Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

TUMOR TIROID BILATERAL


SUSPEK GANAS T3N0M0

Oleh:
Esmaralda Nurul Amany, S.ked
04084811416095

Pembimbing:
dr. H. KM. Yamin Alsoph, SpB (K) Onk

DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul: Tumor Tiroid Bilateral Suspek Ganas T3N0M0

Disusun oleh: Esmaralda Nurul Amany, S.Ked


NIM : 04084811416095

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang, Periode 22 Juli 2015-25 September 2015.

Palembang, Agustus 2015


Pembimbing

dr. H. KM. Yamin Alsoph, SpB (K) Onk

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Tumor Tiroid Bilateral Suspek Ganas T3N0M0” untuk memenuhi tugas laporan kasus
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya
Bagian Bedah Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. H.
KM. Yamin Alsoph, SpB (K) Onk, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga laporan ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan telaah kasus
ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan
pelajaran bagi kita semua.

Palembang, Agustus 2015

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi......................................................................................................... 3
2.2 Anamnesis..........................................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................4
2.4 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................6
2.5 Klasifikasi Stadium............................................................................................10
2.6 Diagnosis Kerja.................................................................................................10
2.7 Penatalaksanaan.................................................................................................10
2.8 Prognosis...........................................................................................................11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1.Kelenjar Tiroid................................................................................................ 13
3.2 Karsinoma Tiroid............................................................................................. 18

BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................... 32


DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 34

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker tiroid merupakan keganasan endokrin yang paling sering


ditemukan. Kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari 10 keganasan tesering di
Indonesia. Peningkatan insiden kanker tiroid lebih cepat dibandingkan kanker
solid jenis lain dimana terjadi peningkatan 7% setiap tahunnya. Kanker tiroid
lebih banyak terjadi pada wanita, dengan perbandingan antara wanita dengan laki-
laki adalah 3:1.
Kelenjar tiroid secara histologis tersusun atas dua tipe sel parenkim yang
utama, yaitu sel folikuler dan sel parafolikuler. Sebagian besar kanker tiroid (85-
90%) berasal dari sel folikuler sebagai kanker tiroid berdiferensiasi baik, sisanya
merupakan kanker tiroid anaplastik atau berdiferensiasi buruk, sedangkan kanker
tiroid medularis berasal dari sel parafolikuler.
Kanker tiroid dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe yang merupakan
mayoritas kasus, yaitu karsinoma tiroid papiler (80%) dan karsinoma tiroid
folikuler (10-20%) yang termasuk pada kelompok Well-differentiated Thyroid
Carcinoma, karsinoma tiroid meduler (5%), dan karsinoma tiroid anaplastik (5%)
yang termasuk pada kelompok Undifferentiated Thyroid Carcinoma.
Kanker tiroid umumnya tergolong tumor dengan pertumbuhan dan
perjalanan penyakit yang lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah.
Mortalitas paling rendah pada individu dengan usia di bawah 50 tahun dan
meningkat tajam pada usia di atasnya. Namun ada pula yang tumbuh cepat dan
sangat ganas sehingga memiliki prognosis yang buruk.
Angka kematian akibat kanker tiroid cukup rendah, yaitu 0,4% dari semua
kematian akibat kanker atau berkisar 5 per satu juta penduduk per tahun.
Meskipun memiliki angka kematian yang rendah, kanker tiroid tetaplah
merupakan salah satu jenis keganasan yang harus diwaspadai karena sering kali
terlambat untuk mendapatkan penatalaksanaan sehingga dibutuhkan pemahaman

1
2

yang tepat baik untuk praktisi kesehatan maupun masyarakat mengenai kanker
tiroid. Pemahaman tersebut salah satunya dapat tercapai melalui pembahasan
tentang kanker tiroid berdasarkan kasus yang dilaporkan dalam tulisan ini
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny. DD
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Nendagung, Pagar Alam
Agama : Islam
Bangsa : Melayu
MRS : 9 Agustus 2015

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 9 Agurstus 2015)


Keluhan Utama :
Benjolan pada leher bagian depan sebelah kanan

Riwayat perjalanan penyakit :


± 20 tahun SMRS, penderita awalnya mengeluh timbul benjolan sebesar
telur puyuh pada leher depan sebelah kanan. Nyeri pada benjolan (-), perubahan
suara menjadi serak (-), sulit bernafas (-), sulit menelan (-). Benjolan lain di
kepala & leher (-). Nyeri kepala (-), nyeri tulang (-), batuk lama (-), sesak (-),
nyeri ulu hati (-). Jantung berdebar-debar (-), nafsu makan meningkat (-), berat
badan turun (-), cepat lelah (-), keringat berlebih (-), sering cemas (-), sulit tidur
pada malam hari (-), demam (-), gangguan menstruasi (-), gangguan sering buang
air besar (-).
± 2 tahun SMRS, penderita mengaku benjolan di leher semakin membesar
hingga seukuran telur ayam pada leher depan sebelah kanan. Penderita mengaku
benjolan makin lama makin besar. Nyeri pada benjolan (-), perubahan suara
menjadi serak (-), sulit bernafas (-), sulit menelan (-). Timbul benjolan di kepala
dan leher (-). Nyeri kepala (-), nyeri tulang (-), batuk lama (-), sesak (-), nyeri ulu
4

hati (-). Jantung berdebar-debar (-), nafsu makan meningkat (-), berat badan turun
(-), cepat lelah (-), keringat berlebih (-), sering cemas (-), sulit tidur pada malam
hari (-), demam (-), gangguan menstruasi (-), gangguan sering buang air besar (-).
± 5 bulan SMRS, penderita mengaku benjolan sebesar bola tenis pada
leher depan sebelah kanan. Penderita mengaku benjolan makin lama makin besar.
Nyeri pada benjolan (-), perubahan suara menjadi serak (-), sulit bernafas (-), sulit
menelan (-). Timbul benjolan lain di leher depan sebelah kiri (+) sebesar kelereng.
Nyeri kepala (-), nyeri tulang (-), batuk lama (-), sesak (-), nyeri ulu hati (-).
Jantung berdebar-debar (-), nafsu makan meningkat (-), berat badan turun (-),
cepat lelah (-), keringat berlebih (-), sering cemas (-), sulit tidur pada malam hari
(-), demam (-), gangguan menstruasi (-), gangguan sering buang air besar (-).

Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
 Riwayat trauma pada daerah leher disangkal.
 Riwayat terpapar radiasi saat kanak-kanak di daerah leher disangkal.
 Riwayat menderita tumor jinak pada leher sebelumnya disangkal.
 Riwayat menderita hipotiroid atau hipertiroid disangkal.
 Pasien tidak pernah merokok dan mengonsumsi alkohol.
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama dalam keluarga

2.3 PEMERIKSAAN FISIK (09 Agustus 2015)

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
RR : 20 x/ menit
5

Tekanan darah : 130/80 mmHg


Nadi : 80 x/ menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala : Konjungtiva pucat (-), sklera tampak kuning (-),
eksoptalmus (-)
Kulit : Tidak ada kelainan
Pupil : Bulat, isokor, reflek cahaya (+)/(+)
Leher : lihat status lokalis
Thorax : Cor: HR: 80x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
bising usus (+) normal
Genitalia Eksterna : Tidak ada kelainan
Ekstremitas Superior : Tidak ada kelainan
Ekstremitas Inferior : Tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio Colli
6

I : tampak benjolan pada regio colli anterior, berukuran sebesar bola tenis,
warna sama dengan sekitar, massa tampak bergerak keatas saat menelan.
P : Teraba massa diregio colli anterior, Konsistensi keras, permukaan
berdungkul-dungkul, berbatas tegas, mobile, ikut bergerak saat menelan,
tidak terdapat nyeri tekan, ukuran 17 x 8 x 5 cm.

KGB level I-VII regio colli


o Inspeksi : Tidak tampak benjolan pada KGB level I-VII
o Palpasi : Tidak teraba massa pada KGB level I-VII

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium (29 Juli 2015)

Pemeriksaan Darah Rutin


Hb : 12,2 gr/dl
Ht : 37 %
RBC : 4.43 106/mm3
WBC : 9.1 103/mm3
PLT : 159 103/mm3
Hitung jenis :
Basofil : 0% (N: 0-1%)
Eosinofil : 8% (N: 1-6%)
Netrofil : 60%
Limfosit : 25% (N: 25-40%)
Monosit : 7% (N: 2-8%)

Kimia klinik
Gula sewaktu : 123 mg/dL (N:<200)
Ureum : 29 mg/dL (N: 16.6-48.5)
7

Kreatinin : 0.71 mg/dL (N:0.50-0.90)

Elektrolit
Natrium (Na) : 145 mEq/L (N:135-155)
Kalium (K) : 3.9 mEq/L (N:3.5-5.5)

Imunoserologi Hormon
Free T3 : 3.25 pg/mL (N: 2.0-4.4)
Free T4 : 0.97 ng/dL (N: 0.93-1.7)
TSH : 1.95 µU/mL (N: 0.27-4.20)
Kesan : normotiroid

2. Pemeriksaan Radiologis

Rontgen Thorax PA(29 Juli 2015)

Pada pemeriksaan foto rontgen toraks PA didapatkan:


- Tak tampak kelainan jaringan lunak. Tulang-tulang baik.
- Aerasi kedua paru normal.
- Tak tampak kelainan struktur kedua paru, corakan bronkovaskular
normal.
8

- Trakea: posisi, batas-batas dan diameter dalam batas normal. Tak


tampak penebalan garis paratracheal.
- Mediastinum di tengah dan tak melebar.
- Diafragma dan sinus costophrenicus kanan-kiri baik.
Kesan: Normal thorax, tidak ada intrathoracal struma

Foto Cervical AP/Lateral (29 Juli 2015)

Pada pemeriksaan foto cervical AP/Lateral (29 Juli 2015) didapatkan:


- Tampak massa soft tissue di regio colli anterior ka/ki
- Kalsifikasi (+)
- Trachea terdorong ke belakang
- Tulang – tulang baik

USG Thyroid (3Agustus 2015)


9

Pada pemeriksaan USG thyroid (5 Agustus 2015) didapatkan:


Thyroid lobus kanan-kiri dan isthmus: ukuran membesar, tampak massa
inhomogen (ukuran melebihi probe) dengan batas yang tidak jelas, disertai
komponen kalsifikasi dan degenerasi kistik.
Tak tampak pembesaran kelenjar getah bening colli dan supraklavikular
kanan-kiri.
Kesimpulan: massa thyroid sugestif maligna, tidak tampak limfadenopati colli
dan supraklavikula

3. Pemeriksaan Sitologi FNAB (31 Juli 2015)


Makro : benjolan di leher depan kanan, ukuran 17x8x2cm , bernodul-nodul,
mobile, kenyal, warna sama dengan kulit sekitar, ikut bergerak saat
menelan
Mikros: sediaan sitologi FNAB berasal dari regio colli anterior dextra, populasi
seluler latar belakang RBC. Tampak kelompok sel epitel pelapis
kelenjar thyroid, sebagian besar satu-satu, dengan N/C ratio
meningkat, inti bulat oval, sebagian plemorfik, hipokromatik,
10

kromatin kasar, anak inti prominent, stoplasma basofilik, diantaranya


tampak sedikit sel-sel radang neutrofil dan limfosit.
Kesan : Folicular Neoplasma pada regio colli anterior dextra

2.5 KLASIFIKASI STADIUM (berdasarkan klasifikasi TNM)


2.5.1 T (Tumor Primer)
 Pada pasien ini tumor berukuran 17x8x5 cm (lebih dari 4) dan masih
terbatas pada tiroid
 Stadium T pada pasien ini adalah T3 (tumor dengan ukuran lebih dari
4 cm dan masih terbatas pada tiroid atau ukuran berapa saja sengan
ekstensi minimal ekstra tiroid)
2.5.2 N (Nodes / kelenjar Getah Bening)
 Pada pasien ini tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
 Stadium N pada pasien ini adalah N0 (Tidak didapat metastasis ke
kelenjar getah bening)
2.5.3 M (Metastasis Jauh)
 Pada pasien ini tidak didapatkan keluhan sakit kepala, perubahan
suara, batuk, sesak, dan nyeri pada tulang. Hasil rontgen thorax tidak
ditemukan tanda-tanda metastasis
 Stadium M pada pasien ini adalah M0 (tidak terdapat metastasis jauh)
Kesimpulan: Stadium TNM pada pasien ini adalah T3N1bM0

2.6 DIAGNOSIS
Tumor Tiroid bilateral suspek ganas T3N0M0

2.7 PENATALAKSAAN
 Edukasi
 Rujuk ke dokter spesialis bedah onkologi
 Pro total thyroidectomy
11

2. 8 PROGNOSIS
1) AGES
 A à Age : umur pasien
 G à grade histologi tumor
 E à Ekstensi tumor primer
 S à Size : ukuran tumor primer
Skor prognosis : 0,05 x usia (jika usia >40)
+ 1 jika tumor grade 2
+ 3 jika tumor grade 3 atau 4
+1 jika ekstratiroid
+3 jika metastasis jauh
+0,2 x ukuran tumor (dalam cm)
Maka dalam kasus ini belum bisa ditentukan skornya karena belum
terdapat grading histologi dari sel tumor.

2) AMES
 A à Age : usia pasien
 M àmetastase : keberadaan metastase jauh
 E à ekstensi : tumor primer
 S à size : ukuran tumor primer

Risiko rendah:
a. - laki-laki umur < 41 th, wanita <51 th
- tidak ada metastasis jauh
b. - Laki-laki umur > 41 th, wanita >51 th
- Tidak ada metastasis jauh
- tumor primer masih terbatas didalam tiroid untuk karsinoma
papilare atau invasi kapsul yang minimal untuk karsinoma
folikulare
- ukuran tumor primer < 5cm
12

Risiko Tinggi:
a. semua pasien dengan metastasis jauh
b. Laki-laki umur < 41 th, wanita < 51 th dengan invasi kapsul yang
luas pada karsinoma folikulare
c. Laki-laki umur >41 th, wanita > 51 th dengan karsinoma papilare
invasi ekstra tiroid atau karsinoma folikulare dengan invasi kapsul
yang luas dan ukuran tumor primer > 5cm.

Pada kasus ini pasien berusia 58 tahun (>51 tahun) dan ukuran tumor
primer > 5cm, sesuai dengan prognoss AMES, pasien ini termasuk risiko
tinggi

Angka Survival menurut AMES


 Risiko tinggi : 61%
Maka dalam kasus ini angka survival menurut AMES adalah 61%
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kelenjar Tiroid


3.1.1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh
darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis
dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.
Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar
tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis,
vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung
tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum
masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam
ruang antara fasia media dan prevertebrali

13
14

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena
terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea
media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf
yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan
cabang dari nervus laringeus superior.
Tiroid hampir mengelilingi semua bagian trakea, kecuali di bagian
belakang trakea yang berbatasan dengan esophagus. Bagian posterior tiap lobus
glandula tiroidea terfiksasi ke cartilago cricoidea oleh karena terdapat ligamentum
suspensorium Berry. Keadaan inilah yang menyebabkan glandula tiroid dapat
bergerak saat menelan. Terdapat kira-kira 50-70 nodi lymphoidea pada tiap sisi
regio colli yang dibagi menjadi 7 level. Level I terbagi menjadi IA yang
dikelilingi oleh bagian anterior m.digastricus, os hyoid dan garis tengah, dan IB
yang dikelilingi oleh bagian anterior dan posterior m.digastricus dan bagian
inferior mandibula. Level II dibatasi pada bagian superior oleh bagian basal
cranium, m. stylohyoideus di anterior, dan margo posterior m.
sternocleidomastoideus di bagian posterior. Level II juga dibagi menjadi IIA dan
IIB, dimana level IIA berada anterior terhadap n. accesorius dan level IIB berada
posterior terhadap n. accesorius. Level III berada di margo inferior level II dan
dikelilingi oleh m. laryngeus di bagian anterior, margo posterior m.
sternocleidomastoideus di bagian posterior, dan oleh bidang horizontal yang
dimulai dari margo inferior cartilago cricoid di bagian inferior. Level IV dimulai
dari bagian bawah level III berada di atas clavicula, didepan m.
sternocleidomastoideus. Level V terletak posterior terhadap bagian posterior m.
sternocleidomastoideus, superior terhadap clavicula, dan inferior terhadap dasar
cranium. Level VI dibatasi oleh os hyoid di superior, a.carotis communis di
bagian lateral, dan sternum di inferior. Level VII berada di antara a. carotis
communis dan superior terhadap arcus aorta dan inferior terhadap bagian atas
sternum.
15

3.1.2. Histologi Kelenjar Tiroid


Secara histologis, lobus-lobus tiroid terdiri dari sel-sel sekretorik kelenjar
tiroid yang disebut sel folikel. Sel folikel tersebut tersusun atas bola-bola
berongga yang membentuk suatu unit fungsional yang disebut folikel. Rangkaian
folikel tersebut terbentuk dalam ukuran yang bervariasi. Dibawah mikroskop, sel
folikel terlihat seperti cincin yang membungkus suatu lumen dengan dinding yang
berupa epitel kubus. Apabila dirangsang oleh TSH sel-sel folikel tersebut dapat
berubah. Sel-sel folikel dapat berubah bentuk kolumnar ataupun gepeng. Apabila
sel folikel berbentuk kolumnar, maka substansi koloid terdapat dalam jumlah
yang sedikit dan sel folikel dikatakan sedang dalam keadaan aktif memproduksi
koloid. Sebaliknya, apabila sel folikel berbentuk gepeng, amaka akan terlihat
folikel-folikel yang besar dan penuh oleh substansi koloid. Dalam kondisi seperti
ini, sel folikel dikatakan sedang dalam keadaan pasif/istiharat. Koloid merupakan
suatu bahan yang terkandung dalam folikel, yang dengan pewarnaan/pulasan
hematosiklin-eosin, berwarna merah muda. Koloid memiliki komponen utama
berupa molekul protein besar yang disebut tiroglobulin, yang berwarna merah
homogen.
16

Selain meproduksi hormone tiroid, kelenjar tiroid juga memproduksi


tirokalsitonin (kalsitonin). Kalsitonin disekresi oleh sel-sel parafolikuler (sel C)
yang terletak di ruang interstisium, diantara folkel-folikel. Sel-sel parafolikuler
juga mungkin ditemukan diantara sel epitel folikel atau di dalam jaringan antar
folikel. Secara mikroskopik, sel parafolikuler lebih besar dari sel epitel folikel dan
tampak lebih terang. Tidak seperti sel folikel yang memilki banyak RE kasar, sel-
sel parafolikuler mengandung sedikit RE kasar, memilki mitokondria yang
panjang dan kompleks Golgi yang besar. Dan cirri paling mencolok dari sel
parafolikuler adalah banyaknya granula kecil berisi hormone.

3.1.3. Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T 4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T 3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T 4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T 3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.
17

T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid
di dalam tiroid. Sebagian besar T 4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi
sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang.
Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat
tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin
(thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi
dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses
yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran
hormon tiroid ke sirkulasi. Jika TSH meningkat, maka kerja kelenjar tiroid dalam
memproduksi hormone T3 dan T4 meningkat, dan hal sebaliknya terjadi jika TSH
menurun. Tetapi, kerja TSH juga diatur oleh jumlah hormone tiroid yang beredar
dalam darah. Apabila kadar T3 dan T4 tinggi dalam darah, maka TSH akan
menurun agar kelenjar tiroid mengurangi produksi hormon.
18

Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap


perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel
parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya
dibutuhkan kira-kira 50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodide, atau kira-
kira 1 mg per minggu. Iodida tersebut akan digunakan secara kolektif oleh
kelenjar tiroid untuk sintesis hormone tiroid.
Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan
dan metabolisme energi. Hormon tiroid juga dapat merangsang pertumbuhan
somatic dan berperan dalam perkembangan normal system saraf pusat.

3.2. Karsinoma Tiroid


3.2.1. Epidemiologi
Kanker tiroid didapat 1% dari seluruh penyakit keganasan dan menempati
urutan pertama keganasan kelenjar endokrin. Insidens kanker tiroid sampai saat
ini di Indonesia belum didapati, hanya saja pada registrasi patologi menempati
urutan ke 9 (4%) dari 10 keganasan tersering. Di Amerika didapati 14.000
penderita baru dan Republik Federal German 3000 penderita baru setiap tahunnya.

Karsinoma tiroid papiler merupakan keganasan yang paling banyak


ditemukan pada glandula tiroid, yaitu 80 % kasus. Varian folikuler pada
karsinoma tiroid papiler seringkali ditemukan pada 10-15 % kejadian. Karsinoma
19

tiroid folikuler adalah tipe kedua terbanyak, yang mencakup 20 % kasus


karsinoma tiroid. Tipe ketiga adalah karsinoma tiroid medulare, yang mencakup
5% kasus, dan yang terakhir adalah tipe anaplastik, mencakup 1-5% kasus.
Karsinoma tiroid merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Di antara tumor-tumor
epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak
ditemukan dari pada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel
folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10
years survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non
epitelial lain jarang ditemukan.
Geografi dan lingkungan, pada daerah endemik goiter dijumpai
peningkatan insidens kanker tiroid tipe folikuler dan anaplastik terutama pada usia
lanjut sedangkan pada daerah yang kaya akan yodium ternyata tipe papiler yang
meningkat. Di Chernobyl tempat terjadinya kebocoran reaktor nuklir ditemukan
peningkatan penderita kanker tiroid.
Kanker tiroid dapat ditemukan pada semua golongan usia, dijumpai
peningkatan pada golongan usia 7-20 tahun dan pada usia 40-65 tahun dengan
perbandingan laki-laki dan wanita 1:3. Bila dijumpai nodul tunggal pada seorang
anak berusia <14 tahun kemungkinan untuk keganasan sebesar 50%. Distribusi
umur juga terkait dengan distribusi tipe histopatologi.
Pemaparan radiasi pada daerah kepala dan leher semasa anak-anak untuk
pengobatan lesi jinak ternyata dapat mengakibatkan terjadinya kanker tiroid 6-35
tahun kemudian, hal ini pertama kali dilaporkan deGroot dan Paloyan di Chicago
1973. Pemaparan radiasi yang diberikan setelah berusia > 21 tahun tidak banyak
berpengaruh.

3.2.2. Etiologi
Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa
penelitian, dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma
tiroid yaitu genetik dan lingkungan.
20

Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine), genetik


dan hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan pada
karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma ini.
Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat ini
belum diketahui karsinogen yang menjadi penyebab berkembangnya karsinoma
meduler dan anaplastik. Diperkirakan karsinoma anaplastik tiroid berasal dari
perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikular) dengan
kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar

3.2.3. Faktor Resiko


Faktor risiko merupakan suatu kondisi yang menyebabkan meningkatkan
peluang untuk terkena suatu penyakit tertentu. Pada kanker tiroid risiko yang
paling besar untuk terkena kanker tiroid adalah paparan radiasi. Sebagian besar
insiden kanker dipengaruhi oleh banyak faktor risiko. Pada kanker tiroid, faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian kanker tiroid, di antaranya:
21

3.2.4. Patogenesis
a. Karsinoma tiroid papilere
Pada kasus ini, seringkali ditemukan mutasi pada RET atau NTRK1
dan onkogen BRAF. Juga ditemukan mutasi yang melibatkan RAS.
Mutasi pada gen-gen tersebut mnyebabkan pertumbuhan sel-sel epitel
glandula tiroidea tidak berkembang sebagaimana mestinya
b. Karsinoma tiroid folikulare
Mutasi onkogen kelompok RAS ditemukan pada setengah dari
karsinoma tiroid folikular, HRAS, NRAS dan KRAS. Selain itu,
translokasi PAX8-PPARγ1 akhir-akhir ini sering ditemukan pada
sepertiga kasus karsinoma tiroid folikulare.
c. Karsinoma tiroid medulare
Ditemukan mutasi pada protoonkogen RET yang menyebabkan
aktivasi konstitutif reseptor tirosin kinase. Mutasi ini banyak
ditemukan pada keluarga dengan MEN-2.
d. Karsinoma tiroid anaplastic
Pada varian ini, ditemukan mutasi pada gen p53 yang berfungsi
sebagai supresor tumor.

3.2.5. Klasifikasi Histopatologi


Klasifikasi karsinoma tiroid menurut WHO
1. Tumor Epitel Maligna
a. Karsinoma folikulare
b. Karsinoma papilare
c. Campuran karsinoma folikulare-papilare
d. Karsinoma anaplastic (Undifferentiated)
e. Karsinoma sel skuamosa
f. Karsinoma tiroid medulare
2. Tumor Non-epitel maligna
a. Fibrosarkoma
b. Lain-lain
22

3. Tumor maligna lainnya


a. Sarkoma
b. Limfoma maligna
c. Hemangiothelioma maligna
d. Teratoma maligna
4. Tumor sekunder dan unclassified tumors
a. Adenoma folikulare
b. Karsinoma papilare
c. Karsinoma folikulare
d. “Hurthle cell tumors”
e. “Clear cell tumors”
f. Tumor sel skuamosa
g. Tumor musinus
h. Karsinoma medulare
i. Karsinoma berdiferensiasi buruk
j. “Undifferentiated carcinoma”

3.2.6. Cara menegakkan Diagnosis


1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali faktor-faktor risiko yang
dimiliki oleh pasien agar dapat mengarahkan diagnosis. Suatu nodul
tiroid dicurigai maligna apabila:
Curiga maligna apabila:
- Usia < 20 tahun atau > 50 tahun
- Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
- Disfagia, sesak napas, perubahan suara
- Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
- Ada pembesaran kelenjar getah bening
- Ada tanda-tanda metastasis jauh
23

Karsinoma tiroid dapat ditemukan pada individu yang memiliki


riwayat goiter multinodular, sehingga perlu ditanyakan mengenai riwayat
penyakit terdahulu.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan tumor,
keterlibatan nodi lymphoidea dan metastasis. Karsinoma yang berasal
dari sel folikular menunjukkan pembesaran kelenjar tiroid tanpa diikuti
rasa sakit. Karsinoma tiroid papilare menunjukkan penyebaran ke nodi
lymphoidea regional, berlawanan dengan karsinoma tiroid folikulare yang
menunjukkan penyebaran secara hematogen ke paru, tulang, hepar dan
lain sebagainya.

3. Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium: TSH dan T4
o Radiologi: Scanning (sidik) tiroid, USG, CT scan, MRI
o Needle biopsy
o Pemeriksaan potong beku
o Pemeriksaan histopatologi

3.2.7. Stadium Klinik


Stadium klinik karsinoma tiroid ditentukan berdasarkan ukuran tumor
primer, keterlibatan nodi lymphoidea dan penyebaran ke organ yang jauh.
T-Tumor Primer
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak didapat tumor primer
T1. : Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas pada
tiroid
T2 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4
cm masih terbatas pada tiroid
24

T3 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid
atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang
minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a : Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat
berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus
recurren
T4b : Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri
karotis
T4a* : Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid (karsinoma
anaplastik).
T4b* : Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul tiroid (karsinoma
anaplastik).
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
Karsinoma anaplastik intratiroid – resektabel secara bedah
Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah

N Kelenjar Getah Bening Regional


Nx : Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
N0 : Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1a : Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI (pretrakheal dan
paratrakheal, termasuk prelaringeal dan Delphian)
N1b : Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau
kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior

M Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh
25

M1 : Terdapat metastasis jauh

Stadium Klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 thn
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1

Papilare atau Folikulare umur ≥ 45 thn & medulare


Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1a M0
Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0
T4a N0,N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M0

Anaplastik/ Undifferentiated (semua kasus stadium IV)


Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

3.2.8. Tatalaksana
Bila nodul suspek maligna, nodul tersebut dibedakan apakah kasus tersebut
operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan
tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.
Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (FS). Ada 5 kemungkinan hasil
yang didapat, yaitu:
1. Lesi jinak  tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
26

2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. Bila
risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma Folikulare  Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma Medulare  Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma Anaplastik  Bila memungkinkan dilakukan tindakan
tiroidektomi total. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan
debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB
(Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat, yaitu:
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell” 
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
2. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan
apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
27

Bagan 1. Penatalaksanaan nodul tiroid

Bagan 2. Penatalaksanaan metastasis regional


28

Bagan 3. Penatalaksaan metastasis jauh

Bagan 4. Algoritma Follow Up Kanker Tiroid Berdifferensiasi Baik


29

3.2.9. Prognosis
Terdapat beberapa kriteria penentuan prognosis pada kasus keganasan
tiroid, diantaranya yaitu kriteria AMES, kriteria AGES, dan MACIS.
1. Skor AGES
Skor prognostik = 0.05 × usia (jika usia ≥40),
+ 1 (jika stadium 2)
+ 3 (jika stadium 3 atau 4)
+ 1 (jika ekstratiroid)
+ 3 (penyebaran jauh)
+ 0.2 × ukuran tumor (diameter maksimum dalam cm)

Survival rate dengan skor AGES (20-th):


≤3.99 = 99%
4-4.99 = 80%
5-5.99 = 67%
≥6 = 13%

2. Skor AMES
Risiko rendah:
 pasien lebih muda (<50) dengan tidak adanya metastase
 pasien lebih tua (intratiroid papilary, minor capsular invasion for folicular
lession)
 kanker primer <5 cm
 tidak ada metastase jauh

Risiko tinggi:
 semua pasien dengan metastase jauh
 ekstrathyroid papilary, major capsular invasion follicular
 kanker primer >5 cm pada pasien lebih tua (laki laki >40 tahun dan wanita
>50 tahun)

Survival rate berdasarkan kriteria AMES (20 tahun):


30

Risiko rendah = 99%


Risiko tinggi = 61%

3. MACIS
Skor = 3.1 (jika usia <40 tahun) atau 0.08 × usia (jika usia ≥40 tahun)
+ 0.3 × ukuran tumor (diameter maksimum dalam cm)
+ 1 (Jika direseksi inkomplet)
+ 1 (jika invasif lokal)
+ 3 (jika metastasis jauh)
Survival rate berdasarkan kriteria MACIS (20-tahun):
<6 = 99%
6-6.99 = 89%
7-7.99 = 56%
≥8 = 24%

3.2.10. Komplikasi
Komplikasi yang seringkali muncul adalah pada tiroidektomi yang meliputi:
 Perdarahan. Resiko ini minimum, namun hati- hati dalam mengamankan
hemostatis dan penggunaan drain setelah operasi.
 Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan
embolisme udara. Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif
yang intermitten, dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini dapat di
minimalkan.
 Trauma pada nervus laringeus rekurens. Ia menimbulkan paralisis sebagian
atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang kuat dan ke
hati- hatian pada saat operasi harus diutamakan.
 Sepsis yang meluas ke mdiastinum. Seharusnya ini tidak doleh terjadi pada
operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai
pofilaksis lagi.
31

 Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi


bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dievaluasi dengan pemeriksaan klinik
dan biokomia yang tepat pasca bedah.
 Hipokalsemi. Karena terangkatnya kelenjar paratiroid pada saat pembedahan.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Kasus ini membahas mengenai seorang wanita, 58 tahun, ibu rumah


tangga, beralamat di Pagaralam, beragama Islam, status menikah, MRS pada
tanggal 9 Agustus 2015 dengan keluhan utama timbul benjolan pada leher sebelah
kanan yang membesar sejak5 bulan SMRS.
Benjolan pada leher dapat dikeluhkan sebagai keluhan utama pada
beberapa kemungkinan penyakit seperti yang berasal dari kelainan kongenital,
infeksi, trauma, kelainan metabolik dan neoplasma.
Kelainan kongenital yang menyebabkan benjolan pada leher antara lain
kista brankhiogenik, kista duktus tiroglosus, higroma kistik leher dan
hemangioma. Kelainan-kelainan tersebut ditemukan sejak lahir, sedangkan pada
kasus ini, benjolan baru ditemukan sekitar 15 tahun yang lalu, sehingga diagnosis
kelainan kongenital dapat disingkirkan.
Saat pemeriksaan fisik, tampak warna benjolan sama dengan kulit sekitar,
tidak terasa panas dan tidak terdapat keluhan demam. Tidak juga ditemukan
tanda-tanda inflamasi lainnya, sehingga benjolan tersebut tidak disebabkan oleh
proses infeksi. Penderita juga menyangkal adanya riwayat trauma pada daerah
leher, sehingga disimpulkan bahwa penyebab benjolan juga bukan akibat trauma.
Saat anamnesis, penderita menyangkal adanya riwayat sering berdebar-
debar, berkeringat, nafsu makan meningkat, sulit tidur dan penurunan berat badan
sejak benjolan muncul atau pun sebelumnya. Pemeriksaan fisik juga tidak
menemukan adanya tremor, riwayat sering berdebar-debar, berkeringat
berlebihan, nafsu makan meningkat, sulit tidur dan penurunan berat badan. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan fungsi tiroid dalam batas normal. Sehingga
diagnosis kelainan metabolik dapat disingkirkan. Kemungkinan besar benjolan
pada penderita ini berupa neoplasma. Hal ini juga diperkuat dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang foto cervical soft tissue dan USG.
yang menyatakan kecurigaan adanya ca tiroid bilateral.

34
33

Untuk menentukan staging, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik


pada penderita berupa klasifikasi T, N dan M. Berdasarkan pemeriksaan fisik,
benjolan berukuran 17 x 8 x 5 cm sehingga termasuk dalam klasifikasi T 3. Tidak
ditemukan massa di KGB level I-VII, sehingga klasifikasi nodulnya adalah N 0.
Benjolan yang dialami pasien diakui semakin lama semakin membesar, tetapi
tidak sampai mengganggu proses menelan ataupun terjadinya perubahan suara.
Pasien juga tidak mengeluh sakit kepala, mual, muntah, batuk, sesak, rasa penuh
di ulu hati, dan nyeri di tulang. Hasil pemeriksaan foto thoraks juga masih dalam
batas normal. Hal ini menjelaskan bahwa belum terjadi metastasis pada pasien;
baik ke otak, faring, laring, paru-paru, hati dan tulang, sehingga klasifikasi
metastasisnya adalah M0. Maka, pada pasien ini dapat disimpulkan benjolannya
berada pada stadium T3N0M0.
Berdasarkan SKDI, kompetensi dokter umum dalam menghadapi kasus
seperti ini adalah dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, penegakkan
diagnosis sementara kemudian merujuk. Penderita dan keluarganya diberi
edukasi mengenai penyakitnya dan kemungkinan pengobatan yang akan
dihadapinya, beserta komplikasi dan prognosisnya. Apabila diperlukan, penderita
dapat diberi obat-obatan simptomatis untuk meringankan gejala seperti nyeri atau
demam, sebelum kemudian dirujuk ke spesialis bedah onkologi.
Berdasarkan algoritma penatalaksanaan kanker tiroid dari protokol
PERABOI, yang pertama ditentukan adalah keadaan klinis benjolan tersebut,
ganas atau jinak. Pada penderita ditemukan beberapa tanda keganasan, seperti
pertumbuhan yang cepat dan pada pemeriksaan USG didapatkan kalsifikasi yang
merupakan tanda-tanda keganasan. Kemudian, benjolan dinilai apakah operable
atau inoperable. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang, benjolan pada
penderita tidak mengalami metastase jauh sehingga dapat dilakukan tindakan
pembedahan, yaitu total tiroidektomi.
Prognosis pasien ini ditentukan menurut kriteria AMES. Pada kasus ini
pasien memiliki ciri - ciri risiko tinggi yaitu pasien wanita dengan umur > 51
tahun dan tumor primer > 5 cm. Maka dalam kasus ini angka survival menurut
AMES adalah 61%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Biersack, H-J., Grunwald. 2005. Thyroid cancer. Ed ke-2. Verlag Berlin


Hiedelberg New York: Springer.
2. Chao, K.S. Clifford,. Carlos A. Perez & Luther W. Brady. 2011. Radiation
Oncology Management Decision. Lippincott Williams & Wilkins.
3. Desen, Wan. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Ed ke-2. Willie Japaries.
Beijing : Science Publication. Terjemahan dari : Clinical Oncology.
4. Gursoy, Alptekin., Murat Faik Erdogan. 2012. Ultrasonographic Approach
to Thyroid Nodules : State of art. Germany : Merck.
5. Kasper, L. Dennis MD, et al. 2005. Harrisons principle of internal medicine.
Ed ke-16. USA : McGraw Hill.
6. Magill, joseph, Jean Galy. 2005. Radioactivity Radionuclides Radiation.
Verlag Berlin Heidelberg New York : Karger.
7. Schwartz, I.S., 2000. Principles of Surgery 7th. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
8. Snell,Richard S, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih
bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.
9. Suyatno, Emir Taris Pasaribu. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi.
2010.CV Sagung Seto. Jakarta.
10. Tjakra Wibawa Manuaba.Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid
PERABOI 2003. 2003. CV Sagung Seto. Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai