Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Katarak kongenital adalah bentuk kekeruhan lensa yang terlihat pada anak
sejak lahir (Ilyas S, 2006). Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan
melihat ada bercak putih seperti awan pada mata anak, tergantung pada derajat
katarak yang dialami anak tersebut. Katarak kongenital dapat disebabkan oleh
kelainan genetik, infeksi intrauterin, berkaitan dengan sindroma, ataupun idiopatik
(Lely RW et al., 2013).Prevalensi katarak kongenital secara global mencapai angka 1-
15 per 10000 anak, dan prevalensi katarak kongenital di negara berkembang 10 kali
lipat dibandingkan di negara maju (Lin D, 2015).Katarak kongenital tersebut
merupakan penyebab utama timbulnya kebutaan pada anak.Ada sekitar 200.000 anak
di seluruh dunia yang menderita kebutaan akibat katarak kongenital dan 133.000
diantaranya merupakan penduduk negara berkembang (Rajavi Z et al., 2015).
Kebutaan pada anak tersebut dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif di
kemudian hari karena diketahui gangguan visual dapat mengurangi kualitas hidup
penderita, menurunkan status sosial, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas
(Finger RP et al., 2012). Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi katarak di
Indonesia adalah 1,8% dan untuk provinsi Sumatera Barat prevalensinya adalah
2,3%, sedangkan angka prevalensi khusus untuk katarak kongenital belum tersedia.
Data dari RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan dari 180 kasus katarak berumur di
bawah 40 tahun yang dioperasi di bagian mata dari tahun 1991-1999, 31% merupakan
kasus katarak kongenital (Sayuti K et al., 2010).
Katarak kongenital lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita
(Sayuti K et al., 2010; Irawan GM et al., 2015; Lely RW et al., 2013). Meskipun
secara umum tidak ada predileksi jenis kelamin tertentu terhadap kejadian katarak
pada anak, akan tetapi perbedaan angka prevalensi tersebut diamati untuk
menghubungkan dengan ekspektasi sosial terhadap peran anak laki-laki dalam
2

masyarakat (Lely RW et al., 2013). Keterlambatan usia operasi di atas dipengaruhi


tiga hal, yaitu kesadaran orangtua terhadap katarak yang diderita anaknya, akses
menuju pelayanan kesehatan, serta persetujuan untuk dioperasi (Mwende J et al.,
2005).
Keterlambatan usia operasi dapat memperburuk prognosis, hal ini disebabkan
karena timbulnya kelainan mata lainnya pada penderita katarak kongenital,
diantaranya ambliopia, strabismus, dan nistagmus (American Academy of
Ophthalmology Section 6, 2011). Sebagian besar anak dengan katarak kongenital
akan menderita ambliopia (Yorston D, 2004). Prevalensi strabismus adalah 28.8 %
pada katarak kongenital bilateral dan 45% pada unilateral, sedangkan prevalensi
nistagmus ditemukan 30.5% pada katararak kongenital bilateral saja, dan 55.6%
diantaranya juga mengalami strabismus (Lee S dan Park J, 2014).
Operasi sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada penderita katarak
kongenital melihat banyaknya kelainan mata lain yang dapat timbul
sehinggamempengaruhi prognosis nantinya. Lateralitas juga dapat diperhitungkan
saat menentukan jadwal operasi.Katarak kongenital unilateral sebaiknya dioperasi
lebih cepat karena kemungkinan untuk timbulnya ambliopia dan kelainan mata
lainnya lebih cepat dibanding katarak bilateral. Untuk mencapai hasil seoptimal
mungkin, sebaiknya katarak kongenital bilateral dioperasi sebelum usia 10 minggu,
dan katarak kongenital unilateral dioperasi lebih cepat lagi, yaitu sebelum usia 6
minggu. (American Academy of Ophthalmology Section 6, 2011).
Jenis operasi yang dilakukan terhadap penderita katarak kongenital adalah
Extra Capsular Cataract Extraction atau disingkat ECCE. ECCE dapat pula
ditambahkan dengan implantasi lensa intraokular (ECCE+IOL), namun implantasi
lensa intraokular ini jarang diterapkan untuk anak usia kurang dari 2 tahun karena
ukuran panjang visual axis-nya masih akan bertambah sehingga lebih baik digunakan
kacamata atau lensa kontak untuk mengoreksi afakia pasca operasi. Jenis operasi
yang dilakukan dapat ditentukan berdasarkan usia anak saat dioperasi. (American
Academy of Ophthalmology Section 6, 2014)
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada tahun
pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang
sering di jumpai.Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan penglihatan yang
permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak tergantung pada posisi
kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada sumbu penglihatan maka akan
terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat berlanjut menjadi kebutaan. Jika
kataraknya sedikit, dibagian depan atau perifer lensa, gangguan penglihatan hanya
sedikit.

2.2 EPIDEMIOLOGI
a. Frekuensi
Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di
Amerika Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran.
Insiden katarak secara internasional belum diketahui. Meskipun WHO dan organisasi
kesehatan yang lain membuat resolusi yang luar biasa dalam vaksinasi dan
pencegahan penyakit, angka rata-rata katarak kongenital mungkin lebih tinggi di
bawah negara berkembang.
b. Mortalitas/Morbiditas
Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi, ambliopia
refaksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan), dan retinal
detachment.Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60% pada katarak
bilateral.Katarak kongenital umumnya menyertai pada retardasi mental, tuli, penyakit
ginjal, penyakit jantung dan gejala sistemik.
c. Umur
Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.
4

2.3 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada banyak
alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain.
1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau sistemik)
seperti autosomal dominant inheritance.
2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
 Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.
 Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
 Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
 Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
 Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental
syndrome.
 Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.
3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex, sifilis,
poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.
4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays
6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.
7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya.

Klasifikasi
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena dapat
menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan. Adapun
klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut:
5

a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau
janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk serbuk/seperti
debu (Gambar 6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan
posterior (Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi radial
(Gambar 6C). Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan gangguan
metabolik dan infeksi intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan
mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya
sesekali yang bersifat herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan tidak
berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior.
(Gambar 6F).
f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior
(katarak piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh daerah
katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan dengan
katarak polaris anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar 7C), aniridia,
anomali Peters dan lenticonus anterior.
g. Katarak polaris posterior (Gambar 7D) kadang-kadang berhubungan dengan sisa-
sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous primer
hiperplastik persisten.
h. Katarak central oil droplet (Gambar 7E), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-
François sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya
menyerap kembali meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di
antara kapsul anterior dan posterior (Gambar 7F).
6

Gambar 6. Morfologi katarak kongenital

2.4 GAMBARAN KLINIS


Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria.Gejala ini
kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir, karena pupil miosis.Bila
katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk sehingga orangtua biasanya
7

membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat, tidak dapat fokus atau kurang
bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala lain yang dapat di jumpai antar lain fotofobia,
strabismus, nistagmus. Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri karena kira-kira
sepertiga katarak kongenital merupakan herediter.Riwayat kelahiran yang berkaitan
dengan prematuritas, infeksi maternal, pemakaian obat-obatan dan radiasi selama
kehamilan perlu ditanyakan.

Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler atau


sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan kromosom dan
gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara lain
mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atrofi retina, dan
lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di dapat antara lain : retardasi mental,
gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, wajah mongoloid dan
sebagainya.

2.5 DIAGNOSIS

Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa, karena
tidak lagi transparan.Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah.Ini disebut
strabismus, atau dikenal dengan juling.Terjadi karena mata tidak bisa fokus dengan
baik.Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan diagnosis dini katarak
kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak
sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal
menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat
nistagmus.
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat
adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam
rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus
direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila
fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
8

Pada katarak kongenital, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti


hitung jenis darah, titer TORCH, tes reduksi urin, red cell galactokinase, pemeriksaan
urin asam amino, kalsium dan fosfor. Pemeriksaan darah dan rontgen perlu dilakukan
untuk mencari kemungkinan penyebab.

2.6 PENATALAKSANAAN
• Evaluasi
Anamnesa Memperhatikan anamnesa lengkap, onset dan tanda serta gejala
dari status okuli dari pemeriksaan mata sebelumnya dapat membantu prognosis
penglihatan setelah terapi.Selain itu, dalam anamnesa juga harus diperoleh informasi
mengenai tumbuh kembang anak, kebiasaan makan, kelainan tumbuh kembang
lainnya, lesi kulit dan riwayat keluarga.
• Fungsi Penglihatan
Perkembangan fungsi penglihatan dapat dibantu dari anamnesa, observasi dari
fiksasi dan refleks, pemeriksaan tingkah laku, dan pemeriksaan elektrofisiologi.Anak
dengan katarak kongenital bilateral biasanya menunjukkan penurunan penglihatan
dan perkembangan yang terlambat, fiksasi okuli dan pergerakan mata dapat menurun
atau tidak ada.
Strabismus juga dapat di jumpai, khususnya pada anak dengan katarak
unilateral.Nistagmus terjadi karena kehilangan penglihatan awal dan sebagai tanda
bahwa penglihatan bisa menjadi turun setelah terapi.
• Pemeriksaan segmen anterior
Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat menjelaskan morfologi dari katarak dan
dapat membantu menentukan penyebab dan prognosis.Hal yang berhubungan dengan
kornea abnormal, iris dan pupil dapat dicatat. Slit lamp yang mudah dibawa secara
khusus membantu pemeriksaan bayi dan anak. Glaukoma bisa dikesampingkan
karena katarak dan glaukoma dihubungkan dengan rubella congenital dan Lowe
Syndrome.
9

• Pemeriksaan funduskopi
Suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan retina dan optic disc untuk
memperkirakan penglihatan potensial dari mata.Ketika katarak sudah komplit dan
menghambat aksis penglihatan.B-ultrasonografi dapat digunakan untuk
menyingkirkan retina dan vitreous patologis.Secara khusus penting dilakukan pada
pasien dengan katarak bilateral yang tebal untuk melihat adanya retinoblastoma.
PEMBEDAHAN
- Pengangkatan lensa ( lensektomi )
Pada anak-anak pemasangan lensa kontak ataupun kacamata ditujukan untuk
koreksi afakia. Lensektomi dilakukan melalui insisi kecil di limbus atau pars plana
menggunakan alat pemotong vitreous atau alat aspirasi manual. Irigasi dapat
dilakukan dengan alat infus terintegrasi atau kanul yang terpisah untuk pembedahan
bimanual.
- Ekstra kapsular katarak ekstraksi
Ketika IOL digunakan secara luas pada tahun 1980 maka tehnik yang
digunakan para ahli adalah tehnik ekstra kapsular katarak dan menggantikan tehnik
intrakapsular. Walaupun ECCE memerlukan insisi limbus yang relatif besar ( 8-10
mm ) tapi hal ini relatif sederhana dan memudahkan untuk belajar tanpa
membutuhkan peralatan yang mahal.
- Rehabilitasi optik post operasi
Pilihan koreksi optik untuk afakia tergantung pada berbagai faktor.Kacamata
afakia adalah metode paling aman yang tersedia dan mudah diganti untuk
mengakomodasi perubahan refraksi yang timbul seiring pertumbuhan anak.

- Pemilihan kekuatan lensa intra okuler


Karena mata anak-anak terus memanjang hingga usia 11 tahun, pilihan
kekuatan lensa intra okuler yang tepat sangatlah rumit. Penelitian telah
memperhatikan bahwa kelainan refraksi pada anak yang afakia mengalami pergeseran
miopia ( Myopic shift ) 7-8 D dari usia 1 hingga 10 tahun. Kemudian jika anak dibuat
10

emetropia pada usia 1 tahun nilai refraksinya pada usia 10 tahun menjadi sekitar -8D.
Oleh karena itu implantasi lensa intra okuler memerlukan perhitungan yang
mencakup usia anak dan target refraksi pada saat dilakukan pembedahan.
Kebanyakan ahli memasang implant lensa intra okuler dengan kekuatan yang
dibutuhkan sampai usia dewasa dan membiarkan anak tumbuh dewasa dengan pilihan
kekuatan lensa intra okuler tersebut. Kemudian anak yang undercorrection dan
memerlukan kacamata hipermetropia dengan penurunan kekuatan refraksi bertahap
hingga usia remaja.

2.7 KOMPLIKASI
Tanpa intervensi yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya
“mata malas” atau ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah lain
seperti nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan
gambaran terhadap objek. Operasi katarak pada anak-anak memiliki komplikasi yang
lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa. Komplikasi pasca operasi adalah
sebagai berikut:
1. Kekeruhan capsular posterior hampir menyeluruh jika kapsul posterior masih
dipertahankan pada anak di bawah usia 6 tahun.
2. Membran sekunder dapat terbentuk di seluruh pupil, terutama di microphthalmic
mata atau dengan uveitis kronis.
3. Proliferasi epitel lensa bersifat universal tetapi biasanya penglihatan tidak
konsekuen, karena tidak melibatkan sumbu visual..
4. Glaukoma akhirnya berkembang pada sekitar 20% dari mata.
 Closed-angle glaucoma dapat terjadi pada periode pasca operasi segera di
mata microphthalmic sekunder karena terdapat penyumbatan pupil.
 Secondary open-angle galucoma dapat berkembang bertahun-tahun setelah
operasi awal, karena itu penting untuk memantau tekanan intraokular jangka
panjang.
11

5. Ablasio retina merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan biasanya terlambat.

2.8 PROGNOSIS
Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak (unilateral/bilateral,
total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan operasi
(waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis.Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling
baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.
12

BAB III

KESIMPULAN

Katarak kongenital didefinisikan sebagai katarak yang mulai terjadi sebelum


atau segera setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.Katarak
kongenital disebabkan oleh berbagai hal, seperti herediter, herediter yang
dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem, infeksi, obat-obatan
prenatal, radiasi ion prenatal, kelainan metabolik dan idiopatik. Berdasarkan
morfologi katarak diklasifikasikan atas, katarak nuclear, lamellar, supranuclear, blue
dot, sutura, polaris anterior, polaris posterior, central oil droplet dan membranosa.
Gejala-gejala pada katarak kongenital dapat berupa silau, leukokoria,
penglihatan berkurang dan strabismus. Intervensi katarak kongenital meliputi bedah
dan non bedah., tergantung pada jenis katarak. Komplikasi berupa ambliopia,
nistagmus, strabismus. Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak,
ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan operasi (waktu, teknik,
komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Katarak, Jakarta Eye Center, Thursday, 5 June 2004. Tersedia dalam:


www.infomedika.com
2. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303.
3. Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest Group,
Measuring and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular Anomalies:
Lessons from a National Study of Congenital Cataract in the UK(Investigative
Ophthalmology and Visual Science. 2001;42:1444-1448.). Available from:
www.iovs.org/misc/terms.shtml
4. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Idya Medika
Jakarta : 2000.175-184.
5. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Abadi Tegal. Jakarta : 1993.
190-196.
6. Aminah, Hamzah. Anatomi dan fisiologi lensa. Diunduh dari:
http://perdamisulsel.org/dokumen/Sari%20Pustaka%20-
%20Anatomi%20Lensa,%20Aminah,%20Hamzah.pdf
7. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007. 201-204.
8. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-2. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000.146.

Anda mungkin juga menyukai