Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PORTOFOLIO

FRAKTUR TERTUTUP OBLIQUE


INCOMPLETE MEDIAL
OS HUMERI DEXTRA

Disusun Oleh:

dr. Rani

Pebimbing:
dr. Agnes Maria Tanri

RSAL Dr. Mintohardjo

Periode Juni 2018– Oktober 2018


BERITA ACARA

Portofolio ini telah disetujui untuk memperlengkap Program Internsip Dokter Indonesia.

Jakarta, Juli 2018


Dokter Pendamping

(dr. Agnes Maria Tanri)


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan portofolio yang berjudul “Fraktur
Tertutup Oblique Incomplete Medial Humeri Dextra”. Portofolio ini diajukan dalam rangka
memenuhi salah satu persyaratan untuk menempuh tercapainya Program Internsip Dokter Indonesia.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam penulisan
portofolio ini.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama:
1. dr. Wiweka, MARS, selaku Kepala Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
2. dr. Eko Budi, Sp.An ,selaku Wakamed Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
3. dr. Robby Hilman, Sp. M, selaku Wakabin Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
4. dr. Agnes Maria Tanri, selaku dokter pendamping wahana Rumah Sakit Angkatan Laut dr.
Mintohardjo.
5. Seluruh teman-teman medis dan paramedis Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Angkatan Laut
dr. Mintohardjo yang telah memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan portofolio ini.
6. Kepada seluruh sahabat-sahabat internsip saya yang memberikan semangat dan inspirasi
dalam pembuatan portofolio ini

Kritik dan saran penulis harapkan guna memperoleh hasil yang lebih baik dalam
menyempurnakan portofolio ini. Semoga portofolio ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juli 2018

Penulis
KASUS PORTFOLIO

Nama Peserta: dr. Rani


Nama Wahana: RSAL Dr. Mintohardjo
Topik: Fraktur Tertutup Oblique Incomplete Medial Humeri Dextra
Tanggal (Kasus): 16 Juli 2018
Nama Pasien: Tn. A No RM: 213293
Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: dr. Agnes Maria Tanri
Tempat Presentasi: RSAL Dr. Mintohardjo
Obyektif Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Deskripsi: Ny B., Perempuani, 53 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri hebat, tangan kanan tidak dapat
digerakkan, setelah terjatuh di kamar mandi dengan tangan kanan membentur dinding bak air.
 Tujuan: Mengetahui diagnosis dan tatalaksana fraktur terbuka shaft femur sinistra
Bahan Bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara Membahas:  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos
Data Pasien Nama: Ny B No Registrasi: 151533
Nama RS: RSAL Dr. Mintohardjo Telepon: Terdaftar Sejak:
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Gambaran Klinis
Ny B., Perempuani, 53 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri hebat, tangan kanan tidak dapat
digerakkan, setelah terjatuh di kamar mandi dengan tangan kanan membentur dinding bak air.
2. Riwayat Pengobatan
 Sebelumnya pasien tidak pernah berobat ke fasilitas kesehatan manapun.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
 Disangkal
4. Riwayat Keluarga
• Disangkal
5. Lain-lain: -
Daftar Pustaka
1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal 380-395.
2. Hermansyah, MD; Fraktur Shaft Humerus (.ppt) (online) 2009. (http://www.google.com//fraktur-
shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.) diakses tanggal 19 Juli 2018.
3. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery Volume Two:
Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
4. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit Laboratorium
Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Surabaya
5. Anonymous. Fraktur Patah Tulang (online). 2009.
(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label, diakses tanggal 19 Juli 2018).
6. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC : Jakarta .
7. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika: Jakarta.
8. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI : Jakarta
9. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic; In:
Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New York
10. Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica :Yogyakarta p. 1028-1030
11. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In: Clinical
Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford University; p 169-170
12. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of Emergency Radiology
(e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.
Hasil Pembelajaran
1. Penegakan diagnosis patah tulang tertutup.
2. Penatalaksanaan pada patah tulang tertutup.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portfolio
1. Subjektif:
Ny B., Perempuan, 53 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri hebat, tangan kanan tidak dapat
digerakkan, setelah terjatuh di kamar mandi dengan tangan kanan membentur dinding bak air. Keluhan
tidak sadarkan diri tidak ada , muntah tidak ada.

2. Objektif:
Primary Survey
A (Airway) : Clear, Stridor (-), Gargling (-)
B (Breathing) : Spontan, RR 30x/menit, pergerakan dada simetris kanan=kiri
C (Circulation): Nadi 97x/menit, reguler, isian cukup, akral hangat, capillary refill time <2
detik, akral hangat, tekanan darah 130/80 mmHg.
D (Disability) : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+.
E (Exposure) : diberikan selimut untuk mencegah hipotermi.
Secondary Survey
Keadaan umum
o Kesadaran: compos mentis
o Kesan sakit: Tampak sakit berat
Vital Signs
o KU: Tampak sakit berat
o Kesadaran: compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
o Tekanan darah:130/80 mmHg
o Frekuensi Nadi: 97 x/ menit, kuat
o Suhu: 36,5ºC
o Frekuensi Nafas: 24 x/ menit
o Saturasi O2: 98%
Status Generalis
o Kepala: Dalam batas normal
o Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+ normal
o Mulut: Bibir tidak anemis, mulut dalam batas normal
o THT: Faring tidak hiperemis, arkus faring simetris, tonsil T1-T1
o Leher: Tidak ada pembesaran KGB
o Jantung:
o I: Iktus Kordis tidak terlihat
o P: Ikturs kordis teraba pada ICS IV linea midklavikularis sinistra
o P: Kardiomegali (-)
o A: Bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur (-) gallop (-)
o Paru:
o I: Gerakan napas tampak simetris
o P: Gerakan napas teraba simetris, fremitus kanan = kiri
o P: Sonor pada kedua lapang paru,
o A: Bunyi napas vesikuler di kedua lapang paru, Rhonki (-) Wheezing(-)
o Abdomen:
o I: Bentuk datar, tidak terlihat scar
o P: Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak terdapat pembesaran
o P: Timpani pada seluruh lapang
o A: Bising usus positif normal
o Urogenital
o Terpasang kateter urine
o Extremnitas
Status Lokalis : Regio humerus Dextra
o Look : tampak luka terbuka dengan ukuran 6x1 cm dengan tampak terlihat tulang
dari celah luka, deformitas (+), hematome (+), odeme (+)
o Feel : teraba hangat(+), nyeri tekan (+), sensibilitas baik, pulsasi a. Dorsalis pedis
(+), akral hangat(+), krepitasi (+), CRT <2”
o Move : ROM aktif dan pasif terbatas, false movement (+)
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Humerus Dextra

2. Assessment :
Resume:
Anamnesis: Ny B., Perempuan, 53 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri hebat, tangan
kanan tidak dapat digerakkan, setelah terjatuh di kamar mandi dengan tangan kanan membentur dinding
bak air. Keluhan tidak sadarkan diri tidak ada , muntah tidak ada.
Pemeriksaan fisik : Tampak sakit sedang, compos mentis. Status lokalis tangan kanan :
deformitas (-), hematome (-), odeme (-), teraba hangat(-), nyeri tekan (+), sensibilitas baik,
pulsasi a. radialis (+), akral hangat(+), krepitasi (-), CRT <2”, ROM aktif dan pasif terbatas,
false movement (+).
Diagnosis Kerja:
Fraktur Terbuka Tibia Fibula Sinistra 1/3 Distal Grade IIIA
4. Rencana Tatalaksana:
o Rencana terapi
 Rencana operasi debridement dan open reduction interna fixation.
 Konsultasi ke spesialis anestesi, jantung-paru, dan penyakit dalam untuk
acc operasi.
o Rencana medikamentosa Pre-Op:
o Pasien menolak di Rawat dan Pulang atas permintaan sendiri
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan
tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental,
komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang
mengelilingi (terbuka atau compound dan tertutup). 1
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden terjadinya fraktur
shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian fraktur.2 Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada
sepertiga proksimal, tengah dan distal humerus.1,3
Fraktur korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus sering mengalami fraktur
pada waktu persalinan sulit, atau cedera non-accidental. Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat
dengan pembentukan kalus massif dan tidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur pada
humerus tidak umum terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat dirawat dengan cara yang
sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik, maka tidak akan menimbulkan masalah.3
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur korpus humerus adalah cedera nervus radialis. 1-10
Biasanya hanya memar (neuropraksia) yang sembuh sempurna secara spontan dalam waktu dua
sampai empat minggu. Tetapi kadang-kadang terjadi kerusakan yang permanen.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi
atas :1
1. Fraktur Collum Humerus
2. Fraktur Batang Humerus
3. Fraktur Suprakondiler Humerus
4. Fraktur Interkondiler Humerus

B. ANATOMI
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang dan terletak
pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan dengan radius ulna di distal.
Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.4
Proksimal humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh tulang
rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang
merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput
humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum. 4
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum minor.
Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris.
Tuberculum minor mengarah ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di
antara kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang
rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis. 4
Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan shaft humeri
dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan
facies anterior medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah
distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior
lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah distal
makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis. 4
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas deltoidea. Di
posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior humeri didapatkan sulcus nervi radialis
(sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat
margo medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke distal. 4
Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo medialis yang
melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir sebagai epicondilus medialis.
Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir
sebagai epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis
serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris. 4
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk artikulasi
dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang sedikit serong terhadap sumbu
panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral.
Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai
permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan anterior
maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat tipis.
Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan posterior disebut fossa olecrani. 4
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan setengah
bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di
permukaan anterior capitulum humeri didapatkan fossa radialis. 4

Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi mm. biceps
brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi
mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon
insersio mm. supraspinatus dan infraspinatus 4
M. Latissimus Dorsi
Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale dibentuk oleh m.
latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk plica axillaris posterior, serta ikut
membentuk dinding posterior fossa axillaris. Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae
thoracales VII – sacrales V dan crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot
ini berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri. 4
M. Deltoideus
Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan permukaan superior
sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan superior acromion, serta tepi inferior spina
scapulae. Insersi pada tuberositas deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini
berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi
humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri. 4
M. Supraspinatus
Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya di tuberculum
majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk abduksi
artikulasi humeri. Otot ini bersama mm. infraspinatus, teres minor et subscapularis membentuk rotator
cuff, yang berfungsi mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik
oleh m. deltoideus menuju acromion. 4
M. Infraspinatus
Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini. Origonya di dua
pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior spina scapulae. Tendo insersinya
juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri dan berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini
diinervasi oleh n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian
superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri. 4
M. Subscapularis
Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa subscapularis. Tendo
insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula artikulasi humeri serta tuberculum minor
humeri. Otot ini diinervasi oleh n. subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri.
4

M. Teres Minor
Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini berorigo pada tepi lateral
fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula melekat pada capsula articularis humeri, kemudian
melekat pada tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
eksorotasi artikulasi humeri. 4
M. Teres Mayor
Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior. Berinsersi di labium medial
sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini
berasal dari n. subscapularis. Bersama m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi.
4

M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum et brevis. Caput
brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus coracoideus. Sedang caput longum
berorigo di tuberositas supraglenoidalis. Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo
origonya di fiksasi oleh ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii.
Sebagian tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.
Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti, sedangkan caput
brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris. 4
M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n. musculocutaneus dan
insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri.
4

M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral humeri dan insersi
pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk
fleksi artikulasi cubiti. 4
M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan tersusun dalam dua
lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan superficial, sedang caput medial menempati
lapisan profundus. Caput longumnya berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya
ke inferior, caput ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral
et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di facies posterior humeri
di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di inferiornya. Insersinya di bagian posterior
permukaan superior olecranon, fascia antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini
berasal dari n. radialis.
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi artikulasi humeri,
sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi cubiti. 4

Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan ulnaris
N. Axillaris (C5-C6)
Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m. subscapularis
memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian berjalan ke posterior bersama a.
circumflexa humeri posterior melewati hiatus axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di
inferior dari tepi inferior m. teres minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial
collum chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk
menginervasi kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke anterior sekeliling sisi
lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m. deltoideus. 4
N. Musculocutaneus (C5-C7)
Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M. coracobrachialis ditembus oleh
saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otot-otot fleksor regio brachii (mm. biceps brachii et
brachialis), kulit sisi lateral regio antebrachii dan arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di
lateral dari m. biceps brachii sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.4
N. Medianus (C5-T1)
Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan radiks lateralisnya yang
merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis dan radiks medialis, yang merupakan cabang
fasciculus medialis plexus brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu
a. brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari arteri ini di
dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di permukaan anterior m. brachialis
menuju fossa cubiti. 4
N. Radialis (C5-T1)
Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior dari a. axillaris dan
di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit di sisi posterior regio brachii,
antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa
artikulasi di regio manus.4
N. Ulnaris (C7-T1)
Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar dengan n.
medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi a. brachialis dan n. medianus
untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum intermusculare medial bersama a. collateralis
ulnaris proksimal menuju sisi medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus
medialis humeri. 4

Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut:


Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior m. teres mayor.
Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir sebagai dua cabang terminal, yaitu aa.
Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang berada di regio ini adalah aa. Profunda brachii,
collaterales ulnares proksimal et distalis. 4
Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini lateral regio brachii
arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a. collateralis radialis, yang berjalan ke
anterior bersama n. radialis dan a. collateralis media, yang menuju sisi posterior epicondylus lateralis
humeri. 4
Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii dan berjalan
bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis humeri. 4
Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi cubiti dan berjalan
di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya menuju sisi anterior dan posterior
4
epicondylus medialis humeri. Vena brachialis mengikuti arterinya dan kira-kira di dua pertiga
proksimal regio ini v. basilica berjalan superficial terhadap a. brachialis. 4
Gambar 3.. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus. (c) Humerus dengan tiga saraf utama yaitu n. axillaris, n. radialis and
n. ulnaris.11

Gambar 4. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot berhubungan dengan pergerakan humerus.11-12

C. ETIOLOGI
Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.5
Penyebab Fraktur adalah :5
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun fraktur spiral
sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas otot-otot yang kuat seperti
melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot, seperti otot-otot rotator cuff, deltoideus,
pectoralis mayor, teres mayor, latissimus dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps akan
mempengaruhi posisi fragmen patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi
maupun rotasi. Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari periostum
diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu akibat patah tulang humerus
bagian tengah.9

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:
1. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan (fatigue fracture), dan kepadatan
atau kekerasan tulang.
2. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan
arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya:


 Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus
 Bending: fraktur transversa shaft humerus
 Torsional: fraktur spiral shaft humerus
 Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen ”butterfly”.7,9

E. KLASIFIKASI
Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma Association
(OTA);9,12
 Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)
 A1: spiral
 A2: oblik (>30°)
 A3: transversa (<30°)
 Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)
 B1: spiral wedge
 B2: bending wedge
 B3: fragmented wedge
 Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
 C1: Spiral
 C2: Segmental
 C3: Ireguler (significant comminution)
Gambar 5. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga tengah, dan .3 pada sepertiga
distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa.12

Gambar 6. Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge fracture), B2 = bending wedge fracture, A3 =
fragmented wedge fracture.12
Gambar 7. Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, C3 = fraktur ireguler.12

Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi;


1. Fraktur sepertiga proksimal humerus
Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis mayor diklasifikasikan
sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi pectoralis mayor menyebabkan fragmen
proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial.
Fraktur antara insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir
distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen.2,9,12
2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus
Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus,
pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi.2,9,12

Gambar 8. Lokasi fraktur dan arah pergeseran fragmen. (dari kiri ke kanan) Fraktur diatas insersi pectoralis mayor,
fraktur antara insersi pectoralis mayor dan deltoid, fraktur di bawah insersi deltoid. 12
Secara ringkas dapat penjelasan posisi fragmen fraktur dapat dilihat pada table 2.1 berikut:9
Tabel 8. Tabel posisi fragmen fraktur.9
Lokasi fraktur Fragmen proksimal Fragmen distal
Diatas insersi Abduksi, eksorotasi oleh Medial, proksimal oleh
pectoralis mayor rotator cuff deltoideus dan pectoralis
mayor
Antara pectoralis Medial oleh pectoralis, teres Lateral, proksimal oleh
mayor dan tuberositas mayor dan latissimus dorsi deltoideus
deltoideus
Distal tuberositas Abduksi oleh deltoideus Medial, proksimal oleh
deltoideus biceps dan triceps brachii
F. GAMBARAN KLINIS
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.1-12
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
obat.1-12
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.1-12
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.1-12
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.1-12
6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan arteri brakialis. Saat
pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari
tangan.1-12

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.7
 Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur (transversa, spiral
atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan
lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus
kontralateral dapat membantu pada perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur
patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada
kasus dengan kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.9
H. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani secara tertutup
karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta rotasi fragmen patah tulang.
Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik.
Hanya pada patah tulang terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi
interna.6,7,9
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada lengan dengan cast
biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah. Hanging cast dipakai dari bahu hingga
pergelangan tangan dengan siku fleksi 90° dan bagian lengan bawah digantung dengan sling
disekitar leher pasien. Cast (pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut
pendek (short cast) dari bahu hingga siku atau functional polypropylene brace selama ± 6
minggu.6,7,9

Gambar 9. Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif. 7

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan pendulum pada
bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda hingga fraktur mengalami
union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6 minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu.
Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami
konsolidasi.7,9
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus dirawat lama.
Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan operasi dan pemasangan fiksasi
interna yang kokoh. 7,9
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
 Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus dengan
pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur transversa dan
oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan
dan komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan atau setengah
diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti
dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan
mengalami union.9
 Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki stabilitas
yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging arm cast. Lengan
bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut
fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek
dan transversa yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian
coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint
seringkali diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 9
 Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat ditoleransi
dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini diindikasikan untuk
pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak
membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu
pasca trauma. 9
 Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan eksorotasi
ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast, berat cast dan
bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas. 9
 Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan aligment
fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace biasanya
dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau
coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi cedera
massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan ketidakmampuan untuk
mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang
lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline). 9

2. Tindakan operatif
Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan dan
frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang cukup dianggap
menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat komplikasi setelah internal fiksasi
pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur humerus mengalami union tanpa tindakan
operatif.7,9
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan,
diantaranya:
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (antebrachii) dan humerus
tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union7,9
Fiksasi dapat berhasil dengan;
1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan tambahan
bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar bagaimanapun, ini membutuhkan
diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur
humerus dengan kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur
humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan
perawatan yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-union.7,9
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana penempatan
plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada tulang osteopenic, serta
pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid
interlocking nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk)
fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki kerugian, yaitu
menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi,
atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami union, penggantian nailing dan bone
grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator. 7,9
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah tersebut,
tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman dalam mengontrol
rotasi dari sisi yang fraktur. 7,9
External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan fraktur
segmental energy tinggi. External fixation ini juga prosedur penyelamatan yang paling berguna
6
setelah intermedullary nailing gagal. Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-
union infeksi, defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan
cedera jaringan lunak yang luas. 7,9
I. KOMPLIKASI
 Komplikasi Awal
 Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri brakhialis
harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan
kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.7,9
 Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor metacarpophalangeal)
dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan
distal tulang humerus. Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi
tidak diperlukan operasi segera.7-9
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan dari pergerakan
pasif putaran penuh hingga mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf
pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi.
Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali
dengan baik dengan pemindahan tendon.7-9
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah dilakukan
manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah mengalami robekan dan
dibutuhkan operasi eksplorasi.7,9
 Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak mencegah
fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang
meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak disekitar
fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil
sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary nail sudah
terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas

 Komplikasi Lanjut
 Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menyambung
kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan (penggunaan hanging cast jangan
terlalu berat). Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah,
sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa
operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-union
dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi
tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan
non-union.7-9
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi rigid dapat
dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.9
 Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih awal,
namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan) dapat membatasi
pergerakan bahu untuk beberapa minggu.7
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada anak-anak di bawah
3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu difikirkan. Fraktur dirawat dengan
bandage sederhana pada lengan hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih
tua memerlukan plaster splint pendek.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal 380-395.
2. Hermansyah, MD; Fraktur Shaft Humerus (.ppt) (online) 2009. (http://www.google.com//fraktur-
shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.) diakses tanggal 19 Juli 2018.
3. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery Volume Two:
Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
4. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit Laboratorium
Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Surabaya
5. Anonymous. Fraktur Patah Tulang (online). 2009.
(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label, diakses tanggal 19 Juli 2018).
6. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC : Jakarta .
7. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika: Jakarta.
8. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI : Jakarta
9. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic; In:
Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New York
10. Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica :Yogyakarta p. 1028-
1030
11. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In: Clinical
Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford University; p 169-170
12. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of Emergency Radiology (e-
book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.

Anda mungkin juga menyukai