BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Secara garis besar retina dibagi atas 2 bagian: kutub posterior dan perifer yang
dipisahkan oleh ekuator retina. Kutub posterior sampai ekuator retina, ini
merupakan area posterior retina. Kutub posterior retina terbagi atas 2 area: optik
disk dan makula lutea. Retina perifer di posterior dibatasi oleh ekuator retina dan
anterior dengan oraserrata. Oraserrata merupakan batas yang paling perifer tempat
retina berakhir, terbagi dalam 2 bagian; anterior pars plikata dan posterior pars
plana. oraserrata juga tempat melekat vitreous dan koroid. (Kanski, 2012)
zone (FAZ). Parafovea setebal 0,5 mm mengelilingi fovea. Para fovea terdiri dari
sepuluh lapisan retina. Perifovea mengelilingi parafovea setebal 1,5 mm, area ini
merupakan bagian yang paling luar dari makula. (Khurana, 2007)
RPE dan dinding kapiler. Membran bruch mempunyai keterlibatannya yang utama
dalam AMD dan penyait chorio-retina lain. (Ryan, 2017)
Membran Bruch mempunyai 5 lapisan yaitu RPE Basal Lamina, Inner
Collagenous Layer, Elastic Layer, Outer Collagenous Layer, Choriocapillaris
Basal Lamina yang pada setiap lapis mempunyai komponen penting seperti
kolagen, elastin, proteoglican dan rantai glucoaminoglican. (Ryan, 2017)
RPE Basal Lamina sebagai lapisan pertama membran bruch merupakan
lapisan dengan tebal 0.15 mikrometer yang dimana lapisannya mirip seperti
halnya pada laminas di bagian tubuh lain. Lapisan ini yang menyerupai endotel
choriocapillaris dan berisikan heparan sulfat proteoglycans dengan beberapa
sulfation motif. Pada lapisan kedua yaitu Inner Collagenous Layer yang ketebalan
1.4 mikrometer dan memiliki fiber kolagen 1,3,5 di beberapa lapis dimana
kolagen ini berhubungan dengan interaksi antar molekul. Elastic Layer atau
lapisan ketiga merupakan lapisan fiber elastin mempunyai ketebalan 0.8
mikrometer dan merupakan lapisan yang cukup panjang dari tepi nervus optik
sampai badan siliar yang teridiri dari kolagen 4, fibronekton dan beberapa
protein,berfungsi memberikan sifat pertahanan pada pembuluh darah, dan
pelindung antiangiogenik. Lapisan keempat yaitu Outer Collagenous Layer yang
mempunyai kesamaan dengan Inner Collagenous Layer. Lapisan terakhir,
Choriocapillaris Basal Lamina merupakan lapisan endotel yang mempunyai
kemampuan menghambat migrasi sel endotel ke membran brusch. (Ryan, 2017)
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu
reseptor kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf
optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Retina mengandung sel batang lebih
dari tiga puluh kali lebih banyak dari sel kerucut (100 juta sel batang
dibandingkan 3 juta sel kerucut per mata). Makula bertanggung jawab untuk
ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian
besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1
antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal
ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). (American
Academy of Ophthalmology, 2019)
Membran bruch yang merupakan suatu membran pada retina dimana sebagai
dinding pembuluh darah dari koroid, mempunyai fungsi utama adalah strukturnya,
seperti dinding pembuluh darah lainnya. Secara struktur, membran bruch
melongkari lebih dari setelah mata. Membran bruch juga tertarik bersama
korneosklera sesuai tekanan bola mata dan mempertahankan bentuknya. Hal ini
untuk mengakomodai volume darah koroid. Selain itu, sebagai per pada lensa
untuk akomodasi. Selain itu, Membran bruch mempunyai fungsi kedua sebagai
media transportasi cairan,nutrien dan mikromolekul yang transportasi ini dibantu
oleh RPE-lipoprotein dan RPE-Fluid Pump. Hal ini juga bila terjadi gangguan
transportasi terutama semakin berusia yaitu terjadinya deposit lipoprotein dan lesi
extraseluler diantara RPE Basal lamina dan Inner Collagenous Layer yang
penyakitnya kita sebut AMD. (Ryan, 2017)
2.2.1 Definisi
Berdasarkan American Academy of Opthalmology, AMD adalah gangguan
pada makula yang dikarakteristikkan dengan satu atau lebih dari tanda-tanda
berikut: (1) terbentuknya drusen, (2) abnormalitas dari epitelium pigmen retina
seperti hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi, (3) atrofi geografik dan
koriokapiler, dan (4) neovaskular makulopati. National Health and Nutrition Eye
Study, mendefinisikan degenerasi makula terkait usia sebagai suatu keadaan
dimana hilangnya refleks makular, dispersi dan penggumpalan dari pigmen retina,
dan terbentuknya drusen yang berhubungan dengan ketajaman penglihatan.
(Bhutto, 2012)
2.2.2 Prevalensi
Berdasarkan WHO perkiraan pada tahun 2002, salah satu penyebab
terbanyak kebutaan di dunia adalah degenerasi makula terkait usia yang
menempati urutan ke-4 sebesar 8,7%. AMD merupakan penyebab utama
hilangnya ketajaman penglihatan dengan lebih dari 10 % pada populasi usia 65-
74 tahun dan 25 % pada populasi usia lebih dari 74 tahun. Diperkirakan 15 juta
warga negara Amerika Utara menderita AMD. Prevalensi AMD adalah 85-90%
pada AMD non eksudatif dan 10 – 15 % pada eksudatif AMD. Sekitar 10 – 20 %
dari pasien yang mengalami AMD noneksudatif akan berlanjut menjadi AMD
eksudatif, akibatnya 1,75 juta pasien dengan AMD lanjut akan kehilangan
penglihatan yang disebabkan oleh efek sekunder dari neovaskular koroid dari
AMD. (National Eye Institute, 2019; Friedman, 2004)
2.2.3 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya degenerasi makula terkait usia,
dimana faktor risiko yang telah banyak diteliti adalah usia, ras, riwayat keluarga,
dan merokok, sedangkan beberapa faktor risiko yang mungkin lainnya adalah
jenis kelamin, status sosioekonomi, warna iris, densitas pigmen makula, katarak
dan operasinya, gangguan refraksi, rasio cup/disc, penyakit kardiovaskular,
hipertensi, kadar lemak tubuh dan asupan lemak, indeks massa tubuh, faktor
hematologi, infeksi Chlamydia pneumonia, reproduksi, degenerasi dermal
elastotic, enzim antioksidan, paparan sinar matahari, mikronutrien, asupan ikan,
dan konsumsi alkohol. Usia merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh
pada degenerasi makula terkait usia. Pada Frammingham Eye Study, 6,4 % pasien
usia 65-74 tahun dan 19,7 % pasien usia lebih dari 75 tahun memiliki tanda-tanda
AMD. Sama dengan Frammingham Eye Study, The Eye Disease Research
Prevalence Group menemukan bahwa pasien usia di atas 80 tahun memiliki
prevalensi 6 kali lipat dibandingkan dengan pasien usia 60-64 tahun. (Ryan, 2017;
; Tany, 2016)
Sedangkan AMD lebih sering terjadi pada pasien ras kaukasia dibandingkan
dengan Afrika-Amerika yang berkulit hitam, sedangkan pada orang Asia dijumpai
adanya peningkatan dibandingkan dengan dengan Afrika-Amerika yang berkulit
hitam. Penelitian kohort oleh Klein, dkk, menunjukkan prevalensi AMD pada
empat ras yaitu kulit putih(kaukasia), hitam, hipanik, dan chinese pada pasien usia
45-80 tahun adalah 2,4 % pada kulit hitam, 4,2 % pada hispanik, 4,6 % pada
chinese, dan 5,4% pada kulit putih (kaukasia). (Ryan, 2017)
Riwayat keluarga juga dapat memberikan Beberapa predisposisi terjadinya
AMDseperti faktor genetik yaitu gen CHF (kromosom 1), BF (komplemen faktor
B), C2 (komplemen 2) (kromosom 6), dan gen LOC (kromosom 10). Sekitar 10-
20% pasien dengan AMD memiliki sekurang-kurangnya satu keluarga derajat satu
yang mengalami kebutaan. Penelitian menunjukan AMD dengan kebutaan terjadi
pada sedikitnya satu orang dari orangtua atau saudara dari pasien dengan AMD.
(Ryan, 2017)
Hubungan antara merokok dengan meningkatnya resiko terjadinya AMD
telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Perokok memiliki resiko 2,4-2,5 kali
menderita AMD dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok. Hal ini dapat
dijelaskan dengan menurunnya level CFH pada perokok sehingga terjadi aktivasi
jalur komplemen yang mengakibatkan inflamasi pada makula. (Ryan, 2017)
Walaupun tidak dapat dikatakan pasti, Data dari beberapa penelitian dengan
populasi yang banyak, termasuk the Beaver Dam study, the Third National Health
and Nutrition Examination Survey, dan the Framingham study menunjukkan
bahwa wanita lebih beresiko menderita AMD dibandingkan dengan pria. (Ryan,
2017)
10
2.2.4 Klasifikasi
Pada penyakit AMD terdapat 2 tipe yaitu tipe kering/dry dan tipe
basah.wet. Hal ini dibedakan karena pada penampakan berbeda dan juga
penanganan berbeda.Perbedaan pada penanganan ini dikarenakan tipe basah lebih
buruk prognosa dibanding tipe kering terutama apabila tidak kita obati. Rata-rata
90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan kasus
ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang sedang. Tipe ini
bersifat multipel, kecil, bulat, bintik putih kekuningan yang di sebut drusen dan
merupakan kunci identifikasi untuk tipe kering. Bintik tersebut berlokasi di
belakang mata pada level retina bagian luar. Drusen adalah endapan putih kuning,
bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di
seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat
membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara
11
histopatologis sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik
yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan
pelepasan fokal epitel pigmen. (Khurana, 2004)
Berdasarkan ukurannya, drusen dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu
kecil (diameter < 64µm), sedang (diameter 64-124 µm), dan besar (diameter ≥
125 µm). Berdasarkan batasnya, drusen dapat dibagi tiga yaitu keras (menyebar
dan batas tegas), lunak (tidak berbentuk/amorf dan batas tidak tegas), dan
konfluens (drusen yang bergabung jadi satu). (Ryan, 2017)
Akhir-akhir ini klasifikasi AMD dilakukan menurut kelompok peneliti Age-
Related Eye Disease Study (AREDS) berdasarkan ukuran drusen. Ukuran drusen
dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan kaliber vena besar di
sekitar papil yaitu kurang lebih 125 mikron dimana AMD dini: terdapat banyak
drusen kecil (diameter < 63), disertai beberapa drusen sedang (diameter 63-124),
atau kelainan epitel pigmen retina (RPE), AMD menengah: terdapat sangat
banyak drusen sedang dan paling sedikit terdapat satu drusen besar (diameter >
125 ±), atau atrofi geografikan yang tidak melibatkan sentral fovea, AMD lanjut:
adanya satu atau lebih tanda berikut: atrofi geografikan RPE dan koriokapiler
yang melibatkan sentral fovea, makulopati neovaskular seperti neo-vaskularisasi
koroid, hemorrhagic detachment retina sensoris atau RPE, eksudat lemak,
proliferasi fibrovaskular subretina dan sikatrik disiformis. (Hanafi, 2010)
Selain drusen, terdapat abnormalitas dari epitelium pigmen retina seperti
atrofi geografik, atrofi nongeografik, dan fokal hiperpigmentasi. Atrofi geografik
adalah kondisi dimana epitelium pigmen retina tidak ada yang dapat disebabkan
oleh regresi dari drusen yang lunak dan konfluens. Pada daerah atrofi geografik,
pembuluh darah koroid lebih tampak dan lapisan luar retina tampak lebih tipis.
Apabila daerah atrofi tidak luas dan menyatu, daerah atrofi tampak seperti bercak-
bercak depigmentasi yang disebut sebagai atrofi nongeografik. Peningkatan
pigmentasi diluar retina dapat menyebabkan fokal pigmentasi. (Hanafi, 2010)
Sedangkan pada Degenerasi Makula tipe eksudatif (tipe basah). Degenerasi
makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di bandingkan
dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi
12
makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai
dengan adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula
terkait usia yang mendadak atau baru mengalami gangguan penglihatan sentral
termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu skotoma baru. Pada pemeriksaan
fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di makula.
Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari pembuluh
darah pada epitel pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini bisa
mengalami perdarahan dan menyebabkan terjadinya scar yang dapat
menghasilkan kehilangan pusat penglihatan. Scar ini disebut dengan Scar
Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan menimbulkan gangguan
penglihatan sentral permanen. (Hanafi, 2010)
2.2.5 Patofisiologi
AMD merupakan penyakit retina yang diturunkan secara autosomal
dominan dan juga dipengaruhi oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan.
Patofisiologi pasti dari AMD masih relatif sulit untuk dipahami, dimana beberapa
penelitian terbaru meningkatkan pemahaman kita mengenai AMD. Penelitian-
penelitian terbaru memusatkan perhatian pada kompleks epitel pigmen retina,
fotoreseptor dan membran bruch. Epitel pigmen retina merupakan lapisan
metabolisme aktif yang menyokong fungsi dari fotoreseptor retina. Sel pada
pigmen ini memfagositosis lapisan luar dari sel fotoreseptor dan mengganti ulang
secara bertahap serta memproses bahan-bahan metabolisme yang digunakan untuk
fungsi fotoreseptor. (Ryan, 2017)
13
Gambar 2.5 Efek Molekular yang diinduksi oleh lipofusin-A2E pada sel
pigmen retina
Pada sel pigmen retina normal, bahan –bahan residu akan dibuang melalui
pembuluh darah koriokapiler, keadaan dimana terjadi penurunan fungsi dari sel
pigmen ini akan menyebabkan deposisi bahan-bahan tersebut di antara lapisan
pigmen retina dengan membran bruch, yang tampak sebagai drusen. Peneliti
menemukan bahwa koriokapiler pada pasien-pasien AMD lebih tipis sehingga
meningkatkan kemungkinan penurunan klirens dari bahan-bahan ekstraseluler
yang berperan dalam pembentukan drusen. Drusen terdiri dari vibronectin (plasma
multifungsional dan matriks ekstraseluler), lemak, protein terkait inflamasi,
amiloid terkait protein, dan bahan-bahan lain. Penelitian terbaru menyatakan
14
15
2.2.6 Diagnosis
Pasien dengan AMD dapat kita diagnosa dengan menanyakan amanesa dan
juga pemeriksaan fisik mata yang telah kita kerjakan sehari-hari. Pada Anamnesis,
Pasien dengan AMD sering mengeluhkan penurunan penglihatan sentral
penglihatan yang tidak disertai nyeri yang dpat terjadi secara akut ataupun
perlahan-lahan. Pasien yang mengalami perdarahan subretinal dari
neovaskularisasi AMD pada AMD eksudatif biasanya penurunan penglihatan
terjadi secara akut. Selain itu, dapat terjadi distorsi penglihatan (objek-objek
terlihat salah ukuran atau bentuk, metamorfosia), garis-garis lurus mengalmi
distorsia terutama di bagian pusat penglihatan, kehilangan kemampuan untuk
membedakan warna secara jelas, ada daerah kosong atau gelap di pusat
penglihatan (skotoma), kesulitan membaca dimana kata-kata tampak kabur atau
berbayang. (Ryan, 2017)
Secara Pemeriksaan fisik mata, AMD biasanya terjadi bilateral tetapi sering
asimetris. Ketajaman penglihatan akan menurun. Test yang dapat dilakukan
adalah test Amsler grid dan tes penglihatan warna. Test Amsler Grid, dimana
pasien diminta suatu halaman uji yang mirip dengan kertas milimeter grafis untuk
memeriksa luar titik yang terganggu fungsi penglihatannya. Kemudian retina
diteropong melalui lampu senter kecil dengan lensa khusus). Test penglihatan
warna, untuk melihat apakah penderita masih dapat membedakan warna, dan tes-
tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan pada
makula. (Kanski, 2012)
Namun secara Pemeriksaan laboratorium darah, tidak ada dari hasil
laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa dari AMD. tetapi dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lain seperti Angiografi flouresens (Flourescein
Angiography, FA) yang merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya kelainan pada makula oleh karena AMD. Pada
pemeriksaan ini, zat warna flouresens akan diinjeksikan secara intravenous dan
foto serial dari retina akan diambil seiring perjalanan zat tersebut melalui koroid
dan pembuluh darah retina. Abnormalitas yang dapat tampak adalah adanya
16
daerah dimana zat tersebut berkumpul (hiperfluoresens) dan daerah dimana zat
tersebut tidak tampak (hipofluoresens). (Hanafi, 2010; Mookiah, 2014)
Detachment RPE
Tear RPE
17
18
19
20
21
22
23
2.3.10 Prognosis
Perkembangan kehilangan penglihatan pada AMD noneksudatif bervariasi
dan harus dievaluasi secara individual. Gambaran oftalmoskopik dari makula
tidak berkorelasi langsung dengan derajat kehilangan penglihatan. Keterlibatan
foveal adalah awal dari proses atrofik, tetapi interval rata-rata dari pengamatan
pertama hingga kebutaan adalah 9 atau 10 tahun.Prognosis untuk AMD
24
25
visus dikaitkan erat dengan penurunan kualitas hidup. Hasil skor menunjukan
adanya penurunan berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari. (Yuzawa, 2013)
Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah tes yang paling
banyak dipakai. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah tes yang paling
sering dipakai saat ini. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup baik dalam
26
Instrumen ini disebut “mini” karena hanya fokus pada aspek kognitif dari
fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood, fenomena mental
abnormal dan pola pikiran. MMSE menilai sejumlah domain kognitif, orientasi
ruang dan waktu, working and immediate memory, atensi dan kalkulasi, penamaan
benda, pengulangan kalimat, pelaksanaan perintah, pemahaman dan pelaksanaan
perintah menulis, pemahaman dan pelaksanaan perintah verbal, perencanaan dan
praksis. Instrumen ini direkomendasikan sebagai screening untuk penilaian
kognitif global oleh American Academy of Neurology. (Sjahrir, 2001)
27