Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus

FRAKTUR TERTUTUP OS ULNA SINISTRA 1/3 MEDIAL


POST ORIF DENGAN DELAYED UNION
+ FRAKTUR TERTUTUP OS RADIUS
SINISTRA 1/3 MEDIAL
TRANSVERSAL

Oleh:
Mohan Babu Ramaloo, S.Ked 04084821820049
Nopasari, S.Ked 04084821921071

Pembimbing:
dr. Wiria Aryanta, Sp.OT (HAND)

BAGIAN ILMU KESEHATAN BEDAH RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
FRAKTUR TERTUTUP OS ULNA SINISTRA 1/3 MEDIAL POST ORIF
DENGAN DELAYED UNION
+ FRAKTUR TERTUTUP OS RADIUS
SINISTRA 1/3 MEDIAL
TRANSVERSAL

Telah diterima sebagai salah satu dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik


Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Moehammad Hoesin Palembang.

Palembang, Agustus 2019


Pembimbing

dr. Wiria Aryanta, Sp.OT (HAND)

ii
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul “Fraktur tertutup os ulna sinistra 1/3 medial post orif dengan delayed union +
fraktur tertutup os radius sinistra 1/3 medial transversal. Laporan Kasus ini
merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Wiria Aryanta, Sp.OT
(HAND) selaku pembimbing yang telah membantu penulisan laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini, hingga selesainya laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam laporan ini tentu masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Akhir kata, penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, khususnya dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan.

Palembang, Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….……. …...ii


KATA PENGANTAR………………………………………………….………...iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……..iv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. ..1
BAB 2 STATUS PASIEN .............................................................................. ..3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... ..8
BAB 4 ANALISIS KASUS ............................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung maupun trauma
tidak langsung.
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen fraktur tulang
dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara
fragmen fraktur tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka
yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan
oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada orangtua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteporosis yang terkait dengan hormon menpause.
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013
sebanyak 68% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif yakni 22-
50 tahun. Kecelakaan pun mayoritas terjadi pada pengendara sepeda motor yang
mencapai 120.226 kali atau 74% dari seluruh kecelakaan lalu lintas dalam setiap
tahun. Tingginya angka kecelakaan meningkatkan resiko kematian dan kecacatan.
Salah satu penyebab dari kematian dan kecacatan adalah patah tulang (fraktur).
Penanganan pada fraktur terdiri dari dua teknik yaitu, konservatif dan operatif.
Pada kondisi post fraktur antebrachii akan menimbulkan berbagai masalah seperti
edema, nyeri, penurunan kekuatan otot, keterbatasan lingkup gerak sendi dan
gangguan aktivitas fungsional. Pemberian Terapi Latihan (Static Contraction, Hold
Relax, Free Active Movement dan Resisted Active Movement) dan Massage therapy
yang bertujuan untuk mengurangi nyeri, mengurangi edema, mengurangi spasme,
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS), serta
meningkatkan aktivitas fungsional2.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2
I. IDENTIFIKASI
Identitas Pasien
a. Nama : Herry Syaiful
b. Umur : 10 Juni 1962 (57 tahun)
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Sukarami
e. Agama : Islam
f. Suku bangsa : Sumatera Selatan
g. MRS Tanggal : 06 Agustus 2019

II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan Agustus 2019)
A. Keluhan Utama : Nyeri dan sulit menggerakkan tangan kiri
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
+ 1 bulan SMRS pasien mengalami kecelakaan motor,
dimana motor yang dikendarai pesien menabrak pohon. Kemudian
Pasien terjatuh dan tergelincir dari motor, pasien mengatakan setelah
kejadian tesebut ia mengeluh nyeri pada tangan kiri dan nyeri pada
dada. Pusing (-), mual (-), Muntah (-), hilang kesadaran (-).
Kemudian pada hari yang sama pasien dibawa ke RS Myria dan
dilakukan pemeriksaan, hasil pemeriksaan dikatakan tidak terdapat
kelainan apapun.
+ 2 minggu SMRS pasien mengangkat batu bata dan pasien
mengaku tangannya langsung patah kembali. Pasien segera dibawa
ke RS Myria lagi dan dilakukan pemeriksaan dan langsung dirujuk
ke RSMH untuk dilakukan operasi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Post ORIF tahun 1994

3
 Riwayat penyakit DM sejak 2004

D. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


 Riwayat DM pada ayah dan ibu kandung pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM (Agustus 2019)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4M 6V5)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20kali/menit
Suhu : 37,3oC
Kulit : tidak ada kelainan
Edema(-), sianosis(-), dispnue(-), anemia(-), ikterus(-), dismorfik(-)

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA
Mata : Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (-), pupil isokor 3 mm/3
mm, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
Telinga : CAE dekstra et sinistra lapang, sekret (-), serumen
(-), MT sulit dinilai.
Mulut :Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral (-),
mukosa mulut dan bibir kering (-), fisura (-),
cheilitis (-).
Faring/Tonsil :Dinding faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, tenang,
tidak hiperemis

4
LEHER
Pembesaran KGB (-)
THORAX
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stremfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus cordistidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR=90 kali/menit, Bunyi jantung I dan II (+) normal,
irama reguler, murmur dan gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, Hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit segera
kembali
Perkusi : Timpani
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), edema (-),
petechie (-), CRT <3s
Inferior : Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), edema (-),
petechie (-), CRT <3s

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

5
Hasil laboratorium: 01 Agustus 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hb 12,9 12-14 g/dL
Eritrosit 4,07 4-4,5 106/mm3
Leukosit 7,26 5-10 103/mm3
Trombosit 38 150-400 103/mm3
Ht 340 37-43 %
Hitung jenis
- basofil 0 0-1 %
- eosinophil 14 1-3 %
- segmen 35 50-70 %
-limfosit 45 20-40 %
- monosit 6 2-8 %

V. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur tertutup os ulna sinistra 1/3 medial post ORIF dengan
delayed union + fraktur tertutup os radius sinistra 1/3 medial
transversal

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Foto Antebrachii sinistra post ORIF

Kesan : - Delayed union radius sinistra


- Metal failure post ORIF

6
Pemeriksaan setelah Post operasi

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
 Observasi TTV
 IVFD RL gtt xx/m
 Injeksi ceftriaxone 2x1 gr IV
 Injeksi ketorolac 3x30 mg IV
 Injeksi ranitidine 2x50 mg IV

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

7
DEFINISI FRAKTUR

Fraktur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin
tidak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks. Biasanya
patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit di atasnya masih utuh,
keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), kalau kulit atas salah satu dari
rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound), yang
cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

ETIOLOGI FRAKTUR

Tulang bersifat relative rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1) Peristiwa trauma tunggal


2) Tekanan yang berulang-ulang
3) Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur akibat trauma

Sebagian besar fraktur terjadi karena adanya kekuatan tiba-tiba yang besar yang
dapat terjadi direk atau indirek.

Direct Force dapat menyebabkan patahnya tulang dan kerusakan pada jaringan soft
tissue. Pukulan direk biasanya dapat menyebabkan patahnya tulang secara
transverse atau terbentuk garis patahan seperti kupu-kupu (butterfly fragmen).

Indirek force dapat menyebabkan tulang patah pada bagian distal dari arah tekanan.

Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010

8
Walaupun sebagian besar fraktur terjadi karena kombinasi tekanan (twisting,
bending, compressing, tension), pola X-ray biasanya memperlihatkan mekanisme
yang paling dominan:

 Twisting menyebabkan fraktur spiral


 Compression menyebabkan fraktur oblik
 Bending menyebabkan fraktur dengan bentuk triangular (butterfly fracture)
 Tension bisanya menyebabkan fraktur transverse, pada situasi yang sama
dapat terjadi avulsi pada fragmen kecil pada tulang pada titik masuknya
ligament atau tendon.

Fraktur kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain,
akibat tekanan berulang- ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia
atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentera yang
jalan berbaris dalam jarak jauh.

Fraktur Patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tilang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).

JENIS FRAKTUR

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis
fraktur dibagi atas beberapa kelompok yang jelas.

Fraktur lengkap

Tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Kalau fraktur
bersifat melintang, fragmen itu biasanya tetap di tempatnya setelah reduksi,
kalau bersifat oblik atau spiral, fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi
sekalipun tulang itu dibebat. Pada fraktur impaksi fragmen- fragmen terikat erat
Bersama-sama dan garis fraktur itu tak jelas. Fraktur kominutif adalah fraktur
dengan lebih dari dua fragmen, karena ikatan sambungan pada permukaan
fraktur tidak baik.

9
Fraktur tak lengkap

Dalam keadaan ini tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum tetap
menyatu. Pada fraktur greenstick tulang bengkok atau melengkung (seperti
ranting hijau yang dipatahkan, ini ditemukan pada anak-anak, yang tulangnya
lebih elastis daripada tulang orang dewasa. Reduksi biasanya mudah dan
penyembuhannya cepat. Fraktur kompresi terjadi bila tulang yang bersepon
mengerut. Ini terjadi pada orang dewasa, terutama dalam badan vertebra. Kalau
tidak dioperasi seketika itu, reduksi tidak dapat dilakukan dan tidak dapat
dihindarkan adanya deformitas sisa.

KLASIFIKASI FRAKTUR

a. Berdasarkan penyebab

1) Non- Trauma: Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan


patologis didalam tulang, ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.

2) Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak
langsung.

b. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan dan sekitar


1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar.
2) Fraktur terbuka (compound fracture) fraktur terbuka merupakan suatu
fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit
sehingga terjadi kontaminasi sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan yang tajam keluar
menembus kulit (from within) atau dari luar oleh karena tertembus
misalnya oleh peluru atau trauma langsung (from without).

c. Berdasarkan bentuk patahan tulang

10
Gambar. Beberapa bentuk patahan tulang.

1) Transversal; adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.

11
2) Spiral; adalah garis fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak.

3) Oblik; adalah garis fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

4) Segmental; adalah dua garis fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen
tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah.

5) Kominuta; adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya


keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

6) Greenstick; adalah garis fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak
lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum.
Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.

7) Fraktur impaksi; Adalah garis fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR


Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan tetapi,
penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembentukan kalus berespon
terhadap pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umumnya fraktur dilakukan
pembidaian hal ini dilakukan tidak untuk menjamin penyatuan tulang namun untuk
meringankan nyeri dan menjamin penyatuan tulang pada posisi yang benar dan
mempercepat pergerakan tubuh dan pengembalian fungsi.
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan
fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur merusak
pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan darah
dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak,
tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas.

12
1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom Pembuluh darah robek dan terjadi
pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada permukaan yang patah,
kehilangan asupan darah, dan mati (gambar 2a).

2. Inflamasi dan proliferasi selular Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi
akut dengan migrasi sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari
stem sel mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot.
Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan
dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk
kapiler baru pada area tersebut.

3. Pembentukan kalus Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik


dan osteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang dan
pada beberapa kasus, juga membentuk kartilago (gambar 2b). Di sejumlah sel ini
terdapat osteoklas yang siap membersihkan tulang yang mati. Massa seluler yang
tebal bersama pulau‒pulau tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau
rangka pada permukaan periosteum dan endosteum. Saat anyaman tulang yang
imatur termineralisasi menjadi lebih keras (gambar 2c), pergerakan pada lokasi
fraktur menurunkan progresivitas dan fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah
cedera.

4. Konsolidasi Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas


osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan
pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan
tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang baru.
Proses ini berjalan lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang beban
dengan normal.

5. Remodeling Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada
beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped
dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang (gambar 2d).

13
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010

Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union) Proses penyatuan


langsung tidak lagi melibatkan proses pembentukan kalus. Jika lokasi fraktur
benar‒benar dilakukan imobilisasi dengan menggunakan plate, tidak dapat memicu
kalus. Namun, pembentukan tulang baru dengan osteoblas timbul secara langsung
diantara fragmen. Gap antar permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan
sel osteoprogenitor tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada
permukaan luar (gap healing). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis
memproduksi tulang lamelar, gap yang lebar pertama tama akan diisi dengan tulang
anyaman, yang selanjutnya dilakukan remodeling untuk menjadi tulang lamelar.
Setelah 3‒4 minggu, fraktur sudah cukup kuat untuk melakukan penetrasi dan
bridging mungkin kadang ditemukan tanpa adanya fase pertengahan atau contact
healing.

Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung (indirect) memiliki


keuntungan antara lain dapat menjamin kekuatan tulang di akhir penyembuhan
tulang, dengan peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat sebagai contoh dari
hukum Wolff. Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi lain, tidak terdapatnya kalus
berarti tulang akan bergantung pada implan metal dalam jangka waktu yang cukup
lama. Karena, implan akan mengurangi stress, yang mungkin dapat menyebabkan
osteoporotik dan tidak sembuh total sampai implan dilepas.

14
FAKTOR YANG MENGANGGU PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Imobilisasi yang tidak cukup
 Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi,
asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di
imobilisasi.
 Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan
didalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan
ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang
perkembangan kalus. Hal ini berlaku utuk patah tulang yang ditangani gips
maupun traksi.
2. Infeksi
 Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat.
 Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat
menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses
penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.
3. Ruang diantara kedua fragmen serta Interposisi oleh jaringan lunak
Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang
dapat menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang.
Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan
traksi atau karena tonus dan tarikan otot.
4. Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru
merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
5. Trauma lokal ekstensif
6. Kehilangan tulang
7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
8. Keganasan lokal
9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget)
10. Radiasi (nekrosis radiasi)
11. Nekrosis avaskuler

15
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasyang baik, maka
penyembuhan biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian maka akan menghambat
penyembuhannya.
12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan
melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan)
13. Usia (lansia sembuh lebih lama)
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

FAKTOR YANG MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN FRAKTUR.


1. Imobilisasi fragmen tulang
2. Kontak fragmen tulang maksimal
3. Asupan darah yang memadai (dengan syarat imobilisasi yang baik)
4. Nutrisi yang baik
5. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang
6. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic
7. Potensial listrik pada patahan tulang
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu
penyembuhan pada anak secara kasar ½ waktu penyembuhan pada dewasa.

TATALAKSANA
Management injuri yang paling awal adalah dengan melakukan primary survey
(sekuens ABCD) pada pasien saat datang pertama kali. Terutama pasien dengan
mekanisme injury yang dicurigai dapat menyebabkan multiple trauma, dan pasien
yang datang dalam keadaan tidak sadar.

16
A. Primary Survey

Airway + C-Spine Control


Airway secara inisial dibuka dengan manuever chin lift dan jaw thrust, dan jaga
kepala dalam posisi netral. Apabila terdapat darah, saliva atau muntah, maka segera
lakukan suction. Apabila dengan menggunakan teknik tersebut airway tetap
inadekuat maka segera pasang Oropharyngeal airway (OPA) atau Nasopharyngeal
airway (NPA) untuk mencegah jatuhnya lidah yang dapat menyebabkan obstruksi
faring. NPA dapat digunakan pada pasien dengan gag reflex yang positif, namun
penggunaannya harus hati-hati pada pasien yang dicurigai mengalami fraktur basal.
Apabila manuever ini tidak berhasil dapat digunakan alat seperti Laryngeal Mask
Airway (LMA). Intubasi dapat dilakukan pada pasien dengan reflex protektif (-).
Pada pasien dengan mekanisme injury yang dapat menyebbakan multiple trauma
atau cedera pada bagian bahu, leher dan kepala maka dilakukan pemasangan collar
splinting.

Breathing

Apabila patensi jalan napas tercapai, maka dilanjutkan dengan breathing. Apabila
breathing sudah adekuat, diberikan hyperoksigenasi dengan menggunakan non-
rebreathing mask (NRM) dengan aliran oksigen 15L/m, dengan oksigen mendekati
85%. Apabila dicurigai breathing inadekuat dapat digunakan bag-valve-mask
(BVM) dengan reservoir dan oksigen 15L/m. Adekuasi oksigenasi harus dinilai
melalui asessmen klinis seperti warna bibir untuk mendeteksi sianosis atau dengan
menggunakan pulseoksimeter. Adekuatnya ventilasi dapat dinilai melalui ekspansi
dinding dada dan suara napas, atau dengan menggunakan elektronik endtidal carbon
dioxide (EtCO2) monitor, apabila alat supraglottic airway atau tracheal tube telah
terpasang.

Menghilangnya suara napas, mengindikasikan adanya pneumothorax atau


haemothoraks apabila diasosiasikan dengan deviasi trakea dan hyper-resonansi
(hipersonor pada perkusi hemithorax), maka telah terjadi tension pneumothoraks.
Tension pneumothoraks merupakan life-threatening injury yang memerlukan

17
dekompresi segera dengan menggunakan large-bore (14 gauge) intravenous kanula
melalui ICS 2 linea midklavikularis. Tindakan ini akan mengubah tension
pneumothoraks menjadi simple pneumothoraks, definitive treatment pada simple
pneumothoras adalah dengan memasang wide-bore chest drain pada ICS 5 anterior
dari linea mid aksilaris, dengan drain dihubungkan dengan Heimlich-type valve.
Open pneumothoraks dapat ditutup dengan occlusive dressing.

Positive-pressure ventilation dapat menyebabkan terjadinya konversi dari simple


pneumothoraks menjadi tension pneumothoraks, dalam keadaan seperti ini simple
thoracostomy dapat dilakukan pada ICS 5 anterior dari linea mid clavicularis.
Thoracostomy dilakukan dengan membuat insisi 3cm secara horizontal diatas iga
ke 6 anterior dari linea midaksilaris, diseksi jaringan subcutaneous dengan spencer
wells forceps sampai rongga dada terbuka.

Circulation
Perdarahan eksternal dikontrol dengan penekanan langsung dan elevasi ekstremitas
bawah jika memungkinkan. Bila memungkinkan wide-bore cannula dipasang pada
vena yang besar atau akses intraoseus. Infuse cepat dengan volume cairan yang
besar dapat meningkatkan BP dengan menggunakan cairan kristaloid.

Disability

Asessmen yang cepat pada pemeriksaan neurologis adalah dengan menilai Glasgow
Coma Scale (GCS) dan ukuran pupil pada pasien yang dicurigai mengalami cedera
kepala.

18
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010

Exposure/environment

Membuka seluruh pakaian pasien untuk memperhatikan adanya trauma lain yang
terjadi, serta mengkondisikan agar pasien tidak mengalami hipotermi.

B. Secondary Survey

- AMPLE History

- Head to Toe Examination

Pada fraktur pemeriksaan lokal/orthopedi dengan menggunakan Look, Feel and


Move

1. Look

 Kulit meliputi warna kulit dan tekstur kulit


 Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo dan ligament,
jaringan lemak, fascia dan kelenjar limfe.
 Tulang dan sendi
 Sinus dan jaringan parut
o Bandingkan dengan bagian yangs ehat
o Perhatikan posisi anggota gerak
o KU penderita
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Lidah kering atau basah
 Tanda anemia karena perdarahan
 Luka pada kulit dan jaringan lunak serta bone expose
 Ekstravasasi darah subkutan
 Deformitas berupa angulasi, rotasi dan shortening
 Survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma lain
 Kondisi mental penderita
 Keadaan vaskularisasi

19
2. Feel

 Temperatur setempat
 Nyeri tekan, bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakn jaringan
lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
 Krepitasi
 Pemeriksaan vascular pada distal trauma berupa palpasi arteri
 Refilling arteri pada kuku, warna kulit bagian distal daerah trauma
 Neurologic state (sensori dan motorik bagian distal)
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
 Jaringan lunak untuk menilai spasme otot dan atrofi otot

3. Pergerakan (move)

Penilaian Range of Motion secara aktif untuk menilai otot dan secara pasif untuk
menilai sendi.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

 Darah rutin
 Fungsi ginjal
 Fungsi Hati
 AGD

2. Foto Rontgen (X-ray)

Pemeriksaan dengan Rule of Two :

 Dua posisi proyeksi : antero-posterior dan lateral. Jika keadaan pasien tidak
memungkinkan, dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Ada kalanya
memerlukan proyeksi khuuss misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur
femur proksimal atau humerus proksimal

20
 Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai sendi diatas dan sendi dibawah
bagian yang mengalami fraktur
 Dua anggota gerak terutama pada anak-anak
 Dua kali (two occasion) sebelum dan setelah dilakukan manajemen pada
fraktur.

PRINSIP DAN TATALAKSANA PADA FRAKTUR

1. Recognition

 Menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :
 Kerusakan pada jaringan lunak
 Mekanisme trauma
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan

2. Reduction

Mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula. Restorasi fragmen


dilakukan untuk mendapatkan posisi sefisiologis mungkin

 Mengembalikan alignment
 Mengembalikan posisi
 Mengembalikan panjang

3. Retaining

Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi fraktur). Hal


ini akan menghilangkan spasme otot pada ektremitas yang sakit.

4. Rehabilitation

Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota gerak yang sakit agar dapat
berfungsi semaksimal mungkin.

21
PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi


serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.

a. Reduksi fraktur

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi
anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung
pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.

1) Reduksi tertutup

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali


keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual

2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah


dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan solid terjadi.

3) Traksi

Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner & Suddarth
(2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk
meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi
deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi: a) Traksi kulit: Buck traction, Russel
traction, Dunlop traction b) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada
tulang dengan menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada
traksi skeletal 7-kilogram sampai 12-kilogram untuk mencapai efek traksi.

b. Imobilisasi fraktur

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan


dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi

22
dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat
menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator
interna dengan implant logam.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran


darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.

Metode pengobatan fraktur tertutup:

1. Konservatif

 Proteksi untuk mencegah trauma lebih lanjut, dengan memberikan sling


pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
 Imobilisasi dengan bidai eksterna, biasanya menggunakan plaster of paris
(gips) atau bidai dari plastic dan metal, diindikasikan untuk fraktur yang
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan
 Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan
menggunakan gips, diindikasikan pada fraktur untuk pertolongan pertama
 Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi dengan
cara traksi kulit dan tulang
 Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan
menggunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai brown bohler,
bidai Thomas dnegan Pearson Knee flexion attachment. Tindakan ini untuk
reduksi bertahap dan imobilisasi.

Indikasi:

- Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan reduksi tertutup dengan


manipulasi dan imobilisasi serta mencegah tindakan operatif
- Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang di tungkai
bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding dan

23
rotasi yang dapat menimbulkan union, nonunion, malunion dan delayed
union.
- Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang panjang
- Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan
pergeseran serta tidak stabil

Traksi

Pengertian Traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk
menahan anggota gerak pada tempatnya. Traksi longitudinal yang memadai
diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan,
dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi
pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang
gemuk memerlukan beban yang lebih besar.

Jenis Traksi

Terdapat beberapa jenis traksi yang dapat digunakan pada pasien dengan fraktur,
yaitu: a) Skin Traksi Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada
pasien anak dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang, dengan beban
tidak lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu
karena dapat menyebabkan iritasi kulit .Adapun beberapa jenis skin traksi menurut
Smeltzer & Bare (2002). antara lain:

1. Traksi buck

Ektensi buck (unilateral/bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan


diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang
diinginkan. Traksi buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera
pinggul sebelum dilakukan fiksasi dengan intervensi bedah.

24
2. Traksi Russell

Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi
pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan
elastis ketungkai bawah.

3. Traksi Dunlop

Traksi Dunlop adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
lengan bawah dalam posisi fleksi.

4. Traksi kulit Bryant

Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anakanak yang berat badannya
lebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan
berat.

b) Skletal Traksi

Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw untuk
menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang lebih dari
empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta mengontrol
rotasi dari fragmen tulang. Pada patah tulang panjang digunakan steinmann pins (2-
4,8mm) atau kirschner wires (7-15mm) yang penggunaannya ditentukan oleh
densitas tulang serta kekuatan tarikan yang dibutuhkan. Beberapa tempat
pemasangan pin seperti proksimal tibia, kondilus femur, olekranon, kalkaneus,
trokanter mayor atau bagian distal metakarpal lalu diberi pemberat.

Komplikasi

Komplikasi fraktur dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Komplikasi awal

1) Syok

25
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ yang
sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai akibat dari
trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis.

2) Emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan
memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung
dengan trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.

3) Compartment Syndrome

Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan


dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan
ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan
peningkatan isi kompartemen karena perdarahan atau edema.

4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati


intravaskular.

b. Komplikasi lambat

1) Delayed union, malunion, nonunion

Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen
tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari
penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.

2) Nekrosis avaskular tulang

26
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati. Tulang
yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru.
Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.

3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada
kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri
dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut
meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai,
kegagalan material, berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan
dan remodeling osteoporotik disekitar alat.

TERAPI FRAKTUR TERTUTUP


Pilihannya adalah terapi konservatif atau operatif.
Terapi konservatif
a. Proteksi saja Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragüen yang
minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di
kemudian hari.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan yang baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragüen
distal dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragüen proksimal dan
dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
d. Traksi
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips.
Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk
reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips
setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton
Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5
kg, untuk anak- anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai

27
sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan
immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal
berupa balanced traction.

Gambar 5. Traksi

Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
1. Reposisi tertutup – fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang
fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja
yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan
secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit.
2. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.
Fragmen
direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan
pemasangan pen secara operatif.

Terapi operatif dengan membuka frakturnya

28
1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna / ORIF (Open Reduction and Internal
Fixation) fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum
tulang panjang, bisa juga berupa plat dengan skrup di permukaan tulang.
Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang
fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan
segera bisa dilakukan immobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara
operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.

Gambar 6. Fiksasi Interna

Indikasi ORIF:
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis 
dilakukan pada fraktur
kolum femur.

29
TERAPI FRAKTUR TERBUKA
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- Pembidaian
- Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- Menghentikan perdarahan dengan perban klem.

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di
dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian
anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan
reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6
jam (golden period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.

Tindakan reposisi terbuka (di ruang operasi):


1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat
3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7. Desinfeksi anggota gerak
8. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neurovascular
vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka,
kalau perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka
dengan baik.

30
9. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya
(unstable fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti
pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden
period untuk fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau
sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan,
biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan
kontra lateral. Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan
fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement).
Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya.
Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips
dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan

ANATOMI TULANG

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:

1. Tulang panjang

Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, ulna dan humerus, dimana
daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis efifisis
disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering
ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan
daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
Kerusakan atau kelainan berkembang pada daerah lempeng efifisis akan
menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.

2. Tulang pendek

Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.

3. Tulang pipih

31
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scavula dan

tulang pelvis.

Secara makroskop terdiri dari: (1) substantia compacta dan (2) substantia
spongiosa. Pada os Longum substantia compacta berada di bagian tengah dan
makin ke ujung tulang menjadi semakin tipis. Pada ujung tulang terdapat
substantia spongiosa, yang pada pertumbuhan memanjang tulang membentuk
cavitis medullaris. Lapisan superficialis tulang disebut periosteum dan lapisan
profunda disebut endosteum. Bagain tengah os longum disebut corpus, ujung
tulang berbentuk konveks atau konkaf, membesar, membentuk persendiaan
dengan tulang lainnya. Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang disebut
diaphysis, ujung tulang disebut epiphysis dibentuk oleh cartilago, dan bagian
diantara keduanya disebut metaphysis, tempat peartumbuhan memanjang dari
tulang (peralihan antara cartilago menjadi osseum).

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks
dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya
dilapisi oleh periostenum. Pada anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang,
memungkingkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan
orang dewasa.

Anatomi Radius

Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum radii), berbentuk


roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis
(=fossa articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi
oleh facies articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan
dengan incisura radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum
radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapt tuberositas radii.
Corpus radii di bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea (=crista
interossea), margo anterior (=margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal
radius melebar ke arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian
medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcus-
sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius membentuk
facies articularis carpi (Buranda Theopilus, 2011).

32
Anatomi Ulna

Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya
terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (=
incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian
dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di
sebelah caudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di
sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis.
di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang
berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat
crista musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies
posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo
posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae (= capitulum ulnae). Caput
ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapt
processus styloideus serta silcus m. extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna
berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.

33
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat
oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh
sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligament radioulnar, yang mengandung
fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini
sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat.

Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau
bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi
radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna
dihubungkan oleh otot antara tulang, yaitu otot supinator, m. pronator teres, m.
pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu

34
bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan
patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada
radius.

MEKANISME CEDERA

Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah sangat sering terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan
fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan
langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan otot-
otot yang melekat pada radius, otot itu adalah biseps dan otot supinator pada
sepertiga bagian atas, pronator teres pada sepertiga pertengahan, dan pronator
quadratus pada sepertiga bagian bawah. Perdarahan dan pembengkakan
kompartemen otot pada lengan bawah dapat meyebabkan gangguan peredaran
darah.

DIAGNOSIS
Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada
sistem skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi.
Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan
trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa
diantaranya sangat rentan.
Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:
 Garis fraktur: garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur
minor.
 Pembengkakan jaringan lunak: biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
 Iregularis kortikal: sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain x-ray adalah AP dan lateral
view. Posisi ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan tulang ulna tidak
bersilangan, serta posisi lengan bawah menghadap ke arah datangnya sinar (posisi
anatomi). Sinar datang dari arah depan sehingga disebut AP (Antero-Posterior)

35
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk
menilai sebuah fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP bertujuan
untuk menilai kemiringan dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan untuk
menilai permukaan artikulasi distal radius pada posisi normal volar (posisi
anatomis).
Berikut ini gejala klinis dari beberapa jenis fraktur yang terdapat pada
fraktur radius dan ulna:
 Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir
tidak pernah ditemukan pada anak-anak. Fraktur ini kadang-kadang terasa nyeri
saat lengan bawah dirotasi, dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk
untuk mendiagnosisnya.

 Fraktur Leher Radius


Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan
mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat
retak atau, patah sedangkan pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami
fraktur pada leher radius. Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Pada
fraktur ini kemungkinan terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan nyeri bila
lengan berotasi.
 Fraktur Diafisis Radius
Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar-X
 Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi
radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke arah
dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini akibat
terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau
terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral.
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung

36
bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.

Gambar. Fraktur Galeazzi


2) Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi di
korpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmen distal
bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas
“garpu-makan malam” (dinner-fork). Kemungkinan dapat disertai dengan
fraktur pada prosesus styloideus ulna.
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan angulasi
ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal ke radial. Dapat
bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur collees
dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga dapat menyebabkan fraktur pada ujung
bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal

3) Fraktur Smith
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara
langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan
tangan, tetapi tidak terdapat deformitas. Fraktur radius bagian distal dengan
angulasi atau dislokasi fragmen distal ke arah ventral dengan diviasi radius
tangan yang memberikan gambaran deformitas “sekop kebun” (garden spade).

37
Gambar. Fraktur Colles dan fraktur Smith

Gambar . Gambaran radiologi fraktur Smith

Gambar. Gambaran radiologi fraktur Colles

38
4) Fraktur Lempeng Epifisis
Fraktur Lempeng Epifisis merupakan fraktur pada tulang panjang di daerah
ujung tulang pada dislokasi sendi serta robekan ligamen.
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan
dibagi dalam 5 tipe :

Gambar . Klasifikasi Salter Harris

Paling umum adalah tipe II, dengan fragmen metafisis triangular terlihat di
dorsal.(

- Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang,
sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur
ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi
baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi
tertutup mudah oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan
intak. Prognosis biasanya baik bila direposisisdengan cepat.

39
Gambar. Cedera Salter Harris tipe I
- Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut
tanda Thurson-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga
masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi
pada anak-anak yang lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah
konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf. Pengobatan dengan reposisi
secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila reposisi terlambat harus dilakukan
tindakan operasi. Prognosis biasanya baik, tergantung kerusakan pembuluh
darah.

Gambar. Cedera Salter Harris tipe II pada tulang radius ulna

40
- Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis
fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian
sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan
biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat
intra-artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya
dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan mempergunakan pin
yang halus.

Gambar. Cedera Salter Harris tipe III atau Tillaux fracture


- Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui
permukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan epifisis dan
berlanjut pada sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus
lateralis humeri pada anak-anak. Pengobatan dengan operasi terbuka dan
fiksasi interna dilakukan karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot.
Prognosis jelek bila reduksi tidak dilakukan.

41
Gambar. Cedera Salter Harris tipe IV

- Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan
pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan
yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosa sulit karena secara
radiologik tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan
sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.

Gambar. Cedera Salter Harris tipe V

42
5) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan
saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga
proksimal dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior
kaput radius.

Gambar. Fraktur Monteggia

CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan
menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fraktur atau
fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya pendarahan.

43
Gambar. Gambaran CT Scan Fraktur Radius Ulna

44
ANALISIS KASUS
Dasar diagnosis pada kasus ini yaitu dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien an. HS, usia 57 tahun,
laki-laki dibawa ke RSMH dengan keluhan + 2 minggu SMRS pasien mengangkat
batu bata dan pasien mengaku tangannya langsung patah kembali. Pasien juga
memiliki riwayat Riwayat Post ORIF tahun 1994, kemudian pasien segera dibawa
ke RS Myria dan dilakukan pemeriksaan dan langsung dirujuk ke RSMH untuk
dilakukan operasi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, nadi
90x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, suhu 37,3oC, RR 20x/menit. Napas
cuping hidung (-), retraksi dinding dada (-), sianosis (-), akral hangat, CRT < 3”.
Keadaan spesifik lain dalam batas normal. Tidak ditemukan kelainan pemeriksaan
thorax dan abdomen. Pemeriksaan foto rontgen didapatkan kesan delayed union
radius sinistra dan metal failure post ORIF. Tanda dan gambaran yang khas pada
fraktur adalah:
 Garis fraktur: garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur
minor.
 Pembengkakan jaringan lunak: biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
 Iregularis kortikal: sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.
Dari klasifikasi fraktur dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien ini adalah
fraktur tertutup os ulna sinistra 1/3 medial post orif dengan delayed union +
fraktur tertutup os radius sinistra 1/3 medial transversal
Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah IVFD RL gtt xx/m, Injeksi
ceftriaxone 2x1 gr IV, Injeksi ketorolac 3x30 mg IV, Injeksi ranitidine 2x50 mg IV
Prinsip tatalaksana pada pasien fraktur, yang pertama adalah recognition
yaitu mengenali kerusakan apa saja yang terjadi baik pada jaringan lunak maupun
tulang serta mengetahui mekanisme trauma, yang kedua adalah reduction yaitu
mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula, yang ketiga adalah
retaining yaitu mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi. Hal ini akan
menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih
nyaman dan dapat sembuh dengan cepat, dan yang terakhir adalah rehabilitation

45
yaitu mengembalikan kemampuan anggota tubuh yang sakit agar dapat berfungsi
kembali.

46
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas, A. Mark, Kuncara, H.,Y, Vasantha, L.,M. Terapi & Rehabilitasi
Fraktur. Jakarta: EG. 2011
2. Bare, Brenda G., Smeltzer, Suzanne C. Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing, edition 10 . Lippincott Williams & Wilkins. 2006
3. Apley, A.G., L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
4. Alho, A. (1980) Fat embolism syndrome. Etiology, pathogenesis and treatment.
Acta Chirurgica Scandinavica suppl.499,75-85
5. Muller,M.E., Nazarian,S Koch, P and Schatzker.J (1990). The comprehensive
classification of long bones, Springer, Berlin,Heidelberg, New York.
6. Muller, M.E., Allgower, M Schiender,R and Willeneger, H. (eds). (1991)
Manual of internal fixation,3rd edn, Springer,Heidelberg, Berlin, New York.
7. Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender . Bone Regeneration and
Repair, Human Press, new jersey, United States of America.21-38,2005
8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, cetakan ke-V. Jakarta:
Yarsif Watampone, 2008. 332-334.
9. Buckley, R., . General Principle of Fracture Care, Department of Surgery,
Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada:4-32,2004
10. Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition.
New York: Mc Grow Hill. 2009
11. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia
Sobotta. Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. Hal
158, 166, 167, dan 169.
12. Begg James D., The Upper Limb in : Accident and Emergency X-Rays Made
Easy. Publisher Churchill Livingstone. UK. 2005. Page 162-167.

47
13. Soetikno, R. Cedera Epifisis dalam: Radiologi Emergensi. Cetakan Pertama.
Penerbit Refika Aditama. Bandung. 2011. Hal 170-202.

48

Anda mungkin juga menyukai