Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

FRAKTUR BASIS CRANII FOSSA ANTERIOR

Disusun Oleh :
dr. Sanitya Dwiyuli

Pendamping Internship :
dr. Dhita Putri W

PROGRAM INTERNSHIP
RS ARSANI
SUNGAILIAT BANGKA
2016 2017
PORTOFOLIO

No. ID dan Nama Peserta : dr. Sanitya Dwiyuli


No. ID dan Nama Wahana : RS Arsani
Topik : Fraktur Basis Cranii
Tanggal (kasus) : 29 November 2017
Nama Pasien : An. Y S (13 tahun) No. RM : 03.94.55
Tanggal Presentasi : No. Dan Nama Pendamping :
dr. Dhita Putri W
Tempat Presentasi : RS Arsani
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi
Pasien datang setelah kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor terjadi 15 menit
sebelum masuk Rumah Sakit. Mekanisme saat kejadian tidak diketahui dan pasien tidak
memakai helm. Riwayat kepala terbentur tidak diketahui. Pingsan (+), Muntah 4 kali dan
terdapat nyeri kepala.
Tujuan :
1. Untuk mengetahui
2. Untuk mengetahui tatalaksana pada pasien dengan Fraktur Basis Cranii
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

RS Arsani 2
PORTOFOLIO

Data pasien : Nama : An. Y S No. Register : 03.94.55


Nama RS : RS Arsani Telp : - Terdaftar sejak : -

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/ gambaran klinis :
Seorang anak perempuan berusia 13 tahun datang ke UGD RS Arsani dengan dibantu
oleh masyarakat sekitar dan satlantas setelah 15 menit sebelum masuk Rumah Sakit
(SMRS) mengalami kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor. Mekanisme kejadian tidak
dapat diketahui. Saat kejadian pasien tidak memakai helm . Riwayat kepala terbentur saat
kejadian tidak dapat diketahui. Riwayat pingsan saat kejadian (+), muntah 4 kali dan
terdapat keluhan nyeri kepala.
2. Riwayat pengobatan :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun obat rutin yang dikonsumsi rutin.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang post kecelakaan lalu lintas 15 menit sebelum masuk Rumah Sakit.
Kecelakaan lalu lintas ganda antara motor dengan motor. Saat kejadian pasien tidak
menggunakan alat pelindung diri atau helm. Mekanisme kejadian dan posisi saat terjadi
kecelakaan tidak diketahui. Riwayat kepala terbentur saat kejadian tidak dapat diketahui.
Riwayat tidak sadarkan diri atau pingsan setelah kejadian di akui dengan lama pingsan
10 menit. Pada pasien juga terdapat keluhan muntah sebanyak 4 kali setelah kejadian
tersebut. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian kepala yang timbul
setelah kejadian kecelakaan lalu lintas. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan tidak
berkurang dengan istirahat. Saat pasien sadar setelah pingsan, pasien mengetahui nama
dan mengetahui dibawa ke RS namun pasien tidak mengetahui bagaimana saat kejadian
kecelakaam tersebut.
4. Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat asma bonkial (-), Riwayat trauma kepala sebelumnya (-)
5. Riwayat pekerjaan :
Pelajar
6. Riwayat Keluarga : (-)
7. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: (-)
8. Lain lain : (-)

RS Arsani 3
PORTOFOLIO

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tanda vital:
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x/m
Pernapasan : 26 x/m
Suhu : 37.0C
SaO2 : 99%
BB : 45 kg

Status generalis
Kepala : Hematoma (+) pada regio palpebra superior oculi dextra
Mata : Pupil Aniskor (3 mm/2 mm)
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Otorrhea (-)
Hidung : Epistaksis (+), rhinorea (+), anosmia (-)
Leher : KGB tidak teraba
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris
Jejas (-)
Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Cor : BJ I-II regular, murmur (-)
Abdomen : Datar lembut, jejas (-)
Bising usus (+) normal
Hepar & lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema -/-, sianosis -/-, CRT < 2
Jejas (-)

RS Arsani 4
PORTOFOLIO

Laboratorium :

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi Rutin :
Hemoglobin 11,8 Pria 13.0 18.0 , Wanita 11.5 16.5 g/dl
Hematokrit 37 Pria 42 50, Wanita 36 45 %
Eritrosit 4,6 4.0 6.0 juta/mm3
Leukosit 9.900 4000- 11000/mm3
Trombosit 288.000 150.000- 450.000 / mm3
MCV 81 79 98 fl
MCH 25 27 32 pq
MCHC 31 31 36 g/dl
Diff Count :
Segmen 59 50 70 %
Lympho 32 22 40 %
Monosit 9 28%
Kimia Klinik :
Glukosa 100 80 140 mg/dl
Sewaktu

CT Scan Kepala :

RS Arsani 5
PORTOFOLIO

RS Arsani 6
PORTOFOLIO

Hasil Pembacaan CT-Scan Kepala Non kontras :


Fraktur linear disertai gambaran pneumoencephali di konkavitas occipitalis kanan.
Perdarahan subdural di konkavitas temporalis kiri.

Diagnosis :
Diagnosis : Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior
Plan : Bed Rest Total

Terapi

RS Arsani 7
PORTOFOLIO

Umum
Memberitahukan kepada penderita dan keluarganya tentang penyakit yang dideritanya
Edukasi pasien tentang terapi farmakologi dan nonfarmakologi
Khusus
Rawat Ruang Biasa
Bed rest total dengan head up 300
IVFD RL 16 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Piracetam 1gr/8jam
Observasi tanda tanda peningkatan TIK (kesadaran, muntah dan nyeri kepala)
Observasi per 15 menit pada 1 jam pertama (pasien dibangunkan) observasi per
30 menit pada 1 jam berikutnya (pasien dibangunkan) dan selanjutnya observasi
per jam .
Daftar Pustaka :
1. Listiono L D. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, edisi III; Cedera Kepala Bab 6. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
2. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H,
Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk
Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.740-598.
3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System
LLC;2003.
4. Marshall SA. Management of moderate and severe traumatic brain injury. AAN Hawaii,
2011.
5. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.
6. Qureshi N H, Harsh G, Nosko M G, Talavera F, Wyler A R, Zamboni P. Skull fracture. On
emedicine health 2009. Available at http://emedicine.medscape.com/article/248108-
threatment last update 10 mei 2011.
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui gambaran klinis, klasifikasi dan diagnosis pada Fraktur Basis Cranii
2. Mengetahui tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi pada Fraktur Basis Cranii

RS Arsani 8
PORTOFOLIO

Rangkuman Hasil Pembelajaran :


1. Subyektif
Seorang pasien anak perempuan berusia 13 tahun datang ke UGD RS Arsani
dengan dibantu oleh masyarakat sekitar dan petugas satlantas setelah terjadi
kecelakaan lalu lintas 15 menit sebelum masuk Rumah Sakit. Kecelakaan lalu lintas
ganda antara motor dengan motor. Saat kejadian pasien tidak menggunakan alat
pelindung diri atau helm. Mekanisme kejadian dan posisi saat terjadi kecelakaan tidak
diketahui. Riwayat kepala terbentur saat kejadian tidak dapat diketahui. Riwayat tidak
sadarkan diri atau pingsan setelah kejadian di akui dengan lama pingsan 10 menit.
Pada pasien juga terdapat keluhan muntah sebanyak 4 kali setelah kejadian tersebut.
Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian kepala yang timbul setelah
kejadian kecelakaan lalu lintas. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan tidak
berkurang dengan istirahat. Ketika pasien sadar setelah pingsan, pasien mengetahui
nama dan mengetahui jika di bawa ke Rumah sakit tetapi pasien tidak mengetahui
bagaimana saat kejadian kecelakaan tersebut terjadi. Riwayat trauma kepala sebelum
kejadian ini disangkal.
2. Obyektif
Pada pemeriksaan fisik diketahui bahwa kesadaran pasien compos mentis
(GCS : 15) dengan keadaan umum tampak sakit berat. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan terdapat hematoma pada palpebra superior oculi dextra (racoon eyes)
disertai dengan pupil anisokor pada mata kanan ukuran pupil 3 mm sedangkan pada
mata kiri ukuran pupil 2 mm.Selain itu juga terdapat epistaksis dan rhinorea pada
hidung yang menandakan adanya perdarahan pada pada hidung yang menandakan
pecahnya pembuluh darah hidung atau pecahnya pembuluh darah di kepala. Pada
pemeriksaan thorak dan abdomen tidak ditemukan adanya jejas.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium dan CT-Scan
kepala non kontras. Dari hasil pemeriksaan CT-Scan kepala non kontras diketahui
terdapat fraktur linear disertai gambaran pneumoencephali di konkavitas occipitalis
kanan dan perdarahan subdural di konkavitas temporalis kiri.
3. Assesment
Diagnosis pada pasien ini adalah Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior sesuai
dengan keluhan berdasarkan hasil anamnesa ditemukan terdapat nyeri kepala dan
muntah disertai dengan riwayat kecelakaan lalu lintas sebelumnya. Fraktur Basis

RS Arsani 9
PORTOFOLIO

Cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung pada
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energi yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek remote dari benturan
pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau
perubahan bentuk tengkorak). Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis
kranii. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu : fossa cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii posterior. Dengan
demikian jika terdapat fraktur pada basis cranii maka dikelompokan menjadi 3 bagian
yaitu Fraktur basis cranii fossa anterior, fraktur cranii fossa media dan fraktur basis
cranii fossa posterior.
Dari hasil pemeriksaan pada pasien fisik ditemukan terdapat hematoma pada
palpebra superior oculi dextra dan epistaksis yang disertai dengan rhinorea yang
merupakan tanda dan gejala klinis dari fraktur basis cranii fossa anterior. Fossa cranii
anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi pada bagian anterior oleh
permukaan dalam os frontale, sedangkan pada bagian superior dibatasi oleh ala minor
ossis spenoidalis. Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan
oleh lamina cribiformis os etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis
menyokong bulbus olfaktorius, dan lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh
nervus olfaktorius. Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis
dapat cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita
os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital
ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa
anterior. Fraktur basis cranii fossa anterior melibatkan tulang frontal, etmoid dan sinus
frontal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya cairan likour
yang keluar dari hidung (rinorea) atau telinga (otorea) disertai hematoma kacamata
(raccoon eye, brill hematoma, hematoma bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu
hematoma retroaurikular. Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales VII
dan VIII. Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila duramater robek.
4. Plan

RS Arsani 10
PORTOFOLIO

Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada durameter yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk
garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan
tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang
kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak
terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial. Fraktur linear
merupakan yang terbanyak dari semua fraktur tulang kepala, yakni sekitar 80% dan
umumnya tidak memerlukan tindakan khusus. Akan tetapi bila terdapat fraktur
kewaspadaan perlu ditingkatkan karena bila trauma cukup kuat, mungkin terdapat
cedera otak primer atau hematom epidural.
Fraktur basis cranii termasuk dalam cedera kranioserebral. Disebut dengan
cedera kranioserebral karena cedera ini melukai baik bagian kranium (tengkorak)
maupun serebrum (otak). Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, kerusakan pembuluh darah intra
maupun ekstraserebral, dan kerusakan jaringan otaknya sendiri.

Terapi non operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk:


a. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan terjadinya
tekanan tinggi intrakranial
b. Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)
c. Minimalisasi kerusakan sekunder
d. Mengobati simptom akibat trauma otak
e. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi (anti-
konvulsan dan antibiotik)

Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:


Cedera kranioserebral tertutup :
Fraktur impresi (depressed fracture).

RS Arsani 11
PORTOFOLIO

Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume perdarahan lebih dari
30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan
kondisi pasien.
Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan pendorongan garis tengah
lebih dari 3 mm atau kompresi/obliterasi sisterna basalis.
Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan neurologik
atau herniasi.
Cedera kranioserebral terbuka :
Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel, dura yang
robek disertai laserasi otak.
Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari
Pneumoencephali
Corpus alienum
Luka tembak

Penatalaksanaan pada pasien dengan Cedera Kepala :


Pada pasien dengan cedera kepala harus dilakukan manajemen awal tatalaksana untuk head
injury yang diantara lain meliputi :
a. Airway dan C-spine control
Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan,
darah, lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung
dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi muntahan.
b. Breathing
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan
sentral disebabkan oleh depresi pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne
Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh
aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi.
Tata laksana:
Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten
Cari dan atasi faktor penyebab
Jika perlu memakai ventilator
c. Circulation

RS Arsani 12
PORTOFOLIO

Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah sistolik
<90 mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan
kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia
karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/
pneumotoraks, atau syok septik.Tata laksananya dengan cara menghentikan sumber
perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan
cairan isotonik NaCl 0,9%
d. Disfunction of CNS
e. Exposure

Penatalaksanaan khusus pada cedera kranioserebral sedang (GCS : 9-12)


Pada pasien dalam kasus ini termasuk dalam cedera kepala sedang. Disebut dengan
cedera kepala sedang dikarenakan dari hasil pemeriksaan Skala Koma Glasgow 9 - 12,
terdapat lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan. Pasien mungkin bingung atau
somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13).
Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner.Urutan tindakan:

RS Arsani 13
PORTOFOLIO

Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan
sirkulasi (Circulation).
Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika
dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher
dengan pemasangan kerah leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan
Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya.
CT scan kepala bila dicurigai ada hematoma intrakranial.
Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya.

Penatalaksanaan pada pasien dengan fraktur basis kranii meliputi:


Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk,
mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan
tampon steril (Consul ahli THT) pada tanda bloody otorrhea/ otoliquorrhea,
Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea /otoliquorrhea penderita tidur
dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat.
Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah terjadinya meningoensefalitis
masih kontroversial, pada beberapa rumah sakit tetap memberikan antibiotika
profilaksis dengan alasan penderita fraktur basis kranii dirawat bukan diruangan
steril / ICU tetapi di ruang bangsal perawatan biasa dengan catatan pemberian dibatasi
sampai bloody rhinorrhea/otorrhea berhenti.

Pada pasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai kelainan struktural
neurologis tidak memerlukan intervensi apapun bahkan pasien dapat dipulangkan untuk
berobat jalan dan kembali jika muncul gejala. Sementara itu, Pada bayi dengan simple fraktur
linier harus dilakukan pengamatan secara terus menerus tanpa memandang status neurologis.
Status neurologis pasien dengan fraktur basis cranii tipe linier biasanya ditatalaksana secara
konservative, tanpa antibiotik. Fraktur os temporal juga dikelola secara konservatif, jika
disertai ruptur membran timpani biasanya akan sembuh sendiri.

Pemberian antibiotik pada pasien fraktur basis cranii


Penatalaksanaan pada pasien ini antara lain diberikan terapi antibiotik yaitu
Ceftriaxone 1 gr/12 jam intravena (iv). Pemberian antibiotik dimaksudkan sebagai terapi

RS Arsani 14
PORTOFOLIO

profilaksis pada fraktur basis cranii dengan pertimbangan terjadinya kebocoran dari lapisan
meningeal yang akan menyebabkan mikroorganisme pathogen dari saluran nafas atas (hidung
dan telinga) dapat mencapai otak dan selaput mengingeal, hal ini masih menjadi
kontroversial. Jika terdapat kecurigaan infeksi meningeal maka dapat diberikan antibiotik
dengan dosis meningitis.

RS Arsani 15

Anda mungkin juga menyukai