Pembimbing :
1
PENDAHULUAN
Degenerasi makula adalah suatu keadaan dimana makula mengalami kemunduran sehingga
penglihatan sentral. Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital
dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat lapang pandang.
Tanda utama dari degenerasi pada makula adalah didapatkan adanya bintik-bintik abu-abu atau
hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan-lahan
yang sangat berat pada satu atau kedua mata (American Academy of Ophthalmology, 2015-
2016).
penglihatan atau kebutaan di Amerika, yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika
Serikat menunjukkan, 15 persen penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula.
Bentuk yang paling sering terjadi adalah Age-Related Macular Degeneration (AMD) atau
sederhana, AMD terbagi atas stadium dini dan lanjut. AMD stadium lanjut terbagi lagi menjadi
atrofi geografik (tipe non-eksudatif) dan eksudatif (Vaughan & Asbury, 2009). Kedua jenis
AMD tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan dan menyebabkan kerusakan
penglihatan yang berat (misalnya kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi)
tetapi jarang menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan
kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada
AMD, umumnya ditandai dengan terjadinya kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba
ataupun secara perlahan, pada salah satu mata terlebih dahulu lalu pada kedua mata, tanpa rasa
nyeri (Ilyas Sidharta & Yulianti SR, 2014). Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
2
gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik mata secara komprehensif, pemeriksaan penunjang
seperti Optical Coherence Tomography (OCT), Angiogram Fluoresein, dan Foto Fundus
Sejauh ini, terapi AMD bersifat profilaksis untuk tipe noneksudatif. Pemberian vitamin
dan antioksidan oral hanya mampu membantu memperlambat progresivitas penyakit. Untuk
beberapa kasus AMD eksudatif, terapi laser bisa membersihkan pembuluh darah abnormal
sehingga kekaburan penglihatan dapat dicegah. Tetapi tidak semua kasus bisa diatasi dengan
terapi laser. Faktor risiko gangguan ini selain karena usia tua, juga riwayat keluarga (genetik),
ras kaukasia serta merokok (Vaughan & Asbury, 2009. AREDS, 2012).
3
DEFINISI
Secara umum, degenerasi makula digambarkan sebagai suatu keadaan dimana makula
menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. Namun, terdapat juga berbagai definisi lain
yang dibuat untuk menggambarkan suatu kelainan atau degenerasi makula tersebut. Beberapa
penelitian menyebutkan beberapa definisi degenerasi makula terkait usia, sebagai berikut
1. Fermingham Eye Study : mata didiagnosis mengalami suatu degenerasi makula terkait
usia jika visus 6/9 atau kurang, dan dari hasil pemeriksaan oftalmologis didapatkan
perubahan makula atau polus posterior yang diakibatkan oleh proses penuaan.
2. National Health and Nutrition Eye Study : degenerasi makula terkait usia adalah
hilangnya refleks makula, dispersi pigmen, dan drusen di daerah makula yang
berhubungan dengan visus 6/12 atau kurang, yang diduga timbul akibat kelainan
tersebut.
3. Gisborne Study : Degenerasi pada makula jika visus yang terkena 6/9 atau lebih buruk
EPIDEMIOLOGI
atau kebutaan di Amerika, yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika Serikat
Bentuk yang paling sering terjadi adalah Age-Related Macular Degeneration (AMD) atau
Degenerasi Makula Terkait Usia. Di Amerika Utara, diperkirakan sekitar 15 juta jiwa (85%-
90% dari seluruh penderita degenerasi makula terkait usia), saat ini menderita degenerasi
makula terkait usia non-eksudatif dan 1,7 juta jiwa (10%-15% dari seluruh penderita
4
degenerasi makula terkait usia) menderita degenerasi makula terkait usia eksudatif. Sekitar
200.000 kasus degenerasi makula terkait usia eksudatif bermunculan setiap tahunnya di
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi
bagian dalam dua per-tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior sejauh
korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa,
ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina sehingga berhubungan juga dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Retina
retina posterior terdapat makula berdiameter 5 – 5,6 mm. Di tengah makula terdapat fovea yang
secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
5
Retina adalah bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang
cahaya, terdiri atas lapisan-lapisan, dari luar ke dalam, yaitu (Ilyas Sidharta & Yulianti SR,
2014) :
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel
kerucut.
5. Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal
dengan fotoreseptor.
6. Lapisan inti dalam yang mengandung badan-badan sel bipolar, sel amakrin, dan horizontal.
7. Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju
saraf optik.
6
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu koriokapilaris yang berada tepat di luar
membran Bruch, yang menperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri
retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam (Ilyas Sidharta & Yulianti SR,
2014).
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optik, sebagai suatu reseptor
kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serabut saraf retina melalui saraf optik, dan akhirnya ke korteks
penglihatan oksipital. Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapat sel kerucut di
pusat makula (fovea), menipis di bagian perifer, sedangkan sel batang meningkat di bagian
perifer. Fovea berperan dalam ketajaman penglihatan dan penglihatan warna yang baik, serta
sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1
antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin
penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel
ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari
susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan
warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari
fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik
dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.
Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung redopsin, yang merupakan suatu pigmen
penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-
7
Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami
isomerisasi menjadi bentuk ali-trans. Redopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh
terbenam di lempeng membram lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan
cahaya puncak oleh terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah
kerucut memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm
masing-masing untuk sel kerucut peka-biru, hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri
dari 11-sis retinal yang terikat ke berbagai protein opsin (Vaughan & Asbury, 2009).
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak
dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spectral
retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi
warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang
Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh
kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang (Vaughan
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya AMD belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Ada
beberapa teori yang menjelaskan proses penyakit ini, antara lain (Kinshuck D. & Hope M.,
2012) :
1. Proses Penuaan
8
Bagian paling luar dari sel fotoreseptor yang berbentuk kepingan sering di “makan” oleh Epitel
Pigmen Retina (EPR) dengan pola diurnal, yaitu kepingan terluar sel batang dimakan pada siang
hari dan kepingan terluar sel kerucut dimakan pada malam hari. Kepingan yang tidak
terfagositosis akan tertimbun dalam EPR yang disebut lipofusin. Lipofusin akan menghambat
degradasi makromolekul seperti protein dan lemak, mempengaruhi ekspresi gen yang mengatur
keseimbangan antara Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan produksi Pigment
Epithelial Derived Factor yang merupakan zat anti angiogenik, serta bersifat fotoreaktif,
akibatnya menimbulkan terjadinya apoptosis EPR. Lipofusin yang tertimbun dalam sel EPR akan
memfagositosis sel fotoreseptor. Lipofusin tertimbun diantara sitoplasma dan membran basalis
sel EPR, membentuk lapisan yang disebut Basal Laminar Deposit, yang ikut bertanggungjawab
2. Teori Iskemia
Angiogenesis terjadi karena adanya iskemik pada jaringan yang memacu timbulnya suatu agen
angiogenik antara lain VEGF. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada AMD, iskemia tidak
memegang peranan yang penting. Sel fotoreseptor hanya terpapar oleh sedikit oksigen,
sedangkan EPR terpapar olek oksigen dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Pada kenyataannya,
sel fotoreseptor tidak memproduksi VEGF, justru sel EPR yang memproduksi VEGF dalam
jumlah besar. Disamping itu, ditemukan pula tanda-tanda adanya sel-sel radang pada jaringan
Choroid Neovascular (CNV) yang dieksisi, sehingga diduga bahwa lebih besar kemungkinannya
CNV tumbuh sebagai reaksi perbaikan luka dari pada sebagai reaksi terhadap iskemia tersebut.
Kerusakan oksidatif terjadi karena terbentuknya zat yang disebut Reactive Oxygen Substance
(ROS) yang dihasilkan oleh oksidasi pada mitokondria. Adanya ROS menimbulkan gangguan
metabolisme intrasel, antara lain metabolisme protein dan lemak. Lemak yang sangat rentan
9
terhadap kerusakan oksidatif adalah asam lemak tak jenuh ganda. Sel EPR yang mengalami
kerusakan oksidatif akan memproduksi VEGF dalam jumlah besar, yang memacu timbulnya
CNV. Retina sangat mudah mengalami kerusakan oksidatif karena beberapa alasan, yakni
(Spaide R, 2006) :
- Bagian luar fotoreseptor mengandung sangat banyak asam lemak tak jenuh ganda.
- Bagian dalam sel batang mengandung sangat banyak mitokondria yang dapat membocorkan
ROS.
ETIOLOGI
Degenerasi makula dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan dapat diperberat oleh beberapa
1. Umur
Faktor risiko yang paling berperan pada terjadinya AMD adalah umur. Meskipun degenerasi
makula dapat terjadi pada orang muda, penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun
berisiko lebih besar menjadi AMD dibanding dengan orang muda. Hanya 2% saja yang dapat
menderita AMD pada orang muda tapi risiko ini meningkat 30% pada orang yang berusia di
atas 70 tahun.
2. Genetik
Penyebab kerusakan makula adalah Complement Factor H (CFH), gen yang telah bermutasi
atau faktor komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit ini. CFH
terkait dengan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.
3. Merokok.
10
5. Riwayat Keluarga
Risiko seumur hidup terhadap pertumbuhan AMD adalah 50% pada orang-orang yang
mempunyai hubungan keluarga dengan penderita penyakit ini dan hanya 12% pada mereka
AMD menyerang para penderita penyakit diabetes mellitus dan atau tekanan darah tinggi
Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh
KLASIFIKASI
Sekitar 85% kasus AMD adalah tipe non-eksudatif, dimana jumlah penderita antara laki-laki
dan perempuan adalah sama (Life E, 2012). Karakteristik dari AMD tipe ini adalah adanya
bercak-bercak kekuningan dan pembuluh darah yang tampak melebar di sekitar makula.
Bercak kekuningan ini dikenal dengan drusen. Drusen secara klinis digambarkan sebagai
endapan kuning, yang terletak di dalam membrane Bruch, bervariasi dalam ukuran dan bentuk,
11
Menurut ukurannya, drusen dibagi menjadi ukuran kecil (kurang dari 64 um), ukuran
sedang (antara 64 -125 um), ukuran besar (lebih dari 125 um). Selain ukuran, drusen juga dapat
dibedakan menurut bentuknya, yakni hard drusen (drusen keras) dan soft drusen (lunak).
Drusen keras merupakan residual bodies yang bertanggung jawab terhadap penebalan
membran Bruch, yang berhubungan dengan adanya deposit lamina basalis. Drusen lunak
merupakan timbunan membranosa dan vesikel yang berhubungan dengan deposit lamina
basalis. Biasanya ukurannya lebih besar dari drusen keras dan batasnya kurang tegas. Pada
angiografi fluoresin, drusen keras akan tampak sebagai bercak-bercak hiperfluoresensi yang
terang, sedangkan drusen lunak akan muncul sebagai daerah hiperfluoresensi lebih lambat dan
Drusen keras ditemukan pada 95,5% individu berumur lebih dari 49 tahun, tetapi
sebagian besar hanya berupa drusen kecil yang jumlahnya tidak banyak. Drusen keras bisa
mengalami regresi spontan, dapat membesar atau menyatu dengan drusen disebelahnya atau
menimbulkan atrofi sel EPR yang ada diatasnya. Regresi spontan ini dapat menimbulkan atrofi
geografik EPR apabila daerahnya luas, sehingga corak pembuluh darah koroid dibawahnya
dapat terlihat dan dapat berkembang membentuk neovaskularisasi koroid (Degner L, 2012).
Hiperpigmentasi terjadi karena hipertrofi EPR dan sel makrofag yang mengandung pigmen
di sekitar EPR yang mengalami hiperpigmentasi. Secara klinis, atrofi retina geografik tampak
sebagai daerah hipopigmentasi atau depigmentasi atau hilangnya EPR yang berbentuk bulat
atau oval dan berbatas tegas. Atrofi geografik merupakan penyebab kehilangan ketajaman
sentral sebesar 12% sampai 21% dari seluruh kehilangan penglihatan sentral yang diakibatkan
12
2. Degenerasi Makula Eksudatif (Wet Age Macular Degeneration)
Degenerasi makula eksudatif diperkirakan ada sekitar 1,7 juta orang atau 10% - 15% dari total
pasien AMD di Amerika Utara1. Diperkirakan juga terdapat 200.000 kasus AMD eksudatif
Tipe ini ditandai oleh adanya neovaskularisasi koroid atau pelepasan epitel pigmen retina
serosa. Pembuluh-pembuluh baru ini tumbuh jauh dari tempat masuknya ke dalam ruang
subretina untuk membentuk membrane neovaskuler koroid. Pelepasan epitel pigmen retina
serosa dapat menyebabkan influks materi proteinseosa melalui bidang yang terpecah pada
lokasi drusen. Pelepasan epitel pigmen retina setempat juga dapat terjadi akibat bocornya
cairan serosa koroid melalui defek-defek kecil di membran Bruch. Epitel pigmen retina yang
terlepas dapat rata kembali secara spontan, dengan kondisi penglihatan yang bervariasi, tetapi
pelepasan ini biasanya akan menyisakan suatu daerah atrofi geografik (Vaughan & Asbury,
2009).
GEJALA KLINIS
Penderita AMD non-eksudatif biasanya memiliki gejala yang ringan, dengan keluhan kabur
lapangan pandang sentral yang minimal, gangguan kontras, dan metamorphopsia ringan.
Sedangkan penderita AMD eksudatif biasanya mengeluh kabur lapangan pandang sentral yang
13
progresif tanpa rasa nyeri, dan dapat timbul secara akut atau tanpa disadari. Pasien yang
mengalami perdarahan subretina akibat CNV biasanya mengeluhkan onset yang akut. Pasien
dengan membrane CNV yang tidak jelas mungkin mengalami perdarahan subretina atau akibat
DIAGNOSIS
OCT berperan penting dalam diagnosis dan tatalaksana AMD, terutama untuk
menentukan cairan pada subretina dan menentukan derajat ketebalan retina (Brancato R,
2. Angiografi Fluoresein
Angiografi fluoresein bertujuan untuk mendeteksi penyebaran, ukuran, tipe, dan lokasi
3. Fotografi Fundus
Fotografi fundus berguna dalam menentukan posisi dan mengevaluasi epitel pigmen
Untuk memeriksa gangguan penglihatan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan atau
DIAGNOSIS BANDING
AMD yang terjadi secara sekunder terhadap penyakit lainnya yang berhubungan dengan
kerusakan membrane Bruch atau epitel pigmen retina, diantaranya (Cook H.L., et al, 2008) :
14
1. Miopia Patologis.
neovaskularisasi koroid yang mirip dengan AMD, namun sebagian besar miopia
patologis terjadi pada usia lebih muda dengan perbedaan perjalan penyakit dan respon
neovaskularisasi koroid tetapi beberapa tanda dan gejala fase akutnya tidak muncul pada
AMD.
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi khusus untuk AMD non-eksudatif. Terapi terhadap pasien AMD non-
dengan alat bantu penglihatan. Pasien diyakinkan bahwa meski penglihatan sentral
menghilang, penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer. Ini penting karena
banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total (Pearse A, et al, 2011).
Pada sebagian kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram fluoresen
terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan obliterasi membran tersebut dengan terapi laser
argon. Membran vaskular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT) karena
laser argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan dengan
menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar laser
nontermal saat sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di membran subfovea. Molekul
15
yang teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak fotoreseptor.
Sayangnya kondisi ini dapat terjadi kembali bahkan setelah terapi laser (Pearse A, et al, 2011).
Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau bedah untuk
pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat. Pemakaian interferon alfa
parenteral, misalnya, belum terbukti efektif untuk penyakit ini. Namun apabila terdapat
membran neovaskular subretina ekstrafovea yang berbatas tegas (200 um dari bagian tengah
zona avaskular fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan angiografi dapat ditentukan
dengan tepat lokasi dan batas-batas membran neovaskular yang kemudian diablasi secara total
oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh laser. Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di
atasnya tetapi bermanfaat apabila membran subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea
um dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk pasien nonhipertensif. Setelah
dekat atau jauh dari jaringan parut laser dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun.
Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat
dengan Amsler Grid, oftalmoskopi, dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan
penglihatan sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai
Tindakan bedah yang mungkin dikerjakan adalah pengambilan CNV subretina, serta
mendapatkan bahwa hasil akhir visus tidak lebih dari 6/60. Tetapi cara ini dapat disarankan
pada penderita yang tidak berhasil dengan PDT. Terdapat tindakan bedah lain yang mungkin
dikerjakan yaitu translokasi makula. Translokasi makula adalah suatu istilah yang merujuk
16
kepada tindakan mengablasi makula dengan sengaja dari epitel pigmen dibawahnya, untuk
selanjutnya memindahkannya ke tempat lain. Walaupun teknik ini menjanjikan untuk kondisi
tertentu, khususnya CNV, teknik optimal dan prognosis jangka panjangnya belum diketahui
Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan
multivitamin dan antioksidan (berupa vitamin E, vitamin C, betakaroten, dan zat besi) karena
diduga dapat memperbaiki dan mencegah terjadinya AMD. Sayuran hijau terbukti bisa
mencegah terjadinya AMD non-eksudatif. Selain itu kebiasaan merokok dikurangi dan
angiogenik utama dalam terbentuknya neovaskularisasi pada AMD. Obat yang pertama kali
penglihatan pada 6% pasien. Setelah itu digunakan obat lain, yaitu ranibizumab, yang lebih
memberikan kenaikan ketajaman penglihatan karena mengikat semua bentuk aktif VEGF.
memberikan hasil yang lebih menjanjikan karena mempunyai two binding sites terhadap VEGF
PROGNOSIS
Prognosis dari AMD eksudatif lebih buruk dibandingkan dengan AMD non-eksudatif.
Prognosis dapat didasarkan pada terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga
kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil (Cook H.L., et al, 2008).
17
KESIMPULAN
Degenerasi makula terkait usia digambarkan dengan berbagai macam definisi, namun secara
umum dapat diartikan sebagai suatu kemunduran fungsi makula sehingga terjadi penurunan
tajam penglihatan yang menyebabkan hilangnya penglihatan sentral. Faktor risiko penyakit ini
selain karena usia, juga ada beberap hal lain, seperti merokok, genetik, hipertensi dan diabetes
mellitus, dan paparan sinar matahari. Degenerasi makula terkait usia terbagi dalam dua jenis,
yaitu tipe non-eksudatif biasanya ditandai dengan gejala berkurangnya penglihatan sentral
yang minimal dan tipe eksudatif yang ditandai dengan gejala penurunan tajam penglihatan
dengan pemberian suplemen antioksidan dan perubahan gaya hidup, sedangkan terapi laser dan
18
DAFTAR PUSTAKA
Alberti WE., Richard G., Sagerman R.H. Age-Related Macular Degeneration ; Current
AREDS. Risk Factors Associated with Age-Related Macular Degeneration ; A Case Control
Study in The Age-Related Eye Disease Study Report Number. Ophthalmology : Texas
; 2012.
Cook H.L., Patel P.J., Tufail A. Age-Related Macular Degeneration : Diagnosis and
Degner L. Drusen-Know The Difference Between Hard and Soft Drusen. Epub : cited March
2018.
http://www.ezinearticles.com/?Drusen---Know-the-Difference-Between-Hard-and-Soft-
Drusen&id=1905548
Ilyas Sidharta, Yulianti SR. Mata Tenang Penglihatan Turun Perlahan. Ilmu Penyakit Mata
Kinshuck D., Hope M. ARMD Pathology and Treatment. Epub : cited 2018 March.
http://www.goodhope.nhs.uk/departements/eyedept/images/geographicchvl.jpg
http://www.lef.org/protocols/eye_ear/macular-degeneration_01.htm
NICE Guidelines. Pegaptanib and Ranibizumab for The Treatment of Age-Related Macular
19
Pearse A., Keane S., SrinivasR. Development of Anti-VEGF Therapies for Intraocular Use
Philadelphia ; 2006.
20