Oleh:
Mohan Babu Ramaloo, S.Ked 04084821820049
Nopasari, S.Ked 04084821921071
Pembimbing:
dr. Wiria Aryanta, Sp.OT (HAND)
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
FRAKTUR TERTUTUP OS ULNA SINISTRA 1/3 MEDIAL POST ORIF
DENGAN DELAYED UNION
+ FRAKTUR TERTUTUP OS RADIUS
SINISTRA 1/3 MEDIAL
TRANSVERSAL
ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul “Fraktur tertutup os ulna sinistra 1/3 medial post orif dengan delayed union +
fraktur tertutup os radius sinistra 1/3 medial transversal. Laporan Kasus ini
merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Wiria Aryanta, Sp.OT
(HAND) selaku pembimbing yang telah membantu penulisan laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini, hingga selesainya laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam laporan ini tentu masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Akhir kata, penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, khususnya dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
2
I. IDENTIFIKASI
Identitas Pasien
a. Nama : Herry Syaiful
b. Umur : 10 Juni 1962 (57 tahun)
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Sukarami
e. Agama : Islam
f. Suku bangsa : Sumatera Selatan
g. MRS Tanggal : 06 Agustus 2019
II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan Agustus 2019)
A. Keluhan Utama : Nyeri dan sulit menggerakkan tangan kiri
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
+ 1 bulan SMRS pasien mengalami kecelakaan motor,
dimana motor yang dikendarai pesien menabrak pohon. Kemudian
Pasien terjatuh dan tergelincir dari motor, pasien mengatakan setelah
kejadian tesebut ia mengeluh nyeri pada tangan kiri dan nyeri pada
dada. Pusing (-), mual (-), Muntah (-), hilang kesadaran (-).
Kemudian pada hari yang sama pasien dibawa ke RS Myria dan
dilakukan pemeriksaan, hasil pemeriksaan dikatakan tidak terdapat
kelainan apapun.
+ 2 minggu SMRS pasien mengangkat batu bata dan pasien
mengaku tangannya langsung patah kembali. Pasien segera dibawa
ke RS Myria lagi dan dilakukan pemeriksaan dan langsung dirujuk
ke RSMH untuk dilakukan operasi.
3
Riwayat penyakit DM sejak 2004
B. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA
Mata : Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (-), pupil isokor 3 mm/3
mm, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
Telinga : CAE dekstra et sinistra lapang, sekret (-), serumen
(-), MT sulit dinilai.
Mulut :Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral (-),
mukosa mulut dan bibir kering (-), fisura (-),
cheilitis (-).
Faring/Tonsil :Dinding faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, tenang,
tidak hiperemis
4
LEHER
Pembesaran KGB (-)
THORAX
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stremfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordistidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR=90 kali/menit, Bunyi jantung I dan II (+) normal,
irama reguler, murmur dan gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, Hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit segera
kembali
Perkusi : Timpani
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), edema (-),
petechie (-), CRT <3s
Inferior : Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), edema (-),
petechie (-), CRT <3s
5
Hasil laboratorium: 01 Agustus 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hb 12,9 12-14 g/dL
Eritrosit 4,07 4-4,5 106/mm3
Leukosit 7,26 5-10 103/mm3
Trombosit 38 150-400 103/mm3
Ht 340 37-43 %
Hitung jenis
- basofil 0 0-1 %
- eosinophil 14 1-3 %
- segmen 35 50-70 %
-limfosit 45 20-40 %
- monosit 6 2-8 %
V. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur tertutup os ulna sinistra 1/3 medial post ORIF dengan
delayed union + fraktur tertutup os radius sinistra 1/3 medial
transversal
6
Pemeriksaan setelah Post operasi
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Observasi TTV
IVFD RL gtt xx/m
Injeksi ceftriaxone 2x1 gr IV
Injeksi ketorolac 3x30 mg IV
Injeksi ranitidine 2x50 mg IV
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
7
DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin
tidak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks. Biasanya
patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit di atasnya masih utuh,
keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), kalau kulit atas salah satu dari
rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound), yang
cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.
ETIOLOGI FRAKTUR
Tulang bersifat relative rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
Sebagian besar fraktur terjadi karena adanya kekuatan tiba-tiba yang besar yang
dapat terjadi direk atau indirek.
Direct Force dapat menyebabkan patahnya tulang dan kerusakan pada jaringan soft
tissue. Pukulan direk biasanya dapat menyebabkan patahnya tulang secara
transverse atau terbentuk garis patahan seperti kupu-kupu (butterfly fragmen).
Indirek force dapat menyebabkan tulang patah pada bagian distal dari arah tekanan.
8
Walaupun sebagian besar fraktur terjadi karena kombinasi tekanan (twisting,
bending, compressing, tension), pola X-ray biasanya memperlihatkan mekanisme
yang paling dominan:
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain,
akibat tekanan berulang- ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia
atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentera yang
jalan berbaris dalam jarak jauh.
Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tilang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).
JENIS FRAKTUR
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis
fraktur dibagi atas beberapa kelompok yang jelas.
Fraktur lengkap
Tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Kalau fraktur
bersifat melintang, fragmen itu biasanya tetap di tempatnya setelah reduksi,
kalau bersifat oblik atau spiral, fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi
sekalipun tulang itu dibebat. Pada fraktur impaksi fragmen- fragmen terikat erat
Bersama-sama dan garis fraktur itu tak jelas. Fraktur kominutif adalah fraktur
dengan lebih dari dua fragmen, karena ikatan sambungan pada permukaan
fraktur tidak baik.
9
Fraktur tak lengkap
Dalam keadaan ini tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum tetap
menyatu. Pada fraktur greenstick tulang bengkok atau melengkung (seperti
ranting hijau yang dipatahkan, ini ditemukan pada anak-anak, yang tulangnya
lebih elastis daripada tulang orang dewasa. Reduksi biasanya mudah dan
penyembuhannya cepat. Fraktur kompresi terjadi bila tulang yang bersepon
mengerut. Ini terjadi pada orang dewasa, terutama dalam badan vertebra. Kalau
tidak dioperasi seketika itu, reduksi tidak dapat dilakukan dan tidak dapat
dihindarkan adanya deformitas sisa.
KLASIFIKASI FRAKTUR
a. Berdasarkan penyebab
2) Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak
langsung.
10
Gambar. Beberapa bentuk patahan tulang.
1) Transversal; adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
11
2) Spiral; adalah garis fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak.
3) Oblik; adalah garis fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
4) Segmental; adalah dua garis fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen
tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah.
6) Greenstick; adalah garis fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak
lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum.
Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
7) Fraktur impaksi; Adalah garis fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
12
1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom Pembuluh darah robek dan terjadi
pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada permukaan yang patah,
kehilangan asupan darah, dan mati (gambar 2a).
2. Inflamasi dan proliferasi selular Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi
akut dengan migrasi sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari
stem sel mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot.
Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan
dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk
kapiler baru pada area tersebut.
5. Remodeling Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada
beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped
dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang (gambar 2d).
13
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010
14
FAKTOR YANG MENGANGGU PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Imobilisasi yang tidak cukup
Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi,
asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di
imobilisasi.
Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan
didalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan
ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang
perkembangan kalus. Hal ini berlaku utuk patah tulang yang ditangani gips
maupun traksi.
2. Infeksi
Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat.
Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat
menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses
penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.
3. Ruang diantara kedua fragmen serta Interposisi oleh jaringan lunak
Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang
dapat menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang.
Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan
traksi atau karena tonus dan tarikan otot.
4. Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru
merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
5. Trauma lokal ekstensif
6. Kehilangan tulang
7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
8. Keganasan lokal
9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget)
10. Radiasi (nekrosis radiasi)
11. Nekrosis avaskuler
15
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasyang baik, maka
penyembuhan biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian maka akan menghambat
penyembuhannya.
12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan
melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan)
13. Usia (lansia sembuh lebih lama)
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)
TATALAKSANA
Management injuri yang paling awal adalah dengan melakukan primary survey
(sekuens ABCD) pada pasien saat datang pertama kali. Terutama pasien dengan
mekanisme injury yang dicurigai dapat menyebabkan multiple trauma, dan pasien
yang datang dalam keadaan tidak sadar.
16
A. Primary Survey
Breathing
Apabila patensi jalan napas tercapai, maka dilanjutkan dengan breathing. Apabila
breathing sudah adekuat, diberikan hyperoksigenasi dengan menggunakan non-
rebreathing mask (NRM) dengan aliran oksigen 15L/m, dengan oksigen mendekati
85%. Apabila dicurigai breathing inadekuat dapat digunakan bag-valve-mask
(BVM) dengan reservoir dan oksigen 15L/m. Adekuasi oksigenasi harus dinilai
melalui asessmen klinis seperti warna bibir untuk mendeteksi sianosis atau dengan
menggunakan pulseoksimeter. Adekuatnya ventilasi dapat dinilai melalui ekspansi
dinding dada dan suara napas, atau dengan menggunakan elektronik endtidal carbon
dioxide (EtCO2) monitor, apabila alat supraglottic airway atau tracheal tube telah
terpasang.
17
dekompresi segera dengan menggunakan large-bore (14 gauge) intravenous kanula
melalui ICS 2 linea midklavikularis. Tindakan ini akan mengubah tension
pneumothoraks menjadi simple pneumothoraks, definitive treatment pada simple
pneumothoras adalah dengan memasang wide-bore chest drain pada ICS 5 anterior
dari linea mid aksilaris, dengan drain dihubungkan dengan Heimlich-type valve.
Open pneumothoraks dapat ditutup dengan occlusive dressing.
Circulation
Perdarahan eksternal dikontrol dengan penekanan langsung dan elevasi ekstremitas
bawah jika memungkinkan. Bila memungkinkan wide-bore cannula dipasang pada
vena yang besar atau akses intraoseus. Infuse cepat dengan volume cairan yang
besar dapat meningkatkan BP dengan menggunakan cairan kristaloid.
Disability
Asessmen yang cepat pada pemeriksaan neurologis adalah dengan menilai Glasgow
Coma Scale (GCS) dan ukuran pupil pada pasien yang dicurigai mengalami cedera
kepala.
18
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010
Exposure/environment
Membuka seluruh pakaian pasien untuk memperhatikan adanya trauma lain yang
terjadi, serta mengkondisikan agar pasien tidak mengalami hipotermi.
B. Secondary Survey
- AMPLE History
1. Look
19
2. Feel
Temperatur setempat
Nyeri tekan, bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakn jaringan
lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi
Pemeriksaan vascular pada distal trauma berupa palpasi arteri
Refilling arteri pada kuku, warna kulit bagian distal daerah trauma
Neurologic state (sensori dan motorik bagian distal)
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
Jaringan lunak untuk menilai spasme otot dan atrofi otot
3. Pergerakan (move)
Penilaian Range of Motion secara aktif untuk menilai otot dan secara pasif untuk
menilai sendi.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah rutin
Fungsi ginjal
Fungsi Hati
AGD
Dua posisi proyeksi : antero-posterior dan lateral. Jika keadaan pasien tidak
memungkinkan, dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Ada kalanya
memerlukan proyeksi khuuss misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur
femur proksimal atau humerus proksimal
20
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai sendi diatas dan sendi dibawah
bagian yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak terutama pada anak-anak
Dua kali (two occasion) sebelum dan setelah dilakukan manajemen pada
fraktur.
1. Recognition
2. Reduction
Mengembalikan alignment
Mengembalikan posisi
Mengembalikan panjang
3. Retaining
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota gerak yang sakit agar dapat
berfungsi semaksimal mungkin.
21
PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR
a. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi
anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung
pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
1) Reduksi tertutup
2) Reduksi terbuka
3) Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner & Suddarth
(2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk
meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi
deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi: a) Traksi kulit: Buck traction, Russel
traction, Dunlop traction b) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada
tulang dengan menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada
traksi skeletal 7-kilogram sampai 12-kilogram untuk mencapai efek traksi.
b. Imobilisasi fraktur
22
dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat
menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator
interna dengan implant logam.
1. Konservatif
Indikasi:
23
rotasi yang dapat menimbulkan union, nonunion, malunion dan delayed
union.
- Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang panjang
- Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan
pergeseran serta tidak stabil
Traksi
Pengertian Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk
menahan anggota gerak pada tempatnya. Traksi longitudinal yang memadai
diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan,
dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi
pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang
gemuk memerlukan beban yang lebih besar.
Jenis Traksi
Terdapat beberapa jenis traksi yang dapat digunakan pada pasien dengan fraktur,
yaitu: a) Skin Traksi Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada
pasien anak dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang, dengan beban
tidak lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu
karena dapat menyebabkan iritasi kulit .Adapun beberapa jenis skin traksi menurut
Smeltzer & Bare (2002). antara lain:
1. Traksi buck
24
2. Traksi Russell
Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi
pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan
elastis ketungkai bawah.
3. Traksi Dunlop
Traksi Dunlop adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
lengan bawah dalam posisi fleksi.
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anakanak yang berat badannya
lebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan
berat.
b) Skletal Traksi
Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw untuk
menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang lebih dari
empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta mengontrol
rotasi dari fragmen tulang. Pada patah tulang panjang digunakan steinmann pins (2-
4,8mm) atau kirschner wires (7-15mm) yang penggunaannya ditentukan oleh
densitas tulang serta kekuatan tarikan yang dibutuhkan. Beberapa tempat
pemasangan pin seperti proksimal tibia, kondilus femur, olekranon, kalkaneus,
trokanter mayor atau bagian distal metakarpal lalu diberi pemberat.
Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Syok
25
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ yang
sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai akibat dari
trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis.
2) Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan
memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung
dengan trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
3) Compartment Syndrome
b. Komplikasi lambat
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen
tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari
penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.
26
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati. Tulang
yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru.
Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada
kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri
dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut
meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai,
kegagalan material, berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan
dan remodeling osteoporotik disekitar alat.
27
sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan
immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal
berupa balanced traction.
Gambar 5. Traksi
Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
1. Reposisi tertutup – fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang
fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja
yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan
secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit.
2. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.
Fragmen
direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan
pemasangan pen secara operatif.
28
1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna / ORIF (Open Reduction and Internal
Fixation) fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum
tulang panjang, bisa juga berupa plat dengan skrup di permukaan tulang.
Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang
fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan
segera bisa dilakukan immobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara
operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.
Indikasi ORIF:
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
dilakukan pada fraktur
kolum femur.
29
TERAPI FRAKTUR TERBUKA
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- Pembidaian
- Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- Menghentikan perdarahan dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di
dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian
anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan
reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6
jam (golden period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
30
9. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya
(unstable fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti
pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden
period untuk fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau
sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan,
biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan
kontra lateral. Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan
fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement).
Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya.
Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips
dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan
ANATOMI TULANG
1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, ulna dan humerus, dimana
daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis efifisis
disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering
ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan
daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
Kerusakan atau kelainan berkembang pada daerah lempeng efifisis akan
menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih
31
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scavula dan
tulang pelvis.
Secara makroskop terdiri dari: (1) substantia compacta dan (2) substantia
spongiosa. Pada os Longum substantia compacta berada di bagian tengah dan
makin ke ujung tulang menjadi semakin tipis. Pada ujung tulang terdapat
substantia spongiosa, yang pada pertumbuhan memanjang tulang membentuk
cavitis medullaris. Lapisan superficialis tulang disebut periosteum dan lapisan
profunda disebut endosteum. Bagain tengah os longum disebut corpus, ujung
tulang berbentuk konveks atau konkaf, membesar, membentuk persendiaan
dengan tulang lainnya. Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang disebut
diaphysis, ujung tulang disebut epiphysis dibentuk oleh cartilago, dan bagian
diantara keduanya disebut metaphysis, tempat peartumbuhan memanjang dari
tulang (peralihan antara cartilago menjadi osseum).
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks
dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya
dilapisi oleh periostenum. Pada anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang,
memungkingkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan
orang dewasa.
Anatomi Radius
32
Anatomi Ulna
Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya
terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (=
incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian
dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di
sebelah caudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di
sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis.
di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang
berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat
crista musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies
posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo
posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae (= capitulum ulnae). Caput
ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapt
processus styloideus serta silcus m. extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna
berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.
33
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat
oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh
sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligament radioulnar, yang mengandung
fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini
sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat.
Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau
bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi
radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna
dihubungkan oleh otot antara tulang, yaitu otot supinator, m. pronator teres, m.
pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu
34
bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan
patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada
radius.
MEKANISME CEDERA
Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah sangat sering terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan
fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan
langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan otot-
otot yang melekat pada radius, otot itu adalah biseps dan otot supinator pada
sepertiga bagian atas, pronator teres pada sepertiga pertengahan, dan pronator
quadratus pada sepertiga bagian bawah. Perdarahan dan pembengkakan
kompartemen otot pada lengan bawah dapat meyebabkan gangguan peredaran
darah.
DIAGNOSIS
Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada
sistem skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi.
Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan
trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa
diantaranya sangat rentan.
Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:
Garis fraktur: garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur
minor.
Pembengkakan jaringan lunak: biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
Iregularis kortikal: sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain x-ray adalah AP dan lateral
view. Posisi ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan tulang ulna tidak
bersilangan, serta posisi lengan bawah menghadap ke arah datangnya sinar (posisi
anatomi). Sinar datang dari arah depan sehingga disebut AP (Antero-Posterior)
35
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk
menilai sebuah fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP bertujuan
untuk menilai kemiringan dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan untuk
menilai permukaan artikulasi distal radius pada posisi normal volar (posisi
anatomis).
Berikut ini gejala klinis dari beberapa jenis fraktur yang terdapat pada
fraktur radius dan ulna:
Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir
tidak pernah ditemukan pada anak-anak. Fraktur ini kadang-kadang terasa nyeri
saat lengan bawah dirotasi, dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk
untuk mendiagnosisnya.
36
bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.
3) Fraktur Smith
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara
langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan
tangan, tetapi tidak terdapat deformitas. Fraktur radius bagian distal dengan
angulasi atau dislokasi fragmen distal ke arah ventral dengan diviasi radius
tangan yang memberikan gambaran deformitas “sekop kebun” (garden spade).
37
Gambar. Fraktur Colles dan fraktur Smith
38
4) Fraktur Lempeng Epifisis
Fraktur Lempeng Epifisis merupakan fraktur pada tulang panjang di daerah
ujung tulang pada dislokasi sendi serta robekan ligamen.
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan
dibagi dalam 5 tipe :
Paling umum adalah tipe II, dengan fragmen metafisis triangular terlihat di
dorsal.(
- Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang,
sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur
ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi
baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi
tertutup mudah oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan
intak. Prognosis biasanya baik bila direposisisdengan cepat.
39
Gambar. Cedera Salter Harris tipe I
- Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut
tanda Thurson-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga
masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi
pada anak-anak yang lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah
konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf. Pengobatan dengan reposisi
secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila reposisi terlambat harus dilakukan
tindakan operasi. Prognosis biasanya baik, tergantung kerusakan pembuluh
darah.
40
- Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis
fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian
sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan
biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat
intra-artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya
dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan mempergunakan pin
yang halus.
41
Gambar. Cedera Salter Harris tipe IV
- Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan
pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan
yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosa sulit karena secara
radiologik tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan
sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.
42
5) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan
saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga
proksimal dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior
kaput radius.
CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan
menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fraktur atau
fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya pendarahan.
43
Gambar. Gambaran CT Scan Fraktur Radius Ulna
44
ANALISIS KASUS
Dasar diagnosis pada kasus ini yaitu dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien an. HS, usia 57 tahun,
laki-laki dibawa ke RSMH dengan keluhan + 2 minggu SMRS pasien mengangkat
batu bata dan pasien mengaku tangannya langsung patah kembali. Pasien juga
memiliki riwayat Riwayat Post ORIF tahun 1994, kemudian pasien segera dibawa
ke RS Myria dan dilakukan pemeriksaan dan langsung dirujuk ke RSMH untuk
dilakukan operasi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, nadi
90x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, suhu 37,3oC, RR 20x/menit. Napas
cuping hidung (-), retraksi dinding dada (-), sianosis (-), akral hangat, CRT < 3”.
Keadaan spesifik lain dalam batas normal. Tidak ditemukan kelainan pemeriksaan
thorax dan abdomen. Pemeriksaan foto rontgen didapatkan kesan delayed union
radius sinistra dan metal failure post ORIF. Tanda dan gambaran yang khas pada
fraktur adalah:
Garis fraktur: garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur
minor.
Pembengkakan jaringan lunak: biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
Iregularis kortikal: sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.
Dari klasifikasi fraktur dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien ini adalah
fraktur tertutup os ulna sinistra 1/3 medial post orif dengan delayed union +
fraktur tertutup os radius sinistra 1/3 medial transversal
Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah IVFD RL gtt xx/m, Injeksi
ceftriaxone 2x1 gr IV, Injeksi ketorolac 3x30 mg IV, Injeksi ranitidine 2x50 mg IV
Prinsip tatalaksana pada pasien fraktur, yang pertama adalah recognition
yaitu mengenali kerusakan apa saja yang terjadi baik pada jaringan lunak maupun
tulang serta mengetahui mekanisme trauma, yang kedua adalah reduction yaitu
mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula, yang ketiga adalah
retaining yaitu mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi. Hal ini akan
menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih
nyaman dan dapat sembuh dengan cepat, dan yang terakhir adalah rehabilitation
45
yaitu mengembalikan kemampuan anggota tubuh yang sakit agar dapat berfungsi
kembali.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas, A. Mark, Kuncara, H.,Y, Vasantha, L.,M. Terapi & Rehabilitasi
Fraktur. Jakarta: EG. 2011
2. Bare, Brenda G., Smeltzer, Suzanne C. Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing, edition 10 . Lippincott Williams & Wilkins. 2006
3. Apley, A.G., L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
4. Alho, A. (1980) Fat embolism syndrome. Etiology, pathogenesis and treatment.
Acta Chirurgica Scandinavica suppl.499,75-85
5. Muller,M.E., Nazarian,S Koch, P and Schatzker.J (1990). The comprehensive
classification of long bones, Springer, Berlin,Heidelberg, New York.
6. Muller, M.E., Allgower, M Schiender,R and Willeneger, H. (eds). (1991)
Manual of internal fixation,3rd edn, Springer,Heidelberg, Berlin, New York.
7. Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender . Bone Regeneration and
Repair, Human Press, new jersey, United States of America.21-38,2005
8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, cetakan ke-V. Jakarta:
Yarsif Watampone, 2008. 332-334.
9. Buckley, R., . General Principle of Fracture Care, Department of Surgery,
Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada:4-32,2004
10. Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition.
New York: Mc Grow Hill. 2009
11. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia
Sobotta. Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. Hal
158, 166, 167, dan 169.
12. Begg James D., The Upper Limb in : Accident and Emergency X-Rays Made
Easy. Publisher Churchill Livingstone. UK. 2005. Page 162-167.
47
13. Soetikno, R. Cedera Epifisis dalam: Radiologi Emergensi. Cetakan Pertama.
Penerbit Refika Aditama. Bandung. 2011. Hal 170-202.
48