Anda di halaman 1dari 17

STEP 7

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari media refrakta?

Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan
tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium
berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.

Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebalnya ±4 mm dan
diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni) yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus
dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membrane
semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel
subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa
ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.
Vitreus Humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi dengan cairan
penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi untuk memberi
bentuk dan kekokohan pada mata, serta mempertahankan hubungan antara retina dengan
selaput khoroid dan sklerotik.
Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf batang
dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan jaringan saraf
halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang
menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana
saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai
retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal
terhadap diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.
Sumber : Ilyas S., Ilmu Penyakit Mata,. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2000

2. Apa saja penyebab visus turun?


Faktor-faktor yang mempengaruhi tajam penglihatan yaitu, kejernihan media refrakta,
sistem optik/refraksi, dan sistem persyarafan mata.
Media refrakta terdiri dari kornea, humor akuos, lensa, dan korpus vitreum. Apabila salah
satu dari media refrakta ini mengalami kekeruhan, maka sinar tidak dapat difokuskan
dengan baik. Salah satu contoh kekeruhan ini adalah katarak, yaitu kekeruhan pada lensa.
Yang mempengaruhi refraksi adalah kurvatura kornea, kecembungan lensa, dan panjang
aksis bola mata. Kelainan pada salah satu sistem refraksi akan menyebabkan bayangan jatuh
tidak tepat di makula, sehingga bayangan menjadi kabur.
Apabila ada gangguan di salah satu jalur visual (retina-korteks serebri), maka informasi visual
tidak akan tersampaikan dengan baik dan akan menurunkan tajam penglihatan
Penurunan visus adalah apabila tajam pengelihatan seseorang kurang dari 20/20 atau 6/6.
Penurunan tajam pengelihatan dapat disebabkan oleh organik maupun anorganik.
Kelainan anorganik disebabkan oleh kelainan refraksi seperti:
1. Miopia (rabun jauh)
2. Hipermetropia (rabun dekat)
3. Presbiopia
4. Astigmatisme
Sementara kelainan organik dapat disebabkan oleh :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Kelainan pada saraf mata
4. Kelainan pada media refraksi
Sumber : Harper, R. 2010. Basic Ophthalmology 9th edition. San Francisco : American
Academy of Ophthalmology

3. Kenapa penglihatan pasien semakin buram sejak 6 bulan yang lalu?


Penglihatan buram dikarenakan ada yang menghalangi proses pemfokusan cahaya ke retina.
Normlanya media refrakta itu jernih sehingga cahaya bisa tepat difokuskan ke retina. Jika
ada kekeruhan pada media refrakta maka bayangan yang terbentuk tidak jelas karena ada
benda yang menghalangi masuknya cahaya ke mata. Penyebab kekeruhan media refrakta
ada di nomor selanjutnya.
Sumber : Ilyas S., Ilmu Penyakit Mata,. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2000

4. Apa hubungan pasien menderita DM dan Hipertensi dengan keluhan mata pasien?
DM
Metabolisme pada lensa membutuhkan energi yang bersumber terutama dari metabolisme
karbohidrat. Glukosa masuk ke lensa melalui akuos humor dengan cara difusi sederhana dan
difusi melalui perantara. Jalur metabolisme glukosa yang lebih aktif adalah glikolisis anaerob
namun proses ini membutuhkan banyak energi. Jalur lain adalah HMP shunt atau jalur
pentosa fosfat. Hanya 5% dari glukosa lensa yang dimetabolisme. Glukosa yang tidak diubah
menjadi G6P masuk ke jalur sorbitol melalui enzim aldosa reduktase. Enzim ini memiliki
afinitas rendah terhadap glukosa sehingga hanya 4% glukosa yang diubah menjadi sorbitol.
Akumulasi Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADP) akan menstimulasi HMP
shunt sehingga fruktosa ikut meningkat. Peningkatan sorbitol dan fruktosa akan
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga kadar glukosa meningkat,
menyebabkan pembengkakan pada lensa, gangguan struktur sitoskeletal dan kekeruhan
lensa.
Radikal bebas dihasilkan dari aktifitas metabolik oleh mitokondria dan factor eksternal
seperti radiasi. Radikal bebas sangat reaktif sehingga dapat merusak serat lensa dengan cara
mengoksidasi serat lensa dan menyerang protein dan membrane lipid di korteks lensa. Lensa
memiliki enzim yang berfungsi melindungi dari radikal bebas yaitu superoksida dismutase
dan glutation peroksidase. Superoksida dismutase berfungsi untuk meningkatkan
penghancuran oksigen karena oksigen di dalam mata dapat menyebabkan kekeruhan
nukleus lensa.
Metabolisme glutation dimulai dari regenerasi oxidized glutathoine dan NADPH menjadi
reduced glutathione. Sedangkan pada Diabetes Mellitus terjadi penurunan NADPH (dihidro
nikotinamida adenin dinukleotida fosfat).
Mekanisme lain melalui proses glikasi nonenzimatik dimana glukosa yang mempunyai
senyawa reaktif karbonil (C=O) akan berikatan dengan gugus amino protein kristalin lensa (-
NH2). Reaksi ini akan menyebabkan penurunan tingkat kelarutan protein. Reaksi glikasi
nonenzimatik protein kristalin akan menimbulkan cross-link antar dan intra molekul protein
sehingga terjadi penambahan high molecular weight protein yang akan diikuti oleh
terjadinya agregasi protein sehingga merusak kejernihan lensa dan terjadi katarak.
Hipertensi
Sumber : Gondhowiardjo TD. Aktivitas Enzim Aldehid Dehidrogenase pada Lensa Katarak
Diabetes dan Non Diabetes. Ophthalmologica Indonesiana. 1996. 16 (2) : 118 – 124
Alan WS,. Advanced glycation : an important pathological event in diabetic and age related
ocular disease. Br J Ophthalmol 2000. 85 : 746 – 753

5. Mengapa pada kasus diatas pasien tidak mengeluh mata merah dan nyeri?
Tidak Nyeri
Di retina tidak memiliki reseptor nyeri (nosiseptor) sehingga tidak ada rasa nyeri jika ada
kelainan.
Tidak Mata merah
Kelainan pada lensa dan retina seperti katarak dan retinopati diabetika bukan merupakan
reaksi peradangan sehingga tidak ada mediator inflamasi yang merangsang dilatasi dari
vaskuler yang menyebabkan mata merah.
Sumber : Harper, R. 2010. Basic Ophthalmology 9th edition. San Francisco : American
Academy of Ophthalmology

6. Mengapa dibagian retina dan vitreus mengalami kelainan?


Vitreus
Corpus viterum mengisi sebuah rongga yang diliputi oleh lensa, zonula zinii, badan
silier, retina. Hubungan dengan jaringan tersebut tidak erat, terkecuali pada tempat tertentu
yang disebut basis badan kaca (vitreus base) yaitu daerah lensa, pars plana badan silier,
retina dibelakang ora serata, makula, papil saraf optik. Hubungan dengan lensa menghilang
dengan bertambahnya umur, sehingga ekstraksi lensa intrakapsuler, tanpa prolaps badan
kaca hanya dapat dilakukan pada orang dewasa, tidak pada anak-anak.
Kelainan pada vitreus yang berhubungan dengan scenario
Kekeruhan pada vitreus : penyebabnya karena degenerasi dan peradangan
Abses korpus vitreum : dapat terjadi setelah trauma tembus mata, termasuk bedah mata.
Perdarahan : Kekeruhan vitreus akibat perdarahan ditemukan pada diabetes melitus,
hipertensi, leukemi, rudapaksa, tarikan vitreus pada neovaskularisasi dan robekan retina.
Ablasi vitreus body

Retina

Sumber : Ilyas S., Ilmu Penyakit Mata,. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2000

7. Apa saja factor risiko yang dapat menyebabkan penyakit pada pasien?
 Faktor Demografi (Usia dan Jenis Kelamin)
Proses terbentuknya katarak merupakan bagian dari proses dari penuaan, penuaan
berkontribusi dalam terakumulasinya kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan,
sehingga kemampuan regenerasi yang sudah menurun karena bertambahnya usia akan
semakin memberat (Rim et al., 2015).
Prevalensi katarak yang lebih tinggi pada wanita menjadi faktor banyaknya penelitian
yang dilakukan untuk menginvestigasi efek dari estrogen endogen dan eksogen.
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami menarke lebih awal
dan/atau menopause lebih lambat menunjukkan penurunan risiko katarak yang
mengindikasikan bahwa estrogen mungkin memiliki efek protektif terhadap lensa
(Zetterberg & Celojevic, 2014).
 Faktor kebiasaan Merokok
merokok menyebabkan adanya proses oksidatif melalui aktivitas radikal bebas didalam
tubuh yang berlebihan sehingga menyebabkan oksidasi dan peroksidasi dari lipid. Disisi lain,
merokok bisa menyebabkan stress oksidatif pada lensa secara tidak langsung melalui
penipisan dari antioksidan endogen, seperti vitamin C, vitamin E dan β-karoten. Kedua,
tembakau mengandung logam berat seperti kadmium, timah dan tembaga yang akan
terakumulasi dan menyebabkan toksisitas langsung. Ketiga, level sianida dan aldehid akan
meningkat didalam darah perokok, sehingga terjadi perubahan pada protein lensa, yang
menyebabkan opasitas lensa secara in vitro.
 Faktor Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus
Metabolisme pada lensa membutuhkan energi yang bersumber terutama dari metabolisme
karbohidrat. Glukosa masuk ke lensa melalui akuos humor dengan cara difusi sederhana dan
difusi melalui perantara. Jalur metabolisme glukosa yang lebih aktif adalah glikolisis anaerob
namun proses ini membutuhkan banyak energi. Jalur lain adalah HMP shunt atau jalur
pentosa fosfat. Hanya 5% dari glukosa lensa yang dimetabolisme. Glukosa yang tidak diubah
menjadi G6P masuk ke jalur sorbitol melalui enzim aldosa reduktase. Enzim ini memiliki
afinitas rendah terhadap glukosa sehingga hanya 4% glukosa yang diubah menjadi sorbitol.
Akumulasi Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADP) akan menstimulasi HMP
shunt sehingga fruktosa ikut meningkat. Peningkatan sorbitol dan fruktosa akan
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga kadar glukosa meningkat,
menyebabkan pembengkakan pada lensa, gangguan struktur sitoskeletal dan kekeruhan
lensa.
Radikal bebas dihasilkan dari aktifitas metabolik oleh mitokondria dan factor eksternal
seperti radiasi. Radikal bebas sangat reaktif sehingga dapat merusak serat lensa dengan cara
mengoksidasi serat lensa dan menyerang protein dan membrane lipid di korteks lensa. Lensa
memiliki enzim yang berfungsi melindungi dari radikal bebas yaitu superoksida dismutase
dan glutation peroksidase. Superoksida dismutase berfungsi untuk meningkatkan
penghancuran oksigen karena oksigen di dalam mata dapat menyebabkan kekeruhan
nukleus lensa.
 Faktor Paparan Sinar Ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa karena tingginya
penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi foton yang besar
sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen
tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.
 Faktor Konsumsi Sayur/Buah

Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya, bahwa konsumsi sayur dan buah yang
banyak mengandung antioksidan seperti askorbat, karotenoid, vitamin E dan enzim
antioksidan dapat memproteksi protein dan unsur lain yang dapat melawan stress oksidatif
(Weikel et al., 2013).
 Faktor Riwayat Trauma

Mata yang terkena trauma bisa menyebabkan kerusakan langsung jika mengenai lensa mata.
Dikarenakan pada lensa terdapat serat protein yang apabila rusak karena trauma akan
mengalami degenerasi dan mengakibatkan pembentukan kekeruhan pada lensa (EyeWiki,
2015).
 Faktor Riwayat Konsumsi Obat Kortikosteroid
Konsumsi kortikosteroid jangka panjang dapat berefek terhadap terjadinya katarak
dikarenakan kerja kortikosteroid adalah untuk menghambat kerja sitokin sehingga sitokin
okuler dan faktor pertumbuhan yang terdapat pada mata akan ikut terhambat, dimana zat
tersebut berfungsi untuk memproteksi lensa mata (Jobling & RC, 2002).

 Faktor Hipertensi

Ketika hipertensi akan terjadi ketidakseimbangan elektrolit, termasuk dimata, tepatnya


aqueous humour, dimana ini yang biasanya menutrisi lensa bagian depan. Akan tetapi ketika
ketidakseimbangan terjadi maka pintu dari lensa anterior yaitu pompa Na+, K+, -ATPase
akan memasukkan Na+ yang berlebih ke dalam epitel lensa. Dimana Na+ bersifat menarik
air, maka serat dari protein lensa terdestruksi oleh pajanan Na+ berserta air (Sargent et al.,
1987).
Sumber : Ilyas, M. (2002). Ilmu Penyakit Mata, Jakarta: Sagung Seto.
Arimbi, A. T. (2014). Jurnal: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Katarak
Degeneratif Di RSUD Budhi Asih.13-17.
8. Bagaimana perjalanan dari penyakit yang diderita pasien?
9. Apa diagnosis dan diagnosa banding dari scenario?
Diagnosa
KATARAK
katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(panambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif.

Stadium Katarak
Retinopati Diabet
Retinopati hypertensive
10. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan?
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa katarak adalah:
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Illuminasi oblik
3. Test bayangan iris
4. Pemeriksaan dengan menggunakan ophthalmoskop langsung
5. Pemeriksaan dengan menggunakan slit-lamp
Sumber : Ilyas, S. 2012. Dasar-Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata edisi ke 4.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia

11. Mengapa dokter merencanakan laser fotokoagulasi retina dan injeksi anti VEGF sebelum
dilakukan operasi dan apa saja operasi yang bisa dilakukan?
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak
mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti
kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.
Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol.
 Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa
dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi
korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,
uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
 Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat
keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah
glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat
melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
 Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik ini merupakan teknik pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih menguntungkan
karena lebih cepat sembuh dan murah.
 Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi mengacu pada operasi, di mana katarak rusak dengan energi ultrasound
dan diangkat melalui sayatan kecil. Karena operasi dilakukan melalui sayatan kecil,
pemulihan pun cepat. Banyak pasien mencapai penglihatan yang baik pada hari pertama
setelah operasi. Dalam kebanyakan kasus, jahitan tidak diperlukan, sehingga pemulihan
lebih cepat dan kenyamanan yang lebih baik setelah operasi. Karena fakoemulsifikasi
merupakan operasi cepat dan aman, kebanyakan pasien melakukan operasi ini sebagai
prosedur yang tidak harus inap hospital. Operasi fakoemulsifikasi biasanya membutuhkan
waktu 20-30 menit. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan incise limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang
dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.

Perawatan pasca bedah


Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat
selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya
dapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan
dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai
kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat digunakan
beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui
lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen (Biasanya 6-8 minggu setelah
operasi).

Selain itu juga akan diberikan obat untuk:


1) Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka
diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam setelah
hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
2) Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu
diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak
sempurna.
3) Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk mengurangi
reaksi radang akibat tindakan bedah.
4) Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

Hal yang boleh dilakukan antara lain:


1) Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
2) Melakukan pekerjaan yang tidak berat
3) Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.
Yang tidak boleh dilakukan antara lain:
1) Jangan menggosok mata
2) Jangan membungkuk terlalu dalam
3) Jangan menggendong yang berat
4) Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
5) Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
6) Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah
Sumber : Kohnen, T. Cataract and Refractive Surgery,Penerbit Springer, Germany,
2005, hal 19.

Anda mungkin juga menyukai