Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

SEORANG PRIA USIA 34 TAHUN DENGAN FEBRIS NETROPENIA


DAN PANSITOPENIA EC CURIGA KEGANASAN HEMATOLOGI DD
ALL DD CLL DD ANEMIA APLASTIK

Oleh:
Sihsusetyaningtyas Tiominar Siregar G99181061

Residen Pembimbing

dr. Sri Mulyani dr. Amiroh Kurniati, M.Kes, Sp.PK

KEPANITERAAN KLINIK PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul:


SEORANG PRIA USIA 34 TAHUN DENGAN FEBRIS NETROPENIA
DAN PANSITOPENIA EC CURIGA KEGANASAN HEMATOLOGI DD
ALL DD CLL DD ANEMIA APLASTIK

Hari Jumat, 24 Juli 2020

Oleh:
Sihsusetyaningtyas Tiominar Siregar
G99181061

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes, Sp.PK


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia adalah suatu penyakit keganasan pada sistem hematopoiesis
yang menyebabkan proliferasi sel darah yang tidak terkendali. Sel-sel
progenitor dapat berkembang pada elemen sel yang normal, karena
peningkatan rasio proliferasi sel dan penurunan rasio apoptosis sel. Hal ini
menyebabkan gangguan dari fungsi sumsum tulang sebagai pembentuk sel
darah yang utama (Kliegman,2007)
Gambaran klinis leukemia merupakan manifestasi dari gagalnya fungsi
sumsum tulang seperti anemis, mudah lelah, adanya manifestasi perdarahan
akibat trombositopenia dan mudah mengalami infeksi karena terjadi
neutropenia (Sakamoto dan Esparza, 2005). Faktor resiko leukemia adalah
faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi, factor hormonal, dan infeksi
virus.
Prognosis ALL meningkat secara dramatis dalam empat dekade terakhir
karena penggunaan yang optimal dari agen antileukemia dan adanya penemuan
baru dalam terapi ALL. Akut limfoblastik leukemia merupakan keganasan
yang paling dapat diterapi, yaitu mencapai 80 persen.
BAB II
STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas penderita
Nama : Tn. A
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Agama : Islam
Alamat : Pucung, Jurangjero, Karangmalang, Sragen
No RM : 01431151
Suku : Jawa
Pekerjaan : Buruh pencari timah
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 3 September 2018
Tanggal Periksa : 5 September 2018

2. Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari SMRS

3. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 5 hari
SMRS. Demam dirasakan mendadak tinggi dan terus menerus, baik
pagi maupun malam. Demam naik turun, 3 hari SMRS dibawa ke
puskesmas, demam diukur 38.5 °C lalu diberi obat penurun panas
(paracetamol). Demam turun bila diberi obat, kemudian panas
kembali. Menggigil (-), kejang (-). Keluhan demam disertai dengan
sakit kepala (+), nyeri-nyeri sendi dan otot (-). Batuk (-), pilek (-),
nyeri tenggorokan (-) sesak nafas (-), mual (+), muntah (-). Keluhan
mimisan (-), gusi berdarah (-), gigi goyang (-), memar-memar pada
kulit (-), timbul bintik-bintik merah pada kulit (-) dan riwayat
konsumsi kloramfenikol (-). BAK sehari 5-6 kali @ 1 gelas
belimbing, warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-), anyang-anyangan
(-), nyeri pinggang (-), nyeri perut bawah (-). BAB tidak ada keluhan,
sehari sekali warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak, lendir (-),
darah (-). Saat masuk RS pasien masih mengeluh panas, suhu diukur
37,0oC, sakit kepala (+).
Pasien juga mengeluhkan lemas yang memberat sejak 1 bulan
SMRS. Lemas dirasakan di seluruh tubuh terus menerus. Lemas
dirasakan disertai pusing (+). Lemas dan pusing dirasakan terutama
setelah aktivitas dan tidak membaik dengan istirahat dan pemberian
makan. Keluhan mata berkunang – kunang (-), dada berdebar – debar
(-), telinga berdenging (-), nyeri telan (-), rambut rontok (-).
Penurunan berat badan (+) kurang lebih 10 kg selama 1 bulan
terakhir, penurunan nafsu makan (-), mual (+) muntah (-), diare (-).
Pasien makan 3x sehari porsi cukup, dengan nasi, sayur, dan lauk
pauk.
1 tahun yang lalu pasien juga merasakan ada benjolan di
belakang telinga kanan & kiri, dan di kedua selangkangan. Benjolan
muncul tiba-tiba, berjumlah satu di masing-masing lokasi, sebesar
telur puyuh, tidak membesar, teraba kenyal, dan tidak dirasakan nyeri.
Benjolan dirasakan hilang timbul, muncul terutama ketika pasien
merasa kelelahan, dan hilang sendirinya. Luka (-), kemerahan (-),
demam (-).
Pasien sudah berobat rutin di RSUD Soehadi Prijonegoro
Sragen sejak 1 tahun yang lalu. Mondok (+) sebanyak 3 kali. Tiap
mondok pasien dikatakan anemia dan ditransfusi PRC. Mondok
terakhir 8 hari SMRS selama 4 hari, dilakukan transfusi PRC 2
kantong dan pemeriksaan gambaran darah tepi (27/8/2018),
didapatkan hasil kesan pansitopenia. Lalu setelah keadaan umum
pasien baik, pasien diizinkan untuk rawat jalan dan dirujuk ke RSUD
DR. Moewardi. Saat datang ke poliklinik RSUD DR. Moewardi
kondisi pasien lemah, sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD DR.
Moewardi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat mondok : diakui 3 kali di RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen Tiap mondok
pasien dikatakan anemia dan
ditransfusi PRC.Riwayat asma
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat pengobatan TB : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat radioterapi : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
6. Pohon keluarga pasien:

Pasien

7. Riwayat kebiasaan
Makan Pasien mengaku makan 3 kali sehari dengan
nasi, lauk-pauk, dan sayur. Jam makan teratur
dan diselingi snack
Merokok Selama 20 tahun, berhenti sejak 1 tahun yang
lalu
Alkohol Saat bekerja, berhenti sejak 1 tahun yang lalu
Minum jamu Disangkal
Obat bebas Disangkal
Pekerjaan Penambang timah selama 10 tahun, berhenti
bekerja sejak sakit ±1 tahun yang lalu
8. Riwayat gizi
Pasien makan 3 kali dalam sehari. Porsi untuk sekali makan + 8-
10 sendok makan dengan dengan lauk tahu, tempe, telur dan sayur dan
diselingi snack.

9. Riwayat sosial ekonomi


Pasien dahulu merupakan buruh pencari timah di Bangka
Belitung, dan sudah berhenti bekerja sejak 1 tahun yang lalu . Pasien
tinggal di rumah bersama keluarga. Pasien berobat menggunakan
fasilitas BPJS.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 5 September 2018 dengan
hasil sebagai berikut:
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis,
GCS E4V5M6, kesan gizi cukup
2. Tanda vital
● Tensi : 100/70 mmHg
● Nadi : 84 kali /menit, reguler
● Frekuensi nafas : 20 kali /menit
● Suhu : 38,50 C
● VAS :0
3. Status gizi
● Berat badan : 68 kg
● Tinggi badan : 160 cm
● IMT : 26,5 kg/m2
● Kesan : Overweight
4. Kulit : Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),
ekimosis (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok
(-), luka (-), atrofi m. Temporalis (-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-),
konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),
strabismus (-/-), eksoftalmus (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), luka
pada sudut bibir (-), oral thrush (-), lidah kotor (-)
10. Leher : JVP R+2 cm H2O, trakea ditengah, simetris,
pembesaran kelenjar getah bening (+) servikalis
anterior bilateral, kelenjar tiroid teraba membesar (-),
leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan=kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar(-), pembesaran
kelenjar getah bening axilla (-/-)
12. Jantung
● Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
● Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V
LMCS
● Perkusi : Batas jantung kiri atas di SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah di SIC V LMCS
Batas jantung kanan atas di SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah di SIC V LPSD
Batas jantung normal
● Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, bising (-), gallop
(-).
● Kesan: Normal
13. Pulmo
a. Depan
● Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak
melebar, iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-)
● Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
● Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-
hepar pada SIC VI linea
medioclavicularis dextra, pekak pada
batas absolut paru hepar
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada
SIC V linea medioclavicularis sinistra
● Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler meningkat, suara
tambahan: wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler meningkat, suara
tambahan: wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
b. Belakang
● Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak
melebar, iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris
kanan=kiri, sela iga tidak melebar,
retraksi intercostal (-)

● Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan =kiri
● Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
- Peranjakan diafragma 5 cm
● Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler meningkat, suara
tambahan: wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler meningkat, suara
tambahan: wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
13. Abdomen
● Inspeksi : Dinding perut sedikit lebih tinggi dari dinding
thorak, asites (-), venektasi (-), sikatrik (-), striae
(-), caput medusae (-), ikterik (-)
● Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
● Perkusi : redup (+), pekak alih (-)
● Palpasi : supel (+), distended (+), nyeri tekan (-)
epigastrium, hepar teraba 3 jari bawah arcus
costae, tepi sulit dinilai, lien teraba membesar
Schuffner VII
14. Ekstremitas

_ _
_ _

Akral dingin
_ _
_ _
Edema

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium darah (03/08/2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 5.9 g/dl 13.5 – 17.5
Hct 17 % 33 – 45
AL 0.8 103 / L 4.5 – 11.0
AT 11 103 / L 150 – 450
AE 1.81 106/ L 4.50 – 5.90
INDEX ERITROSIT
MCV 92.6 /um 80.0 – 96.0
MCH 32.6 pg 28.0 – 33.0
MCHC 35.1 g/dl 33.0 – 36.0
RDW 15.6 % 11.6 – 14.6
MPV 6.1 fl 7.2 – 11.1
PDW 20 % 25 – 65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.6 % 0.00 – 4/00
Basofil 2.20 % 0.00 – 2.00
Netrofil 16.20 % 55.00 – 80.00
Limfosit 73.00 % 22.00 – 44.00
Monosit 8.0 % 0.00 – 7.00
ANC 129.6 /mm3

Golongan Darah O
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 105 mg/dl 60-140
SGOT 43 u/l <31
SGPT 12 u/l <34
Bilirubin total 0.92 mg/dl 0.00 – 1.00
Creatinine 0.8 mg/dl 0.6 – 1.1
Ureum 32 mg/dl <50
ELEKTROLIT
Na darah 131 mmol/L 136145
K darah 3.3 mmol/L 3.3-5.1
Ca ion 1.07 mmol/L 1.17-1.29
SEROLOGI
HEPATITIS
HBsAg Rapid Nonreactive Nonreactive

2. Laboratorium darah (05/08/2018)


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 6.6 g/dl 13.5 – 17.5
Hct 20 % 33 – 45
AL 0.9 103 / L 4.5 – 11.0
AT 6 103 / L 150 – 450
AE 2.31 106/ L 4.50 – 5.90
INDEX ERITROSIT
MCV 88.1 /um 80.0 – 96.0
MCH 28.7 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 32.6 g/dl 33.0 – 36.0
RDW 17.5 % 11.6 – 14.6
MPV 9.5 fl 7.2 – 11.1
PDW 24 % 25 – 65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.00 % 0.00 – 4/00
Basofil 2.16 % 0.00 – 2.00
Netrofil 20.91 % 55.00 – 80.00
Limfosit 65.75 % 22.00 – 44.00
Monosit 11.18 % 0.00 – 7.00
ANC 188.19 /mm 3

HOMEOSTASIS
PT 12.1 detik 10.0 – 15.0
APTT 26.9 detik 20.0 – 40.0
INR 0.930
KIMIA KLINIK
Creatinine 0.7 mg/dl 0.9 – 1.1
Ureum 32 mg/dl <50

3. Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi (27/07/2018)


Eritrosit : Poikilositosis sedang (normosit)
Anisositosis sedang
Lekosit : Jumlah menurun, Neutropenia, Limfopenia
Trombosit : Jumlah menurun, bentuk normal
Kesan : Pansitopenia
4. Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi (04/08/2018)
Eritrosit : Normokrom, normosit, eritoblast (-)
Lekosit : Jumlah menurun, limfositosis, sel muda (-)
Trombosit : Jumlah menurun, makrotrombosit, clumping (-)
Kesan : Pansitopenia dengan limfositosis relatif suspek ec proses
kronis dd Aplasia sumsum tulang

5. Pemeriksaan Foto Thoraks (03/08/2018)


Foto thorax PA (kurang inspirasi)

Cor : Besar dan ukuran normal


Paru : Tak tampak infiltrate di kedua lapang paru, corakan
bronkovaskuler normal
Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakhea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan : cor dan pulmo tak tampak kelainan
6. Pemeriksaan USG Abdomen (12/04/2018)

Hepar :ukuran membesar 19.87 cm, intensitas echoparenkim meningkat


kasar , VN/VT normal, sudut tajam, tepi reguler, IHBD/EHBD normal, tak
tampak nodul/kista/massa
GB : ukuran normal, intensitas echoparenkim normal, tak tampak
nodul/kista/massa
Ginjal kanan kiri : ukuran normal, intensitas ekoparenkim normal, batas
sinus korteks tegas, tak tampak batu/kista/massa
Bladder : terisi cukup, tak tampak kista/massa/batu
Prostat : ukuran normal, volume <25cc, tak tampak massa/kalsifikasi
Lien : ukuran sangat membesar 20cm, intensitas ekoparenkim normal
Pankreas : intensitas ekoparenkim normal, tak tampak nodul/kista/massa,
tak tampak batu (-)
Kesan :1. Hepatomegali
7. Splenomegali (ukuran 20 cm)
8. GB/Pankreas/Kedua ginjal/Bladder/Prostat tak tampak kelainan

D. DIAGNOSIS
1. Febris Neutropenia
2. Pansitopenia et causa curiga keganasan hematologi DD ALL DD CLL
DD Anemia Aplastik

E. EXPERTISE LABORATORIUM
1. Anemia normokromik – normositik
2. Neutropenia
3. Pansitopenia
4. Hiponatremi ringan
5. Hipokalsemia ringan

F. PROGNOSIS
Dubia

G. TATALAKSANA
1. Bed rest tidak total
2. Diit 1700 kkal
3. Infus RL 20 tpm
4. Injeksi ampicillin-sulbactam 1,5gr/8jam
5. Injeksi ciprofloxacin 500mg
6. Paracetamol tab 3x 500 mg PO k/p
7. Transfusi PRC sampai Hb > 10 mg/dl (924.8 cc = 4 kolf)
8. Transfusi TC
9. Injeksi Leukogen
10. Injeksi Ca-glukonas 1gr setelah transfusi kantong ke 4
H. USUL PEMERIKSAAN
1. Retikulosit
2. PT, APTT, INR
3. BMP

I. FOLLOW UP
1. Evaluasi Tanggal 4/9/2018
S = demam +
O = KU : sedang, CM
VS : TD 110/75mmHg, N 84x/menit, RR 20x/menit, T 38.4oC
Mata : konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (+/+)
Leher: pembesaran kelenjar bening (+) servikal anterior bilateral
Thorax : c/p dbn
Abdomen : hepar teraba 3 jari bawah arcus costae, tepi
sulit dinilai, lien teraba membesar Schuffner VII
A = Febris Neutropenia dengan pansitopenia et causa curiga
keganasan hematologi DD ALL DD CLL DD Anemia Aplastik
P =
1. Bed rest tidak total
2. Diit 1700 kkal
3. Infus RL 20 tpm
4. Injeksi ampicillin-sulbactam 1,5gr/8jam
5. Injeksi ciprofloxacin 500mg
6. Paracetamol tab 3x 500 mg PO k/p
7. Transfusi PRC 2 kolf
8. Transfusi TC 4 kolf
9. Injeksi Leukogen
10. Injeksi Ca-glukonas 1gr setelah transfusi kantong ke 4
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien merupakan seorang pria usia 34 tahun dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak tinggi dan terus menerus, baik
pagi maupun malam. Demam naik turun, 3 hari SMRS dibawa ke puskesmas,
demam diukur 38.5 °C lalu diberi obat penurun panas (paracetamol). Demam
turun bila diberi obat, kemudian panas kembali. Keluhan demam disertai dengan
sakit kepala (+) dan mual (+).
Pasien juga mengeluhkan lemas yang memberat sejak 1 bulan SMRS.
Lemas dirasakan di seluruh tubuh terus menerus. Lemas dirasakan disertai pusing
(+). Lemas dan pusing dirasakan terutama setelah aktivitas dan tidak membaik
dengan istirahat dan pemberian makan. Penurunan berat badan (+) kurang lebih
10 kg selama 1 bulan terakhir. Pasien makan 3x sehari porsi cukup, dengan nasi,
sayur, dan lauk pauk.
1 tahun yang lalu pasien juga merasakan ada benjolan di belakang telinga
kanan & kiri, dan di kedua selangkangan. Benjolan muncul tiba-tiba, berjumlah
satu di masing-masing lokasi, sebesar telur puyuh, tidak membesar, teraba kenyal,
dan tidak dirasakan nyeri.
Pasien sudah berobat rutin di RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen sejak 1
tahun yang lalu. Mondok (+) sebanyak 3 kali. Tiap mondok pasien dikatakan
anemia dan ditransfusi PRC. Mondok terakhir 8 hari SMRS selama 4 hari,
dilakukan transfusi PRC 2 kantong dan pemeriksaan gambaran darah tepi
(27/8/2018), didapatkan hasil kesan pansitopenia. Lalu setelah keadaan umum
pasien baik, pasien diizinkan untuk rawat jalan dan dirujuk ke RSUD DR.
Moewardi. Saat datang ke poliklinik RSUD DR. Moewardi kondisi pasien lemah,
sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD DR. Moewardi.
Di IGD RSUD DR. Moewardi pasien tampak sakit sedang dengan GCS
E4V5M6. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg,
nadi 84 kali /menit, regular, frekuensi nafas 20 kali /menit, suhu 38,50 C. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya konjungtiva palpebra pucat, sklera ikterik,
serta pembesaran kelenjar getah bening (+) servikalis anterior bilateral.
Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan darah
rutin ini bertujuan untuk mengetahui jenis anemia pada pasien. Dari pemeriksaan
darah rutin, didapatkan hasil anemia (Hb 5,9 g/dL), normokromik – normositik,
neutropenia (16.20%), pansitopenia : leukopenia (0.8x103/  L), Trombositopenia
(11x103/  L), Eritropenia (1.81x106/  L).
Penurunan kadar hemoglobin dengan kadar MCV dan MCH yang normal
pada pasien dicurigai merupakan sebuah kondisi keganasan hematologi.
ALL memiliki gejala yang tidak spesifik dan relatif singkat, yaitu sekitar 66
persen1. Gejala yang tampak merupakan akibat dari infiltrasi sel leukemia pada
sumsum atau organ di tubuh maupun akibat dari penurunan produksi dari sumsum
tulang. Gejala yang timbul akibat infiltrasi sel-sel muda pada sumsum tulang yaitu
anorexia, lemas, irritable, sedangkan tanda yang dapat timbul anemia,
trombositopenia, dan neutropenia. Manifestasi klini lain yang bias didapatkan
adalah demam yang dapat disertai atau tanpa adanya infeksi, dan dapat
disebabkan karena terjadinya neutropenia sehingga pasien memiliki resiko tinggi
terhadap infeksi. Manifestasi klinis lain yang bisa didapat namun tidak spesifik
adalah berat badan yang menurun.

Untuk menegakkan diagnosis, pada pasien direncanakan untuk dilakukan


pemeriksaan BMP.
BAB IV

TINJAUN PUSTAKA

A. Fisiologi Darah
1. Plasma Darah
Plasma darah adalah suatu cairan yang berwarna kekuningan. Pada
plasma darah dapat ditemukan beberapa protein dalam tubuh, atau yang
lebih sering dikenal dengan plasma protein(Tortora G J,2009).
Plasma protein memiliki peran penting dalam mempertahankan
tekanan osmotik yang merupakan faktor penting dalam pertukaran cairan
melewati dinding kapiler(Tortora G J,2009).
2. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit atau sel darah merah adalah sel darah yang khusus dalam
proses transport oksigen. Eritrosit tidak memiliki nucleus (inti), oleh
karena itu seluruh bagian dalamnya tersedia untuk mengankut oksigen.
Eritrosit tidak banyak memiliki mitokondria sehingga ATP yang diperoreh
melalui anaerobik(Tortora G J,2009). Fungsi utama dari sel darah merah
adalah transport hemoglobin yang berguna membawa oksigen dari paru
menuju jaringan tubuh. ketika sel darah merah bebas dalam plasma,sekitar
3% berpindah melalui kapiler membran melalui membrana glomerular
pada ginjal menuju filtrasi glomerulus setiap kali darah melewati
kapiler(Tortora G J,2009).
3. Leukosit (Sel Darah Putih)
Leukosit adalah sel darah yang aktif pada sistem pertahanan tubuh
yaitu berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal
jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3. Sel darah
putih diklasifikasikan atas 2 kelompok berdasarkan granula sitoplasma
yaitu leukosit granular dan leukosit agranular.
A) Leukosit granular
Leukosit ini mengandung granula spesifik dalam sitoplasmanya
dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi pada
bentuknya. Leukosit granular terdiri atas 3 jenis yaitu:
1) Neutrofil
Neutrofil merupakan sistem pertahanan tubuh primer
melawan infeksi bakteri dengan cara Phagocytosis(Tortora G
J,2009).
2) Eosinofil
Eosinofil memiliki fungsi Phagocytosis yang kurang baik.
Pada pewarnaan, granula tidak menutupi nukleus yang terdiri atas
dua lobus yang saling berhubungan(Tortora G J,2009).
3) Basofil
Basofil berfungsi dalam pengaktifan histamin. Pada
pewarnaan dijumpai berwarna biru-keunguan. Biasanya granula
menutupi nukleus yang terdiri atas dua lobus(Tortora G J,2009).
B) Leukosit agranular
Leukosit ini tidak memiliki granula spesifik dalam sitoplasmanya.
Leukosit agranular terdiri atas 2 jenis yaitu:
1) Limfosit
Limfosit berbentuk bulat dan sedikit ada lekukan dan
berwarna gelap. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan
limfosit B. Limfosit T bergantung timus. Limfosit B tidak
bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah
bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan
selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan
limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi
menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel
ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal(Tortora G
J,2009).
2) Monosit
Monosit memiliki fungsi phagocytosis dan sangat aktif,
membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan
mikroorganisme(Tortora G J,2009).
4. Trombosit
Trombosit berdiameter 2-4 μm. Siklus hidupnya 5-9 hari dan
memiliki banyak vesikel tetapi tidak memiliki nukleus. Trombosit
berfungsi untuk membentuk plug dalam hemostasis dan mengeluarkan
bahan kimia yang menyebabkan spasme pembuluh darah dan pembekuan
darah(Tortora G J,2009).

Gambar 1 proses proliferasi sel darah (Tortora G J,2009)

B. Klasifikasi Leukimia
Berdasarkan maturasi sel dan asal sel, leukemia dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
1) Leukemia Akut
Leukemia akut adalah suatu proses proliferasi dari sumsum tulang
yang immature. Sel-sel ini dapat melibatkan darah pada daerah tepi dan
juga organ-organ padat. Persentase yang di temukan pada penegakan
diagnosa leukemia akut berkisar 30% atau lebih (Abdul Hamid G, 2011).
A) Leukemia limfoblastik akut
Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia yang paling
sering terjadi pada anak-anak. Diperkirakan sejumlah 30% dari
kanker anak-anak. Data yang diperoleh dari The National Cancer
Institute`s surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER)
menyatakan bahwa leukemia limfoblastik akut pada anak-anak
terjadi sebanyak 26 anak /1.000.000 pertahun di Amerika
serikat(Greer J.P, 2003).
B) Leukemia mieloblastik akut
Leukemia mieloblastik akut adalah suatu keganasan
hematologi yang ditandai dengan pembentukan dan penyebaran
dari sel myeloid yang muda(Greer J.P, 2003).
2) Leukemia kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi
karena keganasan hematologi.
A) Leukemia Mieloblastik kronik (LMK)
LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai
dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang
relatif matang. LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering
dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).
Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LMK. Sebagian besar penderita
LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut
fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang(Greer J.P, 2003).
B) Leukemia Limfoblastik kronik (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil
yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai
kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50
sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki dan
perempuan(Greer J.P, 2003).

C. Patofisiologi
Leukemia terjadi dari proses mutasi tunggal dari sel progenitor pada
sistem hematopoiesis yang meneyebabkan sel mampu untuk berproliferasi
secara tidak terkontrol yang dapat menjadi suatu keganasan dan sel prekursor
yang tidak mampu berdiferensiasi pada sistem hematopoiesis(American
Cancer Society,2012).
Pada leukemia, terjadi keganasan sel darah pada fase limphoid, mieloid,
ataupun pluripoten. Penyebab dari hal ini belum sepenuhnya diketahui.
Namun diduga berhubungan dengan perubahan susunan dari rantai DNA.
Faktor eksternal juga dinilai mempengaruhi seperti bahan-bahan obat
bergugus alkil, radiasi, dan bahan-bahan kimia. Sedangkan faktor internal,
yaitu kromosom yang abnormal dan perubahan dari susunan DNA(Wu,2010).
Perubahan susunan dari kromosom mungkin dapat mempengaruhi struktur
atau pengaturan dari sel-sel onkogen. Leukemia pada sel limfosit B terjadi
translokasi dari kromosom pada gen yang normal berproliferasi menjadi gen
yang aktif untuk berproliferasi. Hal ini menyebabkan limfoblas memenuhi
tubuh dan menyebabkan sumsum tulang gagal untuk berproduksi dan akhirnya
menjadi pansitopenia(Wu,2010).
Seiring sumsum tulang gagal, sel-sel yang abnormal bersirkulasi dalam
tubuh dan masuk ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, dan mata. Gangguan
pada sistemik ini menyebabkan perubahan pada kadar hematologi tubuh,
terjadi
infeksi oportunistik, iatrogenik karena komplikasi dari kemoterapi(Wu,2010).

D. Etiologi dan Faktor Risiko Leukimia


Etiologi dari leukemia akut masih tidak diketahui. Namun
diketahui ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi, yaitu:
1. Radiasi dan zat ionisasi
2. Bahan-bahan kimia (contohnya, benzene penyebab LMA)
3. Obat-obatan (contohnya, penggunaan bahan-bahan bergugus alkil pada
terapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan LMA) (Lanzkowsky P,
2011)

Berdasarkan genetika seseorang, ada beberapa faktor yang diduga


mempengaruhi:
1. Kembar identik- apabila anak kembar yang pertama didiagnosa
leukemia pada 5 tahun pertama, maka risiko untuk anak kembar kedua
meningkat menjadi 20% didiagnosa leukemia.
2. Kejadian leukemia pada saudara yang didiagnosa leukemia akan
meningkat sebanyak 4 kali lipat dibandingkan pada populasi umum.
3. Gangguan pada kromosom: Trisomy 21 (Down Syndrome) memiliki
risiko 95% untuk mengalami leukemia. Bloom syndrome memiliki
risiko 8% untuk mengalami leukemia. Anemia fanconi memiliki risiko
12% untuk mengalami leukemia. (Lanzkowsky P, 2011)

Berdasarkan penelitian Buffler P.A,et al, 2005, faktor risiko


dari penyakit leukemia terdiri atas:

1. Paparan dari pekerjaan orang tua


Setelah sekitar lebih kurang 3 dekade penelitian yang dilakukan,
maka hubungan paparan dari pekerjaan orang tua masih belum jelas.
Awalnya hal ini diduga dari paparan hidrokarbon yang ada dalam
pekerjaan orang tua, contohnya adalah pegawai pom bensin yang
sering terpapar langsung dengan asap kendaraan tanpa menggunakan
masker.
2. Polusi udara
Polusi udara yang dapat menjadi pemicu terjadinya leukemia ada
beberapa seperti anak perokok pasif dari orang tua yang merokok. Hal
ini masih menjadi perdebatan apakah memiliki hubungan sebab-akibat
yang jelas atau tidak. Kemudian bahan dari turunan benzena. Benzena
telah terbukti menjadi suatu faktor risiko yang besar untuk terjadi
leukemia. Benzena dapat kita temukan pada makanan, pabrik
perindustrian, dan kosmetik yang digunakan.
3. Pestisida
Pestisida merupakan suatu bahan yang digunakan untuk
membunuh hama, serangga, jamur, dan lain-lain. Pada penelitian
ditemukan terdapat hubungan terhirupnya pestisida melalui udara pada
saluran nafas dapat menyebabkan leukemia.
4. Radiasi
Radiasi merupakan suatu bahan yang di gunakan sebagai proses
imaging dari seorang ibu yang hamil. Pada penelitian ini ditemukan
hubungan sebab akibat paparan radiasi dari alat prosedur diagnostik
menyebabkan leukemia.
5. Pasien yang immunocompromise
Pada pasien yang mengalami transplantasi organ, maka akan
terjadi penurunan dari sistem imunitas tubuh. hal ini telah terbukti
meningkatkan risiko terjadinya leukemia.

E. Gejala klinis
Gejala klinis yang terjadi pada leukemia disebabkan kurangnya sel
darah yang normal, karena berlebihannya sel darah normal yang
membentuk sel darah baru pada sumsum tulang belakang. Akibatnya anak
tidak memiliki sel darah merah, sel darah putih, dan platelet yang cukup
Hal-hal tersebut dapat diketahui pada pemeriksaan darah, namun dapat
juga menyebabkan suatu gejala. Adapun beberapa tanda dan gejala yang
ditimbulkan pada leukemia adalah: (American Cancer Society, 2012)
1. Lemah dan kulit yang pucat
Tanda-tanda ini merupakan tanda anemia(kurangnya sel darah merah).
Hal ini menyebabkan anak merasa lemah, lelah, pusing, dan nafas yang
pendek. Hal ini juga dapat menyebabkan kulit menjadi pucat(American
Cancer Society, 2012).
2. Infeksi dan demam
Gejala yang sering ditimbulkan leukemia pada anak adalah demam.
Hal ini sering disebabkan infeksi, bahkan hal ini tidak berpengaruh setelah
diberikan antibiotik sekalipun(American Cancer Society, 2012).
3. Mudah berdarah
Pada penderita leukemia sering terjadi mimisan,gusi berdarah, dan
bahkan perdarahan besar pada luka gores yang kecil. Pada kulit terlihat
bercak-bercak kemerahan yang disebabkan perdarahan pada pembuluh
darah yang kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya platelet normal
yang berfungsi memberhentikan perdarahan(American Cancer Society,
2012).
4. Nyeri pada tulang atau sendi
Nyeri pada tulang dan sendi disebabkan penumpukan sel-sel darah
muda pada tulang ataupun sendi(American Cancer Society, 2012).
5. Perut yang membesar
Gejala yang jelas terlihat adalah hepatomegali dan spleenomegali. Hal
ini terjadi karena penumpukan sel-sel leukemia menumpuk pada limpa dan
hati(American Cancer Society, 2012).
6. Penurunan selera makan, penurunan berat badan
Gejala penurunan selera makan dan penurunan berat badan disebabkan
pembesaran dari organ pada abdomen penderita. Sehingga banyaknya
makanan yang bisa masukpun juga berkurang(American Cancer Society,
2012).
7. Pembesaran kelenjar getah bening
Sel-sel leukemia dapat menyebar pada kelenjar limph. Hal ini
menyebabkan terlihat pembengkakan pada leher, ketiak, atau tempat
lainnya. Untuk mengetahui penyebab pasti biasanya dilakukan
biopsi(American Cancer Society, 2012).
8. Gangguan respirasi
Sel T limfosit pada leukemia juga melibatkan kelenjat timus yang
berada di belakang sternum dan di depan trakea. Pembesaran dari kelenjar
limph dapat menyebabkan batuk(American Cancer Society, 2012).
9. Pembesaran pada wajah dan tangan
Pada leukemia, terjadi Superior Vena Cava (SVC) syndrome. Hal ini
disebabkan karena pembesaran kelenjar timus yang dilalui oleh vena cava
superior sehingga menyebabkan pembengkakan wajah dan tangan
penderita(American Cancer Society, 2012).
10. Nyeri kepala, kejang, muntah
Pada leukemia, terjadi penyebaran ke seluruh tubuh. Nyeri kepala yang
di timbulkan karena sel-sel leukemia telah menyebar hingga otak. Selain
itu pandangan kabur juga menjadi gejala leukemia yang menyebar hingga
sistem saraf pusat(American Cancer Society, 2012).

F. Penegakan diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada anamnesis, dokter mencari dari tanda dan gejala leukemia.
Dokter juga menanyakan apakah ada paparan dari faktor risiko yang
dialami pada pasien. Dokter juga menanyakan apakah di keluarga ada
yang memiliki penyakit keganasan juga. Pada pemeriksaan fisik, dokter
fokus dengan adanya pembesaran kelenjar limph, melihat apakah ada
tanda-tanda infeksi. Pemeriksaan abdomen juga merupakan pemeriksaan
yang penting untuk melihar apakah adanya pembesaran hati atau
limpa(American Cancer Society, 2012).
2. Darah rutin dan gambaran darah tepi
Tes darah yang dilakukan diambil dari vena pada lengan atau dari jari
tangan perifer. Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kadar
hematologi pasien. Pemeriksaan apusan darah tepi juga dilakukan untuk
melihat morfologi dari sel darah. Pada pasien dengan leukemia, akan
ditemukan sel darah putih yang sangat banyak dibandingnkan sel darah
merah dan platelet yang sedikit(American Cancer Society, 2012).
3. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi dilakukan secara bersamaan.
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi ini dilakukan untuk mendiagnosa
leukemia dan diulangi kembali untuk melihat respon dari
pengobatan(American Cancer Society, 2012). Aspirasi sumsum tulang
merupakan “gold standard” dari diagnosa leukemia. Tidak hanya indikasi
diagnosa, namun indikasi menentukan jenis sel dan monitoring
pengobatan seperti gangguan limfoblastik.(Wise-Draper T, 2012)
4. Lumbal pungsi
Lumbal pungsi dilakukan untuk melihat apakah ada sel leukemia pada
CSF. Pada anak dengan leukemia, lumbal pungsi dilakukan sebagai terapi
metastasis ke CNS untuk kemoterapi. Melalui lumbal pungsi diberikan
bahan kemoterapi menuju cairan serebrospinal sehingga mencegah sel-sel
leukemia ada di sistem saraf pusat(American Cancer Society, 2012).
5. Biopsi kelenjar limph
Biopsi kelenjar limph penting untuk mendiagnosa limphoma. Pada
anak dengan leukemia hal ini jarang dilakukan. Biopsi kelenjar limph
dilakukan bersamaan dengan proses pembedahan untuk pengobatan atas
indikasi tertentu(American Cancer Society, 2012).

G. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat anti kanker yang
diberikan ke cairan serebrospinal, atau melelui aliran darah untuk dapat
mencapai ke seluruh tubuh agar terapi yang diberikan efektif. Pengobatan
dengan kemoterapi pada leukemia mieloblastik akut diberikan dengan
dosis yang tinggi dan di konsumsi dalam waktu yang singkat. Sedangkan
terapi untuk leukemia limfoblastik akut di berikan dengan dosis yang
rendah dan waktu konsumsi yang lama biasanya 2-3 tahun(American
Cancer Society, 2012).
2. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang sangat terbatas penggunaannya
pada pasien leukemia. Hal ini dikarenakan selsel leukemia telah menyebar
keseluruh tubuh melalui sumsum tulang menuju organ-organ yang ada di
tubuh. Terapi pembedahan hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan
memiliki risiko tinggi(American Cancer Society, 2012).
3. Radiasi
Terapi radiasi menggunakan bahan energi dengan radiasi tinggi untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Terapi sendiri biasanya dilakukan untuk
mencegah penyebaran dari sel-sel leukemia ke otak maupun ke
testis(American Cancer Society, 2012).
BAB V
KESIMPULAN

Leukemia dapat didefinisikan sebagai kelompok penyakit keganasan


yang mana abnormalitas genetik pada sel hematopoietik memberikan
peningkatan pada proliferasi sel-sel klonal yang memiliki kemampuan
untuk tumbuh melebihi sel normal sehingga terjadi peningkatan laju
proliferasi, dan penurunan laju apoptosis atau keduanya. Akibatnya terjadi
gangguan fungsi normal sumsum dan akhirnya kegagalan fungsi sumsum
tulang.
Gambaran klinis leukemia merupakan manifestasi dari gagalnya fungsi
sumsum tulang seperti anemis, mudah lelah, adanya manifestasi
perdarahan akibat trombositopenia dan mudah mengalami infeksi karena
terjadi neutropenia. Faktor resiko leukemia adalah faktor kelainan
kromosom, bahan kimia, radiasi, factor hormonal, dan infeksi virus.
Prognosis bagi anak dengan ALL meningkat secara dramatis dalam
empat dekade terakhir karena penggunaan yang optimal dari agen
antileukemia dan adanya penemuan baru dalam terapi ALL. Akut
limfoblastik leukemia pada anak merupakan keganasan yang paling dapat
diterapi, yaitu mencapai 80 persen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kurniawan, I. Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap Di RSUP H.Adam Malik
Medan Tahun 2004-2007. Universitas Sumatera Utara (0nline); 2008,
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journal_review&id=12880&task=view, diakses tanggal 17 Juli 2020)
2. Pui, Ching-Hon, Relling, M.V., Downing, J.R. Mechanisms Of Disease Acute
Lymphoblastic Leukemia. New England Journal of Medicine, Vol 350, p 1535-1348,
2004.
3. Friedmann, A.L., Weinstein, H.J. The Role Of Prognostic Features In The Treatment
Of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. The Oncologist, Vol. 5, p 231-238,
2000.
4. Saiter, K. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (0nline); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113-media, diakses tanggal 17 Juli
2020).
5. Hu, W. Leukemia (online); 2005,
http://www.emedicinehealth.com/leukemia/page18_em, diakses tanggal 17 Juli
2020)
6. Satake, N. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (online); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113, diakses tanggal 17 Juli 2020)
7. Krishnan, K. Tumor Lysis Syndrome. Emedicine (online); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/282127, diakses tanggal 17 Juli 2020)
8. Anonym. Angka Kebutuhan Gizi Energi & Protein Berdasarkan Usia/Umur & Jenis
Kelamin, Organisasi.com (online); 2009, http://organisasi.org/angka-kebutuhan-gizi-
energi-protein-berdasarkan-usia-umur-jenis-kelamin, diakses tanggal 17 Juli 2020)

Anda mungkin juga menyukai