Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2022


UNIVERSITAS KHAIRUN

GANGGUAN CAMPURAN ANXEITAS DEPRESI


(F41.2)

Oleh:
Husnul Khatimah
10119200030

Pembimbing
dr. Mustika

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Husnul Khatimah
Stambuk : 10119200030
Judul : Gangguan Campuran Anxietas Depresi (F41.2)

Telah menyelesaikan dan mempresentasikan tugas Laporan Kasus dalam


rangka tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Khairun.

Ternate, 25 Mei 2022

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

(dr. Yazzit Mahri, Sp.KJ., M.Kes) (dr. Mustika)


LAPORAN KASUS
GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F41.2)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. F

Umur : 67 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Makeang

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan Terakhir : SMA

Tanggal Pemeriksaan : 15 Mei 2022

LAPORAN PSIKIATRI
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang Tunggu Poli RSJ
Sofifi pada tanggal 15 Mei 2022, pukul 10.43 WIT.
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Pasien dating dengan keluhan rasa lemas seluruh badan.
B. Riwayat gangguan sekarang
Pasien mengeluh rasa lemas di seluruh badan sejak satu bulan
terakhir, pasien mengatakan keluhan ini sering dialami tiba-tiba saat pasien
sedang berakivitas. Pasien mengeluhkan juga rasa panas di dada, kadang
gemetaran dan keringat dingin. Pasien juga mengeluh sulit tidur sejak 2
bulan terakhir.

Pasien dengan riwayat DM sejak ± 2 tahun terakhir dan pasien


rutin minum obat, tetapi pasien sering merasakan takut mati dan khawatir
mengenai penyakit yang diderita pasien karena sebelumnya melihat
keluarganya sakit dengan DM disertai komplikasi luka yang berat. Serta
pasien sering menangis sendiri karena mengkhawatirkan masa depan anak
dan cucu pasien. Pasien juga tidak nafsu makan dan terkadang pasien tidak
semangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA


 Riwayat penyakit dahulu :
DM Tipe II sejak tahun 2020
 Riwayat penggunaan NAPZA :
Tidak ada
 Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya:
Pasien tidak mempunyai riwayat gangguan jiwa sebelumnya

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat prenatal dan perinatal
Tidak ada Informasi
2. Riwayat masa kanak-kanak
Tidak ada informasi
3. Riwayat masa remaja
Pertumbuhan dan perkembangannya sama seperti remaja lain. Pada
masa SMP dan SMA, pasien sering mengikuti kegiatan di sekolah.
4. Riwayat masa dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Melanjutkan SMA, dan tidak melanjutkan ke jenjang perkuliahan.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai Petani
c. Riwayat Kehidupan pribadi
Pasien dikenal sebagai seorang yang rajin dan ramah.
d. Riwayat kehidupan keluarga
Pasien memiliki enam anak
e. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : (-)
f. Situasi Kehidupan sekarang
Saat ini pasien tinggal di rumahnya dengan seorang suami dan
enam orang anak.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi umum
1. Penampilan : Tampak seorang wanita, wajah
sesuai umur, memakai baju lengan panjan, rok, dan mengenakan jilbab.
Penampilan biasa, perawatan diri cukup.
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : pasien tampak tenang dan aktif pada
saat pemeriksaan.
4. Pembicaraan : pasien menjawab dengan spontan,
dan intonasi sedang.
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan afektif
1. Mood : Cemas
2. Afek : Appropiate

C. Fungsi intelektual (kognitif)


1. Taraf pendidikan : Sesuai taraf pendidikan
2. Pengetahuan Umum : Tidak di evaluasi
3. Daya konsentrasi : Baik
4. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
5. Daya ingat
a. Jangka panjang : Tidak di evaluasi
b. Jangka sedang : Tidak terdapat hendaya
c. Jangka pendek : Tidak terdapat hendaya
6. Pikiran abstrak : Tidak di evaluasi
7. Bakat kreatif : Tidak didapatkan informasi
8. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik

D. Gangguan persepsi
1. Halusinasi :
 Halusinasi auditorik (-)
 Halusinasi visual (-)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berpikir
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Baik
b. Kontinuitas : Relevan, koheren
c. Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : tidak ada
b. Gangguan isi pikir : tidak ada
c. Waham : tidak ada
d. Obsesi : tidak ada
e. Fobia : tidak ada
f. Ide-ide : tidak ada
F. Pengendalian impuls : Baik selama wawancara
G. Daya nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Baik
H. Tilikan : Derajat 6 (sadar kalau dirinya sakit
dan perlu pengobatan)
I. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

III. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang wanita umur 67 tahun, perawatan diri baik. Keluhan lemas seluruh
badan, rasa panas di dada, kadang gemetaran dan keringat dingin, tidak nafsu
makan dan sulit tidur. Pasien dengan riwayat DM sejak ± 2 tahun terakhir dan
pasien rutin minum obat, tetapi pasien sering merasakan takut mati dan khawatir
mengenai penyakit yang diderita pasien karena sebelumnya melihat keluarganya
sakit dengan DM disertai komplikasi luka yang berat. Serta pasien sering
menangis sendiri karena mengkhawatirkan masa depan anak dan cucu pasien.
Dari pemeriksaan status mental didapatkan deskripsi umum baik, afektif :
mood cemas dan afek appropiate, fungsi kognitif baik, gangguan proses berpikir
tidak ada, proses berfikir, pengendalian diri, dan daya nilai baik, Insight derajat 6
serta dapat dipercaya.

IV. FORMULASI DIAGNOSTIK


A. Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis, didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna yaitu sulit tidur. Keluhan lemas disertai rasa panas di dada,
gemetar dan keringat dingin dan sulit tidur. Keadaan ini menimbulkan
penderitaan atau distress dan menimbulkan disabilitas atau disability.
Sehingga disimpulkan pasien mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental tidak didapatkan halusinasi
dan waham sehingga dikategorikan ke dalam gangguan jiwa non
psikotik.
Berdasarkan gejala yang ada pada pasien berupa gejala cemas atau
ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir tiap hari, gejala
cemas ( khawatir akan nasib buruk yakni pasien takut dengan nasib anak –
anaknya jika ia meninggal), ketegangan motorik (gemetar), overaktivitas
otonomik (keringat dingin). Gejala depresi yaitu sulit tidur, nafsu makan
berkurang dan rasa lemas. Sementara gejala-gejala anxietas maupun
depresi tersebut tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat
untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Maka berdasarkan PPDGJ-III
didiagnosis gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2).
B. Aksis II
Ciri Kepribadiaan tidak khas dan tidak ada retradasi mental
C. Aksis III
DM tipe II
D. Aksis IV
Stressor psikososial : pasien mencemaskan penyakitnya sama seperti
keluarganya yang sakit sebelumnya
E. Aksis V
GAF Scale 70-61 (berupa gejala ringan, dan menetap. Disabilitas ringan
dan fungsi secara umum baik)

V. DAFTAR MASALAH
 Organobiologik : Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna. Namun
diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter, maka pasien
memerlukan farmakoterapi.
 Psikologik : Ditemukan adanya gejala cemas dan depresi sehingga
diperlukan psikoterapi.
 Sosiologik: Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, sehingga
memerlukan sosioterapi.
VI. PROGNOSIS
Dubia et bonam
Faktor pendukung :
 Pasien punya keinginan besar untuk sembuh
 Pasien mau berobat
Faktor penghambat :
Tidak ada

VII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi:
Buspiron 10 mg 2x1 po
Lorazepam 0,5 mg 1x1 po (malam hari)
Metformin 500 mg 3x1 po
 Psikoterapi suportif:
a. Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa
lega.
b. Konseling : Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
tentang penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan
memahami cara menghadapinya, serta memotivasi pasien agar
tetap minum obat secara teratur
c. Sosioterapi: Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang
terdekat pasein tentang keadaan pasien agar tercipta dukungan
sosial sehingga membantu proses penyembuhan pasien sendiri.

VIII. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan efektifitas terapi dan efek samping dari
obat yang diberikan.
IX. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA
Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan cemas adalah1 :
a. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan khusus
tertentu saja (sifatnya “free floating” atau mengambang)
b. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsure-unsur berikut :
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti telur diujung
tanduk, sulit konsentrasi, dsb)
 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai);
 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, mulut kering, dsb);
c. Adanya gejala-gejala yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas.

Berdasarkan PPDGJ III Gangguan Anxietas Lainnya ( F41 ) menjelaskan


bahwa1:
- Gangguan panik baru akan ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40)
- Untuk diagnosis pasti, harus bditemukan adanya beberapa kali serangan
anxietas berat ( severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira
satu bulan :
a. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations)
c. Dengan keadaan relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode diantara serangan serangan panik ( meskipun demikian,
umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas
yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan
akan terjadi).

Berdasarkan PPDGJ III untuk mendiagnosis pasien Gangguan Campuran


Anxietas dan Depresi (F41.2) harus memenuhi pedoman diagnostik,yaitu1:
- Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi,dimana masing-masing
tidak menunjukkan rangkaiangejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik,harus
ditemukan walaupun hasus tidak terus menerus,disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
- Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka
harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan
anxietas fobik.
- Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan,
dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena
sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan
depresif harus diutamakan.
- Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang
jelas maka harus digunakan kategori F.43.2 gangguan penyesuaian.

Dari hasil pemeriksaan status mental ditemukan gejala Anxietas dan depresi
yang masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat.dan
tidak ditemukan gangguan isi pikir dan gangguan realitas. Sehingga pasien di
diagnosis dalam kategori Gangguan campuran Anxietas dan Depresi (F41.2)

PENATALAKSANAAN

Pasien dapat diterapi dengan tiga obat utama yaitu buspiron, selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan golongan benzodiazepin. Obat lain yang
dapat digunakan adalah trisiklik.2
Tabel 1. Farmakoterapi berdasarkan golongan obat

Farmakoterapi Golongan Nama Obat Dosis Dosis


Obat pemberian Anjuran
pada pasien
Antiansietas Benzodiazepin Alprazolam 0,25 mg 1 x 1 0, 25 mg –
(siang hari) 1 mg
0,5 mg 1 x 1
(malam hari)
Lorazepam 0,25 mg 1 x 1 0,5 mg – 1
(siang hari) mg
0,5 mg 1 x 1
(malam hari)
Non- Buspiron 10 mg 2 x 1 2 – 3 x 10
Benzodiazepin (pagi dan mg/hari
siang)

Antidepresan Selective Sertralin 50 mg/hari 50 – 100


serotonin (diberikan mg/hari
reuptake sore hari)
inhibitor
(SSRI)
Antihiperglikemi Biguanid Metformin 500 mg 3x1 500 - 3000
mg/hari

Pada pasien diberikan terapi berupa antiansietas yang dipilih adalah


golongan benzodiazepin seperti lorazepam, lorazepam dipilih karena merupakan
benzodiazepine yang memiliki waktu paruh pendek atau menengah sehingga
dapat menghindari risiko oversedasi. Golongan obat ini bekerja pada kompleks
reseptor GABAA sehingga menghasilkan inhibisi atau efek menenangkan. Dosis
yang diberikan adalah 1 – 2 mg saat sebelum tidur. Efek samping yang sering
muncul dari obat ini yaitu somnoloen, pusing, ataxia.2,3
Pemberian buspiron pada pasien ini sebagai obat penenang ringan yang
bekerja lebih lambat dibandingkan dengan benzodiazepin dan membutuhkan
waktu sekitar 2 minggu untuk mulai bekerja. Ini memiliki keuntungan
karena kurang menenangkan dan juga tidak membuat ketagihan dengan efek
penarikan yang minimal. Satu pendekatan adalah untuk memulai benzodiazepine
dan buspiron secara bersama – sama kemudian menurunkan dosis benzodiazepin
setelah 2 – 3 minggu, pada saat buspiron seharusnya mencapai batas maksimum.
Sejumlah studi juga melaorkan bahwa terapi buspiron dan benzodiazepine lebih
efektif daripada kedua obat tersebut secara tersendiri.2,4
Selain golongan benzodiazepin dapat juga diberikan diberikan Selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) pada pasien yang memiliki komorbid depresi
berupa sertralin adalah pilihan terbaik karena dibandingkan fluoxetin yang dapat
meninggkatkan gangguan cemas secara sementara sedangkan sertralin tidak.
Pemberiannya dimulai dengan dosis 50 mg sekali sehari, dianjurkan pemberian
sore hari dan setelah makan, dimaksudkan agar meminimalkan efek samping pada
gastrointestinal. Pemberian sertralin dapat ditambah dengan benzodiazepin yang
kemudian menurunkan dosis benzodiazepin setelah 2 – 3 minggu. Hal ini
dikarenakan prinsip pengobatan pada antidepresan efek terapi baru dirasakan 2 – 3
minggu, sehingga pada minggu – minggu awal biasanya diberikan obat golongan
benzodiazepin yang memiliki efek lebih cepat dalam memberikan rasa nyaman
sambil menunggu efek terapi antidepresan dalam hal ini adalah sertralin.2
Dikarena pasien memiliki penyakit organik berupa diabetes mellitus tipe 2,
maka dapat ditatalaksana dengan pemberian metformin dengan dosis 500 mg,
dapat diberikan tiga kali sehari dengan dosis 500 sampai 1000 mg/hari.
Selain terapi secara farmakologi, Pendekatan psikoterapi dapat berupa
terapi kognitif atau modifikasi perilaku. Psikoterapi dimana pasien diajarkan
teknik relaksasi dan biofeedback edukasi untuk minum obat secara teratur dan
rutin kontrol jika sudah jadwal kontrol, menghimbau kepada pasien untuk jangan
menyendiri dan cari kesibukan lain sehingga menghindari diri untuk memikirkan
hal – hal yang tidak perlu dipikirkan, menghimbau pasien untuk mendekatkan diri
dan menyerahkan kehidupannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
mengedukasi pasien untuk mulai mengatur dan membatasi asupan gula,
memperbanyak aktivitas fisik dan rutin kontrol glukosa darah, karena hal ini juga
merupakan cara mencegah ketakutan yang pasien pikirkan akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Rusdi, (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III
dan DSM IV. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unika Atmajaya.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2013). Buku Ajar Psikiatri
Edisi kedua. Jakarta
3. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. (2012). Farmakologi Dasar dan
Klinik. 12th ed. Versi Indonesia. The McGraw-Hill Companies, Inc
4. Chand SP, & Marwaha R. (2021) AnxietyT. Treasure Island (FL) :
StatPearls Publishing, StatPearls.
Lampiran
1. Maslim, Rusdi, (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III
dan DSM IV. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unika Atmajaya.

2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2013). Buku Ajar Psikiatri


Edisi kedua. Jakarta
3. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. (2012). Farmakologi Dasar dan
Klinik. 12th ed. Versi Indonesia. The McGraw-Hill Companies, Inc
4. Chand SP, & Marwaha R. (2021) AnxietyT. Treasure Island (FL) :
StatPearls Publishing, StatPearls.

Anda mungkin juga menyukai