( MPKP )
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan
Dosen pembimbing : ERNAWATI,S.Kp,M.Kep
Disusun Oleh :
Tingkat : IV /VIII
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya
makalah ini. Makalah yang masih perlu dikembangkan lebih jauh ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
MANEJEMEN KEPERAWATAN pada prodi Serjana Terapan keperawatan di Poltekkes
Kemenkes Jambi.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ibu selaku dosen pengampu mata kuliah
manejemen keperawatan.saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan,
oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun terutama dari
pembimbing dan teman-teman.
Penulis
COVER .....................................................................................................................................................
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................................
2.14 MPKP (model keperawatan tim) diubah menjadi SP2KP (model keperawatan profesional).......
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan profesionalisme keperawatan di Indonesia dimulai sejak diterima dan
diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Lokakarya Nasional Keperawatan (1983).
Sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional,
Departemen Kesehatan dan organisasi profesi, diantaranya adalah dengan membuka
pendidikan pada tingkat sarjana, mengembangkan Kurikulum Diploma III keperawatan,
mengadakan pelatihan bagi tenaga keperawatan, serta mengembangkan standar praktik
keperawatan. Upaya penting lainnya adalah dibentuknya Direktorat Keperawatan di
Departemen Kesehatan di Indonesia. Semua upaya tersebut bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme keperawatan agar mutu asuhan keperawatan dapat
ditingkatkan. (Sitorus, 2006).
Walaupun sudah banyak hal positif yang telah dicapai di bidang pendidikan
keperawatan, tetapi gambaran pengelolaan layanan keperawatan belum memuaskan.
Layanan keperawatan masih sering mendapat keluhan masyarakat, terutama tentang sikap
dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien atau
keluarga. (Sitorus, 2006).
Layanan keperawatan yang ada di Rumah Sakit masih bersifat okupasi. Artinya,
tindakan keperawatan yang dilakukan hanya pada pelaksanaan prosedur, pelaksanaan
tugas berdasarkan instruksi dokter. Pelaksanaan tugas tidak didasarkan pada tanggung
jawab moral serta tidak adanya analisis dan sintesis yang mandiri tentang asuhan
keperawatan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan restrakturing, reengineering,
dan redesigning system pemberian asuhan keperawatan melalui pengembangan Model
Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) yang diperbaharui dengan SP2KP. (Sitorus,
2006).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari MPKP
2. Untuk mengetahui tujuan dari MPKP
3. Untuk mengetahui macam-macam metode penugasan MPKP dalam keperawatan
4. Untuk mengetahui komponen dari MPKP
5. Untuk mengetahui karakteristik MPKP
6. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam MPKP
7. Untuk mengetahui tingkatan MPKP
8. Untuk mengetahui pilar-pilar MPKP
BAB II
PEMBAHASAN
MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional)
2.1 Pengertian MPKP
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang
pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
2. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala
ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan
laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-
tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan
asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006).
Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
a. Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang
menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik
b. Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi
c. Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat
yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin
kepala ruangan.
d. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
e. Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
f. Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat
pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut
dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun
1950 metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).
3. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya
kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada
keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga menimbulkan rasa
tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
a. Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang
prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung
jawab ketua tim adalah :
1. Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
2. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
3. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi
4. Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d. Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil
baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan
telah :
1. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
2. Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
3. Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
4. Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim
keperawatan
5. Menjadi narasumber bagi ketua tim
6. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan
7. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka
Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992) menunjukkan bahwa
metode tim jika dilakukan dengan benar adalah metode pemberian asuhan yang
tepat untuk meningkatkan kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya. (Sitorus, 2006). Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan
keperawatan belum optimal sehingga pakar menge mbangkan metode
keperawatan primer. (Sitorus, 2006).
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi
dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya dilakukan di
tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar.
Konferensi terdiri dari pre conference dan post conference yaitu :
1) Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi ka tim dan perawat pelaksana setelah
selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh
ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya
satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana
tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ
tim(Modul MPKP, 2006)
2) Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post
conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk operan
(tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul
MPKP, 2006)
Tujuan Pre dan Post Conference : Secara umum tujuan konferensi adalah
untuk menganalisa masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif
penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan yang
dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana antisipasi sehingga dapat
meningkatkan kesiapan diri dalam pemberian asuhan keperawatan dan
merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan perubahan non kognitif
(McKeachie, 1962). Juga membantu koordinasi dalam rencana pemberian asuhan
keperawatan sehingga tidak terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi
bagi pemberi asuhan (T.M.Marelli, et.al, 1997).
4. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara
multi disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai
anggota tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai
hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson
(2000) mengatakan bahwa manajemen kasus merupakan proses pemberian
asuhan kesehatan yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan
kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus
adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta masyarakat
yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus meliputi
beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi
asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber
dan kolaborasi (Sitorus, 2006).
a. Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik
keperawatan profesional. Nilai-nilai profesional ini merupakan inti dari
MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai klien,
dan melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan dalam suatu
proses keperawatan.
b. Pendekatan manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi kebutuhan dasar
tersebut seorang perawat harus melakukan pendekatan penyelesaian masalah,
sehingga dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan
terapi keperawatan yang tepat untuk masalah klien.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional,
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya metode
kasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta manajemen kasus.
Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang paling memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan profesional adalah metode yang menggunakan
the breath of keperawatan primer.
d. Hubungan profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh beberapa
anggota tim kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan adalah
klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka dari itu
perlu kesepakatan tentang cara melakukan hubungan kolaborasi tersebut.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak
atas kompensasi dan penghargaan. Pada suatu profesi, kompensasi yang
didapat merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang terlebih dahulu
dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat
disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada kesepakatan bahwa layanan
keperawatan adalah pelayanan profesional.
i. Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama
dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas
tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
1) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi nama PP dan
PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali sat melakukan kontrak
dengan klien/keluarga.
2) Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta dokter yang
merawat klien.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus,
2006) :
a. Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang
sudah ditentukan.
c. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan
porawat asosiet (PA).
keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap hari. Ronde
ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh
tambahan data tentang kondisi klien. (Sitorus, 2006).
4. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal,
perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang tepat
untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
a. MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula
diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan
sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan
sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
b. MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP
adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan
ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis yang
akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners
ditingkatkan menjadi ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c. MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen
yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan. (Sitorus, 2006).
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3
komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan
primer dan metode tim disebut tim primer. d. Model Praktek Keperawatan Profesional
Pemula Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap
awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi
asuhan keperawatan.
2.14 MPKP (model keperawatan tim) diubah menjadi SP2KP (model keperawatan
profesional)
a. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan psecara
berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat
yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional
b. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat
primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c. Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat ditingkatkan terutama
dengan profesi lain.
3.2 Saran
Sebagai seorang perawat nantinya, kita diharapkan mampu memahami konsep MPKP
dan SP2KP sehingga nantinya kita dapat menerapkan konsep tersebut ketika kita sudah
bekerja.
KASUS
Suatu ruang rawat inap bedah mempunyai 24 perawat dengan latar belakang ners 2 orang, D3
keperawatan 10 orang, kemudian 14 perawat lulusan SPK, Kapasitas TT 40, BOR 70%.
Saudara ditunjuk oleh pimpinan RS untuk membuat perencanaan MAKP.
Jika saudara sebagai Karu rawat bedah, apa yang harus saudara lakukan dalam menghadapi
situasi tersebut? Lakukan pengelolaan dengan pengumpulan data, analisis SWOT, identifikasi
masalah, dan rencana strategis untuk kebutuhan tenaga yang diperlukan.
Bagan 2.1 Bagan struktur organisasi Ruang IRNA Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Keterangan :
: Garis Komando : Garis Koordinasi
Tenaga keperawatan yang ada belum memenuhi kualifikasi RSUD Dr. Soetomo,
dimana seluruh perawat IRNA Bedah belum mendapatkan atau belum teridentifikasi
mendapatkan pelatihan-pelatihan, dan untuk kualifikasi sebagai sebuah parameter
peningkatan pelayanan masih belum memadai, karena baru 2 orang yang mempunyai jenjang
pendidikan S1 Keperawatan. Kemampuan dalam bidang keperawatan maupun kolaborasi
dengan tenaga medis lain, pada umunya perawat di Bedah mempunyai kemampuan yang
bagus. Karena kolaborasi yang terbangun dengan petugas medis lain sangat baik. Dari segi
kedisiplinan, keinginan untuk berubah, ketepatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan
sesuai standar sudah baik, tetapi masih ada beberapa perawat yang datang terlambat saat
dinas, begitu juga dengan waktu pulang, ada yang pulang terlebih dahulu. Namun keinginan
untuk berubah sudah ada. Kegiatan dalam perawatan, seperti pemasangan infus dan
mengambil darah, pemberian obat masih sering perawat tidak menggunakan universal
precaution.
3. Tenaga Non Keperawatan
Tabel 2.2 Tenaga Non Keperawatan di Ruang IRNA Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya
No Kualifikasi Jumlah Jenis
1 Tata Usaha (Medical record) 1 orang PNS
2 Pekarya Kesehatan 5 orang PNS
3 Pekarya RT 2 orang PNS
4 Cleaning Service 2 orang Out Sourcing
4. Tenaga Medis
Tabel 2.3 Tenaga Medis di Ruang IRNA Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya
No Kualifikasi Jumlah
1 Dokter PPDS Urologi * 1
2 Dokter PPDS Digestif * 1
3 Dokter PPDS Onkologi * 1
4 Dokter PPDS Plastik * 1
5 Dokter PPDS TKV * 1
6 Dokter PPDS Kepala Leher * 1
7 Dokter Jaga di Ruang UPI ** 1
Keterangan :
* Dokter yang bertanggung jawab setiap hari
** Dokter yang dihubungi untuk kasus darurat
86 x 16
297
Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan untuk bertugas per hari: 4,63 + 16,36 + 1 =
21,99 Orang dibulatkan menjadi 22 orang
Ket: 4,63 dari jumlah tenaga yang lepas dinas
16,36 dari jumlah total tenaga perawat
1 dari perawat yang menjadi Kepala Ruangan
7. BOR Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian 1 hari diatas
Gambaran umum jumlah tempat tidur di Ruang IRNA Bedah
Tanggal 19 mei 2014
No Shift Kelas II Kelas III BOR
1 Pagi 10 bed (2ksg) 30 bed( 10 ksg) 28/40 x100%= 70%
2 Sore 10 bed (2ksg) 30 bed( 10 ksg) 28/40 x100%= 70%
3 Malam 10 bed (2ksg) 30 bed( 10 ksg) 28/40 x100%= 70%
0,2 2 0,4
1 2,3
RAWAT INAP BEDAH RSU dr SOETOMO
Keterangan :
(M1) = Man
Setelah dilakukan analisis situasi dengan menggunakan pendekatan SWOT maka
kelompok dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Belum ada sistem pengembangan staff berupa pelatihan dan hampir semua perawat belum
mengikuti pelatihan bedah maupun non bedah
2.4 Identifikasi Masalah
Setelah dilakukan analisis situasi dengan menggunakan pendekatan SWOT maka
kelompok dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Belum ada sistem pengembangan staff berupa pelatihan dan hampir semua perawat belum
mengikuti pelatihan bedah maupun non bedah
2. Adanya konflik peran perawat
3. Sebagian perawat belum mengikuti pelatihan MAKP
4. Kurangnya kesejahteraan perawat
5. MAKP yang diterapkan merupakan MAKP model moduler atau MAKP primer pemula.
Sosialisasinya kepada anggota tim masih kurang
6. Jumlah sumber daya manusia yang memiliki jenjang pendidikan S1 masih kurang
0,3 8
0,3 9
2. STRATEGI KEGIATAN
2.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Setelah dilakukan analisis dengan metode SWOT maka kelompok manajemen
keperawatan di Ruang Bedah menerapkan Model Asuhan Keperawatan Profesional Primary
Nursing.
Model perawatan Primary Nursing merupakan salah satu Model Asuhan
Keperawatan Profesional dimana perawat bertanggung jawab penuh terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar Rumah
Sakit. Model ini mendorong kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana
asuhan keperawatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Model ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien di rawat. Konsep dasar dan model ini adalah tanggung jawab dan tanggung gugat.
Berikut sistem pemberian asuhan keperawatan Primary Nursing.
Dalam penerapan MAKP model Primary Nursing terdapat beberapa kelebihan dan
kelemahan.
Kelebihan :
1. Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri
3. Pasien merasa diperlakukan sewajarnya karena terpenuhinya kebutuhan secara individu
4. Tercapainya pelayanan kesehatan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan proteksi,
informasi dan advokasi (Gillies, 1989)
Kelemahan :
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan
yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan pengambilan keputusan
yang tepat, menguasai keperawatan klinik, accountable serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin profesi.
Tugas Kepala Ruangan
A. Perencanaan
1. Menunjuk perawat primer (PP) dan mendeskripsikan tugasnya masing-masing
2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien yang dibantu perawat primer
4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan tingkat
ketergantungan pasien dibantu oleh perawat primer
5. Merencanakan strategi pelaksanaan perawat
6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiolois, tindakan medis yang
dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang
akan dilakukan terhadap klen
7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
a. Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
b. Membimbing penerapan proses keperawatan
c. Menilai asuhan keperawatan
d. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
e. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan
10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
B. Pengorganisasian
1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
2. Merumuskan tujuan metode penugasan
3. Membuat rincian tugas perawat primer dan perawat ascociate secara jelas
4. Membuat rencana kendali kepala ruangan yang membawahi dua perawat primer dan perawat
primer yang membawahi dua perawat ascociate
5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga
yang ada setiap hari, dan lain-lain
6. Mengatur dan mengendalikan logistic ruangan
7. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik
8. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak ada di tempat kepala perawat primer
9. Mengetahui kondisi klien dan menilai tingkat kebutuhan pasien.
10. Mengambangkan kemampuan anggota
11. Menyelenggarakan konferensi
C. Pengarahan
1. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat primer
2. Memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik
3. Memberi motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
4. Menginformamsikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep klien
5. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
6. Meningkatkan kolaborasi
D. Pengawasan
1. Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat primer mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien
2. Melalui supervisi
a. Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui lapora langsung
secara lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat ini
b. Pegawasan secara langsung, yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana
keperawatan, serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan dari perawat primer
3. Evaluasi
a. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang
telah disusun bersama
b. Audit keperawatan
1. Judul Artikel :
PENGARUH PENERAPAN MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN
PROFESIONAL (MPKP) TERHADAP STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
DAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH
SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR
2. Peneliti :
ASRIANI,MATTALATTA,ABU BAKAR BETAN
3. Kata kunci :
MPKP, KEPUASAN KERJA PERAWAT, STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
4. Mamfaat penelitian
Memberikan sumber seperesnsi bagi para peneliti berikitnya dalam melakukan
penelitian
Penerapan model praktik keperawatan profesional
5. Link :
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://journal.stieamkop.ac.id/index.php/mirai/article/
download/33/33&ved=2ahUKEwi32cKRiNLtAhVYVH0KHeBFBbUQFjAAegQIAx
AC&usg=AOvVaw2B426oKHNcizmY45Se4nIZ
6. Analis
1. Judul Artikel :
HUBUNGAN ANTARA REWARD, KOMITMEN DAN MOTIVASI
PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN MODEL PRAKTEK
KEPERAWATAN PROFESIONAL DI RSUD LABUANG BAJI
MAKASSAR
3. Vol, No. dan hal jurnal : T Kesehatan Januari 2014, Vol.4 No.1 : 96 – 104 ISSN
2252-5416
5. Link :
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/8729be80910c294e
326200c5469a56fc.pdf&ved=2ahUKEwiC0-
PriNLtAhWljuYKHU1JASsQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw0dBrwI9HlfCkU7cD
P3I0LZ
6. Mamfaat penelitian:
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei analitik
dengan pendekatan cross sectional study.Penelitian dilaksanakan di Ruangan MPKP
RSUD LabuangBaji Makassar.mulaitanggal 15 s/d 25 Januari 2014.
7. Analis
No Komponen analisis Uraian
2014.
Analisis Data
0,081.
1. Judul Artikel :
HUBUNGAN KEMAMPUAN KARU DAN KATIM DALAM PENERAPAN
MPKP JIWA DENGAN HASIL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
HALUSINASI
2. Peneliti :
Prastiwi Puji Rahayu1, Budi Anna Keliat2, Yossie Susanti Eka
Putri2
4. Kata kunci :
MPKP, karu, katim, halusinasi
5. Link:
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/downl
oad/4411/4057&ved=2ahUKEwjjq6ujidLtAhXFXCsKHVTYCakQFjAAegQIAxAC
&usg=AOvVaw1FmSKMG8txJoYws9O-UOxF
6. Mamfaat penelitian:
7. Analis
7. Tujuan . Tujuan
ini adalah untuk menentukan hubungan antara
kemampuan karu dan katim dalam menerapkan
MPKP dengan asuhan keperawatan pasien
halusinasi.
2. Peneliti :
4. Kata kunci :
Model praktik keperawatan profesional, Kinerja perawat
5. Link : https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.unpi.ac.id/index.php/JOCE/article/view
/223&ved=2ahUKEwi9neO5idLtAhVaSX0KHfZCDScQFjAAegQIAxAC&usg=AO
vVaw0IkfzKZ23emTiH4K6tnjfs
6. Mamfaat penelitian:
Memberikan kepuasan pada pengguna jasa dan juga meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan
7. Analis
2. Tujuan . Tujuan
Untuk meningkatkan dan mewujudkan
mutu pelayanan keperawatan, rumah sakit harus
menerapkan proses sistem asuhan keperawatan
pada ruang rawat dengan menggunakan Model
Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).
5. Instrumen
penelitian Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini yaitu
kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
mengukur variabel-variabel yang telah diteliti.
Pengukuran variabel kinerja perawat menggunakan
kuesioner Dainga (2017) terdiri dari 24 pernyataan yang
setiap jawabannya memiliki skor masing-masing, jika
jawaban Selalu = skor 5, Sering = skor 4, Kadang = skor
3, Jarang = skor 2 dan Tidak Pernah = skor 1. Kategori
kinerja perawat dinyatakan kurang baik skor ≤ 111
Pembahasan
Kekurangan
Analisis Bivariat
2. Peneliti :
Astrib Firmanto1, Akmal2, Adriani Kadir3
4. Kata kunci :
Mutu Pelayanan Keperawatan
5. Link : https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/vie
w/535&ved=2ahUKEwiO9s_SidLtAhUSWX0KHYQnDZQQFjAAegQIAxAC&usg=
AOvVaw3ApOSKupQj8Il6g1ch_TJt
6. Mamfaat penelitian:
Memberikan kepuasan pada pengguna jasa dan juga meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan
7. Analis
2. Tujuan . Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbandingan mutu pelayanan keperawatan di ruang
rawat inap MPKP dan Non-MPKP RSUD H. . Andi
Sultan Dg. Radja Bulukumba
5. Pengumpulan data
Pengumpulan data dengan data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari tempat penelitian pada bagian
rekam medik
1. Kenapa harus mpkp , kenapa sih setiap ruangan itu harus menerapkan MPKP?
Karena di rumah sakit di tuntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu,
memberikan perawatan itu harus profesional , upaya peningkatan mutu itu
adalahuntuk kepuasan pasien
Apa yang di maksud dengan MPKP adalah suatu sistem yyang mempasilitasi
perawat profesional , mengatur memberikan asuhan keperawatan , termasuk
lingkungan tempat asuhan tersebut di berikan,
Tujuan mpkp
1. Untuk menjelaskan ruang lingkup dan tujuan asuhana askep bagi setiap tim kep
2. Menjaga konsistensi askep
3. Menciptakan kemandirian dalam askep
4. Mengurangi komflik , tumbang tindih pelaksanaan askep oleh tim kep
Jenis MPKP
Pilar MPKP
1. primer yaitu asuhan keperawatan untuk tanggung jawab dan tanggung gugat
2. satu orang perawat profesional yaitu perawat primer
3. dalam kep primer hubungan profesional dapat di tingktkan , profesi lain ,
memahami kondisi klien secara detail sehingga mmapu melakukan hungan
kolaborasi secara optimal
4. metode pemberian primer tidak di gunakan secara murbi butuh juga ners >>
5. ketika jenis tenaga berbeda metode tim penting perawat dengan kemampuan
yang lebih tinggi dapat mengarahkan dan membimbing perawatan lain di
bawah tangung jawabnya
1. dokter visit
2. kepela ruang
3. ketua tim
4. anggota tim
5. pasien
1. cas menager
2. critikal