Disusun Oleh :
dr. Sanitya Dwiyuli
Pendamping Internship :
dr. Dhita Putri W
PROGRAM INTERNSHIP
RS ARSANI
SUNGAILIAT BANGKA
2016 2017
PORTOFOLIO
RS Arsani 2
PORTOFOLIO
RS Arsani 3
PORTOFOLIO
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tanda vital:
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x/m
Pernapasan : 26 x/m
Suhu : 37.0C
SaO2 : 99%
BB : 45 kg
Status generalis
Kepala : Hematoma (+) pada regio palpebra superior oculi dextra
Mata : Pupil Aniskor (3 mm/2 mm)
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Otorrhea (-)
Hidung : Epistaksis (+), rhinorea (+), anosmia (-)
Leher : KGB tidak teraba
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris
Jejas (-)
Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Cor : BJ I-II regular, murmur (-)
Abdomen : Datar lembut, jejas (-)
Bising usus (+) normal
Hepar & lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema -/-, sianosis -/-, CRT < 2
Jejas (-)
RS Arsani 4
PORTOFOLIO
Laboratorium :
CT Scan Kepala :
RS Arsani 5
PORTOFOLIO
RS Arsani 6
PORTOFOLIO
Diagnosis :
Diagnosis : Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior
Plan : Bed Rest Total
Terapi
RS Arsani 7
PORTOFOLIO
Umum
Memberitahukan kepada penderita dan keluarganya tentang penyakit yang dideritanya
Edukasi pasien tentang terapi farmakologi dan nonfarmakologi
Khusus
Rawat Ruang Biasa
Bed rest total dengan head up 300
IVFD RL 16 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Piracetam 1gr/8jam
Observasi tanda tanda peningkatan TIK (kesadaran, muntah dan nyeri kepala)
Observasi per 15 menit pada 1 jam pertama (pasien dibangunkan) observasi per
30 menit pada 1 jam berikutnya (pasien dibangunkan) dan selanjutnya observasi
per jam .
Daftar Pustaka :
1. Listiono L D. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, edisi III; Cedera Kepala Bab 6. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
2. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H,
Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk
Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.740-598.
3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System
LLC;2003.
4. Marshall SA. Management of moderate and severe traumatic brain injury. AAN Hawaii,
2011.
5. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.
6. Qureshi N H, Harsh G, Nosko M G, Talavera F, Wyler A R, Zamboni P. Skull fracture. On
emedicine health 2009. Available at http://emedicine.medscape.com/article/248108-
threatment last update 10 mei 2011.
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui gambaran klinis, klasifikasi dan diagnosis pada Fraktur Basis Cranii
2. Mengetahui tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi pada Fraktur Basis Cranii
RS Arsani 8
PORTOFOLIO
RS Arsani 9
PORTOFOLIO
Cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung pada
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energi yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek remote dari benturan
pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau
perubahan bentuk tengkorak). Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis
kranii. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu : fossa cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii posterior. Dengan
demikian jika terdapat fraktur pada basis cranii maka dikelompokan menjadi 3 bagian
yaitu Fraktur basis cranii fossa anterior, fraktur cranii fossa media dan fraktur basis
cranii fossa posterior.
Dari hasil pemeriksaan pada pasien fisik ditemukan terdapat hematoma pada
palpebra superior oculi dextra dan epistaksis yang disertai dengan rhinorea yang
merupakan tanda dan gejala klinis dari fraktur basis cranii fossa anterior. Fossa cranii
anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi pada bagian anterior oleh
permukaan dalam os frontale, sedangkan pada bagian superior dibatasi oleh ala minor
ossis spenoidalis. Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan
oleh lamina cribiformis os etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis
menyokong bulbus olfaktorius, dan lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh
nervus olfaktorius. Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis
dapat cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita
os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital
ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa
anterior. Fraktur basis cranii fossa anterior melibatkan tulang frontal, etmoid dan sinus
frontal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya cairan likour
yang keluar dari hidung (rinorea) atau telinga (otorea) disertai hematoma kacamata
(raccoon eye, brill hematoma, hematoma bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu
hematoma retroaurikular. Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales VII
dan VIII. Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila duramater robek.
4. Plan
RS Arsani 10
PORTOFOLIO
Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada durameter yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk
garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan
tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang
kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak
terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial. Fraktur linear
merupakan yang terbanyak dari semua fraktur tulang kepala, yakni sekitar 80% dan
umumnya tidak memerlukan tindakan khusus. Akan tetapi bila terdapat fraktur
kewaspadaan perlu ditingkatkan karena bila trauma cukup kuat, mungkin terdapat
cedera otak primer atau hematom epidural.
Fraktur basis cranii termasuk dalam cedera kranioserebral. Disebut dengan
cedera kranioserebral karena cedera ini melukai baik bagian kranium (tengkorak)
maupun serebrum (otak). Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, kerusakan pembuluh darah intra
maupun ekstraserebral, dan kerusakan jaringan otaknya sendiri.
RS Arsani 11
PORTOFOLIO
Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume perdarahan lebih dari
30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan
kondisi pasien.
Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan pendorongan garis tengah
lebih dari 3 mm atau kompresi/obliterasi sisterna basalis.
Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan neurologik
atau herniasi.
Cedera kranioserebral terbuka :
Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel, dura yang
robek disertai laserasi otak.
Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari
Pneumoencephali
Corpus alienum
Luka tembak
RS Arsani 12
PORTOFOLIO
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah sistolik
<90 mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan
kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia
karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/
pneumotoraks, atau syok septik.Tata laksananya dengan cara menghentikan sumber
perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan
cairan isotonik NaCl 0,9%
d. Disfunction of CNS
e. Exposure
RS Arsani 13
PORTOFOLIO
Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan
sirkulasi (Circulation).
Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika
dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher
dengan pemasangan kerah leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan
Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya.
CT scan kepala bila dicurigai ada hematoma intrakranial.
Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya.
Pada pasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai kelainan struktural
neurologis tidak memerlukan intervensi apapun bahkan pasien dapat dipulangkan untuk
berobat jalan dan kembali jika muncul gejala. Sementara itu, Pada bayi dengan simple fraktur
linier harus dilakukan pengamatan secara terus menerus tanpa memandang status neurologis.
Status neurologis pasien dengan fraktur basis cranii tipe linier biasanya ditatalaksana secara
konservative, tanpa antibiotik. Fraktur os temporal juga dikelola secara konservatif, jika
disertai ruptur membran timpani biasanya akan sembuh sendiri.
RS Arsani 14
PORTOFOLIO
profilaksis pada fraktur basis cranii dengan pertimbangan terjadinya kebocoran dari lapisan
meningeal yang akan menyebabkan mikroorganisme pathogen dari saluran nafas atas (hidung
dan telinga) dapat mencapai otak dan selaput mengingeal, hal ini masih menjadi
kontroversial. Jika terdapat kecurigaan infeksi meningeal maka dapat diberikan antibiotik
dengan dosis meningitis.
RS Arsani 15