Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PORTOFOLIO

FRAKTUR SEGMENTED TERTUTUP


SHAFT FEMUR SINISTRA

Disusun Oleh:
dr. Casey Claire Tjahaja

Pebimbing:
dr.Tjahja Nurrobi, Sp.OT

RSAL Dr. Mintohardjo


Periode Februari 2017 Juni 2017
BERITA ACARA

Portofolio ini telah disetujui untuk memperlengkap Program Internsip Dokter Indonesia.

Jakarta, Maret 2017


Dokter Pendamping

(dr. Irma Ferial)


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan portofolio yang berjudul Fraktur
Segmented Tertutup Shaft Femur Sinistra.Portofolio ini diajukan dalam rangka memenuhi
salah satu persyaratan untuk menempuh tercapainya Program Internsip Dokter Indonesia. Penulis
menyadari bahwa banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam penulisan portofolio
ini.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama:

1. dr. Wiweka, MARS, selaku Kepala Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
2. dr. Tjatur Bagus. G, Sp.JP,selaku Wakamed Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
3. Dr. Edwin Kamil, Sp.B, selaku Wakabin Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
4. dr. Irma Ferial, selaku dokter pendamping wahana Rumah Sakit Angkatan Laut dr.
Mintohardjo.
5. Seluruh teman-teman medis dan paramedis Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Angkatan Laut
dr. Mintohardjo yang telah memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan portofolio ini.
6. Kepada seluruh sahabat-sahabat internsip saya yang memberikan semangat dan inspirasi
dalam pembuatan mini project ini

Kritik dan saran penulis harapkan guna memperoleh hasil yang lebih baik dalam
menyempurnakan portofolio ini. Semoga portofolio ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Maret 2017

Penulis
KASUS PORTFOLIO

Nama Peserta: dr. Casey Claire Tjahaja

Nama Wahana: RSAL Dr. Mintohardjo

Topik: Fraktur Segmented Tertutup Shaft Femur Sinistra

Tanggal (Kasus): 26 Feburari 2017

Nama Pasien: Tn. N No RM: 173555

Tanggal Presentasi: 7 Maret 2017 Nama Pendamping: dr. Tjahja Nurrobi, Sp.OT

Tempat Presentasi: RSAL Dr. Mintohardjo

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil


Deskripsi: Tn. N, 18 tahun, datang dengan keluhan nyeri tungkai kiri sejak kecelakaan motor 2 hari
SMRS.

Tujuan:
Mengetahui diagnosis dan tatalaksana fraktur segmented tertutup shaft femur sinistra
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama: Tn. N No Registrasi: 173555

Nama Klinik: Poliklinik Ortopedi RSAL


Telepon: Terdaftar Sejak:
Dr. Mintohardjo

Data Utama dan Bahan Diskusi

1. Gambaran Klinis
Pria, 18 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri tungkai kiri sejak kecelakaan motor 2 hari
SMRS.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke poliklinik ortopedi RSAL Dr. Mintohardjo
Sebelumnya pasien sempat melakukan pengobatan alternatif untuk keluhan tungkai kiri.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Disangkal
4. Riwayat Keluarga
Disangkal
5. Lain-lain: -
Daftar Pustaka

1. Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam, and A. Graham Apley. Apley's System of

Orthopaedics and Fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold, 2010. Print.

2. Anwar, Rahij, Kenneth W. R. Tuson, and Shah Alam Khan. Classification and Diagnosis in

Orthopaedic Trauma. Cambridge: Cambridge UP, 2008. Print.

3. Moore, Keith L., A. M. R. Agur, and Arthur F. Dalley. Essential Clinical Anatomy. Philadelphia:

Walters Kluwer Health, 2015. Print.

4. EM, Dim, and Ugwoegbulem OA. "Adult Traumatic Femoral Shaft Fractures: A Review of the

Literature." Ibom Medical Journal 5.1 (2012): n. pag. Print.

Hasil Pembelajaran

1. Penegakan diagnosis fraktur segmented tertutup shaft femur sinistra


2. Penatalaksanaan pada fraktur segmented tertutup shaft femur sinistra
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portfolio

1. Subjektif:
2 Hari SMRS, pasien mengalami kecelakaan motor. Motor pasien dalam posisi
menghadap ke truk container yang ditabrak. Pasien mengaku langsung tidak sadarkan diri
setelah kecelakaan, sehingga tidak ingat posisi saat terjaduh. Saat pasien sadarkan diri,
pasien sudah berada di UGD RS Mitra Kemayoran dibawa oleh warga setempat. Muntah,
demam, nyeri kelapa hebat disangkal. Di UGD RS Mitra Kemayoran tungkai kiri pasien di
rontgen dan ditemukan adanya fraktur pada femur, keluarga pasien membawa pasien ke
tempat pengobatan alternatif, dimana tungkai kiri pasien berusaha diluruskan dan diurut.
Karena pasien masih merasakan nyeri yang hebat pada tungkai kiri dan tidak ada perbaikan,
pasien dibawa oleh keluarganya ke poli ortopedi RSAL Dr. Mintohardjo dan dirawat inap di
bangsal Salawati. Sejak kecelakaan, pasien dalam posisi berbaring dan mengeluh nyeri pada
pergerakan tungkai kiri.
Sekarang, pasien mengaku nyeri tungkai kiri terus-menerus, diperberat dengan adanya
pergerakan sehingga pasien cenderung dalam posisi berbaring statis untuk meringankan
nyeri. Nyeri dikatakan VAS 5 bila tidak ada pergerakan, dan mencapai VAS 10 bila ada
pergerakan. Nyeri terasa paling hebat pada seluruh regio femur. Pasien mengaku nyeri
menjalar ke tungkai kiri bawah, namun tidak sehebat regio femur. Pasien mengaku tidak ada
luka robet ataupun lecet pada tungkai, namun merasa tungkai kiri terasa bengkak. Tidak ada
keluhan pada bagian tubuh lainnya. Perasaan baal (-). Demam(-), penurunan kesadaran sejak
kecelakaan (-), Pasien makan dan minum baik, BAK menggunakan kateter, BAB baik.
2. Objektif:
Keadaan umum
o Kesadaran: compos mentis
o Kesan sakit: Tampak sakit sedang
Vital Signs
o KU: Tampak sakit sedang
o Kesadaran: compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
o Tekanan darah:110/70 mmHg
o Frekuensi Nadi: 105 x/ menit, kuat
o Suhu: 36,8C
o Frekuensi Nafas: 24 x/ menit
o Saturasi O2: 93-95% (tanpa nasal kanul)
Status Gizi
o Berat badan: 75 kg
o Tinggi badan: 178 cm
o BMI: 23.67kg/m2 (normal)
Status Generalis
o Kepala: Dalam batas normal
o Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+ normal
o Mulut: Terdapat 5 jahitan pada bibir atas.
o THT: Faring tidak hiperemis, arkus faring simetris, tonsil T1-T1
o Leher: Tidak ada pembesaran KGB
o Jantung:
o I: Iktus Kordis tidak terlihat
o P: Ikturs kordis teraba pada ICS IV linea midklavikularis sinistra
o P: Kardiomegali (-)
o A: Bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur (-) gallop (-)
o Paru:
o I: Gerakan napas tampak simetris
o P: Gerakan napas teraba simetris, fremitus kanan = kiri
o P: Sonor pada kedua lapang paru,
o A: Bunyi napas vesikuler di kedua lapang paru, Rhonki (-) Wheezing(-)
o Abdomen:
o I: Bentuk datar, tidak terlihat scar
o P: Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak terdapat pembesaran
o P: Timpani pada seluruh lapang
o A: Bising usus positif normal
o Urogenital
o Terpasang kateter urine
o Extremnitas
o Extremnitas atas dextra dan sinistra:
Look: simetris, tidak tampak oedem, hematom, maupun deformitas,
kulit intak, tidak terdapat luka robek atau lecet, warna kulit sawo
matang, tidak tampak cyanosis.
Feel: Akral hangat, CRT<2 detik, teraba nadi a. radialis, tidak ada
nyeri tekan, tidak teraba krepitasi. Pemeriksaan sensorik +/+
Move: kekuatan motorik 5/5, tidak ada hambatan pada pergerakan
aktif/pasif.
o Extremnitas bawah dextra
Look: simetris, tidak tampak oedem, hematom, maupun deformitas,
kulit intak ,tampak luka lecet pada regio knee yang sudah mengering,
warna kulit sawo matang, tidak tampak cyanosis.
Feel: Akral hangat, CRT<2 detik, teraba nadi a. tibialis posterior, tidak
ada nyeri tekan, tidak teraba krepitasi. Pemeriksaan sensorik +/+
Move: kekuatan motorik 5/5, tidak ada hambatan pada pergerakan
aktif/pasif.
Status Lokalis
o Extremnitas bawah sinistra
o Look: Kulit intak, tidak terdapat robekan, maupun luka, tidak ada
cyanosis, tampak deformitas (+) tampak oedem (+) pada seluruh
tungkai sinistra terutama regio femur, tampak shortening (+)
dibandingkan tungkai dextra, terpasang skin traction 3 kg.
o Feel: Akral hangat, CRT<2 detik, teraba nadi a. dorsalis pedis, terdapat
nyeri tekan pada seluruh regio femur, Pemeriksaan sensorik +/+,
o Move: kekuatan motorik, pergerakan aktif dan pasif, dan krepitasi sulit
dinilai pada regio femur karena pasien nyeri. Jari-jari kaki dapat
digerakan.
Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium

20/02/17
Variable Hasil Nilai Normal
Hemoglobin (g/dL) 10.0 14-16
Eritrosit (juta/uL) 3.70 4.20-6.20
Hematokrit (%) 31.0 42.0-48.0
Jumlah Leukosit (/uL) 8.100 5.000-10.000
Jumlah Trombosit (/uL) 120.000 150.000-450.000

22/02/17
Variable Hasil Nilai Normal

Hemoglobin (g/dL) 9.4 14-16

Eritrosit (juta/uL) 3.39 4.20-6.20

Hematokrit (%) 28.0 42.0-48.0

Jumlah Leukosit (/uL) 9.200 5.000-10.000

Jumlah Trombosit (/uL) 151.000 150.000-450.000

Basofil (%) 0 0-1

Eosinofil (%) 1 1-3

NB (%) 1 2-6

NS (%) 79 50-70

Limfosit (%) 16 20-40

Monosit (%) 3 2-8

D-Dimer (ug/ml) 6.10 0-0.99

Na(mmol/L) 142 134-146

K(mmol/L) 4.15 3.4-4.5

Cl(mmol/L) 99 96-108
22/02/17

Analisa Gas Darah Hasil Nilai Normal

pH 7.466 mmHg 7.35-7.45

pCO2 31.6 mmHg 32-48 mmHg

pO2 38.5 mmHg 83-108 mmHg

HCO3 act 22.3 mmol/L 21-28 mmol/L

HCO3 std 23.3 mmol/L

Base excess (ecf) -1.5 mmol/L -2-3

SBE -1mmol/L 3-3

ctCO2 23.3 mmol/L 23-27

AnGap 25.7 mmol/L

O2Sat 78.5% 95-98%

O2CT 11 mmol/L

23/02/17
Variable Hasil Nilai Normal
Hemoglobin (g/dL) 10.5 14-16
Eritrosit (juta/uL) 3.82 4.20-6.20
Hematokrit (%) 31.0 42.0-48.0
Jumlah Leukosit (/uL) 10.100 5.000-10.000
Jumlah Trombosit (/uL) 213.000 150.000-450.000

25/02/17
Variable Hasil Nilai Normal
Hemoglobin (g/dL) 10.5 14-16
Eritrosit (juta/uL) 3.74 4.20-6.20
Hematokrit (%) 32.0 42.0-48.0
Jumlah Leukosit (/uL) 12.800 5.000-10.000
Jumlah Trombosit (/uL) 297.000 150.000-450.000
Rontgen Femur Sinista (18/02/17)

o Rontgen thorax (24/02/17)


2. Assessment :
Resume:
Anamnesis: Pasien laki-laki 18 tahun, datang dengan nyeri pada tungkai kiri sejak 2 hari
SMRS setelah kecelakaan mengendarai motor. Pasien sempat tidak sadarkan diri. Pasien
sempat diurut sebelum ke RS. Nyeri di tungkai kiri paling hebat dirasakan di regio femur,
tidak dapat digerakan karena nyeri hebat, nyeri terus menerus VAS 5, bila digerakan VAS
10. Baal (-) luka terbuka (-)
Pemeriksaan fisik: Tampak sakit sedang, compos mentis. Status lokalis tungkai sinista:
Oedem (+), Deformitas (+), Shortening (+), Nyeri tekan (+), Range of movement terbatas
nyeri (aktif maupun pasif)
Pemeriksaan Penunjang: Lab: Anemia, Lekositosis, Rontgen Femur sinistra: Fraktur
segmented shaft femur, Rontgen paru: Contusio pulmonum dextra

Diagnosis Kerja:
Fraktur Segmented Tertutup Shaft Femur Sinistra
dengan contusion pulmonum perbaikan
4. Plan Tatalaksana:
o Rencana terapi
Konsultasi ke dokter spesialis bedah Ortopedi direncanakan pemasangan
ORIF pada femur sinistra.
Konsultasi ke spesialis anestesi, jantung-paru, dan penyekit dalam untuk
acc operasi.
o Rencana medikamentosa Pre-Op:
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriaxon 2x1g
Inj Ketorolac 3x30 mg
Siapkan PRC 2 bag
BAB I

PENDAHULUAN

Tulang femur merupakan tulang tubular paling panjang, besar, dan berat dalam tubuh
manusia, dan salah satu tulang penyangga beban terpenting di extremnitas bawah. shaft
femur merupakan jenus fraktur yang sering ditemukan. Fraktur ini meliputi 5-10% dari
semua fraktur. Seringkali, fraktur shaft femur terjadi diakibatkan trauma energi tinggi dan
seringkali disertai cedera multipel yang dapat berakibat fatal. Peristiwa traumatis yang sering
terjadi meliputi kecelakaan lalu-lintas, jatuh, serangan, luka tembak, ataupun cedera
industrial.
Insidensi dari fraktur shaft femur adalah 1520 fraktur/100,000/tahun. Insidiensi ini
dekat dengan insidensi fraktur shaft humerus, namun hanya setengah dari insidensi fraktur
shaft tibia. Fraktur femur paling sering terjadi pada 1/3 tengah shaft. Usia rata-rata paling
sering terjadi fraktur shaft femur adalah 35 tahun. Lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita dengan rasio 1.5-2.5: 1.
Fraktur femur dapat ditatalaksana dengan traksi diikuti dengan case brace, dapat juga
dengan external fixation, ataupun open reduction dan internal fixation. Pilihan untuk internal
fixation meliputi intramedullary nailing, dan plate and screw fixation. Pemilihan untuk
tatalaksana fraktur shaft femur bergantung pada beberapa faktor seperti tipe dan lokasi
fraktur, derajat comminution, usia pasien, dan status sosial dan ekonomi. Pilihan dokter
bedah juga masuk pertimbangan. Operasi fiksasi dengan intramedullary nailing sering
dinyatakan sebagai procedure of choice untuk fraktur shaft femoral. Di sisi lain, fiksasi plate
dan screw juga sering digunakan sebagai alternatif untuk intramedullary nailing, namun
memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi.
Dalam tinjauan pustaka, penulis berharap dapat dengan baik menggali informasi
mengenai Fraktur Segmented Tertutup Shaft Femur Sinistra dari literatur literatur dalam
harapan memahami kasus lebih dalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur
2.1.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah adanya kerusakan dalam kontinuitas dari tulang. Bila kulit pada area
fraktur intak, dinamakan fraktur tertutup. Bila kulit area fraktur terbuka, dinamakan fraktur
terbuka, rentan terhadap kontaminasi dari infeksi. Fraktur dapat terjadi akibat dari (1)
cedera, (2) stress repetitif, (3) kelemahan tulang abnormal (patologis)
2.1.2 Mekanisme Fraktur
Fraktur kebanyakan disebabkan oleh trauma. Trauma tersebut dapat berupa trauma
direk ataupun indirek. Trauma direk akan menyebabkan fraktur pada daerah trauma, jaringan
lunak sekitar juga rusak. Pada trauma direk, tulang biasanya terbelah sevara transverse atau
bengkok pada fulcrum membentuk butterfly fragment. Dengan trauma indirek, tulang fraktur
jauh dari lokasi trauma. Seringkali twisting menyebabkan fraktur spiral, kompresi
menyebabkan fraktur oblique, pembengkokan menyebabkan fraktur dengan butterfly
fragment. Ketegangan menyebabkan tulang patah secara transverse.
Gambar: mekanisme cedera fraktur
2.1.3 Diagnosis Fraktur
2.1.3.1 History taking
Biasanya ada riwayat cedera, perlu untuk diketahui usia pasien serta
mekanisme cedera. Gejala yang sering menonjol adalah nyeri, hematom, dan
bengkak, yang terkadang sulit dibedakan dari cedera jaringan lunak. Adanya
deformitas lebih menunjukan adanya suatu fraktur.
Perlu ditanyakan gejala lain yang berhubungan dengan cedera seperti adanya
nyeri dan bengkak di tempat lain, baal atau kehilangan fungsi gerak, kulit pallor atau
sianosis, darah dalam urine, nyeri abdominal, sulit bernafas, atau kehilangan
kesadaran sementara.
2.1.3.2 Pemeriksaan Fisik
Perlu dilakukan pemeriksaan ABC untuk melihat adanya obstruksi saluran
nafas, masalah pernafasan, masalah sirkulasi, ataupun cedera spinal. Cedera pada
jaringan perlu untuk dinilai, krepitus atau pergerakan sebaiknta tidak dilakukan bila
pasien sangat nyeri. Diagnosis dengan x-ray lebih dapat dipercaya.
Look. Perhatikan adanya bengkak, hematom, deformitas, integritas kulit,
postur dari extremnitas distal dan warna kulit
Feel. Palpasi pelan untuk menemukan nyeri terlokalisasi, untuk cedera
impact tinggi selalu periksa pelvis dan spine. Perhatikan adanya abnormalitas
vaskular dan saraf.
Move. Tidak perlu dilakukan gerakan dan krepitus bila pasien dalam keadaan
sangat nyeri, sebaiknya langsung x-ray. Penting untuk meminta pasien
mencoba menggerakan sendi-sendi distal dari lokasi cedera.
2.1.3.3 Pemeriksaan X-Ray
Pemeriksaan x-ray harus dilakukan, dengan selalu harus menginga rule of twos
Two views: harus ada minimal 2 view x-ray (anteroposterior dan lateral)
Two joints: sendi diatas dan dibawah daerah cedar harus masuk dalam x-ray
Two limbs: x-ray extremintas yan tidak cedera perlu dilakukan untuk
membandingkan
Two injuries: trauma yang dashyat sering menimbulkan cedera pada lebih
dari satu tempat, sehingga pada fraktur calcaneum dan femur perlu
dillakukan x-ray pelvis dan spine
Two occasions: Terkadang fraktur sulit dilihat sesaat setelah trauma, x-ray
ulang satu sampai dua minggu kemudian dapat memperlihatkan lesi. Sering
ditemukan pada fraktur undisplaced distal klavikula, scaphoid, leher femur,
dan malleolus lateral, juga stress fratur dan physeal fraktur.
2.1.4 Deskripsi fraktur
Dalam pendeskripsian fraktur, perlu untuk dimasukan terminologi:
Terbuka atau tertutup
Tulang yang fraktur
Apakah meliputi permukaan sendi
Apa bentuk dari fraktur
Apakat fraktur stabil atau tidak stabil
Apakah fraktur high-energy atau low-energy
2.2 Anatomi Femur
Tulang femur merupakan tulang paling panjang dan berat dalam tubuh. Femur terdiri
dari shaft (badan), dan ujung proksimal serta distal. Sepanjang tulang femur terdapat cabang-
cabang dari a. Femoris profunda yaitu a. femoris circumflex lateral, a. Femoris circumflex
medial, dan a, perforata. 2
Gambar: Anatomi Femur
2.3 Fraktur Segmented Tertutup Shaft Femur Sinistra
Shaft femur dikelilingi dengan otot-otot besar, yang memberikan kelebihan dan
kekurangan. Reduksi menjadi lebih sulit karena kontraksi otot men-displace fraktur,
namun potensi sembuh meningkat karena adanya vaskularisasi yang baik.
2.3.1 Mekanisme cedera
Fraktur femur biasa terjadi pada dewasa muda dengan cedera energy tinggi. Fraktur
diafisis pada lansia biasanya merupakan fraktur patologis. Fraktur spiral terjadi karena
jaruh dimana kaki tertahan dan suatu twisting force menekan femur. Fraktur oblik dan
transverse sering karena adanya angulasi atau trauma direk maka sering terjadi pada
kecelakaan lalu-lintas, Dengan trauma yang sangat hebat (kombinasi direk dan indirek)
fraktur dapat menjadi comminuted dan mungkin fraktur pada lebih dari satu lokasi
(fraktur segmented).
2.3.2 Anatomi Patologis
Kebanyakan fraktur shaft femur memiliki derajat comminution, walaupun tidak
selalu tampak pada x-ray. Fragmen tulang kecil ataupun satu butterfly fragment besar
dan terpisah dari garis fraktur namun biasanya tetap terhubung dengan jaringan lunak
dan mempertahankan suplai darah. Dengan comminution yang lebih ekstensif, tidak ada
kontak antara fragmen distal dan proksimal, dan fraktur tidak stabil.
Jaringan lunak selalu cedera dan dapat mengalami pendarahan dari a. perforate
cabang dari a. femoris profunda. 1 L darah dapat hilang, dan pasien dapat dengan cepat
menjadi hipotensi bila tidak diresusitasi dengan cepat. Fraktur pada perbatasan mid-shaft
dan distal 1/3 shaft dapat merusak a. femoris dalam adductor canal.
Basis dari klasifikasi (Winquist, Hanses et al. 1984) menunjukan bahwa
displacement fraktur biasanya mengikuti otot yang menarik fragmen masing-masing.
a. Fraktur shaft proksimal akan dalam posisi fleksi, abduksi, dan rotasi eksternal
karena tarikan m. gluteus medius dan m. iliopsoas, fragmen distal biasanya
adduksi,
b. Pada fraktur mid-shaft, fragmen proksimal akan fleksi dan rotasi eksternal namun
abduksi tidak terlah banyak.
c. Pada fraktur distal 1/3, fragmen proksimal akan adduksi dan fragmen distal
miring karena tarikan m. gastrocnemius, terkadang a. popliteal dapat rusak.
Gambar: Anatomi Patologis Fraktur Shaft Femur

2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang digunakan untuk fraktur shaft femur adalah klasifikasi Winquist.

Tipe 0 Tidak ada communition


Tipe 1 Fraktur dengan comminution minimal, dimana ada bagian kecil tulang
yang lepas, namun tidak mempengaruhi stabilitas fraktur.
Tipe 2 Fraktur dengan buttefrly fragment <50% lebar tulang, masih ada 50%
cortical contact antara fragmen
Tipe 3 Butterfly fragment >50% dari lebar tulang, masih ada <50% kontak
cortical
Tipe 4 Fraktur segmental tanpa adanya kontak antara fragmen distal ataupun
proksimal
Gambar: Klasifikasi Winquist

2.3.4 Manifestasi Klinis


Didapatkan pembengkakan dan deformitas pada tungkai, didapatkan nyeri sangat
hebat pada pergerakan aktif maupun pasif. Trauma yang hebat biasanya menyebabkan
cedera pada daerah tubuh lainnya. Penting untuk menilai bila ada masalah neurovascular,
fraktur pelvis, ataupun fraktur lainnya.
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Fraktur Femur
Dengan pemeriksaan x-ray dapat dengan jelas menunjukan fraktur femur, x-ray
terhadap hip dan knee juga perlu dilakukan.
2.3.6 Tatalaksana Emergensi
Traksi dengan splint merupakan first aid pada pasien dengan fraktur femoral shaft.
Sebaiknya dipasangkan pada tempat kejadian sebelum pasien dipindah. Thomas splint
merupakan splint yang paling ideal. Splint ini akan menstabilisasi untuk mengontrol
nyeri, meringankan perdarahan, dan mempermudah pemindahan. Tanda-tanda shock
langsung ditatalaksana, volume darah dipertahankan.
Gambar: Thomas Splint

2.3.7 Tatalaksana Definitif


1. Traksi
Untuk tatalaksana shaft fraktur femur dapat dilakukan traksi, pemasangan
brace, dan spica cast. Traksi dapat mereduksi dan mempertahankan kebanyak
fraktur kecuali yang terletak pada 1/3 proximal femur. Mobilitas sendi dapat
kembali dengan latihan aktif. Dengan cara ini, ada kekurangan yaitu pasien harus
berbaring 10-14 minggu dan sulit mempertahankan posisi femur agar posisi tetap
lurus, ini bisa dibantu dengan pemasangan spica cast pada fraktur 1/3 distal
femur. Indikasi untuk traksi adalah (1) pada anak-anak, (2) kontraindikasi
terhadap anestesi, (3) tidak adanya fasilitas fiksasi internal. Sebaiknya tidak
dilakukan unuk pasien lansia, fraktur patologis, dan pada pasien dengan cedera
multipel.
Tipe-tipe traksi berbeda berdasarkan usia. Untuk bayi sebaiknya dipasang
gallows traction, anak-anak sebaiknya dilakukan skin traction tanpa splint, anak
lebih besar dipasang russells traction. Union pada fraktur akan mulai pada
minggu 2-4, dimana hip spica dapat dipasangkan dan anak dibolehkan untuk
berdiri. Konsolidasi akan selesai 6-12 minggu.
Gambar: Gallows traction pada bayi Gambar: Russells Traction pada anak

Pada dewasa dibuuhkan skeletal traction melalui pin atau kawat Kirschner
dibelakang tuberkel tibia. Traksi 8-10 kg digunakan. Latihan pergerakan
dilakukan secepat mungkin. Bila fraktur sudah mulai lengket (sekitar 8 minggu),
traksi dapat dihentikan dan pasien dibolehkan berdiri dengan partial
weighbearing dalam cast atau brace. Pada fraktur 1/2 proximal shaft femur,
plaster spica paling aman namun akan memperpanjang kekakuan lutut. Untuk
fraktur distal shaft femur, cast-bracing lebih baik. Proteksi ini diperlukan
sampai fraktur konsolidasi (16-24 minggu).
Gambar: Skeletal traction
2. Plate and screw fixation
Teknik ini dinamakan minimally invasive plate osteosynthesis (MIPO).
Plating merupakan cara yang cukup mudah untuk mendapatkan reduksi akurat
dan fiksasi yang kuat. Namun, post operative weight bearing harus dimodifikasi
karena implan tidak sekuat intramedullary nail. Indikasi untuk plate adalah (1)
fraktur pada shaft distal atau proximal, terutama yang mencapai area
supracondylar atau pretrochanteric, (2) fraktur pada anak yang masih dalam fase
pertumbuhan, (3) fraktur dengan cedera vaskuler yang memerlukan repair.
3. Intramedullary Nailing
Teknik ini merupakan technique of choice (teknik pilihan) pada kebanyakan
fraktur shaft femur. Intramedullary nail tersebut dimasukan secara transverse
pada ujung distal dan proximal, dan dapat dikontrol rotasi, panjang, dan stabilitas
juga pada fraktur subtrochanteric dan 1/3 distal shaft femur. Fraktur biasanya
pulih total dalam 20 minggu, dan kemungkinan komplikasi rendah, terkadang
malunion atau delayed union dapat terjadi.

Gambar: Plate and screw vs. Intramedullary nail


4. External Fixation
Indikasi untuk fiksasi external adalah (1) fraktur terbuka yang parah (2)
pasien dengan cedera multiple yang harus dilakukan operasi singkat (3)bila ada
bone loss (4) adolescents
. Keuntungannya adalah, saat callus meningkat, fiksator dapat disesuaikan
untuk meningkatkan transfer stress pada area fraktur untuk promosi konsolidasi
lebih cepat. Pasien diperbolehkan berdiri bila sudah nyaman dengan latihan lutut,
partial weighbearing dapat langsung atau sampe 6 minggu tergantung jumlah
callus yang terlihat di x-ray. Kebanyakan fraktur fmur akan union dalam 5 bulan.
Gambar: External Fixation

2.3.8 Komplikasi
Komplikasi dini

Shok: 1-2 liter darah dapat hilang pada fraktur tertutup, kebanyakan pasien
akan memerlukan transfuse.
Emboli lemak dan ARDS: Fraktur pada kavitas beriri sum-sum tulang akan
menimbulkan emboli-emboli lemak yang terbawa ke paru-paru. Seringkali
ini akan diakomodasi tanpa konsekuensi serius, namun terkadang akan
menimbulkan distress nafas progresif dan gagal organ multiple (adult
respiratory distress syndrome). Analisa gas darah sebaiknya dilakukan bila
ada tanda-tanda seperti sesak nafas, restlessness, peningkatan suhu atau nadi,
juga lakukan pemersiksaan pendarahan petekiae pada tubuh, aksila, atau
konjungtiva. Terapi adalah supportif, dengan mencegah hipoksia dan
mempertahankan volume darah.
Thromboemboli: Traksi terlalu lama dalam posisi berbaring akan menjadi
predisposisi menjadi thrombosis. Pergerakan dan latihan penting untuk
mencegah hal ini. Pada pasien dengan resiko tinggi sebaiknya diberikan
antikoagulan profilaksis.
Infeksi: Pada cedera terbuka, dan mengikuti fiksasi internal, selalu ada resiko
infeksi. Antibiotik profilaksis menurunkan insidensi dibawah 2%. Bila tulang
terinfeksi, pasien diterapi sebagai osteomyelitis akut. Antibiotik sebaiknya
diberikan sampai fraktur union, kemudian femoral nail dapat diangkat dank
anal dibersihkan. Namun bila didapatkan pus dan sekuestrum, harus dibuka
dan dibersihkan, serta membuang seluruh jaringan yang terinfeksi beserta
dengan nail.
Komplikasi lanjut
Delayed union dan non-union. Bila dalam 6 bulan tidak ada progresi,
sebaiknya intervensi dilakukan. Seringkali dilakukan pengangkatan screw
dari intermedullary nail, atau dengan mengubah nail yang tertanam dengan
nail yang lebih besar. Bone graft dapat dilaukan pada lokasi fraktur bila tidak
gap tidak tertutup.
Malunion. Seringkali fraktur yang dilakukan traksi dan bracing akan
menimbulkan deformitas, normal adalah dibawah 15 derajat. Malunion jarang
terjadi pada nail yang statis.
Gambar: Contoh malunion pada femur
Kekakuan sendi. Lutut seringkali dipengaruhi setelah fraktur shaft femur.
Sendi juga dapat cedera. Penting untuk dilakukam evaluasi berkala dan
fisioterapi dini.
Refracture dan implant failure. Pada fiksasi internal, seringkali formasi callus
pelan. Dengan delayed union dan non-union, integritas femur sangat
tergantung pada implant dan akan mengalami kegagalan. Bila suatu fraktur
comminuted dipasang plate, bone graft sebaiknya ditambahkan dan
weighbearing ditunda untuk proteksi agar plate tidak patah. Intramedullary
nail lebih jarang patah. Bila terjadi patah pada intramedullary nail, biasanya
terjadi patah dekat dengan screw yang paling dekat dengan fraktur.
Daftar Pustaka

1. Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam, and A. Graham Apley.

Apley's System of Orthopaedics and Fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold,

2010. Print.

2. Anwar, Rahij, Kenneth W. R. Tuson, and Shah Alam Khan. Classification and

Diagnosis in Orthopaedic Trauma. Cambridge: Cambridge UP, 2008. Print.

3. Moore, Keith L., A. M. R. Agur, and Arthur F. Dalley. Essential Clinical

Anatomy. Philadelphia: Walters Kluwer Health, 2015. Print.

4. EM, Dim, and Ugwoegbulem OA. "Adult Traumatic Femoral Shaft Fractures: A

Review of the Literature." Ibom Medical Journal 5.1 (2012): n. pag. Print.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal :

Nama peserta : dr. Casey Claire Tjahaja

Dengan judul/topik : Fraktur Segmented Tertutup Shaft Femur Sinistra

Nama Pembimbing : dr. Tjahja Nurrobi, Sp.OT

Nama Pendamping : dr. Irma Ferial

Nama Wahana : RSAL DR Mintohardjo

No Nama Peserta Presentasi No Tanda Tangan

1 dr. Casey Claire Tjahaja (Presentan) 1

2 dr. Andhika Dwianto (Peserta) 2

3 dr. Azka Nadhilah (Peserta) 3

4 dr. Clara Verlina (Peserta) 4

5 dr. Shafa Madhy (Peserta) 5

6 dr. Shinta Putrandwika (Peserta) 6

7 dr. William Wijaya (Peserta) 7

Anda mungkin juga menyukai