Anda di halaman 1dari 42

Telaah Ilmiah

NORMAL-TENSION GLAUCOMA

Oleh

Beauty Novianty, S.Ked

04084821921142

Pembimbing

DR.dr.Hj. Fidalia, Sp.M(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah


Normal-Tension Glaucoma

Oleh:
Beauty Novianty, S.Ked

04084821921142

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 15 April s.d 20 Mei 2019

Palembang, Mei 2019

DR.dr.Hj. Fidalia, Sp.M(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Normal Tension Glaucoma”
ini dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada DR.dr.Hj. Fidalia,
Sp.M(K) atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan telaah ilmiah ini. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Definisi Glaukoma .............................................................................................3
2.2 Klasifikasi Glaukoma .........................................................................................3
2.3 Anatomi dan Fisiologi terkait Produksi Cairan Akuos ......................................6
BAB III NORMAL TENSION GLAUCOMA ......................................................9
3.1 Definisi Normal-Tension Glaucoma ..................................................................9
3.2 Faktor Resiko .....................................................................................................9
3.3 Patofisiologi .....................................................................................................10
3.4 Manifestasi Klinis ............................................................................................17
3.5 Penegakkan Diagnosis .....................................................................................19
3.6 Diagnosis Banding ...........................................................................................23
3.7 Tatalaksana.......................................................................................................25
3.8 Komplikasi .......................................................................................................30
3.9 Prognosis ........................................................................................................31
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Klasifikasi glaukoma....................................................................................4
2.2 Anatomi Bilik Mata Depan ..........................................................................7
2.3 Skema Aliran Cairan Akuos.........................................................................8
3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi normal-tension glaucoma ..................14
3.2 Disfungsi neurovaskular pada normal-tension glaucoma ..........................16
3.3 Perbedaan pola hilangnya pigmen epitel retina pada normal tension
glaucoma dan glaukoma dengan peningkatan tekanan intraokular ..........17
3.4 Focal ischemic pada bagian inferotemporal ..............................................18
3.5 Pendarahan fokal diskus optikus pada normal-tension glaucoma .............18
3.6 Gambaran gonioskopi ................................................................................21
3.7 Kelainan lapang pandang pada glaukoma ..................................................22
3.8 Bleb Hasil Trabekulotomi dengan Mitomycin C .......................................30

v
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang artinya hijau


kebiruan yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah suatu kelompok dari penyakit-penyakit yang memiliki
kesamaan yakni neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
visual1. Neuropati optik yang terjadi disebut perubahan glaukomatosa, yang
ditandai dengan pencekungan “cupping” diskus optikus2. Di Indonesia, angka
kejadian glaukoma cukup tinggi. Menurut survei Rapid Assessment of Avoidable
Blindness (RAAB) yang dilaksanakan di 15 provinsi di Indonesia pada tahun
2014--2016, didapatkan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia adalah 3.0%,
dengan glaukoma sebagai penyebab kedua terbanyak setelah katarak3.
Kerusakan sel saraf optik pada glaukoma sering dianggap berkaitan
dengan peningkatan tekanan intraokuler. Namun, seiring dengan adanya
penelitian-penelitian baru, ditemukan bahwa tekanan tidaklah menjadi penyebab
tunggal dari kerusakan sel saraf pada glaukoma4.
Peningkatan tekanan intraokular merupakan salah satu tanda yang sering
ditemui pada glaukoma, namun peningkatan tekanan intraokular sendiri
merupakan faktor resiko yangmana ada tidaknya tidak menjadi menentukan
sebagai kriteria diagnosis glaukoma1. Glaukoma yang tidak disertai dengan
peningkatan tekanan intraokular disebut sebagai normal tension glaucoma,
biasanya memiliki tekanan intraokular antara 15—20 mmHg5.
Tekanan merupakan besaran skalar dan tidak seperti vektor, tekanan tidak
memiliki arah. Defisit lapang pandang akibat adanya gaya dengan besaran skalar
ini seharusnya homogen pada seluruh lapang pandang karena bentuk mata yang
spheris sehingga gaya akan diterima sama pada setiap bagian bola mata4. Namun,
defisit lapang pandang pada glaukoma tidak homogen, melainkan dimulai dengan
defisit fokal sesuai daerah yang mengalami kerusakan6. Hal lainnya, jika benar
bahwa peningkatan tekanan intraokular merupakan penyebab tunggal dari
kerusakan pada glaukoma, progres penyakit ini seharusnya dapat dihentikan jika

1
tekanan intraokular direndahkan sampai level minimal, namun faktanya tidak
demikian4.
Diantara pasien glaukoma, sekitar 30% diantaranya memiliki tekanan
intraokular yang berada dalam range normal, dan jumlah ini meningkat tergantung
pada subpopulasi tertentu, yangmana populasi Asia, seperti Jepang dan Korea
memiliki angka kejadian normal tension glaucoma lebih tinggi. Ini menandakan
adanya etiologi genetis yang mendasari penyakit ini7.
Patofisiologi yang mendasari penyakit ini masih belum jelas. Diperkirakan
perkembangan penyakit ini adalah dari interaksi kompleks dari beberapa
penyebab sistemik dan faktor okular. Beberapa studi menemukan bahwa sistem
kardiovaskular dan tekanan intrakranial mungkin berperan dalam jaras kerusakan
saraf optik. Meski demikian, mekanisme dari penyakit ini masih didebatkan
hingga sekarang8.
Di Indonesia, tingginya angka kejadian glaukoma tidak terlepas dari
dugaan masih banyak penderita glaukoma yang belum dideteksi sehingga belum
mendapatkan penanganan yang baik hingga saat ini. Diantara jenis glaukoma lain,
normal tension glaucoma sulit untuk didiagnosis karena tidak adanya peningkatan
tekanan intraokular yang merupakan pemeriksaan standar yang paling umum
dilakukan untuk diagnosis glaukoma.
Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai normal tension glaucoma, mengenai patofisiologi berdasarkan teori-
teori yang ada, cara penegakkan diagnosisnya, serta penanganan yang dapat
dilakukan baik medikamentosa maupun pembedahan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Glaukoma


Glaukoma adalah suatu kelompok dari penyakit-penyakit yang memiliki
karakteristik neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi visual
seiring progresivitas penyakit1. Pada glaukoma akan terdapat penurunan fungsi
mata dengan jadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekstravasasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan9.
Walaupun peningkatan tekanan intraokular merupakan faktor resiko
utama, ada tidaknya hal ini tidak menjadi kriteria absolut dari glaukoma.
Peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni:
1. Laju produksi cairan akuos oleh badan siliaris;
2. Resistensi aliran cairan akuos melalui anyaman trabekular—kanal Schlemm;
3. Tekanan vena episkleral.
Secara umum, peningkatan tekanan intraokular disebabkan oleh karena
peningkatan resistensi aliran cairan akuos1.

2.2 Klasifikasi Glaukoma


Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuli, glaukoma
dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut
tertutup. Glaukoma sudut terbuka merupakan gangguan aliran keluar cairan
akuos akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan, sedangkan
glaukoma sudut tertutup adalah gangguan akses cairan akuos ke sistem drainase.
Glaukoma sudut terbuka terdiri dari kelainan pada membran pratrabekular
(seperti glaukoma neovaskular dan sindrom Irido Corneal Endothelial), kelainan
trabekular (seperti glaukoma sudut terbuka primer, kongenital, pigmentasi dan
akibat steroid) dan kelainan pascatrabekular karena peningkatan tekanan
episklera, sedangkan glaukoma sudut tertutup terdiri dari glaukoma sudut

3
tertutup primer, sinekia, intumesensi lensa, oklusi vena retina sentralis, hifiema,
dan iris bombé.
Berdasarkan sifatnya, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi
glaukoma akut dan glaukoma kronik. Pada glaukoma akut, terjadi gangguan
penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba atau dapat didahului dengan beberapa
tanda prodromal, seperti nyeri kepala hebat (umumnya mengikuti jalannya
nervus V), mual-muntah (akibat reflek okulovagal), nyeri bola mata,
penglihatan kabur yang bersifat sementara atau terdapat gambaran halo
(warna pelangi) di sekitar bola lampu yang terjadi akibat edema kornea.
Serangan akut dapat berlangsung dalam lama atau dalam beberapa jam saja. Pada
glaukoma kronik, gejala timbul lebih lambat dan menahun. Kerusakan saraf
optik pun terjadi perlahan-lahan bahkan hampir tanpa keluhan subjektif
sehingga umumnya penderita glaukoma kronis datang memeriksakan diri
apabila telah terjadi gangguan penglihatan atau kondisi penyakitnya sudah
berat.

Gambar 2.1 Klasifikasi Glaukoma (Tradisional dan Modern)


Sumber: Faiq dkk, 2013

4
Tabel 1. Klasifikasi Glaukoma

Sumber: American Academy of Ophtalmology, 2014

5
2.3 Anatomi dan Fisiologi Terkait Produksi Cairan Akuos
Cairan akuos diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki bilik
mata belakang, cairan akuos melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan. Cairan akuos dieskresikan
oleh anyaman trabekular11. Bentuk korpus siliaris menyerupai cincin tebal
pada lapisan posterior persimpangan korneosklera yang terdiri atas otot dan
pembuluh darah. Korpus siliaris menghubungkan koroid dengan iris. Korpus
siliaris juga merupakan tempat perlekatan dari lensa. Kontraksi dan relaksasi
dari otot polos korpus siliaris mengatur ketebalan serta mengatur fokus lensa.
Lapisan pada permukaan dalam korpus siliaris yaitu prosesus siliaris
memiliki lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang
tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi cairan akuos. Sudut
bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal
iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman
trabekular (yang terletak di atas kanal Schlemm) dan sclera spur.
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman
trabekular berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke korpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang
jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang
semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Bagian-dalam anyaman
ini, yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian
luar, yang berada dekat kanal Schlemm, disebut anyaman korneosklera.
Sclera spur merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara korpus
siliaris dan kanal Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel.
Saluran-saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul
dan 12 vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera.
Kanal Schlemm berbentuk oval dengan lapisan endotel dan
dikelilingi oleh sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding bagian dalam
tidak teratur dan berbentuk spindle-shaped dan mengandung vakuola raksasa.

6
Gambar 2.2 Anatomi Bilik Mata Depan

Cairan akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Volumenya adalah sekitar 250 μL, dan kecepatan pembentukannya,
yang memiliki variasi diurnal, adalah 25 μL/menit. Tekanan osmotiknya
sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi cairan akuos serupa
dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat
dan laktat yang lebih tinggi sedangkan konsentrasi protein, urea dan glukosa
lebih rendah11.
Cairan akuos terbentuk dari plasma pada prosesus siliaris melalui tiga
mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi dan transport aktif. Difusi adalah proses
transport zat yang larut lemak melewati membran sel melalui perbedaan gradien
konsentrasi. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat yang larut
dalam air ke dalam membran sel akibat perbedaan gradien osmotik atau
tekanan hidrostatik. Transport aktif adalah zat yang larut air ditransport secara
aktif melalui membran sel dan memerlukan Na-K ATPase dan biasanya terdapat
pada sel epitel yang tidak berpigmen.
Cairan akuos dari bilik anterior akan didrainase dengan dua rute yaitu
aliran trabekular/ konvensional dan aliran uveoskleral/ nonkonvensional.
Aliran trabekular merupakan jalur utama keluar aqueous humor dari bilik

7
anterior, sekitar 90% dari total. Aliran aqueous dari anyaman trabekular
masuk ke dalam kanal Schlemm yang menyebabkan resistensi aliran keluar.
Dari kanal Schlemm, cairan akuos ditransport melalui 25-35 kanal-kanal
pengumpul ke vena episklera melalui jalur direk maupun indirek12.
Aliran uveoskleral merupakan sistem pengaliran yang kedua dan
berkisar sekitar 10% dari total. Cairan akuos melewati badan siliaris dan
masuk ke rongga suprakoroidal dan kemudian di drainase oleh sirkulasi vena di
badan siliar, koroid dan sklera12.

Gambar 2.3. Skema Aliran Cairan Akuos


Sumber: Khurana, 2007

8
BAB III
NORMAL-TENSION GLAUCOMA

3.1 Definisi Normal-Tension Glaucoma


Normal-tension glaucoma disebut juga low-tension glaucoma, merupakan
varian dari primary open-angle glaucoma13,14. Glaukoma jenis ini ditandai
dengan:
1. Tekanan intraokular yang secara konsisten sama atau kurang dari 21 mmHg
2. Tanda kerusakan saraf optik dengan pola glaukomatosa
3. Sudut bilik mata depan terbuka
4. Seiring dengan berjalannya kerusakan, terjadi defisit lapang pandang yang
sesuai dengan pola kerusakan
5. Tidak ada tanda glaukoma sekunder atau penyebab non-glaukomatosa untuk
neuropati13.

3.2 Faktor Resiko


Beberapa hal yang menjadi faktor resiko untuk normal-tension glaucoma
antara lain:
1. Usia, pasien berusia diatas 60 tahun lebih banyak menderita penyakit ini2.
2. Jenis kelamin, beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak
menderita penyakit ini13.
3. Etnis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada keturunan Jepang dan Korea7.
4. Riwayat keluarga, prevalensi glaukoma akut primer lebih tinggi ditemukan
pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan normal-tension
glaucoma. Ditemukan mutasi pada gen OPTN yang mengkodekan optineurin
pada pasien dengan normal-tension glaucoma dan glaukoma akut primer13.
5. Central corneal thickness (CCT) lebih rendah pada pasien dengan normal-
tension glaucoma13.
6. Vasoregulasi abnormal, seperti migrain dan fenomena Raynaud, lebih banyak
ditemukan pada pasien dengan normal-tension glaucoma. Selain itu penyakit

9
sistemik yang berkaitan dengan pembuluh darah seperti diabetes mellitus,
insufisiensi karotis, hipertensi, dan hiperkoagulasi juga berperan13.
7. Hipotensi sistemik13.
8. Obstructive sleep apneu mungkin juga berpengaruh akibat adanya perubahan
pada perfusi okular13.
9. Kadar autoantibodi yang tinggi13.
10. Miopia, memiliki resiko terkena glaukoma lebih tinggi, termasuk normal-
tension glaucoma13.

3.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya normal-tension glaucoma ini masih belum jelas.
Hingga sekarang masih dilakukan berbagai penelitian mengenai mekanisme
terjadinya penyakit ini. Beberapa mekanisme yang ditemukan antara lain:

3.3.1 Genetik
Adanya riwayat keluarga menjadi predisposisi dari normal-tension
glaucoma. Beberapa studi menemukan bahwa terdapat banyak gen yang
mempengaruhi timbulnya normal-tension glaucoma.
Aliran darah pada mata dipengaruhi oleh banyak modulator, termasuk
diantaranya adalah endotelin-1 (ET-1). Studi lain menunjukkan bahwa ET-1 tidak
hanya berpengaruh pada aliran darah, melainkan juga mempengaruhi perubahan
morfologis dan fisiologis pada glaukoma. Pada percobaan pada binatang (kelinci),
iskemia nervus optikus yang diinduksi ET-1 menyebabkan eksavasasi diskus,
hilangnya akson secara difus, dan demieliniasi yang pada bagian prelaminar
nervus optikus tanpa menyebabkan perubahan pada tekanan intraokular15.
Polimorfisme pada salah satu reseptor ET-1 yakni reseptor A endotelin
(ETA) ditemukan mungkin juga dapat berhubungan dengan kejadian normal-
tension glaucoma. Hal ini dikarenakan peran penting dari reseptor ini dalam
vasokontriksi aliran darah retina sehingga perubahan pada gen dari reseptor ini
dapat menyebabkan iskemia pada retina16.

10
Selain itu juga gen optic atrophy type 1 (OPA1) juga berperan dalam
normal-tension glaucoma. Gen ini berfungsi di mitokondria untuk melindungi sel
ganglion retina dari kerusakan retinal akibat tekanan. Perubahan ekspresi dari gen
ini akan mengakibatkan disfungsi mitokondria yang mengarah pada apoptosis dari
sel-sel ganglion retina17.
Mutasi pada gen optineurin (OPTN) juga ditemukan berhubungan dengan
normal-tension glaucoma, dan ini bersifat herediter18. Fungsi dari gen ini adalah
pada regulasi nuclear factor kappa B, jalur persinyalan vesikel, respon imun, dll.
Mutasi pada gen OPTN dapat menginduksi mutasi gen E50K dan H486R yang
menyebabkan kematian pada sel ganglion retina dengan cara melemahkan faktor
antioksidan19.

3.3.2 Faktor Vaskular dan Aliran Darah Okular


Pasien dengan normal-tension glaucoma menunjukan adanya penurunan
aliran darah okular. Tekanan perfusi okular sama dengan tekanan darah arteri
dikurangi tekanan intraokular, yangmana tekanan intraokular bernilai sama
dengan tekanan vena retina. Karena pada normal-tension glaucoma tekanan
intraokular berada pada range normal, maka tekanan perfusi okular akan
dipengaruhi oleh tekanan darah dan tekanan vena retina20.
Rendahnya tekanan perfusi okular, terutama jika berfluktuasi akan
mengakibatkan progresivitas terjadinya glaucomatous optic neuropathy (GON)21.
Tekanan darah yang rendah, seperti pada malam hari, akan menurunkan aliran
darah okular melalui penurunan tekanan perfusi okular. Penurunan tekanan darah
10 mmHg lebih rendah daripada tekanan darah pada pagi dan siang hari akan
mengakibatkan bertambah parahnya kerusakan lapang pandang22.

3.3.3 Hipotensi Sistemik


Hipotensi memiliki peran penting dalam patogenesis normal-tension
glaucoma. Hipotensi menyebabkan penurunan tekanan perfusi okular yang
mengakibatkan turunnya aliran darah okular. Ketika kemampuan autoregulasi

11
tidak mampu mengkompensasi rendahnya tekanan darah lebih, perfusi okular
akan menurun sehingga mengakibatkan iskemik pada nervus optikus23.
Selain itu, sebagian besar pasien normal-tension glaucoma dengan
hipotensi juga menunjukkan adanya vasospasme (65%). Ini mengindikasikan
adanya hubungan antara hipotensi dengan disregulasi vaskular24.

3.3.4 Disregulasi Vaskular


Diperkirakan bahwa disregulasi vaskular adalah inisiator dari kerusakan
glaukomatosa pada normal-tension glaucoma karena menimbulkan instabilitas
aliran darah okular25. Disregulasi ini dapat terjadi secara sistemik, disebut sebagai
disregulasi vaskular primer. Selain itu juga terdapat komponen lain yang ikut
berperan seperti migrain, penyakit vaskular sistemik, dan disfungsi endotel.

3.3.4.1 Disregulasi Vaskular Primer atau Flammer Syndrome


Flammer syndrome adalah kombinasi gejala dan tanda yang terjadi secara
idiopatik pada individu dengan tanpa penyakit vaskular yang menunjukkan
adanya gangguan transien pada aliran darah di jaringan tubuh. Sindrom ini lebih
banyak ditemukan pada wanita Asia, dengan figur kurus (langsing), dan gejala
yang makin jelas selama pubertas. Pasien dengan sindrom ini biasanya memiliki
tangan dan atau kaki yang dingin, berkurangnya rasa haus, tekanan darah rendah
dengan perbedaan tekanan darah nokturnal yang besar, peningkatan sensitivitas
terhadap obat-obatan, lebih mudah terkena serangan migrain, dan seringkali
memiliki onset tidur yang lebih lama26.
Sirkulasi darah pada pasien dengan sindrom ini mudah dipengaruhi oleh
berbagai stimulus, seperti dingin dan stres. Respon yang muncul adalah berupa
vasokontriksi. Inilah yang menyebabkan sindrom ini pada awalnya dinamakan
sindrom vasospastik. Pembuluh darah perifer pada kulit dan ekstremitas sering
ditemukan dalam keadaan vasokontriksi. Hal ini sesuai dengan penelitian lain
yang menunjukkan adanya hubungan aliran darah perifer seperti di kapiler pada
daerah lipatan kuku (nailfold) berhubungan dengan aliran darah okular27.

12
3.3.4.2 Migrain
Migrain dianggap sebagai salah satu kelainan vasospastik yang sering
ditemukan pada pasien dengan normal-tension glaucoma. Penelitian oleh Corbett
dkk menunjukkan 44% pasien dengan normal-tension glaucoma memiliki riwayat
migrain28.

3.3.4.3 Penyakit Vaskular Sistemik


Berbagai penyakit autoimun dan vaskular seperti sklerosis multipel, artritis
reumatoid, lupus erythematosus, sindrom antifosfolipid, Berger's disease, dan pre-
eklampsia dapat mengakibatkan disregulasi vaskular, namun pengaruh yang
dihasilkan tidak terlalu besar. Penyakit-penyakit ini dapat meningkatkan kadar
ET-1 sehingga menurunkan aliran darah okular26.

3.3.5 Disfungsi Endotel


Regulasi dari vaskularisasi retrobulbar sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang dihasilkan oleh endotel seperti nitrit oxide (NO) dan ET-1. Adanya
gangguan pada faktor-faktor ini akan mempengaruhi regulasi vaskular. NO
berperan dalam menginduksi vasodilatasi dan memiliki efek melindungi terhadap
perubahan-perubahan patologis yang diakibatkan oleh glaukoma29. Sementara itu,
ET-1 berperan dalam vasokontriksi yang apabila kadarnya meningkat akan
menimbulkan iskemik yang memperparah kondisi glaukoma30.

3.3.6 Gradien Tekanan Translaminar


Lamina kribrosa adalah jaringan kolagen yang berbentuk seperti jaring
yang terdiri dari akson sel-sel ganglion retina. Jaringan ini berfungsi sebagai
pembatas antara rongga intraokular dan subaraknoid. Gradien tekanan
translaminar adalah perbedaan antara tekanan intrakranial dan intraokular.
Peningkatan gradien tekanan translaminar melalui penurunan tekanan intrakranial
dapat menginduksi kerusakan saraf optik secara barotraumatis atau melalui
kerusakan kapiler, menyebabkan perubahan posisi dari lamina kribosa31,32. Selain

13
itu, kadar ET-1 yang tinggi juga dapat menyebabkan deformasi lamina kribosa
melalui remodeling matriks ekstraselular32.

3.3.7 Obstructive Sleep Apneu


Terhalangnya saluran napas atas yang repetitif akan mengakibatkan
hipoksemia dan hiperkapnia, ditambah lagi dengan peningkatan resistensi
vaskular akibat adanya stimulasi simpatis. Kedua hal ini dapat merusak endotel
vaskular, sehingga menyebabkan disfungsi endotel yang mengarah pada gangguan
autoregulasi, termasuk ke nervus optikus dan retina. Suplai oksigen yang tidak
stabil juga akan merusak jaringan dengan menyebabkan inflamasi dan stres
oksidatif33.
Penurunan aliran darah okular dianggap merupakan kunci dari patogenesis
penyakit ini, yang kemudian mengarah pada perubahan pada nervus optikus.
Selain itu beberapa faktor lain dapat secara langsung menyebabkan perubahan
pada nervus optikus seperti insufisiensi oksigen pada sleep apneu, stres oksidatif.
Hubungan antar faktor-faktor yang berkontribusi dalam normal-tension glaucoma
dijelaskan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi normal-tension glaucoma.


Keterangan:
BP: tekanan darah; RVP: tekanan vena retina; OPP: tekanan perfusi okular; OBF:
aliran darah okular; ET-1: endotelin-1; RGC: sel ganglion retina; OSAHS:
obstructive sleep apneu/hypopnea syndrome; IOP: tekanan intraokular; ONH:
optic nerve head; LC: lamina cribosa.
Sumber: Trivli dkk, 2019.

14
3.3.8 Hipotesis Neurovaskular pada Kerusakan Nervus Optikus
Unit neurovaskular adalah kumpulan dari sel ganglion retina, endotel, dan
sel glial seperti astrosit. Unit ini berperan dalam homeostasis aliran darah okular
pada nervus optikus dan retina melalui autoregulasi. Instabilitas aliran darah
okular merupakan langkah pertama yang menyebabkan matinya sel-sel ganglion
retina25. Arteri siliaris posterior yang memperdarahi nervus optikus dan koroid
lebih sensitif terhadap perubahan vaskular dibandingkan arteri retina sentral. Ini
menyebabkan kepala dari nervus optikus menjadi tempat pertama terjadinya
kerusakan pada normal-tension glaucoma34.
Suplai oksigen yang tidak stabil mengarah pada injuri iskemi-reperfusi/
ischemia-reperfusion injury (IRI). Akibat utama yang ditimbulkan dari IRI adalah
meningkatkan stres oksidatif, terutama pada mitokondria sel ganglion retina.
Selain itu, stres oksidatif akan menstimulasi p53 sehingga mengarah pada
apoptosis sel ganglion retina35.
Sel glial juga mengalami gliosis, yangmana sel-sel tersebut berubah
hipertrofi dan berproliferasi. Sel-sel glia yang berproliferasi kemudian akan
menambah kerusakan pada retina dan nervus optikus dengan mensekresikan
berbagai faktor yang bersifat neurodegeneratif seperti ET-1, TNF-α, interleukin-
1β yang kemudian mengarah pada kematian sel dan memicu reaksi inflamasi36.
Mekanisme kerusakan yang terjadi dijelaskan pada gambar 7.
Selain itu, penuaan juga dianggap merupakan faktor penting terjadinya
normal-tension glaucoma. Amyloid-β yang merupakan neurotoksik utama pada
penyakit Alzheimer ditemukan berhubungan dengan patofisiologi glaukoma.
Ekspresi berlebihan amyloid-β berkaitan dengan apoptosis pada sel ganglion
retina37.

15
Gambar 3.2. Disfungsi neurovaskular pada normal-tension glaucoma.
Keterangan:
ET-1: endotelin-1; Aβ, amyloid-β; RGC, retinal ganglion cell; BRB, blood–retinal
barrier; OBF, ocular blood flow; NTG, normal tension glaucoma.
Sumber: Xue dkk, 2014

Secara garis besar, proses gangguan neurovaskular diawali dengan


disregulasi vaskular, sehingga menghasilkan stress oksidatif dan inflamasi yang
mengurangi aliran darah okular. Stres oksidatif ini, bersama dengan ET-1 dan
matriks metalloproteinase 9 menyebabkan rusaknya blood-retina barrier (BRB)
dan apoptosis dari sel ganglion retina38. Selain itu amyloid-β yang berlebihan juga
bisa merusak BRB. Bukti yang mendukung adanya kerusakan BRB pada normal-
tension glaucoma adalah pendarahan pada diskus optik yang lebih banyak
ditemukan pada normal-tension glaucoma—ditemukan berhubungan dengan
rusaknya BRB39.

16
3.4 Manifestasi Klinis
Normal-tension glaucoma memiliki manifestasi klinis yang terkait dengan
kerentanan khusus terhadap kerusakan papil saraf optik sekalipun tanpa
peningkatan tekanan intraokular, antara lain:
1. Pada bagian yang kehilangan pigmen epitel retina (PER) lebih sering
penglihatan seperti bulan sabit atau halo di tepi diskus optikus pada
normal-tension glaucoma dibandingkan glaukoma tekanan tinggi atau
mata normal40 (gambar 3.3).

Gambar 3.3. Perbedaan pola hilangnya pigmen epitel retina pada normal tension
glaucoma (gambar kanan) dan glaukoma dengan peningkatan tekanan intraokular
(gambar kiri).
Sumber: Anderson dkk, 1985

2. Dalam beberapa kasus, terdapat bagian yang kehilangan bagian tepi


neuroretina, dikenal juga dengan istilah "focal ischemic type of cupping”.
Tipe ini dapat ditemukan pada pemeriksaan fundus. perubahan biasanya
terjadi di bagian superotemporal dan inferotemporal karena bagian ini
merupakan bagian lamina cribosa paling lemah41.

17
Gambar 3.4. Focal ischemic pada bagian inferotemporal

3. Pendarahan diskus optikus dilaporkan lebih sering pada normal-tension


glaucoma, tetapi juga dapat ditemukan pada glaukoma sudut terbuka
primer yang tidak terkontrol. Perdarahan lebih sering pada normal-tension
glaucoma disebabkan karena penurunan substansial tekanan intraokular
yang lebih sulit dicapai42.

Gambar 3.5. Pendarahan fokal diskus optikus pada normal-tension


glaucoma
Sumber: AAO, 2018

18
4. Normal-tension glaucoma dan glaukoma sudut terbuka primer dapat
diwariskan dalam keluarga yang sama, hal ini menunjukkan kedua
kelainan tersebut adalah kondisi yang sama atau terkait5.
5. Penting untuk mempertimbangkan diagnostik dan manajemen normal-
tension glaucoma berkaitan dengan disregulasi vaskular. Disregulasi
vaskular banyak terdapat pada orang dengan glaukoma, namun gejalanya
lebih mencolok dan lebih sering terjadi pada orang-orang dengan
glaukoma tekanan normal. Gejalanya dapat ditemukan dengan melakukan
anamnesis terhadap pasien (atau pengujian fisiologis) termasuk tangan dan
kaki dingin sebagai over-reaksi terhadap dingin atau stres. Pasien dapat
melaporkan tidur menggunakan kaus kaki bahkan dalam iklim hangat, dan
tangan terasa dingin ketika berjabat tangan. Tekanan darah arteri
cenderung rendah. Sakit kepala migrain, terutama dengan “visual aura”,
lebih umum dan lebih sering pada wanita5.
6. Terdapat laporan yang menunjukkan bahwa pada mata dengan tanda
glaukoma dapat terkait dengan sebuah episode iskemik akut ("shock-
induced neuropathy"), atau penyakit arteri obstruktif kronik yang tidak
bersifat progresif, serta iskemia akibat sleep apnea5.
7. Defisit lapang pandang cenderung lebih fokal dan lebih ke gangguan
fiksasi terutama pada awal penyakit. Lebih dari separuh pasien, defisit
pandang yang terjadi tidak progresif selama 5 tahun dengan ataupun tanpa
pengobatan13. Karakteristik defisit lapang pandang yang terjadi adalah:
cenderung ke gangguan fiksasi, lebih dalam dan berada pada fiksasi 5ᴼ,
terjadi tiba-tiba, tidak proporsional antara kerusakan nervus optikus dan
defisit lapang pandang yang dikeluhkan, monokuler, dan berprogres
lambat14.

3.5 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis Untuk menegakan diagnosis glaukoma tekanan normal perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan seperti berikut :

19
1. Tekanan Intraokuler, diukur pada masing-masing mata dengan
menggunakan metode aplanasi kontak seperti tonometer Goldman yang
diletakkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk
meratakan luas kornea tertentu. Ada 4 macam tonometer yang dikenal:
tonometer schiotz, tonometer digital, tonometer aplanasi, tonometer
Mackay-Marg. Pengukuran TIO sebaiknya dilakukan pada setiap orang
yang berusia diatas 20 tahun pada setiap pemeriksaan rutin. Tekanan
intraokuler normalnya bervariasi antara 10-21mmHg.
2. Gonioskopi, merupakan pemeriksaan sudut kamera okuli anterior dengan
alat yang menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluar cairan
akuos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu
mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera
okuli anterior. Lebar sudut kamera okuli anterior dapat diperkirakan
dengan pencahayaan oblik kamera okuli anterior. Apabila keseluruhan
anyaman trabekular, scleral spur dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut
dinyatakan terbuka. Apabila hanya Schwalbe’s line atau sebagian kecil
dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, dinyatakan sebagai sudut
sempit. Apabila Schwalbe’s line tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.
Penilaian diskus optikus. Diskus optikus normal memiliki cekungan
dibagian tengahnya yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah
relatif serat yang menyusun saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera
yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada glaukoma mula-mula
terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik yang diikuti oleh
pencekungan superior dan inferior. Hasil akhir proses pencekungan pada
glaukoma adalah apa yang disebut sebagai cekungan "bean pot". Rasio
cekungan diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan
antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus43.

20
Gambar 3.6. Gambaran Gonioskopi

3. Lapangan pandang
Pemeriksaan lapangan pandang digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya
pulau-pulau lapangan pandang yang menghilang (skotoma) dan untuk
mengetahui progresivitas dari kerusakan visual yang terjadi. Gangguan
lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin
nyatanya bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang
Bjerrum (15ᴼ dari fiksasi) membentuk skotoma Bjerrum yang kemudian
membentuk skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang
yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel.
Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal sering
disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek
arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di
perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat
hubungan ke defek arkuata yang menimbulkan breakthrough perifer.
Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10ᴼ sentral baru terpengaruh
pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, tajam penglihatan
sentral mungkin normal, tetapi hanya 5ᴼ lapangan pandang. Alat-alat yang
dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan pandang pada

21
glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey, Octopus, atau
Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar
tangent43.

Gambar 3.7. Kelainan Lapang Pandang pada Glaukoma

Tanpa gejala adanya kelainan, TIO tinggi merupakan tanda atau


kemungkinan adanya glaukoma. Sedangkan, ketika tanda-tanda glaukoma
ditemukan tanpa adanya peningkatan TIO, diagnosis kerja dapat dinyatakan
sebagai normal-tension glaucoma5.
Untuk menegakkan diagnosis, harus disingkirkan terlebih dahulu
penyebab-penyebab lain cekungan diskus optikus dan kehilangan lapangan

22
pandang. Adakah pasien melihat halo sebagai akibat dari kerusakan epitel pigmen
retina? Apakah ada perdarahan diskus optikus pada saat kelainan muncul atau
pada setiap kunjungan untuk memantau kondisi sebelum memutuskan diagnosis
yang pasti atau memulai pengobatan? Apakah ada keluarga yang memiliki riwayat
glaukoma? Apakah pasien memiliki kecenderungan tangan dan kaki dingin,
tekanan darah rendah, mengenakan kaus kaki di malam hari ketika tidur dan
sering mengalami migrain? Hal ini meyakinkan untuk menemukan tanda-tanda
atau gejala yang cenderung untuk dihubungkan dengan normal-tension glaucoma.
Jika kondisi bilateral dengan gangguan lapang pandang yang klasik untuk lesi
pra-chiasmal (khususnya kelianan serabut saraf dan tidak ada scotoma central),
sangat besar kemungkinan penyakit tersebut merupakan glaukoma5.

3.6. Diagnosis Banding


Tidak semua kasus glaukoma tekanan normal memerlukan pemeriksaan
menggunakan neuro-imaging. Pemeriksaan neuro-imaging seperti
elektroretinografi perlu dilakukan jika kasus tersebut menunjukan kerusakan
progresif meskipun telah dilakukan penurunan substansial dari tekanan
intraokular. Normal-tension glaucoma dapat didiagnosis sebagai penyakit lain
yang memiliki karakteristik atau gejala klinis yang hampir sama, seperti:
1. Pseudo-glaukoma:
A. Cekungan diskus optikus fisiologis yang besar tanpa kehilangan lapangan
pandang. Penelitian yang dilakukan Anderson menemukan banyak anak-
anak dengan diagnosis normal-tension glaucoma yang hanya memiliki
cekungan diskus optikus yang besar. Pemeriksaan pada mata orang tua
dari anak-anak tersebut akan sangat membantu untuk mengetahui apakah
mereka juga memiliki diskus optikus yang besar. Pada keadaan ini tidak
ditemukan penipisan serabut saraf retina.
B. Anomali kongenital dari diskus optikus. Pada kasus unilateral biasanya
penderita juga terkena ambliopia sejak kecil, atau bahkan strabismus
sekunder.

23
C. Iskemik optik neuropati anterior. Bentuk non-arteritik terjadi pada mata
dengan diskus optikus kecil, dan bentuk arteritik terjadi pada mata dengan
diskus optikus besar. Serangan akut tidak akan menimbulkan gejala jika
kelainan pada serabut saraf optik tidak terlalu dekat dengan fovea
D. Oklusi cabang pembuluh darah retina.
E. Optic nerve “giant drusen”. Terjadinya penurunan lapangan pandang tanpa
pencekungan diskus optikus
F. Tumor orbital atau tumor intrakranial.
2. “High-Pressure” glaukoma:
A. Inaccurate tonometri. Tonometri aplanasi dapat memberikan hasil
pengukuran tekanan yang salah pada kornea yang sangat tipis.
B. Variasi dari tekanan intraokular. Seseorang dengan tekanan intraokular
yang meningkat secara abnormal pada waktu tertentu dalam satu hari atau
hari-hari tertentu dalam satu minggu, dan terapi yang dilakukan
menurunkan TIO di saat mengalami kenaikan sehingga mencapai TIO
normal.
C. Riwayat peningkatan TIO pada masa lampau. Kemungkinan penyebabnya
seperi penggunaan kortikosteroid jangka panjang pada pemakaian lensa
kontak, atau uveitis yang tidak lagi aktif. Pigmentary glaucoma
menghasilkan tekanan tinggi pada usia pertengahan, dan menyebabkan
kerusakan pada saraf optik, tetapi TIO dapat normal kembali sebelum
glaukoma ditemukan pada saat pemeriksaan mata selanjutnya. Hal yang
penting, jika kerusakan saraf otik masa lalu adalah karena TIO tinggi yang
tidak akan terulang kembali, kondisi sekarang mungkin telah menjadi
stabil tanpa perlu pengobatan.
D. Glaukoma sudut terbuka primer kronik, dimana telah diberikan obat-
obatan sistemik untuk menurunkan TIO, misalnya beta bloker. Tapi tidak
memberikan hasil yang memuaskan untuk menghambat progresifitas
glaukoma, namun membuat TIO berada pada kisaran normal44.

24
Tapi pada dasarnya normal-tension glaucoma mirip dengan glaukoma
sudut terbuka primer, dan penatalaksanaannya sama-sama menurunkan tekanan
intra okular, sehingga kesalahan pemeriksaan seperti ini kadang tidak menjadi hal
yang begitu penting.
Jika TIO normal di kedua mata, tapi besar TIO asimetris, kerusakan saraf
optik dan kehilangan bidang visual akan nampak lebih jelas pada mata dengan
TIO yang lebih tinggi. Namun, kerusakan glaukoma dapat asimetris bahkan ketika
TIO sama, mungkin akibat asimetri patofisiologi abnormal pada saraf optik.

3.7 Tatalaksana
Menurunkan TIO tidak sepenuhnya menghentikan glaukoma tapi dapat
menghambat progresifitasnya. Penting untuk mengidentifikasi dan mengobati
kondisi yang mendasari kelainan yang terkait dengan normal-tension glaucoma,
seperti gangguan vaskular, hipotiroidisme, penyakit autoimun maupun migrain.
The Collaborative Normal Tension Glaucoma Study menunjukkan bahwa 30%
pengurangan TIO dapat mencegah perkembangan hilangnya lapangan pandang45.

3.7.1 Terapi Penurun Tekanan Intraokular


Agonis α2 brimonidine memiliki efek neuroprotektif pada retina dan
nervus optikus disamping efek menurunkan tekanan intraokular dibanding dengan
beta-bloker. Penelitian yang dilakukan Krupin dkk menunjukkan bahwa pasien
yang diterapi dengan bromidine tartrate 0,2% menunjukkan progresifitas defisit
lapang pandang lebih besar dibanding yang diterapi dengan timolol maleat 0,5%
(9,1% banding 39,2%) disamping samanya tekanan intraokular pada pasien yang
diterapi dengan kedua obat tersebut46. Hayreh dkk menemukan bahwa
penggunaan beta bloker dapat memperparah defisit lapang pandang karena
meningkatakan hipotensi arteri pada malam hari47.
Analog prostaglandin dianggap sebagai obat yang efektif untuk
menurunkan tekanan intraokular, namun obat golongan ini dipengaruhi oleh
faktor diurnal. Latonoprost bekerja dengan meningkatkan aliran cairan akuos
melalui jalur uveoskleral. Jalur ini berkurang secara fisiologis pada malam hari

25
sehingga efek dari obat ini tidak efektif untuk menurunkan tekanan intraokular
pada malam hari. Sementara itu dorzolamide bekerja dengan menghambat aliran
cairan akuos, namun juga tidak efektif digunakan untuk menurunkan tekanan
intraokular pada malam hari. Ini dikarenakan cairan akuos lebih sedikit diproduksi
selama tidur48.
Penelitian menurut Liu dkk menemukan bahwa karbonik anhidrase topikal
memiliki efek diurnal yang lebih baik dibanding timolol, namun belum ditemukan
penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama49.
Terapi kombinasi memberi penurunan yang lebih besar dibanding
monoterapi. Kombinasi dorzolamide-timolol menurunkan tekanan intraokular
sebanyak 23.7% dan brimonidine-timolol sebanyak 23%, dibanding dengan
monoterapi yang hanya 20%50,51.

3.7.2 Terapi Tanpa Menurunkan Tekanan Intraokular


Pasien normal-tension glaucoma memiliki tekanan intraokular dalam
range normal, sehingga seringkali sulit untuk menurunkan tekanan intraokular
dengan medikasi saja. Selain itu, sesuai dengan hasil penelitian terbaru
menunjukkan adanya peran vasospasme dan insufisiensi vaskular dalam
patofisiologi terjadinya normal-tension glaucoma, para peneliti mulai mencoba
manfaat dari terapi vasodilatasi untuk penyakit ini. Golongan obat yang banyak
diteliti adalah calcium channel blockers (CCB)

3.7.2.1 Nifedipin
Efek nifedipin sebagai terapi normal-tension glaucoma menunjukkan hasil
yang berbeda-beda pada berbagai penelitian. Sebuah studi di Jepang menunjukkan
adanya manfaat penggunaan nifedipin terhadap 6 dari 25 subjek dengan normal-
tension glaucoma selama 6 bulan terapi. Pasien dengan perbaikan adalah pasien
muda, dengan tekanan intraokular rendah dan respon yang lebih baik terhadap
dingin52. Namun penelitian lain menunjukkan tidak ada pengaruh pencegahan
hilangnya neuroretinal rim antara pasien yang diberi asetazolamid dan nifedipin
dibandingkan dengan tanpa terapi53. Penelitian lain menunjukkan perbaikan

26
lapang pandang pada terapi nifedipin, namun ditemukan bahwa nifedipin tidak
meningkatkan aliran darah retrobulbar54.

3.7.2.2 Brovincamine
Brovincamine termasuk dalam golongan obat CCB cerebral selektif. Obat
ini menunjukkan hasil yang baik pada perbaikan lapang pandang, terutama pada
pasien dengan tekanan darah sistolik lebih tinggi dan respon terhadap dingin yang
lebih baik55. Namun manfaat dari obat ini perlu diuji coba lebih lanjut dengan
skala penelitian yang lebih besar.

3.7.2.3 Nilvadipine
Efek dari penggunaan obat ini diamati menggunakan Doppler
menunjukkan efek penurunan resistensi vaskular pada distal retro-orbital,
penurunan resistensi pembuluh darah orbital dan meningkatkan aliran darah ke
diskus optik, peningkatan kecepatan aliran darah pada nervus optikus, koroid, dan
retina pada percobaan terhadap kelinci serta meningkatkan kecepatan aliran darah
pada kepala nervus optikus terhadap subjek manusia56.

3.7.2.4 Nimodipine
Nimodipine menunjukkan efek yang hampir sama dengan brovincamide,
yakni perbaikan lapang pandang serta penglihatan warna pada pasien dengan
normal-tension glaucoma, bahkan pada pasien sehat juga, tanpa mengubah
hemodinamik pada makula57. Selain itu obat ini juga menormalkan aliran darah
pada kapiler retina58.

3.7.2.5 Peringatan Penggunaan CCB


Meskipun banyak penelitian yang menunjukkan manfaat dari penggunaan
CCB terhadap progresivitas normal-tension glaucoma, penelitian terbaru dengan
terhadap 3.800 subjek penelitian menunjukkan bahwa penggunaan CCB akan
meningkatkan resiko terkena glaukoma sudut terbuka sebanyak 1,8 kali. Hasil ini
tidak ditemukan pada golongan obat antihipertensi lain. Hal ini kemungkinan

27
dikarenakan efek dari CCB yang menurunkan tekanan darah tanpa menurunkan
tekanan intraokular menyebabkan penurunan aliran darah okular meskipun obat
ini memiliki efek vasodilatasi pada pembuluh darah siliaris posterior. Hasil ini
menyebabkan penggunaan CCB tidak dianjurkan sebagai terapi normal-tension
glaucoma59.

3.7.3 Obat Neuroprotektif


Patofisiologi normal-tension glaucoma yang diperkirakan melibatkan
kerusakan saraf optik memunculkan ide-ide pengembangan obat-obat baru yang
memiliki efek neuroprotektif. Beberapa obat yang diuji adalah memantine dan
ekstrak dari tanaman Ginkgo biloba.

3.7.3.1 Ginkgo Biloba


Ekstrak Ginkgo biloba sudah lama diperkirakan dapat digunakan untuk
penyakit neurodegeratif seperti Alzheimer, demetia lain, serta penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan gangguan vaskular. Ekstrak Ginkgo biloba
menunjukkan efek yang berbeda-beda pada beberapa penelitian. Ada yang
menunjukkan adanya perbaikan lapang pandang setelah penggunaan dalam jangka
waktu 4 minggu60, ada yang mengatakan efeknya baru terlihat setelah pemakaian
lama, serta ada juga penelitian lain yang menunjukkan bahwa pemakaian Ginkgo
biloba tidak berefek61.

3.7.3.2 Memantine
Memantine merupakan antagonis NMDA yang digunakan sebagai terapi
penyakit Alzheimer. Obat ini ditemukan memberi efek neuroprotektif pada
glaukoma, namun penggunaannya pada normal-tension glaucoma tidak
dianjurkan karena tidak mencapai target yang ditentukan62.

28
3.7.4 Operasi
Operasi hanya dilakukan apabila terapi medikamentosa tidak dapat
mencapai target penurunan tekanan intraokular. Beberapa teknik operasi yang
menjadi pilihan antara lain laser trabeculoplasty dan filtering surgery.

3.7.4.1 Laser Trabeculoplasty


Penerapan argon laser trabeculoplasty (ALT) dapat menurunkan tekanan
intraokular sebanyak 2-3 mmHg. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa teknik
ini dapat menurunkan tekanan intraokular dengan lebih stabil dan tidak
terpengaruh kontrol diurnal63.

3.7.4.2 Filtering Surgery


3.7.4.2.1 Trabekulotomi
Trabekulotomi merupakan teknik operasi yang sering digunakan
untuk glaukoma. teknik ini bertujuan membuka anyaman trabekular
untuk membentuk jalur langsung antara bilik mata depan dan kanal
Schlemm. Teknik ini dapat menurunkan tekanan intraokular sebanyak
sampai 6,8 mmHg serta menurunkan variasi tekanan diurnal sebanyak 2
mmHg64.
Kerugian dari teknik ini adalah resiko komplikasi katarak setelah
operasi yang tinggi. Menurut Collaborative Normal-tension Glaucoma
Study (CNTGS), insiden katarak pada pasien dengan trabekulotomi adalah
2--3 kali lebih tinggi dibandingkan pasien yang hanya diterapi dengan
medikamentosa65. Selain itu juga dapat terjadi makulopati hipotoni,
pembentukkan bleb, hifema dan resiko penurunan lapang pandang meski
target tekanan intraokular sudah tercapai66.

3.7.4.2.2 Trabekulotomi dengan 5-Flourouracil dan Mitomycin C


Teknik trabekulotomi akan ini menghasilkan bleb pada kuadran
atas bola mata (gambar 3.8). Bleb yang dihasilkan seringkali menjadi skar
sehingga utuk menghambat pembentukan skar ini sekarang digunakan

29
mitomycin C67. Pilihan lain yang digunakan adalah 5-florouracil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan mitomycin C
meningkatkan resiko defisit lapang pandang (meski target penurunan
tekanan intraokular sudah tercapai) dibandingkan dengan menggunakan 5-
florouracil14.

Gambar 3.8. Bleb Hasil Trabekulotomi dengan Mitomycin C.


Sumber: Thomas dkk, 2009

Tujuan dari teknik ini adalah membentuk jalur trans-skleral


permanen untuk aliran cairan akuos ke ruang subkonjungtiva sehingga
akan memperbesar resiko terjadinya katarak karena cairan akuos tidak lagi
membasahi lensa. Resiko lain dari teknik ini adalah setelah diberi obat
kemoterapi tersebut, dapat terjadi lesi mikro pada bleb yangmana jika
tidak di follow up dapat menjadi sarang bakteri sehingga menimbulkan
blebitis ataupun endophalmitis. resiko terjadinya komplikasi ini adalah 1-
1,5%68.

3.8 Komplikasi
Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin
rusaknya nervus optikus dan semakin menurunnya visus sampai terjadinya
kebutaan.

30
3.9 Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol
tekanan intraokuler pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa
luas, prognosis akan baik (tapi penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut
secara perlahan walaupun tekanan intraokuler diturunkan).

31
BAB IV
PENUTUP

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang biasanya memiliki


sebuah gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif dan
biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intra okular. Sebagai akibatnya
akan terjadi gangguan lapang pandang dan kebutaan.
Glaukoma tekanan normal merupakan bentuk dari glaukoma sudut terbuka
dengan kelainan glaukomatosa neuropati optik namun memiliki tekanan
intraokular yang tetap di bawah 21 mmHg. Terjadi kepekaan yang abnormal
terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di diskus
optikus.
Etiologi glaukoma tekanan normal masih belum jelas, faktor yang
menyebabkan kelainan ini diduga karena adanya hipoperfusi pada mata, hipotensi,
hiperkoagubilitas dan peningkatan viskositas darah atau adanya kelainan genetik.
Glaukoma tekanan normal juga berhubungan dengan migrain, Raynaud’s
phenomenon (white cold finger), dan kelainan autoimun.
Diagnosis glaukoma tekanan normal dapat ditegakkan bila terdapat gejala-
gejala glaukoma seperti defisit lapang pandang, yangmana pada normal-tension
glaukoma ditemukan defisit lapang pandang yang cenderung fokal serta sering
dijumpai gangguan fiksasi pada awal penyakit; serta kerusakan nervus optikus
glaukomatosa yang ditemukan pada pemeriksaan funduskopi tanpa adanya
peningkatan tekanan intraokular.
Tatalaksana untuk glaukoma tekanan normal memiliki prinsip yang sama
dengan glaukoma sudut terbuka primer, yaitu dengan menurunkan tekanan
intraokular. Dapat dilakukan dengan pemberian medikamentosa (penurun tekanan
intraokular dan tanpa menurunkan tekanan intraokular) ataupun pembedahan jika
terapi medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan dalam
menghambat progresifitas penyakit.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course


Section 10: Glaucoma 2017-2018. AS: AAO; 2018.
2. Mi X-S, Yuan T-F, So K-F. The current research status of normal tension
glaucoma. Clin Interv Aging. 2014;9:1563.
3. Indonesian Opthalmologists Association. Roadmap of Visual Impairment
Control Program in Indonesia 2017-2030. Jakarta: Perdami; 2016.
4. Killer HE, Pircher A. Normal tension glaucoma: review of current
understanding and mechanisms of the pathogenesis. Eye. 2018:1.
5. Anderson DR. Normal-tension glaucoma (Low-tension glaucoma). Indian J
Ophthalmol. 2011;59(Suppl1):S97.
6. Thonginnetra O, Greenstein VC, Chu D, Liebmann JM, Ritch R, Hood DC.
Normal versus high tension glaucoma: a comparison of functional and
structural defects. J Glaucoma. 2010;19(3):151.
7. Cho H, Kee C. Population-based glaucoma prevalence studies in Asians.
Surv Ophthalmol. 2014;59(4):434-447.
8. Esporcatte BLB, Tavares IM. Normal-tension glaucoma: an update. Arq
Bras Oftalmol. 2016;79(4):270-276.
9. Ilyas S, Sri RY. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta Balai Penerbit
FK-UI Hal. 2015.
10. Faiq M, Sharma R, Dada R, Mohanty K, Saluja D, Dada T. Genetic,
biochemical and clinical insights into primary congenital glaucoma. J Curr
glaucoma Pract. 2013;7(2):66.
11. Vaughan D, Asbury T. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology.
McGraw-Hill Medical; 2007.
12. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. Chapter 20, New Delhi. New
Age Int Ltd Publ. 2007:205-240.
13. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach.
Elsevier Health Sciences; 2011.
14. Schacknow PN, Samples JR. The Glaucoma Book: A Practical, Evidence-
Based Approach to Patient Care. Springer Science & Business Media;
2010.
15. Oku H, Sugiyama T, Kojima S, Watanabe T, Azuma I. Experimental optic
cup enlargement caused by endothelin-1–induced chronic optic nerve head
ischemia. Surv Ophthalmol. 1999;44:S74-S84.
16. Ishikawa K, Funayama T, Ohtake Y, et al. Association between glaucoma
and gene polymorphism of endothelin type A receptor. Mol Vis.
2005;11:431-437.
17. Dai Y, Weinreb RN, Kim K-Y, et al. Inducible nitric oxide synthase-
mediated alteration of mitochondrial OPA1 expression in ocular
hypertensive rats. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2011;52(5):2468-2476.
18. Alward WLM, Kwon YH, Kawase K, et al. Evaluation of optineurin
sequence variations in 1,048 patients with open-angle glaucoma. Am J
Ophthalmol. 2003;136(5):904-910.

33
19. Chalasani ML, Swarup G, Balasubramanian D. Optineurin and its mutants:
molecules associated with some forms of glaucoma. Ophthalmic Res.
2009;42(4):176-184.
20. Quaranta L, Floriani I. The rate of progression and ocular perfusion
pressure in the Low-pressure Glaucoma Treatment Study. Am J
Ophthalmol. 2011;152(5):880.
21. Flammer J, Orgül S, Costa VP, et al. The impact of ocular blood flow in
glaucoma. Prog Retin Eye Res. 2002;21(4):359-393.
22. Charlson ME, de Moraes CG, Link A, et al. Nocturnal systemic
hypotension increases the risk of glaucoma progression. Ophthalmology.
2014;121(10):2004-2012.
23. Okumura Y, Yuki K, Tsubota K. Low diastolic blood pressure is associated
with the progression of normal-tension glaucoma. Ophthalmologica.
2012;228(1):36-41.
24. Moore D, Harris A, WuDunn D, Kheradiya N, Siesky B. Dysfunctional
regulation of ocular blood flow: A risk factor for glaucoma? Clin
Ophthalmol (Auckland, NZ). 2008;2(4):849.
25. Flammer J, Mozaffarieh M. What is the present pathogenetic concept of
glaucomatous optic neuropathy? Surv Ophthalmol. 2007;52(6):S162-S173.
26. Flammer J, Konieczka K, Flammer AJ. The primary vascular dysregulation
syndrome: implications for eye diseases. EPMA J. 2013;4(1):14.
27. Mozaffarieh M, Osusky R, Schötzau A, Flammer J. Relationship between
optic nerve head and finger blood flow. Eur J Ophthalmol. 2010;20(1):136-
141.
28. Corbett JJ, Phelps CD, Eslinger P, Montague PR. The neurologic
evaluation of patients with low-tension glaucoma. Invest Ophthalmol Vis
Sci. 1985;26(8):1101-1104.
29. Toda N, Nakanishi-Toda M. Nitric oxide: ocular blood flow, glaucoma, and
diabetic retinopathy. Prog Retin Eye Res. 2007;26(3):205-238.
30. Sugiyama T, Moriya S, Oku H, Azuma I. Association of endothelin-1 with
normal tension glaucoma: clinical and fundamental studies. Surv
Ophthalmol. 1995;39:S49-S56.
31. Wostyn P, De Groot V, Van Dam D, Audenaert K, De Deyn PP. Senescent
changes in cerebrospinal fluid circulatory physiology and their role in the
pathogenesis of normal-tension glaucoma. Am J Ophthalmol.
2013;156(1):5-14.
32. Burgoyne CF. A biomechanical paradigm for axonal insult within the optic
nerve head in aging and glaucoma. Exp Eye Res. 2011;93(2):120-132.
33. Karakucuk S, Goktas S, Aksu M, et al. Ocular blood flow in patients with
obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). Graefe’s Arch Clin Exp
Ophthalmol. 2008;246(1):129-134.
34. Harris A, FARVO BS, Wirostko B, Siesky B, Center VR. Cerebral Blood
Flow in Glaucoma Patients: Erratum. J Glaucoma. 2013;22(7).
35. Flammer J. Glaucomatous optic neuropathy: a reperfusion injury. 2001.
36. Tezel G, Wax MB. The immune system and glaucoma. Curr Opin
Ophthalmol. 2004;15(2):80-84.

34
37. Ning A, Cui J, To E, Ashe KH, Matsubara J. Amyloid-β deposits lead to
retinal degeneration in a mouse model of Alzheimer disease. Invest
Ophthalmol Vis Sci. 2008;49(11):5136-5143.
38. Cleary C, Buckley CH, Henry E, McLoughlin P, O’Brien C, Hadoke PWF.
Enhanced endothelium derived hyperpolarising factor activity in resistance
arteries from normal pressure glaucoma patients: implications for vascular
function in the eye. Br J Ophthalmol. 2005;89(2):223-228.
39. Grieshaber MC, Flammer J. Does the blood-brain barrier play a role in
glaucoma? Surv Ophthalmol. 2007;52(6):S115-S121.
40. Anderson DR. Correlation of the peripapillary anatomy with the disc
damage and field abnormalities in glaucoma. In: Fifth International Visual
Field Symposium. Springer; 1983:1-10.
41. Yamamoto T, Kitazawa Y. Vascular pathogenesis of normal-tension
glaucoma: a possible pathogenetic factor, other than intraocular pressure, of
glaucomatous optic neuropathy. Prog Retin Eye Res. 1998;17(1):127-143.
42. Javitt JC, Spaeth GL, Katz LJ, Poryzees E, Addiego R. Acquired pits of the
optic nerve: increased prevalence in patients with low-tension glaucoma.
Ophthalmology. 1990;97(8):1038-1044.
43. Crabb DP, Russell RA, Malik R, et al. Frequency of visual field testing
when monitoring patients newly diagnosed with glaucoma: mixed methods
and modelling. 2014.
44. Mallick J, Devi L, Malik PK, Mallick J. Update on normal tension
glaucoma. J Ophthalmic Vis Res. 2016;11(2):204.
45. Heijl A, Leske MC, Bengtsson B, Hyman L, Bengtsson B, Hussein M.
Reduction of intraocular pressure and glaucoma progression: results from
the Early Manifest Glaucoma Trial. Arch Ophthalmol. 2002;120(10):1268-
1279.
46. Krupin T, Liebmann JM, Greenfield DS, Ritch R, Gardiner S, Group L-
PGS. A randomized trial of brimonidine versus timolol in preserving visual
function: results from the Low-Pressure Glaucoma Treatment Study. Am J
Ophthalmol. 2011;151(4):671-681.
47. Hayreh SS, Podhajsky P, Zimmerman MB. Beta-blocker eyedrops and
nocturnal arterial hypotension. Am J Ophthalmol. 1999;128(3):301-309.
48. Gulati V, Fan S, Zhao M, Maslonka MA, Gangahar C, Toris CB. Diurnal
and nocturnal variations in aqueous humor dynamics of patients with ocular
hypertension undergoing medical therapy. Arch Ophthalmol.
2012;130(6):677-684.
49. Liu JHK, Medeiros FA, Slight JR, Weinreb RN. Comparing diurnal and
nocturnal effects of brinzolamide and timolol on intraocular pressure in
patients receiving latanoprost monotherapy. Ophthalmology.
2009;116(3):449-454.
50. Kim JM, Kim T-W, Kim CY, Kim HK, Park KH. Comparison of the
intraocular pressure-lowering effect and safety of brimonidine/timolol fixed
combination and 0.5% timolol in normal-tension glaucoma patients. Jpn J
Ophthalmol. 2016;60(1):20-26.
51. Kim T-W, Kim M, Lee EJ, Jeoung JW, Park KH. Intraocular Pressure–

35
lowering Efficacy of Dorzolamide/Timolol Fixed Combination in Normal-
tension Glaucoma. J Glaucoma. 2014;23(5):329-332.
52. Kitazawa Y, Shirai H, Go FJ. The effect of Ca 2+-antagonist on visual field
in low-tension glaucoma. Graefe’s Arch Clin Exp Ophthalmol.
1989;227(5):408-412.
53. Lumme P, Tuulonen A, Airaksinen PJ, Alanko HI. Neuroretinal rim area in
low tension glaucoma: effect of nifedipine and acetazolamide compared to
no treatment. Acta Ophthalmol. 1991;69(3):293-298.
54. Harris A, Evans DW, Cantor LB, Martin B. Hemodynamic and visual
function effects of oral nifedipine in patients with normal-tension
glaucoma. Am J Ophthalmol. 1997;124(3):296-302.
55. Sawada A, Kitazawa Y, Yamamoto T, Okabe I, Ichien K. Prevention of
visual field defect progression with brovincamine in eyes with normal-
tension glaucoma. Ophthalmology. 1996;103(2):283-288.
56. Tomita G, Niwa Y, Shinohara H, Hayashi N, Yamamoto T, Kitazawa Y.
Changes in optic nerve head blood flow and retrobular hemodynamics
following calcium-channel blocker treatment of normal-tension glaucoma.
Int Ophthalmol. 1999;23(1):3-10.
57. Piltz JR, Bose S, Lanchoney D. The effect of nimodipine, a centrally active
calcium antagonist, on visual function and mascular blood flow in patients
with normal-tension glaucoma and control subjects. J Glaucoma.
1998;7(5):336-342.
58. Michalk F, Michelson G, Harazny J, Werner U, Daniel WG, Werner D.
Single-dose nimodipine normalizes impaired retinal circulation in normal
tension glaucoma. J Glaucoma. 2004;13(2):158-162.
59. Müskens RPHM, de Voogd S, Wolfs RCW, et al. Systemic
antihypertensive medication and incident open-angle glaucoma.
Ophthalmology. 2007;114(12):2221-2226.
60. Lee J, Sohn SW, Kee C. Effect of Ginkgo biloba extract on visual field
progression in normal tension glaucoma. J Glaucoma. 2013;22(9):780-784.
61. Guo X, Kong X, Huang R, et al. Effect of Ginkgo biloba on visual field and
contrast sensitivity in Chinese patients with normal tension glaucoma: a
randomized, crossover clinical trial. Invest Ophthalmol Vis Sci.
2014;55(1):110-116.
62. Lipton SA. Pathologically-activated therapeutics for neuroprotection:
mechanism of NMDA receptor block by memantine and S-nitrosylation.
Curr Drug Targets. 2007;8(5):621-632.
63. Lee AC, Mosaed S, Weinreb RN, Kripke DF, Liu JHK. Effect of laser
trabeculoplasty on nocturnal intraocular pressure in medically treated
glaucoma patients. Ophthalmology. 2007;114(4):666-670.
64. De Jong N, Greve EL, Hoyng PFJ, Geijssen HC. Results of a filtering
procedure in low tension glaucoma. Int Ophthalmol. 1989;13(1-2):131-138.
65. Group CN-TGS. Comparison of glaucomatous progression between
untreated patients with normal-tension glaucoma and patients with
therapeutically reduced intraocular pressures. Am J Ophthalmol.
1998;126(4):487-497.

36
66. Leung DYL, Tham CCY. Management of bleb complications after
trabeculectomy. In: Seminars in Ophthalmology. Vol 28. Taylor & Francis;
2013:144-156.
67. Wilkins M, Indar A, Wormald R. Intraoperative Mitomycin C for glaucoma
surgery. Cochrane Database Syst Rev. 2005;(4).
68. Greenfield DS, Suñer IJ, Miller MP, Kangas TA, Palmberg PF, Flynn HW.
Endophthalmitis after filtering surgery with mitomycin. Arch Ophthalmol.
1996;114(8):943-949.

37

Anda mungkin juga menyukai