Anda di halaman 1dari 9

Glaukoma developmental merupakan sekumpulan penyakit yang ditandai

dengan tidak sempurnanya perkembangan sistem outflow dari aquos humor.


Meskipun glaukoma tersebut tidak bermanifestasi sampai dewasa, tetapi
kebanyakan glaukoma developmental terdapat pada bayi dan anak-anak.
Glaukoma pada bayi memang jarang terjadi, tetapi pengaruhnya terhadap
perkembangan visual bisa saja signifikan. Deteksi dini dan terapi yang sesuai
dapat menentukan masa depan penglihatan seorang anak tersebut.
Glaukoma pada anak-anak dibagi menjadi tiga kategori utama: (1) glaukoma
kongenital primer, dimana kelainan terdapat pada kelainan dari perkembangan
anyaman trabekular; (2) glaukoma yang berhubungan dengan penyakit okuler
atau sistemik kongenital lain; (3) glaukoma sekunder yang terjadi akibat
penyakit okuler lainnya, seperti inflamasi, trauma, atau tumor.

Anomali perkembangan dari segmen anterior dapat mengakibatkan anomali


perkembangan dari susunan struktur-struktur yang membentuk jalur keluar aquos humor
konvensional. Dengan demikian, gangguan tersebut cenderung berhubungan dengan
glaukoma. Di antara berbagai macam, Sindrom Axenfeld-Rieger merupakan salah satu
bentuk kelainan perkembangan segmen anterior dengan estimasi prevalensi satu kasus dalam
setiap 200.000 orang.1 http://ghr.nlm.nih.gov/condition/axenfeld-rieger-syndrome
Sindrom Axenfeld-Rieger merupakan kelainan genetik anterior yang melibatkan sudut bilik
mata depan, iris, kornea, dan kadang-kadang juga melibatkan lensa. Biasanya terjadi
hipoplasia stroma anterior dari iris, disertai dengan filamen yang menghubungkan stroma dari
iris ke kornea.2 (vaughan)
American Academy of Ophtalmology. 2011-2012. Pediatric Ophtalmology and Strabismus,
San Fransisco hal. 213
Sekitar 50% dari seluruh kasus sindrom ini berkembang menjadi glaukoma. Glaukoma
muncul biasanya pada akhir masa anak-anak atau saat dewasa, meskipun dapat juga muncul
pada usia dibawah 1 tahun.3 (AAO) Tanda dan gejala Sindrom Axenfeld-Rieger juga dapat
muncul pada bagian tubuh lainnya. Kebanyakan penderita memiliki jarak yang lebar antara
satu mata ke mata lain (hipertelorisme); kelainan gigi (mikrodontia, oligodontia); malformasi
wajah (hipoplasia tulang rahang bawah); dan terkadang beberapa pasien sindrom ini memiliki
lipatan kulit tambahan disekitar umbilikus (redundant periumbilical skin).1
Diagnosis Sindrom Axenfeld-Rieger dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
optalmologi. Pemeriksaan genetik dapat digunakan untuk memastikan diagnosis sindrom ini.
Pasien dengan Sindrom Axenfeld-Rieger mengalami mutasi pada faktor transkripsi gen
PITX2 (4q25) and FOXC1 (6p25).4 http://www.orpha.net/consor/cgi-bin/OC_Exp.php?
Expert=782
Terapi yang paling penting dalam pengobatan Sindrom Axenfeld-Rieger ialah glaukoma.
Gejala yang paling penting dan perlu diperhatikan adalah terapi glaukoma. Terapi
farmakologi dianjurkan sebelum melakukan intervensi pembedahan. Obat-obatan yang dapat
mengurangi inflow dari aquos humor lebih memberi hasil yang baik dibandingkan dengan
obat-obatan yang dapat mempengaruhi outflow. Apabila terapi farmakologi tidak juga
memberikan hasil yang baik, trabekulektomi bisa dijadikan pilihan. 5 European Journal of
Human Genetics (2009) 17, 15271539; doi:10.1038/ejhg.2009.93; published online 10
June 2009
http://eyewiki.aao.org/Axenfeld_Rieger_Syndrome

Sindrom Axenfeld Rieger mengambarkan kelainan perkembangan yang m

Axenfeld-Rieger syndrome represents a spectrum of developmental disorders characterized


by an anteriorly displaced Schwalbe line (posterior embryotoxon), with attached ir is
strands, iris hypoplasia, and anterior chamber dysgenesis; progression to glaucoma
occurs
du ring childhood or adulthood in 50% of cases (Figs 18-3, 18-4, 18-5). The conditions,
previously called Axenfeld anomaly, Rieger anol1laly, Rieger syndrome,
iridogoniodysgenesis
anomaly and syndrome, iris hypoplasia, and familial glaucoma iridogoniodysplasia, all have
genotypic and phenotypic overlap and are now considered a single ent ity known as
Axel1feld-Rieger sYl1drome. With the identification of several causative genes and loci for
these disorders, it is now known that there are cases in which the same ocular appea
rance is caused by d ifferent genes, and others in which very different ocular presentations,
which previously would have been classifi ed as d istinct conditions (Peters anomaly, Rieger
anomaly, or primary glaucoma, for example), are caused by the same mutated gene.
Axenfeld-Rieger syndrome may include a smooth, cryptless iris surface and a high
iris insertion . sometimes accompanied by iris transillumination. Iris hypoplasia can
range
from mild stromal thinning to marked atrophy with hole formation, corectopia, and ectropion
uveae. The severity of the iris hypoplasia may be so great as to mimic aniridia. Posterior
embryotoxon, megalocornea (secondary to glaucoma). or microcornea may occur.
Most important, glaucoma develops in 50% of cases. Associated nonocular
abnormalities
include small teeth . which may also be reduced in number; redundant periumbil ical
skin;
hypospadias; and anomalies in the region of the pitu itary gland.
Autosomal dominant inheritance is most common. Mutations in the PITX2 gene on
band 4q2S have been identified. This is a pai red homeobox gene that regulates expansion
of other genes during embryonic development. Patients with mutations of PITX2 have
been reported with phenotypes of aniridia, Peters anomaly, Rieger anomaly, and Axenfeld
anomaly. The nonocular fi ndi ngs are actually more consistent and should be sought
wilh any of these ocular phenotypes. Mutations in the fo rkhead transc ript ion factor gene
FOXCl (form erly ca lled FKHL7) also cause Axenfeld-Rieger syndrome, with features such
as autosomal dominant iris hypoplasia, juven il e glaucoma. Rieger anomaly and
syndrome.
posterior embryotoxon, Peters anomaly, and primary congenital glaucoma. FOXCI is also
expressed in the heart. and some patients have cardiac valve abnormalities. (AAO)
Angka kejadian
Etiologi
Pengobatan

http://disorders.eyes.arizona.edu/handouts/axenfeld-rieger-syndrometype-3
http://disorders.eyes.arizona.edu/handouts/axenfeld-rieger-syndrometype-2 8
http://disorders.eyes.arizona.edu/disorders/axenfeld-rieger-syndrometype-1 7

Anand, B.S. 2012. Peptic Ulcer Disease. (http://emedicine.medscape.com/article/181753overview , Diakses 25 Agustus 2013).
9. The University of Arizona. 2010.
(http://disorders.eyes.arizona.edu/handouts/axenfeld-rieger-syndrometype-3, diakses 2 April 2014)
8. The University of Arizona. 2010.
(http://disorders.eyes.arizona.edu/handouts/axenfeld-rieger-syndrometype-2 , diakses 2 April 2014)
7. The University of Arizona. 2010.
(http://disorders.eyes.arizona.edu/handouts/axenfeld-rieger-syndrometype-1 , diakses 2 April 2014)
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004 9
1. Genetic Home Reference. 2010. (http://ghr.nlm.nih.gov/condition/axenfeldrieger-syndrome , diakses 3 April 2014)
2. Vaughan
3. American Academy of Ophtalmology. 2011-2012. Pediatric Ophtalmology and

Strabismus, San Fransisco hal. 213


4.
Bachholm,
Daniella.
2011.
Axenfeld-Rieger
Syndrome.
(http://www.orpha.net/consor/cgi-bin/OC_Exp.php?Expert=782, diakses 3 April 2014)
5. European Journal of Human Genetics (2009) 17, 15271539; doi:10.1038/ejhg.2009.93;
published online 10 June 2009
6. Axenfeld TH. Embryotoxon cornea posterius. Klin Monatsbl Augenheilkd. 1920;65:381382

Iris Observation of iris changes is important in establishing the ARS diagnosis


and these include thinning of the iris (hypoplasia), displacement of the pupil
(corectopia) (Figure 1a) or hole formation in the iris mimicking multiple pupils
(polycoria) (Figure 1b). The iris changes may be very subtle (only slight peaking
of the pupil) and may seem to be normal without examination of the iridocorneal
angle (gonioscopy). Dependent on the placement of the pupil corectopia and
polycoria may cause photophobia and cosmetic problems.
Observasi kelainan pada iris merupakan hal yang penting dalam memastikan
diagnosis Sindrom Axenfeld-Rieger , seperti penipisan iris,kelainan posisi pupil
(korektopia), atau iris menampilkan gambaran pupil yang multipel (polikoria).
Kelainan bentuk iris mungkin saja sangat halus atau tidak terlihat (only slight
peaking of the pupil) dan terlihat normal apabila tidak dilakukan pemeriksaan
sudut iridokorneal (gonioskopi). Kelainan pupil seperti korektopia dan polikoria
dapat menyebabkan fotofobia.
Cornea The Schwalbe's line (the peripheral termination of Descemet's
membrane and the anterior limit of the trabeculum) is prominent and displaced
anteriorly (posterior embryotoxon) (Figure 1c). It appears as a white line on the
posterior cornea, near limbus and can be observed in slit lamp examination and
it is easily diagnosed on gonioscopy. Posterior embryotoxon is found in most ARS
patients, but is not required for diagnosis.4 Approximately 15% of the general
population has posterior embryotoxon, without increased risk of developing
glaucoma.5 When posterior embryotoxon is identified in a patient with an
anterior segment disorder, the first consideration should be ARS. Absence of
other corneal abnormalities, such as megalocornea, sclerocornea and corneal
opacity are the useful criteria in distinguishing ARS from other anterior segment
disorders.
Garis Schwalbe (perbatasan perifer antara membran descement dan batas
anterior dari trabekulum) terlihat menonjol dan berada di posisi yang salah
secara anterior (posterior embryotokson). Terlihat garis putih di posterior
kornea, di dekat limbus, dan dapat diobservasi dengan pemeriksaan slitlamp dan
mudah didiagnosis melalui pemeriksaan gonioskopi. Kondisi posterior
embryotokson ditemukan pada kebanyakan pasien Sindrom Axenfeld-Rieger, tapi
kondisi ini bukanlah karakteristik untuk penegakan diagnosis sindrom ini.
Diperkirakan 15% populasi umum memiliki posterior embryotokson, tanpa
peningkatan risiko berkembang menjadi glaukoma. Ketika posterior
embryotokson teridentifikasi pada pasien kelainan segmen anterior, kecurigaan
pertama kita ialah Sindrom Axenfeld-Rieger. Ketidakadaan kelainan kornea
lainnya, seperti megalokornea, sklerokornea, dan kekeruhan kornea, menjadi
patokan kita untuk membedakan Sindrom Axenfeld-Rieger dari kelainan segmen
anterior lainnya.

Chamber angle In ARS, a characteristic chamber angle appearance is observed


and the iris strands bridge the iridocorneal angle to the trabecular meshwork
(Figure 1d). The iris processes/strands may be attached to the Schwalbe's line
and may have variable thickness. Presence of these changes should be examined
with gonioscopy, whenever ARS is suspected.

Pada Sindrom Axenfeld-Rieger, karakteristik sudut bilik mata depan harus


diperhatikan. Biasanya pada sindrom ini helaian-helaian iris membentuk
jembatan antara sudut iridokorneal dan anyaman trabekular. Helaian-helaian ini
menempel pada gari Schwalbe dan memiliki ketebalan yang bervariasi. Kelainan
ini dinilai melalui gonioskopi, kapanpun dicurigai adanya Sindrom AxenfeldRieger.
Increased ocular pressure (IOP) leading to glaucoma is the major consequence
of the eye dysgenesis observed in ARS, where approximately half of the patients
develop secondary glaucoma.1 Glaucoma can develop in infancy, but usually
occurs in adolescence or early adulthood. In some cases it can be observed after
middle age. As ARS patients are at risk of glaucoma development throughout
their lives, they should be examined annually for the changes in IOP and the
optic nerve head.
Peningkatan tekanan intraokular yang berujung menjadi glaukoma merupakan
komplikasi utama dari disgenesis mata yang terjadi pada sindrom AxenfeldRieger.Glaukoma bisa timbul saat bayi, tapi biasanya muncul pada remaja dan
dewasa. Pada beberapa kasus glaukoma pada sindrom ini muncul pada usia
paruh baya. Karena meningkatnya risiko untuk terjadinya glaukoma, tekanan
intraokular dan papil dari nervus optikus harus diperiksa setiap tahunnya.
Systemic findings
AxenfeldRieger syndrome patients may have accompanying systemic features.
The most characteristic features are mild craniofacial dysmorphism (Figure 2),
dental anomalies and redundant periumblical skin. The midface abnormalities
include hypertelorism, telecanthus, maxillary hypoplasia with flattening of the
mid-face, prominent forehead, and broad, flat nasal bridge. Dental abnormalities
may be small teeth (microdontia) or fewer teeth than normal. In the abdominal
region, a failure of involution of the skin resulting in redundant periumbilical skin
can be seen and this may be mistaken for an umbilical hernia. Hypospadia in
males, anal stenosis, pituitary abnormalities and growth retardation may also be
found. Systemic changes other than these are usually not considered as the
classical features of ARS.

Kelainan Sistemik
Kelainan sistemik dapat menyertai sindrom Axenfeld-Rieger. Karakteristik tersering ialah
dismorfisme kraniofasial, anomali dental, dan berlebihnya kulit periumbilikal. Kelainan fajah
termasuk hipertelorisme, telekantus, hipoplasia maksilaris dengan pendataran wajah bagian
tengah, kening yang menonjol, tulang hidung yang lebar dan datar. Hipospaddia pada lakilaki, stenosis anal, abnormalitas kelenjar hipofisis. Kelainan sistemik selain kelainan tersebut
biasanya tidak dipertimbangkan sebagai gejala klasik dari Sindrom Axenfeld-Rieger.

1. Sindrom Endothelial Iridokornea

Spektrum kelainan ini ditandai dengan berbedanya derajat edema kornea, glaukoma, dan
abnormalitas iris. Sindrom ini mencakupi 3 variasi yaitu (1) Chandlers Syndrome, (2)
essential iris atrophy, (3) Cogan-Reese(iris nevus). Sindrom ICE biasanya unilateral,
kebanyakan pada wanita, dan muncul pada usia awal dewasa. is typically unilateral, female
predominance, manifest in early adulthood. Chandlers syndrome terjadi ketika perubahan
patologis terbatas pada permukaan dalam kernua dengan disfungsi pompa endotelial yang
berujung pada edema kornea. Atropi iris esensial terjadi ketika endotel yang abnormal
berproliferasi ke permukaan iris dengan membran kontraksi berikutnya yang menyebabkan
korektopia pupil, atropi iris, dan polikoria. Jika kelainan bentuk dan fungsi endotel menyebar
ke sudut bilik mata depan, akan menjadi sinekia anterior perifer dan menjadi glaukoma.
Cogan-Reese(iris nevus) memiliki manifestasi adanya nodul iris berpigmen yang diakibatkan
karena kontraksi membran endotel di permukaan iris. Sifat sindrom ini yang unilateral,
perubahan endotel kornea, bermanifestasi pada usia paruh baya, dominan pada perempuan,
dan minimnya kelainan sistemik menjadi pembeda dari sindrom Axenfeld-Rieger.
Peters Anomaly
Anomali Peter memiliki karakteristik yaitu kekeruhan pada sentral kornea yang berasosiasi
dengan tidak adanya membran descemen dan lapisan endothel serta perbedaan derajat adesi
iridokorneal dari garis pinggir kekeruhan kornea. 60% kasus ini bilateral dan dapat dikaitkan
eengan glaukoma kongenital, aniridia, dan mikrokornea. Anomali Peter juga dapat dikaitkan
dengan kelainan sistemik seperti pertumbuhan terhamnbat, defek jantung, gangguan
pendengaran, defek sistem syaraf pusat, gangguan gastrointestinal dan genitourial.
Anomali Peter biasanya jarang terjadi, tetapi dapat diturunkan secara autosomal dominan atau
resesif diakibatkan oleh gen PAX6, PITX2, CYP1B1, atau FOXC1. Meskipun memiliki
banyak kesamaan, Anomali Peter dapat didiferensiasi dari Sindrom Axenfeld-Rieger karena
memiliki kelainan kornea yang lebih signifikan.
Aniridia(Iris Hypoplasia)

Aniridia merupakan kondisi bilateral dengan variasi penampilan iris. Aniridia juga memiliki
karakter yaitu pannus yang memanjang sampai sentral kornea akibat defisiensi defisiensi sel
induk, katarak, hipoplasia fovea, penurunan penglihatan, atau nistagmus. Aniridia biasanya
diturunkan secara autosomal dominant, tetapi 30% kasus terjadi akibat mutasi gen PAX6.
Aniridia juga dikaitkan dengan risiko 50-75% berkembang menjadi glaukoma. Pannus
kornea, hipoplasia fovea, and hipoplasia iris menjadi pembeda aniridia dan sindrom
Axenfeld-Rieger.
Congenital Ectropion Uveae
Dislokasi kongenital atau penarikan epitel berpigmen posterior dari pupil terjadi akibat
kontraksi dari myofibroblast ke margin pupil.Akan tetapi gambaran ini juga terdapat pada
sindrom Axenfeld-Rieger, ICE, neurofibromatosis, fasial hemihipertropy, dan Prader-Willi
syndrome. Congenital ectropion uveae juga memiliki gambaran rubeosis iridis. Ektropion iris
unilateral kongenital; permukaan iris yang tidak ada kripta, insersi iris yang tinggi, disgenesis
sudut bilik mata depan, dan glaukoma biasanya menyertai dalam penegakkan diagnosis
congenital iris ectropion syndrome.
Ectopia Lentis et Pupilae
Kondisi ini merupakan kelainan yang langka, bilateral, autosomal resesif yang memiliki ciri
yaitu dislokasi pupil, biasanya secara inferotemporal, dikaitkan dengan subluksasi lensa,
biasanya pada arah yang berbeda. Kondisi ini juga ditandai dengan adanya microsperofakia,
miosis, dan dilatasi pupil yang buruk. Glaukoma biasanya tidak terjadi pada kondisi ini.
Oculodentodigital Dysplasia
Displasia okulodentodigital merupakan kelainan autosomal dominan yang ditandai dengan
adanya retinopati pigmen, koloboma iris, katarak kongenital, glaukoma, mikrokornea,
mikroftalmus, hidung kecil dengan nostril yang sempit dan hipoplasti alae, abnormalitas jari
keempat dan kelima, dan hipolasti enamel dental. Tidak adanya kelainan sudut bilik mata
depan membedakan kelainan ini dengan sindrom Axenfeld-Rieger.

Glaukoma kongenital
Klasifikasinya

Definisi
Epidemiologi
Faktor risiko
Gejala
Prognosis
pengobatan

Anda mungkin juga menyukai