cordis di ICS 5 linea midclavicularis
sin
c. Perkusi: paru sonor (+/+), batas-batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-), bunyi
jantung 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen:
a. Inspeksi: bentuk normal, efloresensi (-), caput medusa (-), ascites (-)
b. Auskultasi: bising usus 15x/menit, arterial bruit (-)
c. Palpasi: supel, pembesaran organ (-), nyeri tekan (+)
d. Perkusi: timpani
10. Ekstremitas:
a. Atas: akral hangat, CRT <2”, deformitas (+)
b. Bawah: akral hangat, CRT <2”,
c. Status lokalis region brachii sinistra
Look : deformitas (+), edema minimal, luka terbuka (-)
Feel : nyeri VAS 3-4, pulsasi a. radialis teraba kuat, sensoris (+)
Move : ROM terbatas karena nyeri, sedangkan pergerakan aktif
pergelangan dan jari-jari tangan berfungsi baik.

8
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratoium
Hasil lab tanggal 20/03/2018, pukul 14:47
Nama test Hasil Unit Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Leukosit 6.6 ribu/μL 3.6 - 11
Eritrosit 4.1 juta/μL 3.8 - 5.2
Hemoglobin 8.0 g/dL 11.7 - 15.5
Hematokrit 27 % 35 - 47
Trombosit 515 ribu/ml 150 - 440
MCV 65.4 fL 80 - 100
MCH 19.8 pg 26 - 34
MCHC 30.2 g/dL 32 - 36
RDW 16.1 % <14

FAAL HEMOSTASIS
Protrombin Time
- Kontrol 14.40 detik
14.6 detik 12-17
- Pasien
Masa tromboplastin 33.5 detik
33.6 detik 20-40
- Kontrol
- Pasien
KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 103 mg/dL <110
HATI
AST/SGOT 14 mU/dL <27
ALT/SGPT 7 mU/dL <34
GINJAL
Ureum 16 mg/dL <27
Kreatinin 0.78 mg/dL <34
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 135-155
Kalium 3.6 mmol/L 3.6-5.5
Klorida 106 mmol/L 98-109
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV
Screening/Rapid test Non reaktif Non reaktif
HEPATITIS
HBsAg Kualitatif Non reaktif Non reaktif

9
Hasil lab tanggal 28/03/2017, pukul 19:19
Nama test Hasil Unit Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Leukosit 8.1 ribu/μL 3.6 - 11
Eritrosit 4.4 juta/μL 3.8 - 5.2
Hemoglobin 8.6 g/dL 11.7 - 15.5
Hematokrit 28 % 35 - 47
Trombosit 546 ribu/ml 150 - 440
MCV 64.0 fL 80 - 100
MCH 19.7 pg 26 - 34
MCHC 30.8 g/dL 32 - 36
RDW 15.9 % <14
FAAL HEMOSTASIS
Protrombin Time
- Kontrol 14.20 detik
12.9 detik 12-17
- Pasien
Masa tromboplastin 33.6 detik
35.9 detik 20-40
- Kontrol
- Pasien
KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 116 mg/dL <110
Hasil lab tanggal 29/03/2018, pukul 17:11
Nama test Hasil Unit Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Leukosit 12.6 ribu/μL 3.6 - 11
Eritrosit 4.7 juta/μL 3.8 - 5.2
Hemoglobin 9.9 g/dL 11.7 - 15.5
Hematokrit 32 % 35 - 47
Trombosit 428 ribu/μL 150 - 440
MCV 69.2 fL 80 - 100
MCH 21.3 pg 26 - 34
MCHC 30.7 g/dL 32 - 36
RDW 19.0 % <14

Hasil lab tanggal 30/03/2018, pukul 08:02


Nama test Hasil Unit Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Leukosit 16.6 ribu/μL 3.6 - 11
Eritrosit 5.2 juta/μL 3.8 - 5.2
Hemoglobin 11.8 g/dL 11.7 - 15.5
Hematokrit 37 % 35 - 47
Trombosit 419 ribu/μL 150 - 440
MCV 71.2 fL 80 - 100

10
MCH 22.5 pg 26 - 34
MCHC 31.6 g/dL 32 - 36
RDW 20.1 % <14

11
b. Radiologi

Humerus sinistra AP + Lateral (20/03/2018)


Kesan: Fraktur 1/3 tengah diaphysis dengan alignment tidak segaris

Humerus sinistra AP + Lateral (29/03/2018) post op

12
3. RESUME
Pasien Ny R, 38 tahun, datang ke Poli Orthopedi RSUD Budhi Asih pada hari
Selasa tanggal 20 Maret 2018 pukul 10.00 dengan keluhan tidak bisa
menggerakan lengan kiri sejak kecelakaan mobil 3 bulan SMRS. Keluhan disertai
nyeri saat menggerakan lengan kiri, bengkak lengan kiri, serta tulang lengan atas
kiri goyang. Saat kejadian pasien duduk di kursi penumpang di belakang supir.
Mobil pasien terjatuh ke jurang setinggi 4 m. Tidak ada luka terbuka. Pasien tidak
mengalami pingsan. Pasien tidak mengalami cedera pada kepala, tidak mual, tidak
muntah, maupun mengalami penurunan kesadaran. Pasien dibawa ke puskesmas
terdekat, setelah itu dirujuk ke RS untuk dilakukan foto rontgen. Pada
pemeriksaan foto rontgen lengan kiri atas, didapatkan hasil patah tulang lengan
kiri atas, namun pasien menolak untuk operasi. Pasien memilih pulang paksa dan
menolak terapi. Pasien lalu berobat ke alternatif patah tulang sebanyak 4 kali.
Selama pengobatan alternatif, pasien mengaku hanya dipijat dan diolesi minyak.
Setelah 3 bulan, keluhan tidak membaik, pasien masih merasa tulang lengan kiri
pasien belum menyatu. Pasien lalu dianjurkan untuk dilakukan operasi dan pasien
menyetujui, dan operasi elektif dijadwalkan untuk tanggal 29 Maret 2018.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, penyakit paru, penyakit jantung,
penyakit liver, penyakit ginjal, dan kelainan bawaan disangkal oleh pasien.. Di
keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit kronis. Pasien
langsung dilarikan ke puskesmas X dan IGD RS X setelah kecelakaan, tetapi
13
pasien menolak untuk dilakukan operasi. Pasien lalu berobat ke alternatif patah
tulang. Pasien belum pernah dirawat inap di rumah sakit maupun menjalani
operasi sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, pasien memiliki BB 56 kg, TB 155 cm, BMI 23.31
kg/m2 (normal). Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 72x/menit, pernafasan
20x/menit, suhu 36.5°C. Pada pemeriksaan status lokalis region brachii sinistra,
pada Look didapatkan deformitas, edema minimal dan tidak ada luka terbuka;
pada Feel didapatkan nyeri VAS 3-4, pulsasi a. radialis teraba kuat, sensoris
masih ada dan capillary refill kurang dari dua detik; pada Move didapatkan
pergerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri, sedangkan pergerakan aktif
pergelangan dan jari-jari tangan berfungsi baik.
Pada pemeriksaan radiologi, dilakukan foto brachii sinistra AP lateral,
didapatkan gambaran fraktur 1/3 tengah diaphysis dengan alignment tidak segaris.

4. DIAGNOSIS KERJA
Neglected non-union fracture humerus 1/3 medial

5. DIAGNOSIS BANDING
- Neglected non-union fracture humerus 1/3 proksimal
- Neglected non-union fracture humerus 1/3 distal

6. PENATALAKSANAAN
ORIF + bone graft
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam
Transfusi PRC 1 kolf
Inj Ceftriaxone 1 x 2 g
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidine 2x1 amp
Fosmisin 2x2 g

7. PROGNOSIS

14
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

15
8. FOLLOW UP DAN LAPORAN OPERASI
PRE OP 29 Maret 2018, Cempaka Barat POST OP 30 Maret 2018, Cempaka Barat
S Lengan kiri tidak bisa digerakkan Nyeri luka operasi
O Komposmentis Komposmentis
BP: 95/56 mmHg, HR: 63 x/m, RR: 20 x/m, T: 36.2, SpO 2: BP: 100/70 mmHg, HR: 72 x/m, RR: 20 x/m, T: 36,50C, SpO2:
99% 99%
Look: deformitas (+) Look: verban (+), rembes (-), drain (+) 73 ml serohemoragik
Feel: nyeri (+) VAS 3-4 Feel: nyeri (+), VAS 4, neurovascular distal baik
Move: ROM terbatas Move: ROM terbatas karena nyeri
A Neglected non-union fracture humerus sinistra Neglected non-union fracture femur sinistra post ORIF & bone
graft H+1
P  Pro operasi hari ini  Terapi lanjut (instruksi post op: Inj Ceftriaxone 2x1 g, Inj
 Persiapan lanjut (puasa, Ceftriaxone 2 g sebelum operasi) Ketorolac 1x1 g, Inj ranitidine 2x1 amp, IVFD NaCl 0,9% 500
cc/3 jam)
 Fosmisin 2x2 g
 Aff infus, venflon saja
 Aff DC

16
 Laporan Operasi (Kamis, 29 Maret 2018 Jam 09:37 – 10:37)
Ahli bedah: dr. Starifulkani Arief, SpOT
Asisten 1: Br. Darwita
Asisten 2: Br. Narudin
Ahli anestesi: dr. Dian Novi, SpAn
Perawat anestesi: Zr. Lili
Jenis anestesi: general anesthesia
Diagnosis sebelum operasi: fraktur humerus sinistra neglected
Diagnosis pasca operasi: fraktur humerus sinistra neglected
Pemasangan implant: ya, small DCP locking 5 holes
Tindakan pembedahan: ORIF, bone graft
Klasifikasi: elektif
Jenis pembedahan: bersih
Profilaksis: ya, Ceftriaxone 2 g, 30 menit sebelum operasi
Laporan pembedahan:
- Posisi lateral on traksi dalam spinal anesthesia
- A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
- Dilakukan insisi posterior approach, preservasi N. Radialis
- Dilakukan identifikasi fracture site
- Dilakukan reduksi dan fibrasi fraktur dengan small DCP 3,5 locking holes
+ 5 locking holes+ 1 cortical holes
- Cek fraktur
- Luka dicuci, perdarahan dirawat
- Dilakukan pemasangan bone graft
- Luka dijahit
- Operasi selesai
Pendarahan: 100 ml

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan fisiologi


3.1.1 Tulang
Sebuah tulang terdiri atas beberapa jaringan berbeda yaitu jaringan
osseus, tulang rawan (cartilago), jaringan penghubung, jaringan adiposa, dan
jaringan saraf yang tersusun menjadi satu. Keseluruhan dari tulang beserta tulang
rawan bersama ligamen dan tendon membentuk sistem rangka.
Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila
mendapat tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel,
serabut-serabut, dan matriks. Tulang bersifat keras oleh karena matriks
ekstraselularnya mengalami kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas
tertentu akibat adanya serabut-serabut organik. Dapat dibedakan dua jenis
tulang, yakni tulang kompakta dan tulang spongiosa. Perbedaan antara kedua
jenis tulang tadi ditentukan oleh banyaknya bahan padat dan jumlah serta
ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar dan
lapisan substansia spongiosa di sebelah dalam, kecuali apabila masa substansia
spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris (rongga sumsum).
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel
antara lain osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang
dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase
alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di
dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang.

Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah
sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang

18
dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis
tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut
antara lain:
1. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi
Sistem muskuloskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru
terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-
tulang costae.
3. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh
dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit
yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ;
sebagai suatu sistem pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot
yang melekat padanya.
4. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium,dan elemen- elemen lain.
Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
5. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

19
Gambar 1. Komponen tulang

3.1.2 Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk


a. Tulang Panjang
Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya. Tulang ini
mempunyai corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai
epifisis pada ujung-ujungnya. Selama masa pertumbuhan, diafisis
dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis. Bagian diafisis yang terletak
berdekatan dengan kartilago epifisis disebut metafisis. Corpus mempunyai
cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi sumsum tulang. Bagian
luar corpus terdiri atas tulang kompakta yang diliputi oleh selubung
jaringan ikat yaitu periosteum. Ujung-ujung tulang panjang terdiri atas
tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta.
Facies artikularis ujung-ujung tulang diliputi oleh kartilago hialin.
Tulang-tulang panjang yang ditemukan pada ekstremitas antara lain tulang
humerus, femur, ossa metacarpi, ossa metatarsal dan phalanges.
b. Tulang Pendek
Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki. Contoh jenis
tulang ini antara lain os Schapoideum, os lunatum,dan talus. Tulang ini
terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selaput tipis tulang
kompakta. Tulang-tulang pendek diliputi periosteum dan facies articularis
diliputi oleh kartilago hialin.
20
c. Tulang Pipih
Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang
kompakta, disebut tabula, yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang
spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk di dalam kelompok tulang ini
walaupun bentuknya iregular. Selain itu tulang pipih ditemukan pada
tempurung kepala seperti os frontale dan os parietale.
d. Tulang Iregular
Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam
kelompok yang telah disebutkan di atas (contoh, tulang-tulang tengkorak,
vertebrae, dan os coxae). Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang
kompakta di bagian luarnya dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang
spongiosa.
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-
tendo tertentu, tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang.
Sebagian besar tulang sesamoid tertanam di dalam tendon dan permukaan
bebasnya ditutupi oleh kartilago. Tulang sesamoid yang terbesar adalah
patella, yang terdapat pada tendo musculus quadriceps femoris. Contoh
lain dapat ditemukan pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan
musculus flexor hallucis brevis, fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi
friksi pada tendo, dan merubah arah tarikan tendo (Snell, 2012).

3.1.3 Pertumbuhan Tulang


Proses pembentukan tulang disebut osifikasi (ossi = tulang, fikasi =
pembuatan) atau disebut juga osteogenesis (Tortora dan Derrickson, 2011).
Semua tulang berasal dari mesenkim, tetapi dibentuk melalui dua cara yang
berbeda. Tulang berkembang melalui dua cara, baik dengan mengganti
mesenkim atau dengan mengganti tulang rawan. Sususan histologis tulang
selalu bersifat sama, baik tulang itu berasal dari selaput atau dari tulang rawan
(Moore dan Agur, 2002).
a. Osifikasi membranosa
Osifikasi membranosa adalah osifikasi yang lebih sederhana diantara
dua cara pembentukan tulang. Tulang pipih pada tulang tengkorak,
sebagian tulang wajah, mandibula, dan bagian medial dari klavikula
21
dibentuk dengan cara ini. Juga bagian lembut yang membantu tengkorak
bayi dapat melewati jalan lahirnya yang kemudian mengeras dengan cara
osifikasi membranosa (Tortora dan Derrickson, 2011).

Gambar 2. Osifikasi membranosa

b. Osifikasi Endokondral
Pembentukan tulang ini adalah bentuk tulang rawan yang terjadi pada
masa fetal dari mesenkim lalu diganti dengan tulang pada sebagian besar
jenis tulang (Moore dan Agur, 2002). Pusat pembentukan tulang yang
ditemukan pada corpus disebut diafisis, sedangkan pusat pada ujung-ujung
tulang disebut epifisis. Lempeng rawan pada masing-masing ujung, yang
terletak di antara epifisis dan diafisis pada tulang yang sedang tumbuh
disebut lempeng epifisis. Metafisis merupakan bagian diafisis yang
berbatasan dengan lempeng epifisis (Snell, 2012). Penutupan dari ujung-
ujung tulang atau dikenal dengan epifise line rerata sampai usia 21 tahun,
hal tersebut karena pusat kalsifikasi pada epifise line akan berakhir seiring
dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang (Byers, 2008).

22
Gambar 3. Osifikasi endokondral

Massa tulang bertambah sampai mencapai puncak pada usia 30-35


tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas
osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang
mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu modeling dan
remodeling. Pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling
sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi
masa tulang yang hilang nol. Apabila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi
kehilangan masa tulang ini disebut negatively coupled yang terjadi pada usia
lanjut. Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara
linier yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih
rapuh. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang
lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse
dan pada pria diatas 70 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian
trabekula dibanding dengan korteks (Darmojo, 2004).
3.1.4 Os humerus
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan
skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang,
ulna dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri)
yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk

23
articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum
anatomicum yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus
merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari collum
anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling
lateral yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum
minus terdapat sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis.
Collum chirurgicum merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian
distal dari kedua tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi
corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur
sering terjadi pada bagian ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti
silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi
berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya.
Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah
berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea.
Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari
humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar
pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi
dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada
pada sisimedial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa
coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima processus
coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu
depresi posterior yang besar yang menerima olecranon ulna ketika lengan
diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis merupakan
suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateraldari ujung distal humerus,
tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu
saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeriketika siku
lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.

24
Gambar 4. Os Humerus

3.2 Proses Penyembuhan Fraktur


Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi.
Akan tetapi, penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembentukan
kalus berespon terhadap pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada
umumnya fraktur dilakukan pembidaian hal ini dilakukan tidak untuk
menjamin penyatuan tulang namun untuk meringankan nyeri dan menjamin
penyatuan tulang pada posisi yang benar dan mempercepat pergerakan tubuh
dan pengembalian fungsi.
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan
pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama.
Fraktur merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati.
Pembekuan darah dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag
dan matriks yang rusak, tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas.
Penyembuhan tulang pada posisi yang benar dan mempercepat pergerakan
tubuh dan pengembalian fungsi.

3.2.1 Penyembuhan dengan kalus


Proses ini adalah bentuk alamiah dari penyembuhan fraktur pada tulang
tubular tanpa fiksasi, proses ini terdiri dari lima fase, yaitu :
1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom

25
Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar
fraktur. Tulang pada permukaan yang patah, kehilangan asupan darah,
dan mati.
2. Inflamasi dan proliferasi selular
Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan migrasi
sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem sel
mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot.
Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor
pertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom
diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru pada area tersebut.
3. Pembentukan kalus
Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik dan
osteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk
tulang dan pada beberapa kasus, juga. Di sejumlah sel ini terdapat
osteoklas yang siap membersihkan tulang yang mati. Massa seluler
yang tebal bersama pulau‒pulau tulang imatur dan kartilago,
membentuk kalus atau rangka pada permukaan periosteum dan
endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur termineralisasi menjadi
lebih keras, pergerakan pada lokasi fraktur menurunkan progresivitas
dan fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah cidera.
4. Konsolidasi
Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas
osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini
melakukan pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup
kembali jaringan tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara
fragmen dan tulang baru. Proses ini berjalan lambat sebelum tulang
cukup kuat untuk menopang beban dengan normal.

5. Remodeling
Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada
beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau
reshaped dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan
tulang.

26
Gambar 5. Proses penyembuhan fraktur

3.2.2 Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union)


Proses penyatuan langsung tidak lagi melibatkan proses pembentukan
kalus. Jika lokasi fraktur benar‒benar dilakukan imobilisasi dengan
menggunakan plate, tidak dapat memicu kalus. Namun, pembentukan tulang
baru dengan osteoblas timbul secara langsung diantara fragmen. Gap antar
permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan sel osteoprogenitor
tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada permukaan luar
(gap healing). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis memproduksi
tulang lamelar, gap yang lebar pertama-tama akan diisi dengan tulang
anyaman, yang selanjutnya dilakukan remodeling untuk menjadi tulang
lamelar. Setelah 3‒4 minggu, fraktur sudah cukup kuat untuk melakukan
penetrasi dan bridging mungkin kadang ditemukan tanpa adanya fase
pertengahan atau contact healing.
Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung (indirect)
memiliki keuntungan antara lain dapat menjamin kekuatan tulang di akhir
penyembuhan tulang, dengan peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat
sebagai contoh dari hukum Wolff. Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi
lain, tidak terdapatnya kalus berarti tulang akan bergantung pada implan metal
dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena, implan akan mengurangi
stress, yang mungkin dapat menyebabkan osteoporotik dan tidak sembuh total
sampai implan dilepas.

27
Gambar 6. Waktu penyembuhan fraktur berdasarkan lokasi

3.3 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya
disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total
maupun parsial pada tulang humerus.
3.4 Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang
humerus menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan
tarikan. Trauma dapat bersifat :
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

28
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur. Tekanan pada tulang dapat berupa:
a. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau
spiral
b. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
c. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi
d. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah
e. Trauma oleh karena remuk 
f. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik
sebagian tulang

3.5 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2%
kasus dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi
sebanyak 5,7% kasus dari seluruh fraktur. Sedangkan kejadian fraktur distal
humerus terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur. Walaupun
berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling
jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama
pada wanitu tua dengan osteoporosis. Fraktur proksimal humerus sering terjadi
pada usia dewasa tua denganumur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur
proksimal humerus merupakanfraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah
fraktur pelvis dan fraktur distalradius. Fraktur diafisis humerus lebih sering
pada usia yang sedikit lebih mudayaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.

3.6 Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus

29
3.6.1 Fraktur Proximal Humerus
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yang lebih tua
yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapatterjadi karena high-
energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme
yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung,
kejang, proses patologis: malignansi. Gejala klinis pada fraktur ini adalah
nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri padasaat digerakkan, dan dapat teraba
krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dadadan pinggang setelah terjadi
cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang :
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft 
 Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis
fraktur
2. Two-part fracture:
 anatomic neck 
 surgical neck 
- Tuberculum mayor
- Tuberculum minor 
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

30
Gambar 7. Klasifikasi fraktur proksimal humerus

 3.6.2 Fraktur Shaft Humerus 


Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%
sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara
langsungmaupun tidak langsung. Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah
nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan
yang fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler adalah penting dengan
memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak,
pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda
dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada
manipulasi lembut. Deskripsi klasifikasi fraktur shaft  humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif 

31
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi artikular
 
3.6.3. Fraktur Distal Humerus
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar
2%untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh
kejadianfraktur humerus.
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma
langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah
apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga
karena siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak
langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun
posisi siku dalam posisi tetaplurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa
usia pertengahan atau wanita usiatua.
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat
terlihatbengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan
mengeluhkansiku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan
(palpasi) terdapatnyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal.

1. Suprakondiler Fraktur
Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur
yangmengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak.
Fraktursuprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal
di ataskedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi
fraktur supracondilus extension type (pergeseran posterior)
dan flexion type  (pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya
fragmen distal darihumerus. Jenis fleksi adalah jenis yang jarang terjadi.
Jenis ekstensi terjadikarena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku danlengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan
siku dalam posisi ekstensidengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal
humerus akan terdislokasi kearah posterior terhadap humerus. 
Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya
terjadiakibat jatuh pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi
pronasi dansiku dalam posisi sedikit fleksi. Pada pemeriksaan klinis
32
didapati siku yangbengkak dengan sudut jinjing yang berubah. Didapati
tanda fraktur dan padafoto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler
dengan fragmen distalyang terdislokasi ke posterior.
Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku
mengalamipembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur
tulangabnormal. Nadi perlu diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta
tangan harusdiperiksa untuk mencari ada tidaknya bukti cedera saraf dan
gangguanvaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat
terjadi: "acutevolksman ischaemic" dengan tanda- tanda:
pulseless; pale;  pain;  paresa; paralysis.
Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi
ibu jari dan ekstensi jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati
gangguan sensorik pada bagian dorsal serta metacarpal I. Pada lesi
saraf ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi
danadduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada
lesisaraf medianus didapati ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu
jaridengan jari lain. Sering didapati lesi pada sebagian saraf medianus, yaitu
lesipada cabangnya yang disebut saraf interoseus anterior. Di sini
didapatiketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi.
 
3.7 Diagnosis
3.7.1  Anamnesis
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa.
Ditanyakan persoalan : mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan;
penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan
sebagai ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu
dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di tangan
….”, yang dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas
dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan
bawahnya. Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa
penyakit atau beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat
melakukan anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit. Ada

33
beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta
pertolongan:
1) Sakit/nyeri
- Sifat dari sakit/nyeri
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak 
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-
tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat danseterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2)  Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/ discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan : Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau
disertainyeri, sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan : Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun/
melemah/ kelumpuhan. Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh
penderita maupun pasif (ditanyaoleh pemeriksa; yang tentunya atas
dasar pengetahuan mengenai gejalapenyakit) dipikirkan kemungkinan
yang diderita oleh pasien, sehingga apayang didapat pada anamnesis
dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.
2. Allo anamnesis
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah
orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau
orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit
jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan alloanamnesis.

3.7.2 Pemeriksaan Fisik


Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (statuslokalis).
34
1. Gambaran umum
Perlu menyebutkan :
a. Keadaan Umum (KU) : baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda
vital yaitu: Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah,
kesakitan
Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada
(toraks),perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta
kelamin. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
2. Pemeriksaan lokal :
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota
terutama mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/
muskuloskeletal yang penting adalah:
a.  Look  (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak 
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapahari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa
maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien
atau menanyakan perasaan si pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkanoleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur
pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteriradialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan

35
anggota gerak yang terkena  Refilling (pengisian) arteri pada kuku,warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahuiadanya perbedaan panjang tungkai
c.  Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan
anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selain
untuk mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga
untuk mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup
gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan
evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Apabila terdapat fraktur
tentunya akan terdapat gerakan abnormal didaerah fraktur (kecuali
pada incomplete fracture). Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting
untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut
ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intra artikuler atau
ekstra artickuler 
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan
yangmenyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh
karenakelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit. Pergerakan yang perlu
dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiridisuruh menggerakkan)
dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa). Selain pemeriksaan penting
untuk mengetahui gangguan gerak, hal
ini juga penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.Selai
n diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat
waktuberdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah
pincang disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy,  fixed
deformity.

3.7.3  Pemeriksaan Radiologis

36
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan
nyeri serta
kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bi
dai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa
prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan
distal sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka
perludilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
fotoberikutnya 10-14 hari kemudian. Umumnya dengan foto polos kita
dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur
terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi
juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
 
3.7.4 Pemeriksaan Laboratorium 
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi
akut/menahun
2. Atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi
imunologi, fungsi hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test 
 
3.8 Penatalaksanaan

37
Menurut Brunner & Suddarth (2005) selama pengkajian primer dan
resusitasi, sangat penting untuk mengontrol perdarahan yang diakibatkan oleh
trauma muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang dapat menjadi
penyebab terjadinya syok hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan seksama dan
lengkap. Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk mencegah
kerusakan soft tissue pada area yang cedera. Prinsip penanganan fraktur
meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsiserta kekuatan normal
dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran
dan rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan
traksi tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama.
1) Reduksi tertutup
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
kembali
keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan
bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
plat sekrew digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan solid terjadi.
3) Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner &
Suddarth (2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh
untuk meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta
mengurangi deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi :
a) Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction
b) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi
skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai efek traksi.
b. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
38
terjadipenyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau
eksterna. Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

39
3.9 Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar
sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.
2) Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin
yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula
lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang dapat
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak, paruparu,
ginjal dan organ lainnya.
3) Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena
perdarahan atau edema.
4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.

b. Komplikasi lambat
1) Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi
(tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat
menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak
adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan
ujungujung dari patahan tulang.
2) Nekrosis avaskular tulang
40
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan
tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps
struktural.

3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna


Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada
kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan
gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya
masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan
dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat,
respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling osteoporotic
disekitar alat.

3.10 Bone graft


3.10.1 Definisi
Bone graft mempunyai peran penting pada bidang orthopaedi dalam
penatalaksanaan kasus nonunion, defek bridging pada diafisis, dan pada
pengisian defek metafisis. Terminologi "bone graft" diperkenalkan oleh
Muschler, yaitu segala material yang ditanam dengan atau tanpa kombinasi
dengan material lain yang merangsang penyembuhan tulang dan mempunyai
sifat osteogenic, osteoinductive, atau osteoconductive.

3.10.2 Material
Material osteogenic diartikan sebagai sesuatu yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk tulang, yang berarti mengandung sel yang
hidup dan mampu melakukan diferensiasi menjadi sel tulang. Osteogenesis
adalah kemampuan suatu graft untuk memproduksi tulang baru. Pada proses
ini dipengaruhi oleh kehadiran sel-sel tulang di dalam graft tulang. Material
osteogenik graft terdiri dari sel dengan kemampuan untuk membentuk tulang
(sel osteoprogenitor) atau berpotensi untuk berdiferensiasi menjadi sel
pembentuk tulang (diinduksi sel prekursor osteogenik/sel osteoprogenitor). Sel
yang berpartisipasi dalam tahap awal proses persembuhan untuk menyatukan
graft dengan tulang. Osteogenesis hanya ditemukan dalam properti
41
autogenous tulang segar dan dalam sel sumsum tulang, meskipun penelitian
mengenai sel dalam graft menunjukkan sangat sedikit yang ditransplantasikan
dapat bertahan.3,14
Material osteoinductive adalah suatu bahan yang dapat memberikan
sinyal biologis yang dapat merangsang sel lokal memasuki proses diferensiasi
menjadi mature osteoblast. Osteoinduktif merupakan kemampuan dari
material graft untuk menginduksi stem sel agar dapat berdeferensiasi menjadi
sel-sel tulang dewasa. Proses ini biasanya berkaitan dengan adanya faktor
pertumbuhan tulang dalam material graft atau suplemen pendukung dalam
graft tulang. Bone morphogenic protein (BMP) dan mineralisasi matriks
tulang merupakan bahan pokok osteoinduktif.9,14
Biomaterial osteoconductive menyediakan scaffold tiga dimensi
dimana jaringan tulang lokal melakukan regenerasi membentuk tulang baru.
Bagaimanapun juga,, biomaterial osteoconductive tidak dapat membentuk
tulang atau merangsang pembentukan tulang. Osteoconductive memungkinkan
untuk pertumbuhan neovaskularisasi dan infiltrasi sel-sel prekursor osteogenik
ke dalam ruang graft. Sifat osteokonduktif ditemukan di autograft dan
allograft, demineralisasi tulang matrik, hidroksiapatit, kolagen, dan kalsium
fosfat.3,7,16
Hal lain yang berkaitan dengan substitusi tulang adalah
biodegradability, yang dirtikan sebagai kemampuan melakukan degradasi
suatu partikel dengan dua prinsip mekanisme; melalui degradasi kimia pasif
atau disolusi, dan melalui aktivitas seluler aktif yang dimediasi oleh osteoclast
dan/atau makrofag. Lebih jauh lagi, sifat biologis biomaterial substitusi tulang
juga dipengaruhi oleh porositas tulang, geometri permukaan, dan sifat kimiawi
permukaan. Healing dan regenerasi tulang dipengaruhi oleh hal-tersebut di
atas. Sifat tersebut berkaitan dengan biomaterial itu sendiri, tetapi faktor host
seperti kualitas tulang, vaskularisasi tulang, dan merokok dapat mempengaruhi
hasil akhir regenerasi tulang dengan prosedur substitusi tulang.3,7,9,14

3.10.3 Tujuan dan fungsi


Terdapat empat tujuan dan fungsi penggunaan bone graft, yaitu:
1. Untuk mengisi defek yang disebabkan oleh adanya kista tulang, tumor atau
penyebab yang lain.
42
2. Bagian penting dari artrodesis yaitu sebagai “jembatan”.
3. Penyedia “bone blocks” untuk mengurangi pergerakan sendi.
4. Sebagai upaya untuk mengisi defek pada non union, delayed union,
malunion, post osteotomy, dan mengupayakan union pada daerah yang
pseudoartrosis. 16,17

Selain bahan dari graft itu sendiri, vaskularisasi dan stabilitas mekanik
dari suatu tempat graft sangat penting. Untuk hasil yang optimal, bagian yang
akan dilakukan graft harus mengandung sel pro-osteogenic atau sel
osteogenic dan harus stabil agar pembuluh darah dapat tumbuh pada bagian
graft.Autogenous bone graft bersifat osteogenic, osteoinductive,
osteoconductive, dan memiliki biokompatibel yang baik. Karakteristik tersebut
harus ada pada pengganti bone graft yang ideal.3,5,9,14

3.10.4 Klasifikasi
Menurut Laurencin et al.(2001), klasifikasi bone graft berdasarkan
bahan dasarnya antara lain :
1. Allograft-based bone graft substitutes, menggunakan allograft itu sendiri
atau dikombinasi dengan material lainnya.
2. Factor-based bone graft substitutes adalah berupa faktor
pertumbuhanyang alami atau rekombinan, digunakan dengan growth
factor itu sendiriatau dikombinasi dengan material lainnya, seperti
transforming growth factor-beta (TGF-beta), platelet-derived growth
factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF), dan bone morphogenetic
protein (BMP).
3. Cell-based bone graft substitutes menggunakan sel-sel untuk
membangkitkan jaringan baru, digunakan bahan ini sendiri atau ditanam
ke dalam bahan pendukung matriks (contohnya, mesenchymal stem cells).
4. Ceramic-based bone graft substitutes seperti kalsium fosfat, kalsium
sulfat, dan bioglass, dapat digunakan dari bahan itu sendiri atau
dikombinasikan.
5. Polymer-based bone graft substitutes, degradable dan nondegradable
polymer, dapat digunakan dari bahan itu sendiri atau dikombinasikan
dengan material lainnya.

43
3.10.5 Indikasi

Indikasi penggunaan bone graft dalam bidang orthopaedi :

1. Fraktur nonunion dengan bone loss


Penggunaan bone graft, terutama allograft, pada fraktur dengan bone
loss banyak digunakan untuk mengurangi morbiditas dan mempersingkat
masa penggunaan external fixationbaik saat limb lengthening
(pemanjangan ekstremitas) maupun transportasi
tulang.Hilangnyakomponenartikular mayor pada permukaan sendi yang
mengikuti suatu trauma jarang terjadi, tetapi pada pasien muda, allograft
digunakan sebagai penggantipermukaan sendi dan mungkin
dipertimbangkan sebagai alternatifartroplasti.16
Penggunaan Autogenous bonegraft lebih disukai pada graft nonunion
pada tulang panjang. Autograft kanselus adalah pilihan tepat untuk kasus
nonunion dengan kehilangan tulang <5-6 cm dan tidak memerlukan
integritas struktural graft.16
Bone gaft subtitutes menawarkan solusi penatalaksanaan pada kasus
bone loss. Bone gaft subtitutes memiliki beberapa kualitasmekanis tulang
yaitu sebagai osteointegrative/ osteoconductive dan sebagian besar
mengandalkan periosteum/ tulang sebagai pendukung. Idealnya, bone gaft
subtitutes sebaiknya mempunyai sifat seperti tulang aslinya dalam proses
mechanic dan osteogenic.9,15
2. Fraktur Kominutif
Pada fraktur kominutif, terdapat banyak fragmen tulang yang terlepas,
sehingga bone graft digunakan untuk menyatukan fragmen tersebut. Bone
graft pada fraktur kominutifpaling sering dilakukan pada kasus fraktur
tulang belakang.16
3. Defek pada tulang
Bone graft digunakan pada kasus dimana terdapat defek pada tulang
seperti adanya penyakit, infeksi, ataupun luka. Bone graft dapat digunakan
dalam jumlah yang sedikit pada rongga tulang, misalnya pada kasus defek
bridging pada diafisis dan pada pengisian defek metafisis. Selain itu, dapat
juga digunakan dalam jumlah besar sebagai perangkat implan (cangkok)

44
yang digunakan dalam membantu penyembuhan tulang di sekitar
perangkat implan operasi, seperti pada penggantian sendi, plate, atau
screws.16
Autograft digunakan untuk mengisi kista tulang atau tulang kosong
setelah reduksi permukaan artikular, misalnya pada fraktur plat
tibia.7Autograft kortikal merupakan pilihan yang baik sebagai penanganan
defek tulang segmental <5-6 cm yang memerlukan dukungan struktural
cepat.5
Kalsium fosfat keramik merupakan bahan yang memiliki sifat
osteokonduktif, sehingga penggunaannya dapat menjadi alternatif
autogenous cortico cancellous bone graft untuk mengisi defek tumor,
tibial plate fraktur, spinal fusion, operasi scoliosis, dan lain-lain.9,14

4. Sebagai Vertebral Prosthese


Bioactive keramik telah berhasil digunakan sebagai vertebral
prostheses dalam penatalaksanaan tumor dan burst fractures.13
5. Sebagai Implant, Prostetik pada Sendi, dan Penggantian Ossicul
Alumina telah digunakan sebagai bone graft sintetis dan sebagai baji
untuk osteotomi, tetapi penerapannya di bidang orthopaedimasih terbatas
oleh karena ketidakmampuan untuk osteointegrasi.Alumina telah berhasil
digunakan dalam implan, prostetik pada sendidan penggantianossicular.14,15
Bioglass cocok untuk regenerasi tulang dalam prosedur dental implan
dan murni bahan sintetik sehingga dapat terhindar dari penyebaran
infeksi.13
6. Fraktur Kompresi
Penggunaan semen calcium phosphate pada fraktur tibial plateau dapat
digunakan pada tipe fraktur kompresi dan fraktur kompresi yang terbelah,
dengan fiksasi internal yang minimal pada 41 pasien, reduksi anatomis
telah tercapai pada 78% pasien. Reduksi yang gagal ditemukan pada satu
pasien dengan infeksi berat. Hasil fungsionalnya sangat memuaskan pada
sebagian besar kasus. Material ini sangat aman dan lebih efektif
dibandingkan dengan bone graft autogenous.5,9

3.11.1 Fraktur non-union


45
Suatu fraktur dikatakan non-union jika proses penyembuhan alami
fraktur tersebut tidak akan terjadi tanpa intervensi lebih lanjut. Ada beberapa
jenis fratur non-union, yaitu :
a. Non-union hipertrofi
Nonunion hipertrofi yang layak, memiliki suplai darah yang memadai
dan menampilkan formasi kalus yang berlimpah tetapi tidak memiliki
stabilitas mekanis. Stabilitas mekanik untuk non-union hipertrofi
dimineralisasi fibrokartilago yang dimediasi kondrosit pada celah
interfragmenter. Mineralisasi fibrokartilago dapat terjadi sedini 6 minggu
setelah kaku stabilisasi dan disertai dengan pertumbuhan pembuluh darah
ke dalam fibrokartilago. Dengan 8 minggu setelah stabilisasi, ada resorpsi
kalsifikasi fibrokartilago, yang kemudian diatur dalam kolom dan
bertindak sebagai template untuk pengendapan tenunan tulang. Tulang
tenunan selanjutnya dirombak menjadi lamelar dewasa tulang, ttidak
memerlukan bone graft. Situs non-union jaringan tidak boleh direseksi.
Non-union hipertrofik hanya perlu sedikit "mendorong" ke arah yang
benar. Jika metode stabilisasi kaku melibatkan mengekspos situs nonunion
(misalnya, stabilisasi pelat kompresi), dekortikasi dari situs nonunion
dapat dipercepat konsolidasi tulang. Jika metode kaku stabilisasi tidak
melibatkan pemaparan situs nonunion (misalnya, fiksasi intramedullary
nail atau fiksasi eksternal), bedah diseksi untuk menyiapkan situs
nonunion tidak diperlukan.

b. Non-union oligotrofi
Non-union oligotrofi juga layak dan memiliki suplai darah yang cukup
tetapi menampilkan sedikit atau tidak ada pembentukan kalus, biasanya
sebagai akibat dari pengurangan yang tidak memadai dengan sedikit atau
tidak ada kontak pada permukaan tulang. Oleh karena itu, metode
pengobatan untuk non-union oligotrofi termasuk pengurangan fragmen
tulang untuk memperbaiki tulang, pencangkokan tulang untuk
menstimulasi biologi lokal, atauckombinasi dari keduanya. Pengurangan
fragmen tulang untuk meningkatkan kontak tulang dapat dilakukan dengan
baik fiksasi internal atau eksternal.
46
c. Non-union atrofi
Non-union atrofi bersifat nonviable. Suplai darah mereka miskin dan
mereka tidak mampu melakukan kegiatan biologis yang bertujuan.
Sedangkan masalah utamanya adalah biologis, nonunion atrofik
membutuhkan strategi perawatan itu menggunakan teknik biologi dan
mekanis. Stimulasi biologis paling sering diberikan oleh autogenous graft
cancellous yang ditempatkan di area yang banyak didesentifikasi situs
nonunion. Fragmen nekrotik kecil gratis dipotong dan cacat yang
dihasilkan dijembatani dengan cangkok tulang. Stabilitas mekanik dapat
dicapai baik menggunakan internal atau fiksasi eksternal.

d. Non-union terinfeksi
Para non-union yang terinfeksi memiliki tantangan ganda. Kondisi ini
sering lebih rumit oleh rasa sakit, masalah jaringan lunak, kelainan bentuk,
masalah sendi (kontraktur, kelainan bentuk, terbatas berbagai gerak),
motorik dan disfungsi sensorik, osteopenia, kesehatan umum yang buruk,
depresi, dan segudang lainnya masalah. Non-union yang terinfeksi adalah
jenis yang paling sulit diobati. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kesatuan tulang padat, memberantas infeksi, dan memaksimalkan fungsi
ekstremitas dengan sabar. Kemungkinan infeksi persisten dan pengobatan
yang tepat harus didiskusikan, dan kemungkinan amputasi masa depan
harus dipertimbangkan. Strategi perawatan tergantung pada sifat dari
infeksi dan melibatkan keduanya secara biologis dan mekanis

e. Pseudoartrosis
Pseudoartrosis sinovial ditandai oleh cairan yang dibatasi oleh saluran
meduler yang tertutup dan synovium tetap seperti pseudokapsul..
Perawatan memerlukan baik stimulasi biologis dan augmentasi stabilitas
mekanik. Sinovium dan jaringan pseudarthrosis dipotong, dan medularis
kanal proksimal dan fragmen distal dibor dan diganti. Ujung-ujung
fragmen utama dibuat untuk memungkinkan kompresi antarfragmenter
dengan baik internal atau fiksasi eksternal. Bone grafting dan decortikasi
mendorong penyembuhan yang lebih cepat.
47
Gambar 8. Jenis-jenis fraktur non-union

48
49
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus pasien wanita, Ny. R, usia 38 tahun dengan diagnosa
neglected non-union fraktur 1/3 medial humerus sinistra. Pada anamnesis, keluhan
utama pasien ini adalah tidak bisa menggerakkan lengan kiri. Mekanisme trauma
pasien mengalami kecelakaan mobil 3 bulan SMRS. Saat kejadian pasien duduk di
kursi penumpang di belakang supir. Mobil pasien terjatuh ke jurang setinggi 4 m.
Tidak ada luka terbuka. Pasien tidak mengalami pingsan. Pasien tidak mengalami
cedera pada kepala, tidak mual, tidak muntah, maupun mengalami penurunan
kesadaran. Pasien dibawa ke puskesmas terdekat, setelah itu dirujuk ke RS untuk
dilakukan foto rontgen. Pada pemeriksaan foto rontgen lengan kiri atas, didapatkan
hasil patah tulang lengan kiri atas, namun pasien menolak untuk operasi. Pasien
memilih pulang paksa dan menolak terapi. Pasien lalu berobat ke alternatif patah
tulang sebanyak 4 kali. Selama pengobatan alternatif, pasien mengaku hanya dipijat
dan diolesi minyak. Setelah 3 bulan, keluhan tidak membaik, pasien masih merasa
tulang lengan kiri pasien belum menyatu.
Pada pemeriksaan fisik, pada status lokalis region brachii sinistra, pada Look
didapatkan deformitas, edema minimal dan tidak ada luka terbuka; pada Feel
didapatkan nyeri VAS 3-4, pulsasi a. radialis teraba kuat, sensoris masih ada dan
capillary refill kurang dari dua detik; pada Move didapatkan pergerakan aktif dan
pasif terbatas karena nyeri, sedangkan pergerakan aktif pergelangan dan jari-jari
tangan berfungsi baik.
Pada pemeriksaan foto brachii sinstra didapatkan gambaran fraktur 1/3 tengah
diaphysis dengan alignment tidak segaris.
Pada pasien ini telah dilakukan tindakan operatif yaitu open reduction internal
fixation (ORIF) dan bone graft., juga telah dilakukan pemeriksaan foto rontgen
kontrol (post-op).

50
BAB V
KESIMPULAN

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain osteoblas, osteosit dan osteoklas. Os Humerus (arm bone) merupakan tulang
terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada
bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan
dengan dua tulang, ulna dan radius.
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menahan
tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari
seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus
dari seluruh fraktur. Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi sebanyak
0,0057% kasus dari seluruh fraktur.
Diagnosis fraktur humerus dapat ditegakkan dengan anamnesis, yaitu
umumnya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan
lengan yang mengalami cedera. Pada pemeriksaan fisik, look yang didapat bisa
berupa adanya angulasi, rotasi dan kependekan; feel dapat ditemukan nyeri tekan,
krepitasi, serta perbedaan panjang tungkai; pada move bisa didapatkan ROM yang
terbatas. Sedangkan pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan radiologi
dan laboratorium.
Tatalaksana berprinsip pada recognition (diagnosis dan penilaian fraktur),
reduction (posisi yang tepat), retention (imobilisasi), dan rehabilitasi. Sedangkan
tujuan tatalaksana adalah reposisi, imobilisasi, union, dan rehabilitasi.
Komplikasi fraktur pada umumnya dapat bersifat cepat maupun lambat.
Diantaranya dapat terjadi Delayed union, malunion, nonunion. Penyatuan terlambat
(delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal
berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan
fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang
(malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan
ujungujung dari patahan tulang.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta.


Hal 380-395.Hermansyah, MD; Fraktur Shaft Humerus (.ppt) (online) 2009.
(http://www.google.com//fraktur-shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.)King
Maurice; 1987;
2. Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery VolumeTwo:
Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
3. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I,
PenerbitLaboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga;SurabayaAnonymous.
4. Fraktur Patah Tulang (online). 2009.
(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label).
5. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2
.EGC : Jakarta.Apley, A. Graham. 1995.
6. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya
Medika:Jakarta.Mansjoer A. 2000.
7. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI :
JakartaKenneth J, dkk. 2002.
8. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic;In:
Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New
York.Bernard Bloch. 1996.
9. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica : Yogyakarta p.1028-1030
10. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper
Limbs; In:Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing;
OxfordUniversity; p 169-170
11. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture– Shaft fracture In: AZ of
EmergencyRadiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.
12. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter
48;General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.

52
13. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1stEdition.
Philadelphia:Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and
Forearm.7. Emedicine. 2012.
14.   Humerus Fracture Accessed: 2nd February 2012.
Availablefrom: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview 
15. Aaron N., Michael D.M., et.al.,
2011.  Distal  Humeral Fractures in AdultsAccessed: 2nd February 2012.
Available from:http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
16. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
Binarupa AksaraPublisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.
17. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara,
2000,Bab 7; Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.

53

Anda mungkin juga menyukai