NORMAL-TENSION GLAUCOMA
Oleh
04084821921142
Pembimbing
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Beauty Novianty, S.Ked
04084821921142
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 15 April s.d 20 Mei 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Normal Tension Glaucoma”
ini dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada DR.dr.Hj. Fidalia,
Sp.M(K) atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan telaah ilmiah ini. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Definisi Glaukoma .............................................................................................3
2.2 Klasifikasi Glaukoma .........................................................................................3
2.3 Anatomi dan Fisiologi terkait Produksi Cairan Akuos ......................................6
BAB III NORMAL TENSION GLAUCOMA ......................................................9
3.1 Definisi Normal-Tension Glaucoma ..................................................................9
3.2 Faktor Resiko .....................................................................................................9
3.3 Patofisiologi .....................................................................................................10
3.4 Manifestasi Klinis ............................................................................................17
3.5 Penegakkan Diagnosis .....................................................................................19
3.6 Diagnosis Banding ...........................................................................................23
3.7 Tatalaksana.......................................................................................................25
3.8 Komplikasi .......................................................................................................30
3.9 Prognosis ........................................................................................................31
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Klasifikasi glaukoma....................................................................................4
2.2 Anatomi Bilik Mata Depan ..........................................................................7
2.3 Skema Aliran Cairan Akuos.........................................................................8
3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi normal-tension glaucoma ..................14
3.2 Disfungsi neurovaskular pada normal-tension glaucoma ..........................16
3.3 Perbedaan pola hilangnya pigmen epitel retina pada normal tension
glaucoma dan glaukoma dengan peningkatan tekanan intraokular ..........17
3.4 Focal ischemic pada bagian inferotemporal ..............................................18
3.5 Pendarahan fokal diskus optikus pada normal-tension glaucoma .............18
3.6 Gambaran gonioskopi ................................................................................21
3.7 Kelainan lapang pandang pada glaukoma ..................................................22
3.8 Bleb Hasil Trabekulotomi dengan Mitomycin C .......................................30
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
tekanan intraokular direndahkan sampai level minimal, namun faktanya tidak
demikian4.
Diantara pasien glaukoma, sekitar 30% diantaranya memiliki tekanan
intraokular yang berada dalam range normal, dan jumlah ini meningkat tergantung
pada subpopulasi tertentu, yangmana populasi Asia, seperti Jepang dan Korea
memiliki angka kejadian normal tension glaucoma lebih tinggi. Ini menandakan
adanya etiologi genetis yang mendasari penyakit ini7.
Patofisiologi yang mendasari penyakit ini masih belum jelas. Diperkirakan
perkembangan penyakit ini adalah dari interaksi kompleks dari beberapa
penyebab sistemik dan faktor okular. Beberapa studi menemukan bahwa sistem
kardiovaskular dan tekanan intrakranial mungkin berperan dalam jaras kerusakan
saraf optik. Meski demikian, mekanisme dari penyakit ini masih didebatkan
hingga sekarang8.
Di Indonesia, tingginya angka kejadian glaukoma tidak terlepas dari
dugaan masih banyak penderita glaukoma yang belum dideteksi sehingga belum
mendapatkan penanganan yang baik hingga saat ini. Diantara jenis glaukoma lain,
normal tension glaucoma sulit untuk didiagnosis karena tidak adanya peningkatan
tekanan intraokular yang merupakan pemeriksaan standar yang paling umum
dilakukan untuk diagnosis glaukoma.
Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai normal tension glaucoma, mengenai patofisiologi berdasarkan teori-
teori yang ada, cara penegakkan diagnosisnya, serta penanganan yang dapat
dilakukan baik medikamentosa maupun pembedahan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
tertutup primer, sinekia, intumesensi lensa, oklusi vena retina sentralis, hifiema,
dan iris bombé.
Berdasarkan sifatnya, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi
glaukoma akut dan glaukoma kronik. Pada glaukoma akut, terjadi gangguan
penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba atau dapat didahului dengan beberapa
tanda prodromal, seperti nyeri kepala hebat (umumnya mengikuti jalannya
nervus V), mual-muntah (akibat reflek okulovagal), nyeri bola mata,
penglihatan kabur yang bersifat sementara atau terdapat gambaran halo
(warna pelangi) di sekitar bola lampu yang terjadi akibat edema kornea.
Serangan akut dapat berlangsung dalam lama atau dalam beberapa jam saja. Pada
glaukoma kronik, gejala timbul lebih lambat dan menahun. Kerusakan saraf
optik pun terjadi perlahan-lahan bahkan hampir tanpa keluhan subjektif
sehingga umumnya penderita glaukoma kronis datang memeriksakan diri
apabila telah terjadi gangguan penglihatan atau kondisi penyakitnya sudah
berat.
4
Tabel 1. Klasifikasi Glaukoma
5
2.3 Anatomi dan Fisiologi Terkait Produksi Cairan Akuos
Cairan akuos diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki bilik
mata belakang, cairan akuos melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan. Cairan akuos dieskresikan
oleh anyaman trabekular11. Bentuk korpus siliaris menyerupai cincin tebal
pada lapisan posterior persimpangan korneosklera yang terdiri atas otot dan
pembuluh darah. Korpus siliaris menghubungkan koroid dengan iris. Korpus
siliaris juga merupakan tempat perlekatan dari lensa. Kontraksi dan relaksasi
dari otot polos korpus siliaris mengatur ketebalan serta mengatur fokus lensa.
Lapisan pada permukaan dalam korpus siliaris yaitu prosesus siliaris
memiliki lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang
tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi cairan akuos. Sudut
bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal
iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman
trabekular (yang terletak di atas kanal Schlemm) dan sclera spur.
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman
trabekular berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke korpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang
jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang
semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Bagian-dalam anyaman
ini, yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian
luar, yang berada dekat kanal Schlemm, disebut anyaman korneosklera.
Sclera spur merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara korpus
siliaris dan kanal Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel.
Saluran-saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul
dan 12 vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera.
Kanal Schlemm berbentuk oval dengan lapisan endotel dan
dikelilingi oleh sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding bagian dalam
tidak teratur dan berbentuk spindle-shaped dan mengandung vakuola raksasa.
6
Gambar 2.2 Anatomi Bilik Mata Depan
Cairan akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Volumenya adalah sekitar 250 μL, dan kecepatan pembentukannya,
yang memiliki variasi diurnal, adalah 25 μL/menit. Tekanan osmotiknya
sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi cairan akuos serupa
dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat
dan laktat yang lebih tinggi sedangkan konsentrasi protein, urea dan glukosa
lebih rendah11.
Cairan akuos terbentuk dari plasma pada prosesus siliaris melalui tiga
mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi dan transport aktif. Difusi adalah proses
transport zat yang larut lemak melewati membran sel melalui perbedaan gradien
konsentrasi. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat yang larut
dalam air ke dalam membran sel akibat perbedaan gradien osmotik atau
tekanan hidrostatik. Transport aktif adalah zat yang larut air ditransport secara
aktif melalui membran sel dan memerlukan Na-K ATPase dan biasanya terdapat
pada sel epitel yang tidak berpigmen.
Cairan akuos dari bilik anterior akan didrainase dengan dua rute yaitu
aliran trabekular/ konvensional dan aliran uveoskleral/ nonkonvensional.
Aliran trabekular merupakan jalur utama keluar aqueous humor dari bilik
7
anterior, sekitar 90% dari total. Aliran aqueous dari anyaman trabekular
masuk ke dalam kanal Schlemm yang menyebabkan resistensi aliran keluar.
Dari kanal Schlemm, cairan akuos ditransport melalui 25-35 kanal-kanal
pengumpul ke vena episklera melalui jalur direk maupun indirek12.
Aliran uveoskleral merupakan sistem pengaliran yang kedua dan
berkisar sekitar 10% dari total. Cairan akuos melewati badan siliaris dan
masuk ke rongga suprakoroidal dan kemudian di drainase oleh sirkulasi vena di
badan siliar, koroid dan sklera12.
8
BAB III
NORMAL-TENSION GLAUCOMA
9
sistemik yang berkaitan dengan pembuluh darah seperti diabetes mellitus,
insufisiensi karotis, hipertensi, dan hiperkoagulasi juga berperan13.
7. Hipotensi sistemik13.
8. Obstructive sleep apneu mungkin juga berpengaruh akibat adanya perubahan
pada perfusi okular13.
9. Kadar autoantibodi yang tinggi13.
10. Miopia, memiliki resiko terkena glaukoma lebih tinggi, termasuk normal-
tension glaucoma13.
3.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya normal-tension glaucoma ini masih belum jelas.
Hingga sekarang masih dilakukan berbagai penelitian mengenai mekanisme
terjadinya penyakit ini. Beberapa mekanisme yang ditemukan antara lain:
3.3.1 Genetik
Adanya riwayat keluarga menjadi predisposisi dari normal-tension
glaucoma. Beberapa studi menemukan bahwa terdapat banyak gen yang
mempengaruhi timbulnya normal-tension glaucoma.
Aliran darah pada mata dipengaruhi oleh banyak modulator, termasuk
diantaranya adalah endotelin-1 (ET-1). Studi lain menunjukkan bahwa ET-1 tidak
hanya berpengaruh pada aliran darah, melainkan juga mempengaruhi perubahan
morfologis dan fisiologis pada glaukoma. Pada percobaan pada binatang (kelinci),
iskemia nervus optikus yang diinduksi ET-1 menyebabkan eksavasasi diskus,
hilangnya akson secara difus, dan demieliniasi yang pada bagian prelaminar
nervus optikus tanpa menyebabkan perubahan pada tekanan intraokular15.
Polimorfisme pada salah satu reseptor ET-1 yakni reseptor A endotelin
(ETA) ditemukan mungkin juga dapat berhubungan dengan kejadian normal-
tension glaucoma. Hal ini dikarenakan peran penting dari reseptor ini dalam
vasokontriksi aliran darah retina sehingga perubahan pada gen dari reseptor ini
dapat menyebabkan iskemia pada retina16.
10
Selain itu juga gen optic atrophy type 1 (OPA1) juga berperan dalam
normal-tension glaucoma. Gen ini berfungsi di mitokondria untuk melindungi sel
ganglion retina dari kerusakan retinal akibat tekanan. Perubahan ekspresi dari gen
ini akan mengakibatkan disfungsi mitokondria yang mengarah pada apoptosis dari
sel-sel ganglion retina17.
Mutasi pada gen optineurin (OPTN) juga ditemukan berhubungan dengan
normal-tension glaucoma, dan ini bersifat herediter18. Fungsi dari gen ini adalah
pada regulasi nuclear factor kappa B, jalur persinyalan vesikel, respon imun, dll.
Mutasi pada gen OPTN dapat menginduksi mutasi gen E50K dan H486R yang
menyebabkan kematian pada sel ganglion retina dengan cara melemahkan faktor
antioksidan19.
11
tidak mampu mengkompensasi rendahnya tekanan darah lebih, perfusi okular
akan menurun sehingga mengakibatkan iskemik pada nervus optikus23.
Selain itu, sebagian besar pasien normal-tension glaucoma dengan
hipotensi juga menunjukkan adanya vasospasme (65%). Ini mengindikasikan
adanya hubungan antara hipotensi dengan disregulasi vaskular24.
12
3.3.4.2 Migrain
Migrain dianggap sebagai salah satu kelainan vasospastik yang sering
ditemukan pada pasien dengan normal-tension glaucoma. Penelitian oleh Corbett
dkk menunjukkan 44% pasien dengan normal-tension glaucoma memiliki riwayat
migrain28.
13
itu, kadar ET-1 yang tinggi juga dapat menyebabkan deformasi lamina kribosa
melalui remodeling matriks ekstraselular32.
14
3.3.8 Hipotesis Neurovaskular pada Kerusakan Nervus Optikus
Unit neurovaskular adalah kumpulan dari sel ganglion retina, endotel, dan
sel glial seperti astrosit. Unit ini berperan dalam homeostasis aliran darah okular
pada nervus optikus dan retina melalui autoregulasi. Instabilitas aliran darah
okular merupakan langkah pertama yang menyebabkan matinya sel-sel ganglion
retina25. Arteri siliaris posterior yang memperdarahi nervus optikus dan koroid
lebih sensitif terhadap perubahan vaskular dibandingkan arteri retina sentral. Ini
menyebabkan kepala dari nervus optikus menjadi tempat pertama terjadinya
kerusakan pada normal-tension glaucoma34.
Suplai oksigen yang tidak stabil mengarah pada injuri iskemi-reperfusi/
ischemia-reperfusion injury (IRI). Akibat utama yang ditimbulkan dari IRI adalah
meningkatkan stres oksidatif, terutama pada mitokondria sel ganglion retina.
Selain itu, stres oksidatif akan menstimulasi p53 sehingga mengarah pada
apoptosis sel ganglion retina35.
Sel glial juga mengalami gliosis, yangmana sel-sel tersebut berubah
hipertrofi dan berproliferasi. Sel-sel glia yang berproliferasi kemudian akan
menambah kerusakan pada retina dan nervus optikus dengan mensekresikan
berbagai faktor yang bersifat neurodegeneratif seperti ET-1, TNF-α, interleukin-
1β yang kemudian mengarah pada kematian sel dan memicu reaksi inflamasi36.
Mekanisme kerusakan yang terjadi dijelaskan pada gambar 7.
Selain itu, penuaan juga dianggap merupakan faktor penting terjadinya
normal-tension glaucoma. Amyloid-β yang merupakan neurotoksik utama pada
penyakit Alzheimer ditemukan berhubungan dengan patofisiologi glaukoma.
Ekspresi berlebihan amyloid-β berkaitan dengan apoptosis pada sel ganglion
retina37.
15
Gambar 3.2. Disfungsi neurovaskular pada normal-tension glaucoma.
Keterangan:
ET-1: endotelin-1; Aβ, amyloid-β; RGC, retinal ganglion cell; BRB, blood–retinal
barrier; OBF, ocular blood flow; NTG, normal tension glaucoma.
Sumber: Xue dkk, 2014
16
3.4 Manifestasi Klinis
Normal-tension glaucoma memiliki manifestasi klinis yang terkait dengan
kerentanan khusus terhadap kerusakan papil saraf optik sekalipun tanpa
peningkatan tekanan intraokular, antara lain:
1. Pada bagian yang kehilangan pigmen epitel retina (PER) lebih sering
penglihatan seperti bulan sabit atau halo di tepi diskus optikus pada
normal-tension glaucoma dibandingkan glaukoma tekanan tinggi atau
mata normal40 (gambar 3.3).
Gambar 3.3. Perbedaan pola hilangnya pigmen epitel retina pada normal tension
glaucoma (gambar kanan) dan glaukoma dengan peningkatan tekanan intraokular
(gambar kiri).
Sumber: Anderson dkk, 1985
17
Gambar 3.4. Focal ischemic pada bagian inferotemporal
18
4. Normal-tension glaucoma dan glaukoma sudut terbuka primer dapat
diwariskan dalam keluarga yang sama, hal ini menunjukkan kedua
kelainan tersebut adalah kondisi yang sama atau terkait5.
5. Penting untuk mempertimbangkan diagnostik dan manajemen normal-
tension glaucoma berkaitan dengan disregulasi vaskular. Disregulasi
vaskular banyak terdapat pada orang dengan glaukoma, namun gejalanya
lebih mencolok dan lebih sering terjadi pada orang-orang dengan
glaukoma tekanan normal. Gejalanya dapat ditemukan dengan melakukan
anamnesis terhadap pasien (atau pengujian fisiologis) termasuk tangan dan
kaki dingin sebagai over-reaksi terhadap dingin atau stres. Pasien dapat
melaporkan tidur menggunakan kaus kaki bahkan dalam iklim hangat, dan
tangan terasa dingin ketika berjabat tangan. Tekanan darah arteri
cenderung rendah. Sakit kepala migrain, terutama dengan “visual aura”,
lebih umum dan lebih sering pada wanita5.
6. Terdapat laporan yang menunjukkan bahwa pada mata dengan tanda
glaukoma dapat terkait dengan sebuah episode iskemik akut ("shock-
induced neuropathy"), atau penyakit arteri obstruktif kronik yang tidak
bersifat progresif, serta iskemia akibat sleep apnea5.
7. Defisit lapang pandang cenderung lebih fokal dan lebih ke gangguan
fiksasi terutama pada awal penyakit. Lebih dari separuh pasien, defisit
pandang yang terjadi tidak progresif selama 5 tahun dengan ataupun tanpa
pengobatan13. Karakteristik defisit lapang pandang yang terjadi adalah:
cenderung ke gangguan fiksasi, lebih dalam dan berada pada fiksasi 5ᴼ,
terjadi tiba-tiba, tidak proporsional antara kerusakan nervus optikus dan
defisit lapang pandang yang dikeluhkan, monokuler, dan berprogres
lambat14.
19
1. Tekanan Intraokuler, diukur pada masing-masing mata dengan
menggunakan metode aplanasi kontak seperti tonometer Goldman yang
diletakkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk
meratakan luas kornea tertentu. Ada 4 macam tonometer yang dikenal:
tonometer schiotz, tonometer digital, tonometer aplanasi, tonometer
Mackay-Marg. Pengukuran TIO sebaiknya dilakukan pada setiap orang
yang berusia diatas 20 tahun pada setiap pemeriksaan rutin. Tekanan
intraokuler normalnya bervariasi antara 10-21mmHg.
2. Gonioskopi, merupakan pemeriksaan sudut kamera okuli anterior dengan
alat yang menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluar cairan
akuos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu
mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera
okuli anterior. Lebar sudut kamera okuli anterior dapat diperkirakan
dengan pencahayaan oblik kamera okuli anterior. Apabila keseluruhan
anyaman trabekular, scleral spur dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut
dinyatakan terbuka. Apabila hanya Schwalbe’s line atau sebagian kecil
dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, dinyatakan sebagai sudut
sempit. Apabila Schwalbe’s line tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.
Penilaian diskus optikus. Diskus optikus normal memiliki cekungan
dibagian tengahnya yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah
relatif serat yang menyusun saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera
yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada glaukoma mula-mula
terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik yang diikuti oleh
pencekungan superior dan inferior. Hasil akhir proses pencekungan pada
glaukoma adalah apa yang disebut sebagai cekungan "bean pot". Rasio
cekungan diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan
antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus43.
20
Gambar 3.6. Gambaran Gonioskopi
3. Lapangan pandang
Pemeriksaan lapangan pandang digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya
pulau-pulau lapangan pandang yang menghilang (skotoma) dan untuk
mengetahui progresivitas dari kerusakan visual yang terjadi. Gangguan
lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin
nyatanya bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang
Bjerrum (15ᴼ dari fiksasi) membentuk skotoma Bjerrum yang kemudian
membentuk skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang
yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel.
Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal sering
disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek
arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di
perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat
hubungan ke defek arkuata yang menimbulkan breakthrough perifer.
Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10ᴼ sentral baru terpengaruh
pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, tajam penglihatan
sentral mungkin normal, tetapi hanya 5ᴼ lapangan pandang. Alat-alat yang
dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan pandang pada
21
glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey, Octopus, atau
Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar
tangent43.
22
pandang. Adakah pasien melihat halo sebagai akibat dari kerusakan epitel pigmen
retina? Apakah ada perdarahan diskus optikus pada saat kelainan muncul atau
pada setiap kunjungan untuk memantau kondisi sebelum memutuskan diagnosis
yang pasti atau memulai pengobatan? Apakah ada keluarga yang memiliki riwayat
glaukoma? Apakah pasien memiliki kecenderungan tangan dan kaki dingin,
tekanan darah rendah, mengenakan kaus kaki di malam hari ketika tidur dan
sering mengalami migrain? Hal ini meyakinkan untuk menemukan tanda-tanda
atau gejala yang cenderung untuk dihubungkan dengan normal-tension glaucoma.
Jika kondisi bilateral dengan gangguan lapang pandang yang klasik untuk lesi
pra-chiasmal (khususnya kelianan serabut saraf dan tidak ada scotoma central),
sangat besar kemungkinan penyakit tersebut merupakan glaukoma5.
23
C. Iskemik optik neuropati anterior. Bentuk non-arteritik terjadi pada mata
dengan diskus optikus kecil, dan bentuk arteritik terjadi pada mata dengan
diskus optikus besar. Serangan akut tidak akan menimbulkan gejala jika
kelainan pada serabut saraf optik tidak terlalu dekat dengan fovea
D. Oklusi cabang pembuluh darah retina.
E. Optic nerve “giant drusen”. Terjadinya penurunan lapangan pandang tanpa
pencekungan diskus optikus
F. Tumor orbital atau tumor intrakranial.
2. “High-Pressure” glaukoma:
A. Inaccurate tonometri. Tonometri aplanasi dapat memberikan hasil
pengukuran tekanan yang salah pada kornea yang sangat tipis.
B. Variasi dari tekanan intraokular. Seseorang dengan tekanan intraokular
yang meningkat secara abnormal pada waktu tertentu dalam satu hari atau
hari-hari tertentu dalam satu minggu, dan terapi yang dilakukan
menurunkan TIO di saat mengalami kenaikan sehingga mencapai TIO
normal.
C. Riwayat peningkatan TIO pada masa lampau. Kemungkinan penyebabnya
seperi penggunaan kortikosteroid jangka panjang pada pemakaian lensa
kontak, atau uveitis yang tidak lagi aktif. Pigmentary glaucoma
menghasilkan tekanan tinggi pada usia pertengahan, dan menyebabkan
kerusakan pada saraf optik, tetapi TIO dapat normal kembali sebelum
glaukoma ditemukan pada saat pemeriksaan mata selanjutnya. Hal yang
penting, jika kerusakan saraf otik masa lalu adalah karena TIO tinggi yang
tidak akan terulang kembali, kondisi sekarang mungkin telah menjadi
stabil tanpa perlu pengobatan.
D. Glaukoma sudut terbuka primer kronik, dimana telah diberikan obat-
obatan sistemik untuk menurunkan TIO, misalnya beta bloker. Tapi tidak
memberikan hasil yang memuaskan untuk menghambat progresifitas
glaukoma, namun membuat TIO berada pada kisaran normal44.
24
Tapi pada dasarnya normal-tension glaucoma mirip dengan glaukoma
sudut terbuka primer, dan penatalaksanaannya sama-sama menurunkan tekanan
intra okular, sehingga kesalahan pemeriksaan seperti ini kadang tidak menjadi hal
yang begitu penting.
Jika TIO normal di kedua mata, tapi besar TIO asimetris, kerusakan saraf
optik dan kehilangan bidang visual akan nampak lebih jelas pada mata dengan
TIO yang lebih tinggi. Namun, kerusakan glaukoma dapat asimetris bahkan ketika
TIO sama, mungkin akibat asimetri patofisiologi abnormal pada saraf optik.
3.7 Tatalaksana
Menurunkan TIO tidak sepenuhnya menghentikan glaukoma tapi dapat
menghambat progresifitasnya. Penting untuk mengidentifikasi dan mengobati
kondisi yang mendasari kelainan yang terkait dengan normal-tension glaucoma,
seperti gangguan vaskular, hipotiroidisme, penyakit autoimun maupun migrain.
The Collaborative Normal Tension Glaucoma Study menunjukkan bahwa 30%
pengurangan TIO dapat mencegah perkembangan hilangnya lapangan pandang45.
25
sehingga efek dari obat ini tidak efektif untuk menurunkan tekanan intraokular
pada malam hari. Sementara itu dorzolamide bekerja dengan menghambat aliran
cairan akuos, namun juga tidak efektif digunakan untuk menurunkan tekanan
intraokular pada malam hari. Ini dikarenakan cairan akuos lebih sedikit diproduksi
selama tidur48.
Penelitian menurut Liu dkk menemukan bahwa karbonik anhidrase topikal
memiliki efek diurnal yang lebih baik dibanding timolol, namun belum ditemukan
penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama49.
Terapi kombinasi memberi penurunan yang lebih besar dibanding
monoterapi. Kombinasi dorzolamide-timolol menurunkan tekanan intraokular
sebanyak 23.7% dan brimonidine-timolol sebanyak 23%, dibanding dengan
monoterapi yang hanya 20%50,51.
3.7.2.1 Nifedipin
Efek nifedipin sebagai terapi normal-tension glaucoma menunjukkan hasil
yang berbeda-beda pada berbagai penelitian. Sebuah studi di Jepang menunjukkan
adanya manfaat penggunaan nifedipin terhadap 6 dari 25 subjek dengan normal-
tension glaucoma selama 6 bulan terapi. Pasien dengan perbaikan adalah pasien
muda, dengan tekanan intraokular rendah dan respon yang lebih baik terhadap
dingin52. Namun penelitian lain menunjukkan tidak ada pengaruh pencegahan
hilangnya neuroretinal rim antara pasien yang diberi asetazolamid dan nifedipin
dibandingkan dengan tanpa terapi53. Penelitian lain menunjukkan perbaikan
26
lapang pandang pada terapi nifedipin, namun ditemukan bahwa nifedipin tidak
meningkatkan aliran darah retrobulbar54.
3.7.2.2 Brovincamine
Brovincamine termasuk dalam golongan obat CCB cerebral selektif. Obat
ini menunjukkan hasil yang baik pada perbaikan lapang pandang, terutama pada
pasien dengan tekanan darah sistolik lebih tinggi dan respon terhadap dingin yang
lebih baik55. Namun manfaat dari obat ini perlu diuji coba lebih lanjut dengan
skala penelitian yang lebih besar.
3.7.2.3 Nilvadipine
Efek dari penggunaan obat ini diamati menggunakan Doppler
menunjukkan efek penurunan resistensi vaskular pada distal retro-orbital,
penurunan resistensi pembuluh darah orbital dan meningkatkan aliran darah ke
diskus optik, peningkatan kecepatan aliran darah pada nervus optikus, koroid, dan
retina pada percobaan terhadap kelinci serta meningkatkan kecepatan aliran darah
pada kepala nervus optikus terhadap subjek manusia56.
3.7.2.4 Nimodipine
Nimodipine menunjukkan efek yang hampir sama dengan brovincamide,
yakni perbaikan lapang pandang serta penglihatan warna pada pasien dengan
normal-tension glaucoma, bahkan pada pasien sehat juga, tanpa mengubah
hemodinamik pada makula57. Selain itu obat ini juga menormalkan aliran darah
pada kapiler retina58.
27
dikarenakan efek dari CCB yang menurunkan tekanan darah tanpa menurunkan
tekanan intraokular menyebabkan penurunan aliran darah okular meskipun obat
ini memiliki efek vasodilatasi pada pembuluh darah siliaris posterior. Hasil ini
menyebabkan penggunaan CCB tidak dianjurkan sebagai terapi normal-tension
glaucoma59.
3.7.3.2 Memantine
Memantine merupakan antagonis NMDA yang digunakan sebagai terapi
penyakit Alzheimer. Obat ini ditemukan memberi efek neuroprotektif pada
glaukoma, namun penggunaannya pada normal-tension glaucoma tidak
dianjurkan karena tidak mencapai target yang ditentukan62.
28
3.7.4 Operasi
Operasi hanya dilakukan apabila terapi medikamentosa tidak dapat
mencapai target penurunan tekanan intraokular. Beberapa teknik operasi yang
menjadi pilihan antara lain laser trabeculoplasty dan filtering surgery.
29
mitomycin C67. Pilihan lain yang digunakan adalah 5-florouracil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan mitomycin C
meningkatkan resiko defisit lapang pandang (meski target penurunan
tekanan intraokular sudah tercapai) dibandingkan dengan menggunakan 5-
florouracil14.
3.8 Komplikasi
Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin
rusaknya nervus optikus dan semakin menurunnya visus sampai terjadinya
kebutaan.
30
3.9 Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol
tekanan intraokuler pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa
luas, prognosis akan baik (tapi penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut
secara perlahan walaupun tekanan intraokuler diturunkan).
31
BAB IV
PENUTUP
32
DAFTAR PUSTAKA
33
19. Chalasani ML, Swarup G, Balasubramanian D. Optineurin and its mutants:
molecules associated with some forms of glaucoma. Ophthalmic Res.
2009;42(4):176-184.
20. Quaranta L, Floriani I. The rate of progression and ocular perfusion
pressure in the Low-pressure Glaucoma Treatment Study. Am J
Ophthalmol. 2011;152(5):880.
21. Flammer J, Orgül S, Costa VP, et al. The impact of ocular blood flow in
glaucoma. Prog Retin Eye Res. 2002;21(4):359-393.
22. Charlson ME, de Moraes CG, Link A, et al. Nocturnal systemic
hypotension increases the risk of glaucoma progression. Ophthalmology.
2014;121(10):2004-2012.
23. Okumura Y, Yuki K, Tsubota K. Low diastolic blood pressure is associated
with the progression of normal-tension glaucoma. Ophthalmologica.
2012;228(1):36-41.
24. Moore D, Harris A, WuDunn D, Kheradiya N, Siesky B. Dysfunctional
regulation of ocular blood flow: A risk factor for glaucoma? Clin
Ophthalmol (Auckland, NZ). 2008;2(4):849.
25. Flammer J, Mozaffarieh M. What is the present pathogenetic concept of
glaucomatous optic neuropathy? Surv Ophthalmol. 2007;52(6):S162-S173.
26. Flammer J, Konieczka K, Flammer AJ. The primary vascular dysregulation
syndrome: implications for eye diseases. EPMA J. 2013;4(1):14.
27. Mozaffarieh M, Osusky R, Schötzau A, Flammer J. Relationship between
optic nerve head and finger blood flow. Eur J Ophthalmol. 2010;20(1):136-
141.
28. Corbett JJ, Phelps CD, Eslinger P, Montague PR. The neurologic
evaluation of patients with low-tension glaucoma. Invest Ophthalmol Vis
Sci. 1985;26(8):1101-1104.
29. Toda N, Nakanishi-Toda M. Nitric oxide: ocular blood flow, glaucoma, and
diabetic retinopathy. Prog Retin Eye Res. 2007;26(3):205-238.
30. Sugiyama T, Moriya S, Oku H, Azuma I. Association of endothelin-1 with
normal tension glaucoma: clinical and fundamental studies. Surv
Ophthalmol. 1995;39:S49-S56.
31. Wostyn P, De Groot V, Van Dam D, Audenaert K, De Deyn PP. Senescent
changes in cerebrospinal fluid circulatory physiology and their role in the
pathogenesis of normal-tension glaucoma. Am J Ophthalmol.
2013;156(1):5-14.
32. Burgoyne CF. A biomechanical paradigm for axonal insult within the optic
nerve head in aging and glaucoma. Exp Eye Res. 2011;93(2):120-132.
33. Karakucuk S, Goktas S, Aksu M, et al. Ocular blood flow in patients with
obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). Graefe’s Arch Clin Exp
Ophthalmol. 2008;246(1):129-134.
34. Harris A, FARVO BS, Wirostko B, Siesky B, Center VR. Cerebral Blood
Flow in Glaucoma Patients: Erratum. J Glaucoma. 2013;22(7).
35. Flammer J. Glaucomatous optic neuropathy: a reperfusion injury. 2001.
36. Tezel G, Wax MB. The immune system and glaucoma. Curr Opin
Ophthalmol. 2004;15(2):80-84.
34
37. Ning A, Cui J, To E, Ashe KH, Matsubara J. Amyloid-β deposits lead to
retinal degeneration in a mouse model of Alzheimer disease. Invest
Ophthalmol Vis Sci. 2008;49(11):5136-5143.
38. Cleary C, Buckley CH, Henry E, McLoughlin P, O’Brien C, Hadoke PWF.
Enhanced endothelium derived hyperpolarising factor activity in resistance
arteries from normal pressure glaucoma patients: implications for vascular
function in the eye. Br J Ophthalmol. 2005;89(2):223-228.
39. Grieshaber MC, Flammer J. Does the blood-brain barrier play a role in
glaucoma? Surv Ophthalmol. 2007;52(6):S115-S121.
40. Anderson DR. Correlation of the peripapillary anatomy with the disc
damage and field abnormalities in glaucoma. In: Fifth International Visual
Field Symposium. Springer; 1983:1-10.
41. Yamamoto T, Kitazawa Y. Vascular pathogenesis of normal-tension
glaucoma: a possible pathogenetic factor, other than intraocular pressure, of
glaucomatous optic neuropathy. Prog Retin Eye Res. 1998;17(1):127-143.
42. Javitt JC, Spaeth GL, Katz LJ, Poryzees E, Addiego R. Acquired pits of the
optic nerve: increased prevalence in patients with low-tension glaucoma.
Ophthalmology. 1990;97(8):1038-1044.
43. Crabb DP, Russell RA, Malik R, et al. Frequency of visual field testing
when monitoring patients newly diagnosed with glaucoma: mixed methods
and modelling. 2014.
44. Mallick J, Devi L, Malik PK, Mallick J. Update on normal tension
glaucoma. J Ophthalmic Vis Res. 2016;11(2):204.
45. Heijl A, Leske MC, Bengtsson B, Hyman L, Bengtsson B, Hussein M.
Reduction of intraocular pressure and glaucoma progression: results from
the Early Manifest Glaucoma Trial. Arch Ophthalmol. 2002;120(10):1268-
1279.
46. Krupin T, Liebmann JM, Greenfield DS, Ritch R, Gardiner S, Group L-
PGS. A randomized trial of brimonidine versus timolol in preserving visual
function: results from the Low-Pressure Glaucoma Treatment Study. Am J
Ophthalmol. 2011;151(4):671-681.
47. Hayreh SS, Podhajsky P, Zimmerman MB. Beta-blocker eyedrops and
nocturnal arterial hypotension. Am J Ophthalmol. 1999;128(3):301-309.
48. Gulati V, Fan S, Zhao M, Maslonka MA, Gangahar C, Toris CB. Diurnal
and nocturnal variations in aqueous humor dynamics of patients with ocular
hypertension undergoing medical therapy. Arch Ophthalmol.
2012;130(6):677-684.
49. Liu JHK, Medeiros FA, Slight JR, Weinreb RN. Comparing diurnal and
nocturnal effects of brinzolamide and timolol on intraocular pressure in
patients receiving latanoprost monotherapy. Ophthalmology.
2009;116(3):449-454.
50. Kim JM, Kim T-W, Kim CY, Kim HK, Park KH. Comparison of the
intraocular pressure-lowering effect and safety of brimonidine/timolol fixed
combination and 0.5% timolol in normal-tension glaucoma patients. Jpn J
Ophthalmol. 2016;60(1):20-26.
51. Kim T-W, Kim M, Lee EJ, Jeoung JW, Park KH. Intraocular Pressure–
35
lowering Efficacy of Dorzolamide/Timolol Fixed Combination in Normal-
tension Glaucoma. J Glaucoma. 2014;23(5):329-332.
52. Kitazawa Y, Shirai H, Go FJ. The effect of Ca 2+-antagonist on visual field
in low-tension glaucoma. Graefe’s Arch Clin Exp Ophthalmol.
1989;227(5):408-412.
53. Lumme P, Tuulonen A, Airaksinen PJ, Alanko HI. Neuroretinal rim area in
low tension glaucoma: effect of nifedipine and acetazolamide compared to
no treatment. Acta Ophthalmol. 1991;69(3):293-298.
54. Harris A, Evans DW, Cantor LB, Martin B. Hemodynamic and visual
function effects of oral nifedipine in patients with normal-tension
glaucoma. Am J Ophthalmol. 1997;124(3):296-302.
55. Sawada A, Kitazawa Y, Yamamoto T, Okabe I, Ichien K. Prevention of
visual field defect progression with brovincamine in eyes with normal-
tension glaucoma. Ophthalmology. 1996;103(2):283-288.
56. Tomita G, Niwa Y, Shinohara H, Hayashi N, Yamamoto T, Kitazawa Y.
Changes in optic nerve head blood flow and retrobular hemodynamics
following calcium-channel blocker treatment of normal-tension glaucoma.
Int Ophthalmol. 1999;23(1):3-10.
57. Piltz JR, Bose S, Lanchoney D. The effect of nimodipine, a centrally active
calcium antagonist, on visual function and mascular blood flow in patients
with normal-tension glaucoma and control subjects. J Glaucoma.
1998;7(5):336-342.
58. Michalk F, Michelson G, Harazny J, Werner U, Daniel WG, Werner D.
Single-dose nimodipine normalizes impaired retinal circulation in normal
tension glaucoma. J Glaucoma. 2004;13(2):158-162.
59. Müskens RPHM, de Voogd S, Wolfs RCW, et al. Systemic
antihypertensive medication and incident open-angle glaucoma.
Ophthalmology. 2007;114(12):2221-2226.
60. Lee J, Sohn SW, Kee C. Effect of Ginkgo biloba extract on visual field
progression in normal tension glaucoma. J Glaucoma. 2013;22(9):780-784.
61. Guo X, Kong X, Huang R, et al. Effect of Ginkgo biloba on visual field and
contrast sensitivity in Chinese patients with normal tension glaucoma: a
randomized, crossover clinical trial. Invest Ophthalmol Vis Sci.
2014;55(1):110-116.
62. Lipton SA. Pathologically-activated therapeutics for neuroprotection:
mechanism of NMDA receptor block by memantine and S-nitrosylation.
Curr Drug Targets. 2007;8(5):621-632.
63. Lee AC, Mosaed S, Weinreb RN, Kripke DF, Liu JHK. Effect of laser
trabeculoplasty on nocturnal intraocular pressure in medically treated
glaucoma patients. Ophthalmology. 2007;114(4):666-670.
64. De Jong N, Greve EL, Hoyng PFJ, Geijssen HC. Results of a filtering
procedure in low tension glaucoma. Int Ophthalmol. 1989;13(1-2):131-138.
65. Group CN-TGS. Comparison of glaucomatous progression between
untreated patients with normal-tension glaucoma and patients with
therapeutically reduced intraocular pressures. Am J Ophthalmol.
1998;126(4):487-497.
36
66. Leung DYL, Tham CCY. Management of bleb complications after
trabeculectomy. In: Seminars in Ophthalmology. Vol 28. Taylor & Francis;
2013:144-156.
67. Wilkins M, Indar A, Wormald R. Intraoperative Mitomycin C for glaucoma
surgery. Cochrane Database Syst Rev. 2005;(4).
68. Greenfield DS, Suñer IJ, Miller MP, Kangas TA, Palmberg PF, Flynn HW.
Endophthalmitis after filtering surgery with mitomycin. Arch Ophthalmol.
1996;114(8):943-949.
37