Anda di halaman 1dari 5

Salsabila Haqya Kusuma, Rani Himayani, Putu Ristyaning Ayu Sangging | Ablasio Retina: Etiologi, Faktor Resiko, Diagnosis,

dan Tatalaksana

Ablasio Retina: Etiologi, Faktor Resiko, Diagnosis, dan Tatalaksana


Salsabila Haqya Kusuma1, Rani Himayani2, Putu Ristyaning Ayu Sangging3
1Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
3Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Terpisahnya lapisan neurosensoris pada retina dengan lapisan epitel pigmen di bagian bawah merupakan suatu penyakit mata
yang disebut dengan Ablasio Retina. Ablasio retina terjadi apabila lapisan EPR dan neurosensoris tidak melekat lagi satu sama lain.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, didapatkan pada daerah lowa yang dilakukan oleh Haimann et al., maupun penelitian yang
dilakukan di minnesota oleh Wilkes et al., terdapat kasus ablasio retina sebanyak 12 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya.
Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian tinjauan pustaka yang memiliki tujuan untuk mengumpulkan data-data yang
relevan dengan materi yang tertarik untuk diteliti saat ini, yaitu mengenai Ablasio Retina atau Retinal Detachment. Kriteria inklusi
yang digunakan oleh peneliti adalah kepustakaan yang diunggah atau di-publish paling lama pada tahun 2012 kriteria ekslusi yang
digunakan adalah kepustakaan yang di-publish pada tahun 2011 ke bawah (contoh: 2011, 2010). Hasil dari penelitian yang telah
dilakukan adalah berupa pendalaman materi mengenai ablasio retina. Berdasarkan teori yang dikenalkan oleh American
Ophtometric Association (AAO), ablasio retina dikategorikan menjadi regmatogen yang paling sering menyebabkan kondisi gawat
darurat dan non regmatogen. Faktor resiko yang memengaruhi ablasio retina adalah miopia, usia, jenis kelamin, trauma, adanya
degenerasi retina perifer, dan lain-lain. Sedangkan untuk tatalaksana atau terapi yang disarankan adalah tindakan operatif
virektomi, scleral buckle, pneumatic retinopexy, dan laser fotokoagulasi. Dikarenakan ablasio retina ini dapat menjadi sebuah
kasus gawat darurat, maka dokter perlu waspada terhadap tanda gejala yang mengarah ke gangguan ini.

Kata kunci: Ablasio Retina, epitel pigmen retina, lapisan neurosensoris

Retinal Detachment: Etiology, Risk Factors, Diagnosis, and Management


Abstract
The separation of the neurosensory layer on the retina with the pigment epithelium layer at the bottom is an eye disease called
Retinal Detachment. Retinal detachment occurs when the EPR and neurosensory layers are no longer attached to each other.
Based on previous research, it was found that in the Iowa area conducted by Haimann et al., as well as research conducted in
Minnesota by Wilkes et al., there were 12 cases of retinal detachment per 100,000 people each year. This research was conducted
with the type of literature review research which has the aim of collecting data that is relevant to the material that is interested
in being studied at this time, namely regarding Retinal Detachment or Retinal Detachment. The inclusion criteria used by the
researchers were a literature that was uploaded or published at the latest in 2012. The exclusion criteria used were literature
published in 2011 and below (examples: 2011, 2010). The results of the research that has been done are in the form of in-depth
material regarding retinal detachment. Based on the theory introduced by the American Optometric Association (AAO), retinal
detachment is categorized into rhegmatogenous which most often causes emergency conditions, and non-rhegmatogenous. Risk
factors that affect retinal detachment are myopia, age, gender, trauma, the presence of peripheral retinal degeneration, and
others. Meanwhile, the recommended treatment or therapy is vitrectomy surgery, scleral buckle, pneumatic retinopexy, and laser
photocoagulation. Because retinal detachment can be an emergency case, doctors need to be aware of the signs and symptoms
that lead to this disorder.

Keywords: Neurosensory layer, retinal detachment, retinal pigment epithelium

Korespondensi: Salsabila Haqya Kusuma, Jl. Pangeran Antasari Gg. Persada No.3, 081373878434, salsahaqyak@gmail.com

Pendahuluan ablasio retina regmatogen, traksional, eksudatif,


Terpisahnya lapisan neurosensoris pada dan traksional-regmatogen (yang paling sering
retina dengan lapisan epitel pigmen di bagian ditemukan)1. Ablasio retina regmatogen
bawah merupakan suatu penyakit mata yang menurut bahasa yunani artina robekan yang
disebut dengan Ablasio Retina. Ablasio retina memiliki karakteristik berupa adanya pemisahan
terjadi apabila lapisan EPR dan neurosensoris lapisan neursensorid\s dengan epitel pigmen
tidak melekat lagi satu sama lain dan biasanya retina (EPR) yang disebabkan adanya aliran
ablasio retina dapat dibagi menjadi beberapa cairan yang berasal dari rongga vitreus menuju
kelompok berdasarkan etiologinya, seperti

Medula | Volume 13 | Nomor 4.1 | Special Edition-Special Sense | Mei 2023 | 82


Salsabila Haqya Kusuma, Rani Himayani, Putu Ristyaning Ayu Sangging | Ablasio Retina: Etiologi, Faktor Resiko, Diagnosis, dan Tatalaksana

ruang sub retina melewati robekan full vitrea dan lapisan dalam seperti koroid melalui
thickness2,4. lapisan terluar retina (fotoreseptor dan jaringan
Ablasio retina regmatogen disebabkan dalam epitel pigmen retina (RPE) yang ada di
interaksi dari berbagai macam faktor, seperti bawahnya)5. Secara fisiologis fotoreseptor akan
cairan vitreus yang mencair, adanya traksi mendapatkan oksigen dan nutrisi dari koroid,
vitreoretinal, bahkan akibat faktor-faktor lain seperti yang diketahui bahwa tidak ada
yang bisa menyebabkan robekan. Faktor resiko pembuluh darah retina pada struktur fovea
untuk terjadinya ablasio retina yaitu dari sisi sehingga area ini dalam memenuhi kebutuhan
sosiodemografi maupun dari riwayat penyakit oksigennya perlu bergantung dengan bagian
seperti jenis kelamin, usia, riwayat miopia, koroid mati. Apabila terjadi pelepasan makula
riwayat keluarga dengan ablasio, penyakit pada mata maka bisa menyebabkan rusaknya
inflamasi, trauma, dan faktor predisposisi seperti fotoreseptor pada bagian ini dikarenakan tidak
white with pressure, with withour pressure, adanya supply oksigen. Jika makula tidak melekat
vitreoretinal tufts, snailtracj degeneration, serta maka penglihatan bisa saja tidak bisa
faktor-fktor penyerta lainnya1,2,3,11. Ablasio retina dipertahankan saat retina disambung kembali
dapat menyerang siapa saja dari usia muda dan sifatnya irreversible, hal ini yang menjadii
sampai usia tua. Prognosis buruk yaitu kebutaan alasan mengapa ablasio retina menjadi suatu
merupakan komplikasi terburuk pada ablasio permasalahan emergency mata6,7.
retina yang terjadi dalam kurun waktu lama. Berdasarkan teori yang dikenalkan oleh
Walaupun sudah dilakukan penatalaksanaan American Ophtometric Association (AAO),
berupa penempelan retina secara anatomis, ablasio retina dikategorikan menjadi regmatogen
namun tidak bisa dipungkiri bahwa kegagalan yang paling sering menyebabkan kondisi gawat
secara fisiologis dapat terjadi. Hal tersebut bisa darurat dan non regmatogen. Ablasio retina
pengaruhi oleh keterlambatan penegakan regmatogen dapat menjadi kasus gawat darurat
diagnosis4,5. karena menyebabkan sensori pada retina
Berdasarkan penelitian sebelumnya, menjadi robek akibat traksi vitreous pada
didapatkan pada daerah lowa yang dilakukan permukaan retina. Proses traksi pada retina
oleh Haimann et al., maupun penelitian yang tersebut akan menyebabkan RPE berpisah
dilakukan di minnesota oleh Wilkes et al., dengan lapisan sensori retina yang akhitnya
terdapat kasus ablasio retina sebanyak 12 kasus timbul retinal taer. Robekan atau retinal tear
per 100.000 orang setiap tahunnya1. Penelitian tersebut menyebabkan adanya cavitas vitreous
lainnya juga yang dilakukan di singapura oleh ke ruang rubretinal. Sedangan untuk ablasio
Wong et al., ditemukan 11,6 kasus per 100.000 retina non-regmatogen akan terjadi
orang di cina, pada melayu ditemukan 7 per penumpukan eksudat dan transudat pada
100.000 kasus, dan di India sebanyak 3,9 kasus subretina. Ciri khas yang bisa dijadikan dasar
per 100.000 (9). Hal yang sama juga ditmukan kecurigaan terhadap ablasio retina adalah
7,98 kasus per 100.000 per tahun di Beijing, hal adanya kilatan cahaya (fotospia), adanya
tersebut dijelaskan pada studi kepustakan oleh gambaran objek coklat-hitam yang melayang
Rhegmatogenous Retina Study Group (10). (floaters), dan penurunan visus bakan
Sedangkan di Indonesia belum pasti akan jumlah penglihatan jika ablasio retina melibatkan
laporannya, namun pada periode 1 januari 2008- daerrah makula3,7.
31 desember 2009 terdapat kasus sebanyak 349 Terdapat beberapa hal yang dapat
operasi untuk menempelkan kebali retina1,7. menjadi faktor resiko seseorang terkena ablasio
retina. Pada usia lanjut sekitar 50 - 70 tahun
Pembahasan ternyata lebih berisiko terkena ablasio retina.
Bagian posterior mata memiliki beberapa Jenis kelamin laki-laki juga lebih berpotensi
lapisan, salah satunya adalah retina sebagai untuk terkena ablasio retina.Pasien-pasien paska
lapisan terdalam dar jaringan posterior mata. operasi katarak lebih berisiko untuk mengalami
Retina berbatasan langsung dengan rongga ablaso retina bahkan sampai 7 kali. Pasien

Medula | Volume 13 | Nomor 4.1 | Special Edition-Special Sense | Mei 2023 | 83


Salsabila Haqya Kusuma, Rani Himayani, Putu Ristyaning Ayu Sangging | Ablasio Retina: Etiologi, Faktor Resiko, Diagnosis, dan Tatalaksana

dengan gangguan myopia parah dengan ablasio retina ekstensif akan ditemukan tanda
maksimal -3D lebih berisiko hingga empat kali marcus gunn, serta akan ditemukan penuruna
dibandingkan pasien dengan mata normal, tekanan intraokular (TIO) maupun terjadi iritis
sedangkan pasien dengan myopia >-3D 10 kali ringan1,8. Jika saat dilakukan pemeriksaan
lebih berisiko. Pasien glaukoma terutama oftalmologis terutama kemampuan visualisasi
glaukoma sudut tertutup dapat menjadi ablasio dan ditemukan hasil yang normal, maka
retina, yaitu sekitar 4-7% jika sudah bersifat pemeriksaan selanjutnya yang bisa dilakukan
kronis. Adanya kelainan kongenital seperti adalah pemeriksaan funduskopi dengan hasil
sindrom enhler-danlos, stickler, maupun marfan tampak adanya ablasio retina. Gambaran ablasio
juga lebih berisiko terkena ablasio retina. Faktor retina adalah adanya lapisan neurosensoris
lain yang bisa meningatkan risiko terjadi ablasio retina yang mengalami elevasi dan terlepas dari
retina seperti afakia (30-40%), trauma mata atau epitel pigmen retina dan koroid di bagian bawah,
okular (10-20%), dan pernah ada riwayat ablasio sehingga tampak memucat, konveks, pembuluh
retina sebelumnya3. darah akan tampak menggelap, dan akan tampak
Penegakan diagnosis ablasio retina dapat robekan full thickness (break) pada retina yang
dilakukan dengan anamnesis yang biasanya memberikan gambaran kontras kemerahan8.
bertujuan untuk mengetahui gejala, faktor Ablasio retina yang terjadi dalam kurun
resiko, dan hal-hal yang kemungkinan menjadi waktu lama atau sudah kronis akan memberikan
etiologi dari penyakit ini. Selain itu dilakukan juga gambaran lesi berupa retina yang menipis, garis
pemeriksaan oftalmmologis yang bertujuan demokrasi subretina akibat sel EPR yang
untuk mengetahui apakah pasien mengalami berproliferasi, kista intraretinal, bahkan
kerusakan secara anatomis dan fisiologis. Pasien vitreoretinopati proliferatif yang biasanya akan
biasanya datang dengan keluhan-keluhan yang menyulitkan perbaikan ablasio retina
berbeda seperti penglihatan yang menjadi kabur regmatogen saat diberikan tatalaksana. Hal
atau tidak jelas; tampak bayangan yang tersebut dikarenakan pada proliferative
melayang-layang (floaters) akibat pergerakan vtreoretinopathy terjadi pertumbuhan dan
vitreus, sineris vitreus, atau bahkan terjadinya perpindahan sel EPR, glia, dan sel lainnya bahkan
perdarahan vitreus; serta adanya kilatan cahaya hingga membentuk membran. Selain itu, faktor
(fotopsia) akibat perlekatan vitreoretina yang lain yang menyebabkan terjadinya ablasio
tertarik saat mata bergerak dan biasanya bersifat adanya melipatnya retina akibat kontraksi pada
bilateral1,3. Jika pasien datang dengan keluhan membran, ekuator yang bertraksi, epitel
berupa lapang pandang yang mennyempit, pada nonpigmen yang terlepas dar pars plana, dan
penyakit ablasio retina biasanya fenomena ini retina yang mengerut. Hal-hal yang disebutkan
seperti melihat di balik tirai hitam atau artinya sebelumnya adalah faktor yang diakibatkan PVR
pnglihatan menjadi gelap. Gangguan lapang dalam memengaruhi proses terapi ablasio retina,
pandang ini biasanya bisa di klasifikasikan sehingga break yang menjadi etiologi ablasio
menjadi 3, yaitu gangguan lapang pandang atas, retina dapat terbuka kembali, atau timbul yang
gangguan lapang pandang bawah (paling sering), beru, atau bahkan menjadi pencetus ablasio lain
dan gangguan lapang pandang yang melibatkan yaitu ablasio retina traksional9.
fovea atau central. Ablasio sering kali terlambat Saat menegakan diagnosis ablasio retina,
untuk dideteksi, karena ablasio retina akan biasanya terdapat gambaran klinis yang bisa
bersifat asimptomatik jika cairan subretina dijadikan alasan adanya diagnosis banding
sedikit1,3. seperti retinoskisis degeneratif yang biasanya
Pemeriksaan pada mata atau oftalmologis terjadi secara asimptomatik dengan prevalensi
yang dilakukan akan memberikan hasil berupa tersering pada orang lanjut usia (50-70 tahun)
refleks fundus yang menghilang, adanya dan gambaran yang ditemukan berupa lesi
kumpulan epitel pigmen pada anterior vitreus menonjol seperti kubah dengan permukaan
atau yang kita kenal dengan tobacco dust dalam yang mengandung pembuluh darah saat
(kondisi ini disebut sebagai shafer sign), dan pada dilakukan funduskopi. Selain itu ada juga

Medula | Volume 13 | Nomor 4.1 | Special Edition-Special Sense | Mei 2023 | 84


Salsabila Haqya Kusuma, Rani Himayani, Putu Ristyaning Ayu Sangging | Ablasio Retina: Etiologi, Faktor Resiko, Diagnosis, dan Tatalaksana

terdapat ablasio eksudatif dengan gambaran dengan tujuan untuk memberi tekanan pada
cairan pada subretina yang bergerak sesuai dinding bola mata di bawah break retina dan
gerakan kepala, ada gangguan sistemik, dan menggunakan prinsip menjahit material lunak
batas tidak tegas. Diagnosis banding terakhir atau keras dari silikon dengan ukuran yang sudah
adalah ablasio koroid yang memberikan disesuaikan ke sklera. Terapi ini dilakukan jika
gambaran coklat, terfiksir atau tidak bergerak, indikasi scleral buckle terpenuhi, yaitu : break
dan sering itemukan pada pasien paska operasi ada di posterior mata, media yang akan
katarak, pemasangan scleral buckle, dan operasi dilakukan operasi jernih, break tunggal maupun
filtrasi glaukoma. Apabila sudah dilakukan multiple harus dalam satu kuadran, jika disertai
anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka PVR maksiimal ada di grade B, ablasio retina pada
informasi yang didapatkan harus diarahkan ke individu muda, atau adanya ablasio retina namun
penegakan diagnos. Hal ini dikarenakan pasien break sulit atau tidak ditemukan saat
dengan gejala ablasio retina disarankan dalam emmeriksan, dan break ada di anterior ekuator
waktu 24 jam pertama melakukan pemeriksaan retina. Namun, tindakan ini bisa menyebabkan
lebih lanjut, bia juga diberikan obat-obatan komplikasi berupa derajat miopia yang
seperti antiemetik dan antitusif jika meningkat, timbulnya membran epiretinal, atau
dibutuhkan3,9. komplikasi lain yang jarang ditemukan seperti
Ablasio retina perlu dilakukan terapi break retina, dislokasi lensa, oklusi pembuluh
pembedahan dengan prinsip pembuatan iritasi darah, endofthalmitis, dan lain-lain. Selanjutnya
korioterina (skar) di sekitar semua break dan Pneumatic Retinopexy yaitu tindakan
melekatkn kembali retina dengan epitell pigmen penyuntikan gelembung gas ke rongga vitreus
retina secara cepat dan tepat sehingga ruang dengan tujuan untuk membuat cairan mata
yang ada di subretina tertutup secara permanen terdorong dari dalam mata dan akhirnya
dan berkurangnya retina yang bertraksi. Operasi mendorong retina untuk melekat kembali juga
ini biasanya dikhususkan pada dokter mata yang dapat dilakukan sebagai tatalaksana ablasio
memang sudah kompeten dan berpengalaaman retina. Tindakan ini memiliki prinsip dengan
dengan keahlian khusus vtreoretina. Tatalaksana membuat break tertutup dengan meningkatkan
operatif bertujuan untuk menutup robekan pada tegangan permukan gas perfluoropropane/ C3F8
retina yang fungsinya menahan aliran cairan ke atau sulfurhexaflorida/ SF6 dan mencegah ruang
arah retina, biasanya berhasil dalam satu kali subretina terisi gas. Proses yang terjadi adalah,
operasi dengan persentase keberhasilan 85%10. gas akan mengembang dan melewati jaringan
Terdapat beberapa jenis terapi operatif dengan diabsorpsi. Saat gas larut maka akan
yang disarankan untuk pengobatan ablasio diikuti dengan penutupan dan penempelan
retina. Laser Fotokoagulasi dikatakan merupakan retina secara permanen1,11.
salah satu tatalaksana ablasio retina yang paling Selain tatalaksana secara operatif,
efektif. Virektomi, juga merupakan salah satu pengobatan medikamentosa juga dijadikan
tatalaksana ablasio retina, yaitu operasi yang alternatif lain jika terjad kegagalan pembedahan
bertujuan untuk melekatkan kembali lapisan yaitu mencapai angka 20%. Mekanisme yang
retina dengan EPR dengan membebaskan retina biasanya dsarankan adalah secara preventif yaitu
yang bertraksi dengan menghilangkan vitreus dengan mencegah ablasio kembali dengan
sehingga mengurangi tarikan maupun robekan menghindari pembentukan PVR dan
pada retina menggunakan retinopexy. Operasi meningkatkan waktu hidup sel fotoresptor.
virektomi dilakukan jika ditemukan indikasi Usaha untuk mencegah hal tersebut terjadi
berupa ablasio retina yang disertai kekeruhann adalah dengan menggunakan pelindung mata
vitreus; ablasio retina dengan PVR; ablasio retina saat berolahraga, untuk pasien miopia sedang
dengan giant retinal break; dan primary hingga berat; pencegahan pada pasien paska
virectomy pada ablasio retina semua stage. Lalu, ablasi vitreus agar retina tidak robek, karena
Scleral Buckle, yaitu terapi scleral buckle adalah hampir 1-2% pasin ablasi vitreous mengalami
terapi yang dilakukan secara ekstraokular robean retina. Prognosis pada ablasio retina

Medula | Volume 13 | Nomor 4.1 | Special Edition-Special Sense | Mei 2023 | 85


Salsabila Haqya Kusuma, Rani Himayani, Putu Ristyaning Ayu Sangging | Ablasio Retina: Etiologi, Faktor Resiko, Diagnosis, dan Tatalaksana

secarra keseluruhan 80-90% perlekatan lapisan 296.


secara anatomi dapat kembali namun tidak bisa 4. Suharjo SU, Sundari S, Sasongko MB.
dipastikan secara fisiologis12. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea,
Ketepatan dalam menegakan diagnosis Sklera dan Sistem Lakrimal. Dalam Suhardjo
dan tepatnya pengobatan juga memengaruhi SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas
prognosis ablasio retina ke depannya. Pasien Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012;
yang ditangani dengan baik maka perbaikan 111-43.
ablasionya juga baik, biasanya 75% pasien yang 5. Ikatan Dokter Indonesia. Penataan sistem
makulanya tidak terkena mengalami perbaikan pelayanan primer. Jakarta: Ikatan Dokter
ketajaman visual mencapai 20/40. Sedangkan Indonesia; 2016.
pada pasien yang makulanya terkea, peerbaikan 6. Gelston CD. Common eye emergencies.
visus hanya pada angka 40%. Oleh karena itu American Family Physician. 2018; 88(8):
pentingnya kecepatan dan ketepatan pnegakan 515-9.
diagnosis dan terapi12,13. 7. Patel PS. Top 10 eye emergencies [internet].
USA: American Academy of Ophtalmology;
Simpulan 2016.
Retina adalah lapisan pada mata yang 8. Chalam KV, Ambati BK, Veaver HA, Brover S,
mengandung saraf sensori yang sangat peka Levine L, Wells T, et al. Fundamentals and
dengan cahaya dan memiliki pengaruh penting principles of ophthalmology. Basic and
terhadap kemamuan manusia untuk melihat. Clinical Science Course. 2. Singapore:
Salah satu gangguan yang cukup berbahaya pada American Academy of Ophthalmology.
retina adalah ablasio retina, yaitu lepasnya 2011; 71-3.
lapisan pada retina dari epitel pigmen sehingga 9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
menyebabkan penurunan penglihatan. Faktor Peraturan Menteri Kesehatan Republik
resiko yang memengaruhi ablasio retina adalah Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
miopia, usia, jenis kelamin, trauma, adanya Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
degenerasi retina perifer, dan lain-lain. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Sedangkan untuk tatalaksana atau terapi yang Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
disarankan adalah tindakan operatif virektomi, Indonesia; 2014.
scleral buckle, pneumatic retinopexy, dan laser 10. Yorston D. Emergency management: retinal
fotokoagulasi. Dikarenakan ablasio retina ini detachment. Community Eye Health
dapat menjadi sebuah kasus gawat darurat, Journal. 2018; 31(103): 63.
maka dokter perlu waspada terhadap tanda 11. Kaur S, Larsen H, Nattis A. Primary care
gejala yang mengarah ke gangguan ini. approach to eye condition. Osteopathic Fam
Physician. 2019; 11(2): 28-34.
Daftar Pustaka 12. Wuben TJ, Besirli CG, Zacks DN.
1. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia Pharmacotherapies do retinal detachment.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Trans Science Review. 2016; 23(7): 1553-62.
Pedoman nasional pelayanan kedokteran: 13. Sultan ZN, Agorogiannis EI, Iannetta D, et al.
Ablasio retina regmatogen. Persatuan Rhegmatogenous retinal detachment: a
Dokter Spesialis Mata Indonesia review of current practice in diagnosis and
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; management. BMJ Open Ophthalmology;
2018. 2020.
2. Yan H dan Wang S. General Guideline of
Ophthalmic Emergency. Dalam: Hua Y,
editor. Ocular trauma. Singapore: Springer.
2018; 1-9.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi
ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2015; 1-

Medula | Volume 13 | Nomor 4.1 | Special Edition-Special Sense | Mei 2023 | 86

Anda mungkin juga menyukai