Anda di halaman 1dari 4

Jefri Irawan | Pendekatan Pelayanan Kesehatan Primer pada Kegawatdaruratan Mata: Ablasio Retina

Pendekatan Pelayanan Kesehatan Primer pada


Kegawatdaruratan Mata: Ablasio Retina
Rani Himayani1, Jefri Irawan2, Fidha Rahmayani3, Liana Sidharti4.
1
Departemen Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
3
Departemen Ilmu Penyakit Syaraf, Fakultas Kedokteran, Universitas
4
Departemen Anastesi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Dokter di layanan primer merupakan garda terdepan dalam memenuhi sebagian besar masalah kesehatan
masyarakat baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Dokter diharapkan mampu membuat
diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, termasuk kegawatdaruratan pada mata. Ablasio retina
merupakan pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen
retina di bawahnya. Mengenali tanda dan gejala melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam
penegakan diagnosis ablasio retina. Pasien ablasio retina biasanya mngeluhkan adanya kilatan cahaya (fotopsia) dan adanya
objek coklat kehiataman yang berterbangan (floaters) yang unilateral. Tekanan intraocular menurun. Pada ablatio retina
dapat terjadi penurunan visus hingga kurang dari 6/60 dalam beberapa kasus. Pada pemeriksaan oftalmoskop direk
didapakan red reflex dan juga terdapat ablatio berupa kerutan, opak dan pucat. Jika diagnosis terhadap kecurigaan ablasio
retina telah ditegakkan, hal yang paling utama yang dilakukan dokter di pelayanan primer adalah segera merujuk pasien ke
oftalmoliogis. Ketepatan diagnosis dan pengobatan yang sesuai bertujuan untuk mendapatkan prognosis terbaik. Selain itu
terdapat beberapa Tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah ablasio retina.

Kata kunci: Ablatio retina, diagnosis, layanan kesehatan primer.

Primary Health Care Approach to Ocular Emergencies: Retinal Detachment


Abstract
Primary care physician is the front liner in pursuing the communities health. It can be promotive, preventive, curative, or
rehabilitative. Hopefully, physician can make a clinical diagnosis and give the first therapies in an emergency cases in order
to save people and prevent disabilities in patient. Retinal detachment refers to separation of the sensory layer, the
fotoreseptor and the inner tissue to the retinal epithelium pigment (RPE). Knowing the sign and symptom through
anamnesis and physical examination in really important in order to make diagnosis about retinal detachment. Patient may
experience unilateral flashing light (fotopsia) and small brown to black things that float across the vision (floaters). The
intraocular pressure may decrease. Visual acuity can decrease to less than 6/60 in some cases. In direct oftalmoscope, red
reflex and detachment which is wrinkle, opaque, and pale is found. If the suspect diagnosis of retinal detachment is already
make, the first important thing that the primary care physician should do is immediately referred the patient to an
ophthalmologist. The prompt and appropriate treatment is make to pursuit the best prognosis. There are some preventive
treatment that the patient can do to prevent the retinal detachment.

Key word: Retina detachment, diagnosis, primary health care

Korespondensi: Jefri Irawan. Perum Sidosari, Natar, Lampung Selatan. Hp: 081272863621. Email: jefriirawan35@gmail.com

Pendahuluan Kegawatdaruratan mata adalah


Dokter di layanan primer merupakan gangguan pada sistem penglihatan yang
garda terdepan dalam memenuhi sebagian apabila tidak ditangani segera dapat bersifat
besar masalah kesehatan masyarakat baik permanen. Dalam kondisi gawat darurat,
dalam upaya promotif, preventif, kuratif, diagnosis yang cepat dan tepat merupakan
maupun rehabilitative.1 Menurut Peraturan kunci dari keberhasilan penanganan. Dokter
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor harus familiar dengan tanda dan gejala dari
5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis kegawatdaruratan mata, seperti mata merah
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan akut, visus turun mendadak, nyeri mata akut,
Primer, dokter diharapkan mampu membuat trauma mata, dan lain sebagainya. Ketepatan
diagnosis klinik dan memberikan terapi diagnosis dan pengobatan yang sesuai untuk
pendahuluan pada keadaan gawat darurat mendapatkan prognosis terbaik penting
demi menyelamatkan nyawa atau mencegah dilakukan.3 Keterlambatan penanganan dalam
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. 2

JK Unila | Volume 5 | Nomor 2| Desember 2021 | 116


Jefri Irawan | Pendekatan Pelayanan Kesehatan Primer pada Kegawatdaruratan Mata: Ablasio Retina

kegawatdaruratan mata dapat menyebabkan pasca operasi katarak dapat meningkatkan


kehilangan penglihatan permanen.4 resiko ablasio retina sekitar 7 kali.12 Faktor
Beberapa kasus kegawatdaruratan resiko lain yaitu afakia (30%-40%), trauma
mata diantaranya yaitu penetrasi akibat ocular (10%-20%) dan riwayat ablasio retina.
trauma fisik pada mata, oklusi pembuluh Glaucoma juga merupakan faktor resiko. Studi
darah retina sentral, glaucoma sudut tertutup melaporkan bahwa 4-7% pasien dengan
akut, trauma kimia, dan juga ablasio retina.5 glaucoma sudut tertutup kronis berkembang
Ablasio retina merupakan pemisahan retina menjadi ablasio retina.13 Kelainan kongenital
sensorik, yakni lapisan fotoreseptor dan seperti sindrom stickler, sindrom marfan, dan
jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen sindrom ehler-danlos juga berhubungan
retina di bawahnya.6 Menurut American dengan ablasio retina.4
Academy of Ophtamology (AAO), ablasio Menurut American Ophtometric
retina, khususnya tipe regmatogen Association (AAO), ablasio retina terbagi 2,
merupakan kasus kegawatdaruratan mata yaitu regmatogen dan non regmatogen.
terbanyak nomor tiga setelah iskemik optic Ablasio retina yang paling sering terjadi dan
neuropati dan oklusi pembuluh darah retina menimbulkan kondisi kegawatdaruratan yaitu
sentral.7 Penelitian menunjukkan bahwa tipe regmatogen, dimana terdapat robekan
insiden ablasio retina yaitu 6.3 and 17.9 per pada sensori retina. Robekan retina paling
100,000 populasi.8 Di Indonesia sendiri, sering disebabkan oleh traksi pada vitreous di
ablasio retina merupakan indikasi operasi permukaan retina. Traksi ini secara fisik
vitrektomi terbanyak di Provisi Sulawesi Utara menyebabkan lapisan sensori retina terpisah
periode Januari – Desember 2014 (59%).9 dari RPE, menghasilkan retinal tear. Robekan
Isi dari retina memungkinkan cairan masuk dari
Retina merupakan lapisan terdalam cavitas vitreous ke ruang rubretinal. Pada
dari jaringan bagian posterior mata yang ablasio non-regmatogen, terdapat akumulasi
terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan terluar eksudat ataupun transudate di ruang
retina berbatasan dengan rongga vitreal dan subretina. Penyebab lain dari tipe ablatio
lapisan terdalam, koroid. Ablasio retina retina ini meliputi korioretinitis, tumor koroid
merupakan pemisahan retina sensorik, yakni metastatic, angioma retinal, efusi koroid, dan
lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian trauma.14
dalam, dari epitel pigmen retina (RPE) di Sangat penting bagi dokter di layanan
bawahnya.6 Bagian luar retina neurosensori primer untuk memiliki tingkat kecurigaan yang
ialah tempat fotoreseptor berada. Fotreseptor tinggi terhadap ablasio retina berdasarkan
mendapat oksigen dan nutrisi dari koroid. Di tanda dan gejala. Pasien dengan adanya
dalam fovea, tidak ada pembuluh darah ablasio retina merasakan seperti adanya
retina, dan jaringan retina di dalam area ini kilatan cahaya atau dikenal juga dengan
sepenuhnya bergantung pada koroid untuk fotopsia. Pasien juga merasakan seperti
kebutuhan oksigennya. Pelepasan makula melihat objek coklat kehitaman atau floaters.
dapat menyebabkan kerusakan permanen Baik fotopsia maupun floaters biasanya
pada fotoreseptor di lokasi ini. Penglihatan unilateral. Penurunan visus berat dapat
berpotensi dipertahankan jika makula tetap dirasakan jika makula terlibat dalam ablasio
melekat, dan retina disambungkan kembali retina.13 Pasien juga dapat merasakan seperti
dengan tepat. Namun, jika makula terlepas, adanya gambaran awan atau jaring dalam
dapat menyebabkan kerusakan yang penglihatan mereka.3
irreversibel. Itulah mengapa ablasio retina Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan
digolongkan kepada kasus kegawatdaruratan visus dilakukan sebelum dilatasi pupil. Visus
mata.10 dapat mencapai kurang dari 6/60 jika terdapat
Beberapa faktor resiko dari ablasio keterlibatan makula dalam ablasio retina.
retina yaitu usia 50 – 70 tahun, laki – laki, Tekanan intraokular teraba menurun. Apabila
operasi katarak, myopia.11 Miopia sampai -3 memungkinkan pemeriksaan slit lamp
dioptri meningkatkan resiko ablasio retina dilakukan untuk melihat keabnormalitasan
hingga empat kali. Sedangkan miopia yang pada segmen anterior mata.11
lebih dari -3 dioptri meningkatkan resiko dari Jika didapatkan tanda dan gejala yang
ablasio retina sekitar 10 kali. Enam tahun mengerah kepada kecurigaan ablasio retina

JK Unila | Volume 5 | Nomor 2| Desember 2021 | 117


Jefri Irawan | Pendekatan Pelayanan Kesehatan Primer pada Kegawatdaruratan Mata: Ablasio Retina

seperti yang sudah dijelaskan, dokter dipersiapkan. Kita juga harus mengetahui
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kontak dokter yang akan melakukan operasi.11
funduskopi. Pupil didilatasi terlebih dahulu. Walaupun terapi pembedahan
Oftalmoskop direk dapat digunakan untuk merupakan pilihan utama, farmakoterapi
memvisualisasikan refleks merah (red reflex), dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan
yang mengindikasikan adanya ablasio retina tambahan, mengingat insidensi kegagalan
maupun perdarahan vitreous. Red reflex pada pembedahan dapat mencapa 20%.
biasanya pucat ataupun abu – abu (Gambar Intervensi yang dijelaskan menunjukkan
1). Normalnya didapatkan gambaran warna beberapa perbedaan jalur dan target
oren. Pada pemeriksaan oftalmoskop direk terapeutik. Beberapa mekanisme yang
dengan jarak pemeriksa dengan pasien dijelaskan meliputi pencegahan ablasio retina
sedekat mungkin, didapatkan adanya ablasio kembali dengan menghambat pembentukan
di dekat makula berupa kerutan, opak, dan proliferative vitreoretinopathy (PVR) dan
pucat. Namun demikian oftalmoskop indirek memperpanjang kelangsungan hidup
diperlukan untuk mengevaluasi retina sentral fotoreseptor. Penelitian dalam skala besar
dan perifer.4 masih dibutuhkan dalam menentukan efikasi
dari terapi farmakologi untuk ablasio retina.15
Upaya preventif atau pencegahan juga
merupakan tatalaksana yang penting dalam
pelayanan primer dari ablasio retina.
Menggunakan pelindung mata
direkomendasikan kepada seseorang yang
melakukan olahraga, terutama bagi penderita
miopia sedang sampai berat. Pasien yang
menjalani operasi katarak diedukasi mengenai
gejala ablasio retina dan pentingnya untuk
melaporkan ke pelayanan kesehatan terdekat
jika gejala dirasakan. Tindakan preventif juga
dapat dilakukan pasca ablasi vitreus posterior
Gambar 1. Red reflex pada ablasio retina
yang bertujuan mencegah terjadinya robekan
retina. Kesempatan terbaik dalam pencegahan
Setelah dilakukan anamnesis dan
berkisar satu jam sampai satu minggu pasca
pemeriksaan fisik, jika didapatkan tanda dan
ablasi vitreous posterior dan pembentukan
gejala yang mengerah kepada kecurigaan
retinal tear dikarenakan terdapat interval
ablasio retina seperti yang sudah dijelaskan
waktu antara ablasi dan robeknya retina.
maka yang harus dilakukan yaitu merujuk
Hanya 1 sampai 2 persen dari pasien ablasi
pasien ke spesialis mata secepatnya,
vitreous posterior vitreus yang mengalami
disarankan dalam 24 jam pertama untuk
robekan retina.16
pemeriksaan lebih lanjut. Antitusif maupun
Ketepatan dalam diagnosis dan
antiemetik dapat diberikan jika diperlukan.3
pengobatan yang sesuai untuk mendapatkan
Ablasio retina diterapi dengan
prognosis terbaik penting untuk dilakukan.3
pembedahan, seperti mengunakan laser
Pasien yang tidak ditangani segera beresiko
fotokoagulasi, vitrektomi, scleral buckle, dan
dalam kehilangan penglihatan yang berat dan
pneumatic retinopexy. Tujuan dari dari
dapat menjadi kehilangan penglihatan yang
pembedahan yaitu untuk menutup robekan
permanen. Ketajaman visual bergantung
retina sehingga cairan berhenti masuk ke
kepada makulanya sudah terkena atau belum.
retina dan mengakibatkan perlengketan
Perbaikan dari ablasio retina dalam ketajaman
Kembali. Diperkirakan 85% dari ablasio retina
visual mencapai minimal 20/40 dalam 75%
dapat ditangani dalam sekali operasi. Tidak
pasien dengan yang makulanya belum ablasi.
semua rumah sakit mempunyai fasilitas bedah
Sedangkan pasien yang makulanya sudah
retina, maka dari itu di pelayanan primer
terkena, perbaikan visus hanya pada 40%
harus menjelaskan kepada pasien tentang
pasien. Satu dari empat pasien mengalami
biaya operasi dan hal-hal yang harus
ablasio retina di mata yang kontralateral.
Follow up diperlukan dalam memonitor tanda

JK Unila | Volume 5 | Nomor 2| Desember 2021 | 118


Jefri Irawan | Pendekatan Pelayanan Kesehatan Primer pada Kegawatdaruratan Mata: Ablasio Retina

dari PVR yang menyebabkan terjadinya 24 Mei 2016; disitasi tanggal 1 Januari
kembali ablasio retina.5 2022]. Tersedia dari:
Prognosis ketajaman visual pada https://www.aao.org/young-
ablasio retina regmatogen juga bergantung ophthalmologists/yo-info/article/top-10-
kepada keterlibatan fovea. Jika pusat fovea eye-emergencies.
tidak terlibat disebut 'makula-on' dan jika 8. Mitry D, Charteris DG, Fleck BW,
pusat fovea terlepas disebut 'makula-off'. Campbell H, Singh J. The epidemiology of
Pada pasien dengan makula on, ablasio retina rhegmatogenous retinal detachment:
memiliki ketajaman visual koreksi awal yang geographical variation and clinical
baik (BCVA) dan prognosis lebih baik. associations. Br J Ophthalmol. 2010.
Sebaliknya, pada ablasio retina makula off, 94(6):678-84.
memiliki BCVA yang lebih rendah dan 9. Sinaga R, Rares L, Sumual V. Indikasi
prognosis lebih buruk.17 vitrektomi pada kelainan retina di Balai
Kesimpulan Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)
Ablasio retina merupakan suatu penyakit Provisi Sulawesi Utara periode Januari–
kegawatdaruratan pada mata. Mengenali Desember 2014 Indikasi vitrektomi pada
tanda dan gejala melalui anamnesis dan kelainan retina di Balai Kesehatan Mata
pemeriksaan fisik sangat penting dalam Masyarakat (BKMM) Provisi Sulawesi
penegakan diagnosis ablasio retina. Jika Utara periode Januari– Desember 2014 J
diagnosis terhadap kecurigaan ablasio retina e-clinic. 2016. 4(1): 359-62.
telah ditegakkan, hal utama yang penting 10. Blair K, Czyz C. Retinal Detachment
dilakukan oleh dokter di pelayanan primer [internet]. USA: StatPearls Publishing.
adalah segera merujuk pasien ke 2021 [diperbarui tanggal 9 Agustus 2021;
oftalmoliogis. Ketepatan diagnosis dan disitasi tanggal 1 Januari 2022]. Tersedia
pengobatan yang sesuai bertujuan untuk dari:
mendapatkan prognosis terbaik. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NB
Daftar Pustaka K551502/#article-28444.s4.
1. Ikatan Dokter Indonesia. Penataan sistem 11. Yorston D. Emergency management:
pelayanan primer. Jakarta: Ikatan Dokter retinal detachment. Community Eye
Indonesia; 2016. Health Journal. 2018. 31(103):63.
2. Kementrian Kesehatan Republik 12. Feltgen N, Walter P: Rhegmatogenous
Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan retinal detachment — an ophthalmologic
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 emergency. Dtsch Arztebl Int 2014;
Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi 111(1–2): 12–22.
Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 13. American Optometric Assotiation. Care of
Primer. Jakarta: Kementrian Kesehatan the patient with retinal detachment and
Republik Indonesia; 2014. related peripheral vitreoretinal disease.
3. Yan H dan Wang S. General Guideline of USA:
Ophthalmic Emergency. Dalam: Hua Y, 14. Kaur S, Larsen H, Nattis A. Primary care
editor. Ocular trauma. Singapore: approach to eye condition. Osteopathic
Springer; 2018:1-9. Fam Physician. 2019. 11(2): 28-34.
4. Shah SM dan Khanna CL. Ophtalmic 15. Wuben TJ, Besirli CG, Zacks DN.
emergencies for the clinician. Mayo Clin Pharmacotherapies do retinal
Proc. 2020. 95(5):1050-8. detachment. Trans Science Review. 2016.
5. Gelston CD. Common eye emergencies. 23(7):1553-62.
American Family Physician. 2013. 16. Gariano R. Evaluation and management
88(8):515-9. of suspected retinal detachment. Am Fam
6. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. Physician. 2004. 69:1691-8.
Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Alih 17. Sultan ZN, Agorogiannis EI, Iannetta D,
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: et al. Rhegmatogenous retinal
Widya Medika; 2012. detachment: a review of current practice
7. Patel PS. Top 10 eye emergencies in diagnosis and management. BMJ Open
[internet]. USA: American Academy of Ophthalmology 2020;5:e000474.
Ophtalmology; 2016 [diperbarui tanggal

JK Unila | Volume 5 | Nomor 2| Desember 2021 | 119

Anda mungkin juga menyukai