Anda di halaman 1dari 13

KASUS BEDAH

FRAKTUR TERTUTUP TIBIA SINISTRA 1/3 PROXIMAL KOMUNUTIF


FRAKTUR TERTUTUP FIBULA SINISTRA 1/3 PROXIMAL KOMPLIT

Pendamping Interenship :

dr. Safri Tegema

dr. Widya Potabuga

dr. Eka Budiyanti

Oleh ;

dr. Reza F.A Malah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD KOTA KOTAMOBAGU

SULAWESI UTARA

2018
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari 16 Agustus 2018 telah dipresentasikan portofolio oleh:


Nama : dr. Reza F.A Malah
Judul/Topik : Fraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal Kominutif dan
Fraktur Tertutup Fibula Sinistra 1/3 Proximal Komplit
Nama Pendamping : dr. Safri Tegema, dr. Widya Potabuga
Nama Wahana : RSUD Kota kotamobagu

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Safri Tegema dr. Widya Potabuga


Nama Peserta : dr. Mey Dian Intan Sari

Nama Wahana : RSUD Kota kotamobagu

Topik : Fraktur Tertutup Cruris Sinistra 1/3 Proximal

Tanggal Kasus : 16 Agustus 2018

Nama Pasien : Tn. R No. RM : 267789

Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Safri Tegema,dr. Widya


Potabuga

Tempat Presentasi : RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Objektif Presentasi :

 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

Deskripsi : Laki-laki, 34 tahun dengan keluhan nyeri dan bengkak disertai luka lecet pada tungkai
bawah kiri setelah setelah kecelakaan sepeda motor sejak 4 jam sebelum masuk
rumah sakit.

Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dari Fraktur Tertutup Cruris Sinistra
1/3 Proximal

Bahan Bahasan :  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit

Cara Membahas :  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos

Data Pasien : Nama : Tn. R No. RM : 267789

Nama RS : Telp : Terdaftar sejak :

RSUD Kota kotamobagu 16 Agustus 2018


Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang ke IGD RSUD Kota kotamobagu dengan keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai bawah
kiri setelah kecelakaan sepeda motor sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Tungkai bawah kiri sulit
dan nyeri bila digerakkan. Terdapat luka lecet di daerah tersebut dan di daerah kaki. Saat kejadian
sampai dibawa ke rumah sakit pasien sadar. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, sesak nafas, mual
ataupun muntah. Trauma di daerah kepala, dada, perut dan genitalia tidak ada.
2. Riwayat Pengobatan : Tidak ada.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi : Disangkal
Riwayat penyakit gula : Disangkal
Riwayat trauma sebelumnya : Disangkal
4. Riwayat Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien adalah seorang guru SMP.
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal di desa Penaruban bersama seorang istri dan dua orang anak. Hubungan dengan
istri dan anggota keluarga yang lain baik. Pasien tidak menggunakan fasilitas jaminan/asuransi
kesehatan untuk biaya kesehatannya.
7. Lain-lain :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak kesakitan
Kesadaran : Compos Mentis/E4M6V5
Vital Sign :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100 x/mnt
Nafas : 24 x/mnt
Suhu : 36,80C
Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RC +/+ normal, pupil bulat isokor
3mm/3mm
Telinga : Darah -/-
Hidung : Epitaksis -/-
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks :
Dada : Vulnus (-), hematom (-).
Pulmo : Normochest, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).
SD vesikuler, suara tambahan -/-.
Jantung : S1>S2, reguler, suara tambahan (-).
Abdomen :
Datar, vulnus (-), hematom (-), bising usus (+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (-).
Hepar dan Lien tidak teraba.
Genitalia : Vulnus (-), hematom (-), perdarahan (-).
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik.
Status Lokalis :
a. Regio cruris sinistra
- Look : Ekskoriasi (+), edema (+), deformitas (+) terdapat penonjolan abnormal dan angulasi
(+), hematoma (+), tak tampak sianosis pada bagian distal lesi.
- Feel : Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, kapiler refil < 2 detik
(normal), krepitasi (+), arteri dorsalis pedis teraba lemah dibandingkan bagian yang sehat.
- Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, gerakan abduksi tungkai kiri terhambat, gerakan
adduksi tungkai kiri terhambat, nyeri bila digerakkan, gangguan persarafan tidak ada, gerakan
terbatas (+), pergerakan digiti-digiti pedis sinistra (+), keterbatasan pergerakan sendi-sendi
distal (karena terasa nyeri saat digerakkan).
b. Vulnus ekskoriatum pada regio pedis sinistra, ukuran 3 cm x 1 cm, dasar jaringan dermis,
hematoma (+), gerakan bebas, nyeri saat digerakan (-), krepitasi (-), pergerakan digiti-digiti pedis
sinistra (+), gangguan sensoris (-).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
Hb : 15,4 g/dl
Leukosit : 12.190/ul
Ht : 47,2%
Trombosit : 232.000/ul
Eritrosit : 5,04 juta/ul
Gol. darah : AB
CT : 5 menit
BT : 2 menit
GDS : 107 mg/dl
HBsAg : negatif

Rontgen foto cruris sinistra AP dan Lateral


Diagnosis
Fraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal Kominutif
Fraktur Tertutup Fibula Sinistra 1/3 Proximal Komplit
Vulnus Ekskoriatum Et Regio Pedis Sinistra

Terapi
- Wound toilet
- Imobilisasi di regio cruris sinistra
- Instruksi rawat inap dan dikonsulkan kepada spesialis bedah orthopaedi untuk dilakukan tindakan
reposisi.
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Ketorolac 3x1 amp iv bolus

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


Subjektif
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Kotamobagu dengan keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai
bawah kiri setelah kecelakaan sepeda motor sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Tungkai bawah kiri
sulit dan nyeri bila digerakkan. Terdapat luka lecet di daerah tersebut dan di daerah kaki. Saat kejadian
sampai dibawa ke rumah sakit pasien sadar. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, sesak nafas, mual ataupun
muntah. Trauma di daerah kepala, dada, perut dan genitalia tidak ada.
Objektif
Dari hasil pemeriksaaan didapat keluhan utama pasien adalah nyeri dan bengkak pada tungkai bawah
kiri setelah kecelakaan sepeda motor 4 jam sebelum masuk rumah sakit, sulit dan nyeri bila digerakkan.
Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan fisik status lokalis di regio cruris sinistra terdapat edema pada
regio cruris sinistra 1/3 proximal, adanya hematoma, deformitas, krepitasi, gerakan terbatas pada regio
tersebut, serta nyeri saat digerakkan. Selain itu terdapat vulnus ekskoriatum pada regio pedis sinistra, ukuran
3 cm x 1 cm, dasar jaringan dermis, dan hematoma disekitar vulnus.
Assesment
Diagnosis fraktur pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pasien ini datang dengan nyeri, bengkak dan pergerakan yang terbatas pada tungkai bawah kiri, ini adalah
keluhan subjektif pada pasien fraktur. Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio cruris sinistra terdapat
edema pada regio cruris sinistra 1/3 proximal, adanya hematoma, deformitas, krepitasi, gerakan terbatas
pada regio tersebut, serta nyeri saat digerakkan. Selain itu terdapat vulnus ekskoriatum pada regio pedis
sinistra, ukuran 3 cm x 1 cm, dasar jaringan dermis, dan hematoma disekitar vulnus.
Diagnosis Fraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal Kominutif dan Fraktur Tertutup Fibula Sinistra
1/3 Proximal Komplit ditegakkan dari pemeriksaan rontgen, dimana pada foto rontgen AP maupun lateral
terlihat adanya diskontinuitas os tibia dan fibula di sepertiga proksimal sinistra. Dari foto rontgen juga dapat
disimpulkan bahwa pada os tibia terjadi fraktur kominutif dimana tulang patah menjadi beberapa fragmen
dan terlihat adanya garis fraktur yang lebih dari satu namun saling berhubungan. Berbeda dengan fraktur
segmental yang garis fraktur juga lebih dari satu namun tidak saling berhubungan, atau pun multiple dimana
garis fraktur juga lebih dari satu namun pada tempat atau pun tulang yang berbeda. Sedangkan os fibula
terjadi fraktur komplit dimana garis patah melalui seluruh penampang tulang, lalu trauma yang terjadi pada
pasien ini adalah trauma angulasi ini terlihat dari garis patahnya yang oblik.
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai
tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi
diskontinuitas di tulang tersebut. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang
tulang panjang lainnya karena periosteum yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang
hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini adalah sama dengan trauma lain yaitu melakukan primary survey
dengan pemeriksaan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Dari status generalis pada pasien ini dapat
disimpulkan dalam kondisi stabil. Meskipun sirkulasi aman, pemasangan jalur intravena tetap dilakukan
untuk me-maintenance cairan. Pada pasien ini dipasang cairan elektrolit yaitu IVFD RL 20 tetes/menit.
Kemudian dilakukan pemasangan spalk dan bidai pada tungkai bawah kanan untuk imobilisasi sementara.
Penatalaksanaan medis pada pasien fraktur adalah menggunakan prinsip 4 R, yaitu:
1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis
dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan
teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2. Reduction, tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang
manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk
menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi
mekanis.
Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan
alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan pembedahan
terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam
fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang
dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah
dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-
tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan
tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen
tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi
area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin
Pada pasien ini penatalaksanaan definitif dilakukan oleh dokter spesialis bedah orthopaedi. Tindakan
operatif pada pasien dilakukan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal
fixation/ORIF).
Kemungkinan komplikasi dini pada pasien ini adalah nekrosis kulit, gangrene dan osteomylitis.
Sedangkan komplikasi lanjutnya dapat berupa kontraktur, atropi otot, malunion, delayed union, non union,
infeksi, sindrom emboli lemak, sindrom kompartemen, dan syok hipovolemik. Untuk itu follow up dan
rehabilitasi post operasi sangatlah penting. Untuk tulang tibia dan fibula proses union memakan waktu 10-
12 minggu. Rongten ulangan biasanya dilakukan pada 6 minggu dan 3 bulan post operasi. Kemudian untuk
mempercepat pengembalian fungsi tangannya pada pasien ini perlu di follow up status neurovaskuler,
mengontrol kecemasan dan nyeri pasien, mulai latihan ROM aktif dan pasif dari jari-jari dan pergelangan
kaki segera mungkin setelah operasi dan mengembalikan aktivitas sehari-hari pasien secera bertahap.
Proses penyembuhan tulang itu sendiri terdiri dari beberapa stadium, yaitu :
- Stadium pembentukan hematom. Pada saat terjadi fraktur pembuluh darah robek dan terbentuk
hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat
persediaan darah akan mati, kemudian hematom dibungkus oleh jaringan lunak di sekitarnya (periosteum
dan otot). Tahap ini terjadi dalam 1-2 kali 24 jam.
- Stadium proliferasi sel/inflamasi. Setelah fraktur terdapat reaksi radang akut yang disertai proliferasi sel
dibawah periosteum dan di dalam saluran medula akan tertembus. Sel-sel ini merupakan awal dari
osteoblast, yang akan melepaskan substansi interseluler. Jaringan seluler mengelilingi masing-masing
fragmen yang akan menghubungkan tempat fraktur. Hematoma membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan
kapiler baru yang halus berkembang kedalam daerah itu. Ini dimulai pada hari kedua.
- Stadium pembentukkan kalus. Jaringan seluler berubah menjadi osteoblast dan osteoklast. Osteoblast
melepaskan matrik interseluler dan polisakarida yang akan menjadi garam kalsium dan mengendap disitu
sehingga terjadi jaringan kalus. Tulang yang dirangkai (woven bone) muncul pada kalus. Tulang yang
mati di bersihkan. Bila pada rontgen terlihat massa kalus berarti fraktur telah menyatu, proses ini dimulai
setelah 6-10 hari.
- Stadium konsolidasi. Aktivitas osteoklast berlanjut, tulang yang dirangkai digantikan oleh tulang lamelar
dan fraktur dipersatukan secara kuat, secara bertahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3-
10. Pada orang dewasa penulangan memerlukan 3 sampai 4 bulan.
- Stadium remodelling. Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang padat. Tulang yang baru
berbentuk sehingga mirip dengan struktur normal. Pada anak-anak proses ini berlangsung sempurna,
namun pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang.
Masalah yang sering muncul segera setelah operasi, pasien telah sadar dan berada di ruang perawatan
dengan edema, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot serta penurunan
kemampuan untuk ambulasi dan berjalan karena luka bekas operasi dan luka bekas trauma. Ambulasi dini
merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan
duduk di sisi tempat tidur sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan
bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.
Tahapan ambulasi dimulai dari preambulation mempersiapkan otot untuk berdiri dan berjalan yang
dipersiapkan ketika pasien bergerk dari tempat tidur, kemudian sitting balance dengan membantu pasien
untuk duduk di sisi tempat tidur dengan bantuan yang diperlukan. Pasien dengan disfungsi ekstremitas
bawah biasanya dimulai dari duduk di tempat tidur. Aktivitas ini dilakukan 2-3 kali selama 10-15 menit,
kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur sesuai dengan kebutuhan pasien. Selanjutnya adalah standing
balance dengan melatih berdiri dan mulai berjalan dan memperhatikan keluhan seperti pusing, sulit bernafas
dan lain-lain.
Ketika pasien mulai jalan harus tahu tentang weight bearing yang diizinkan pada disfungsi ekstremitas
bawah. Jenis weight bearing ambulation meliputi:
- Non weight bearing ambulation: tidak menggunakan alat bantu jalan sama sekali, berjalan dengan
tungkai tidak diberi beban (menggantung) dilakukan selama 3 minggu setelah paska operasi.
- Partial weight bearing ambulation: menggunakan alat bantu jalan pada sebagian aktivitas, berjalan
dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri, dilakukan bila kallus mulai terbentuk
yaitu 3-6 minggu setelah paska operasi.
- Full weight bearing ambulation: semua aktivitas sehari-hari memerlukan bantuan alat, berjalan dengan
beban penuh dari tubuh dilakukan setelah 3 bulan paska operasi dimana tulang telah terjadi konsolidasi.
Plan
Diagnosis :
Fraktur Tertutup Tibia Sinistra 1/3 Proximal Kominutif
Fraktur Tertutup Fibula Sinistra 1/3 Proximal Komplit
Vulnus Ekskoriatum Et Regio Pedis Sinistra
Pengobatan :
- Wound toilet sebagai tindakan asepsis-antiseptik untuk mencegah infeksi pada luka tersebut.
- Imobilisasi di regio cruris sinistra
- IVFD RL 20 tetes/menit sebagai pengganti cairan tubuh.
- Inj. Ketorolac 3x1 amp iv bolus untuk mengurangi nyeri.
- Instruksi rawat inap dan dikonsulkan kepada spesialis bedah orthopaedi untuk dilakukan tindakan
reposisi.
Edukasi :
- Edukasi mengenai penyakit bertujuan untuk memotivasi pasien menjalani rawat inap agar dikonsulkan
kepada pihak yang lebih berkompeten (Sp.OT) karena pasien menderita fraktur tertutup pada regio cruris
dan hal tersebut adalah indikasi untuk dilakukan reposisi.
- Edukasi yang perlu diberikan pada pasien yaitu home program yang dapat
dilakukan di bangsal maupun di rumah, seperti (1) melakukan aktivitas sendiri atau dengan bantuan
orang lain untuk berlatih seperti yang telah diajarkan, (2) untuk mengurangi bengkak pasien dianjurkan
mengganjal tungkai yang sakit dengan guling saat pasien tidur terlentang, (3) kurang lebih selama 2
minggu atau lebih setelah post operasi pasien dianjurkan untuk tidak menumpu dengan kaki yang sakit
sampai terjadi penyambungan kalus.
- Kontrol ke dokter spesialis bedah orthopaedi pada masa pemulihan.
Konsultasi :
Konsultasi ditujukan kepada dokter spesialis bedah orthopaedi untuk mendapatkan penatalaksanaan lebih
lanjut.
Daftar Pustaka

1. Appley, A.G, Louis Solomon. 1995. Edisi Ke 7. Terjemahan Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley.
Jakarta: Widya Medika.

2. Mansjoer, Arif, et al,. 2001. Edisi Ketiga. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.

Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai