Oleh:
dr Putri Eka Utari
Pembimbing
Dr. Evalina Sp.KJ
PUTARAN POLI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus:
Putaran Poli
2022
BAB I
DESKRIPSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.H
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Nyeri ulu hati, sulit menelan, rasa panas di dada, sulit tidur, rasa lemas
B. Riwayat gangguan sekarang
Pasien di konsul dari interna. Pasien mengeluh nyeri ulu hati di rasakan
semakin memberat sejak satu bulan terakhir, pasien juga mengeluh sulit menelan dua
minggu terakhir. Pasien mengeluhkan juga rasa panas di dada, kadang gemetaran dan
keringat dingin. Pasien juga mnegeluh sulit tidur sejak 2 bulan terakhir, disertai rasa
tidak enak dan lemas pada badan.
Keluhan yang sama di alami oleh pasien 5 hari sebelumnya setelah opname di
rumah sakit yang sama. Namun tiba-tiba pasien merasa tidak enak badan disertai
muntah-muntah sehingga pasien di bawa oleh kelurganya kembali untuk dirawat inap.
Pasien mengatakan sudah sering mengalami hal seperti ini semenjak tahun 2020
waktu itu awal masa pandemi sehingga pasien sulit mendapatkan pekerjaan setelah di
PHK tempatnya bekerja.
Pasien mengaku obat yang di beri dari dokter penyakit dalam di konsumsi
secara teratur. Pada pemeriksaan lab saat dirawat semua menunjukkan dalam batas
normal.
Hendaya disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Waktu Senggang (-)
Faktor stressor psikososial
Faktor stressor psikososial tidak jelas
B. Keadaan afektif
1. Mood : Cemas
2. Afek : Appropiate
3. Empati : Dapat dirabarasakan
C. Fungsi intelektual (kognitif)
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai taraf pendidikan
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
4. Daya ingat
a. Jangka panjang : Baik
b. Jangka sedang : Baik
c. Jangka pendek : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik
D. Gangguan persepsi
1. Halusinasi :
Halusinasi auditorik (-)
Halusinasi visual (-)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses berpikir
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Baik
b. Kontinuitas : Relevan, koheren
c. Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : tidak ada
b. Gangguan isi pikir : tidak ada
V. DIAGNOSIS
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
VIII. PROGNOSIS
Dubia et bonam
Faktor pendukung :
Pasien punya keinginan besar untuk sembuh
Pasien mau berobat
Faktor penghambat :
Tidak ada
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan efektifitas terapi dan efek samping dari obat yang
diberikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidemiologi
Data epidemiologi gangguan cemas menyeluruh secara nasional di Indonesia masih
belum jelas. Namun secara global diperkirakan bahwa prevalensi gangguan cemas
menyeluruh di dunia berkisar antara 3-8%.
Data Global menunjukkan Prevalensi gangguan cemas menyeluruh dalam satu tahun
diperkirakan 3-8%. Studi lainnya National Comorbidity Study melaporkan 1 dari 4
orang memenuhi setidaknya salah satu kriteria gangguan cemas. Studi ini juga
melaporkan prevalensi gangguan cemas cukup tinggi yakni 17,7%.1
Gangguan cemas menyeluruh lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria dengan
perbandingan 2:1.Saat ini belum ada data prevalensi gangguan cemas menyeluruh
yang pasti di Indonesia. Data kualitatif menyebutkan bahwa gangguan cemas
menyeluruh masih menjadi penyakit gangguan psikiatrik yang paling banyak ditemui
di poliklinik. Saat ini prevalensi gangguan cemas menyeluruh yang diterima sebagai
rujukan di Indonesia adalah 3-8%.1
C. Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan cemas adalah :
a. penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
mengambang)
b. gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsure-unsur berikut :
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti telur diujung tanduk,
sulit konsentrasi, dsb)
Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak nafas, keluhan lambung, mulut kering, dsb);
c. adanya gejala-gejala yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas.
Berdasarkan PPDGJ III Gangguan Anxietas Lainnya ( F41 ) menjelaskan bahwa:
Gangguan panik baru akan ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik (F40)
Untuk diagnosis pasti, harus bditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat ( severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan :
a. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui yang dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situations)
c. Dengan keadaan relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara
serangan serangan panik ( meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga
“anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).2
2.1 Etiologi
Terdapat beberapa teori yang mendasari kecemasan, yaitu ilmu psikologi dan ilmu
biologi.
1. Teori psikologis
a) Teori psikoanalitik
Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil dari konflik psikis antara
keinginan tidak disadari bersifat seksual atau agresif dan ancaman terhadap hal
tersebut dari realitas eksternal atau superego. Dalam menanggapi sinyal ini,
ego mengerahkan mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan
perasaan yang tidak dapat diterima muncul ke kesadaran.
b) Teori perilaku
Kecemasan merupakan respons yang dipelajari terhadap stimulus lingkungan
spesifik.
c) Teori eksistensial
Kecemasan merupakan respon terhadap kehampaan yang luas mengenai
keberadaan dan makna.
2. Teori biologi
a) Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan kecemasan,
terutama gangguan panik, menunjukkan tonus simpatik meningkat,
beradaptasi lambat terhadap rangsangan berulang, dan merespon berlebihan
terhadap rangsangan sedang.
b) Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan adalah
norepinefrin (NE), serotonin, dan Î ³-aminobutyric acid (GABA).
- Norepinefrin
Pasien dengan gangguan kecemasan dapat memiliki sistem noradrenergik
buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang terjadi. 2
- Serotonin
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine
(MCPP), obat serotonergikdengan beberapa efek dan nonserotonergic,
danfenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
menimbulkan peningkatan kecemasan pada pasien dengan gangguan
kecemasan. 3
- GABA
Dari beberapa studi yang telah dilakukan berhipotesis bahwa beberapa
pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal reseptor
GABA. 2
e) Pertimbangan neuroanatomi
Lokus seruleus dan proyek inti raphe terutama ke sistem limbik dan korteks
serebral. Dalam kombinasi dengan datadari studi pencitraan otak, daerah ini
telah menjadi fokus dari banyak hipotesis tentang pembentukan substrat
neuroanatomi dari gangguan kecemasan.2
2.3 Patofisiologi
Ansietas berhubungan dengan tiga neurotrasmiter utama yaitu norepinefrin, GABA,
dan serotonin.
1. Norepinefrin
Teori umum mengenai peran norepinefrin dalam gangguan ansietas adalah
bahwa pasien yang mengalami ansietas dapat memiliki sistem adrenergik yang
diatur dengan buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang-kadang terjadi. Badan
sel sistem noradrenergik terutama terletak pada locus ceruleus di pons pars
rostralis dan badan sel ini menjulurkan aksonnya ke korteks serebri, sistem limbik,
batang otak, serta medulla spinalis.
2. Serotonin
Antidepresan serotogenik memiliki efek terapeutik pada sejumlah gangguan
ansietas, contohnya clomipramine pada gangguan obsesi kompulsif. Efekttivitas
buspiron, agonis reseptor sereotnin 5-HT1A, dalam terapi gangguan ansietas juga
mengesankan kemungkinan hubungan antara serotonin dan ansietas. Badan sel
sebagaian besar neuron seotogenik terletak di raphe nuclei di batang otak pars
rostralis dan menyalurkan impuls ke korteks sereberi, sistem limbic serta
hipotalamus. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa m-klorofenilpiperazin yaitu
obat dengan berbagai efek serotonergik dan nonserotogergik serta fenfluramin
yang menyebabkan pelepasan serotonin, menimbulkan ansietas.
3. GABA
Peran GABA dalam gangguan ansietas paling kuat didukung oleh efektivitas
benzodiazepin yang tidak meragukan, yang meningkatkan aktivitas GABA
direseptor GABAA, di dalam terapi beberapa jenis gangguan ansietas. Walaupun
benzodiazepin potensi rendah paling efektif untuk gejala gangguan cemas
menyeluruh.2
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan
panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan somatisasi, gangguan
penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.2 Umumnya, pada pasien
dnegan gangguan panik akan mencari terapi lebih dini dikarenakan gejala penyaitnya,
onset mendadak, dan gejala somatic kurang menonjol dibandingkan GAD.1 Membedakan
GAD dengan gangguan depresi dan distmik tidak mudah, dan gangguan-gangguan ini
sering kali bersama-sama GAD.2
2.5 Pencegahan
Pada dasarnya, pencegahan kecemasan adalah kesadaran terhadap kemampuan diri
dalam mengatasi masalah atau tekanan hidup. Hal tersebut penting untuk
perkembangan mekanisme koping untuk menangani stres.8 Pencegahan bertujuan
untuk mencegah, memperlambat atau mengurangi masalah yang terjadi akibat
gangguan kecemasan. Sudah terdapat berbagai program pencegahan yang telah
digunakan di dunia.9 Program pencegahan dirancang sesuai dengan populasi yang
dituju, meliputi :
1) Pencegahan universal
Program pencegahan universal berlaku untuk seluruh masyarakat dengan
mendeteksi dini atau skrining adanya gangguan kecemasan.
2) Pencegahan selektif
Program pencegahan selektif ditujukan kepada keluarga dan anak dengan
risiko tinggi atau telah menunjukan beberapa gejala kecemasan namun tidak
memenuhi kriteria untuk ditegakkannya sebuah gangguan. Salah satu
intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi teradap orang tua tentang pola
asuh, strategi manajemen kecemasan, dan pentingnya kemandirian.
3) Pencegahan terindikasi
Program pencegahan terindikasi ditujukan terhadap kasus khusus dalam suatu
keluarga yang disfungsional. Salah satu cara adalah dilakukannya pendekatan
kognitif-perilaku.
Masing-masing program tersebut dapat dilakukan di berbagai tempat misalnya di
rumah, sekolah, komunitas, tempat kerja dan lain-lain. Program-program pencegahan
terbaik dirancang dan dibuat berdasarkan teori dan data yang memperhatikan faktor
risiko dan faktor protektif. 9
BAB III
KESIMPULAN
Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain teori
biologik, teori genetik, teori psikoanalitik, dan teori kognitif-perilaku.
Diagnosis GAD dapat ditegakkan melalui kriteria – kriteria yang tercantum pada
PPDGJ-III maupun DSM-IV-TR. Namun, di praktik sehari – hari lebih sering
menggunakan PPDGJ-III. Menurut PPDGJ-III, GAD dapat ditegakkan jika penderita
menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, bersifat tidak terbatas pada keadaan situasi
tertentu saja atau “free floating”.
Gejala – gejala yang muncul biasanya mencakup kecemasan (khawatir akan nasib
buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi), ketegangan motorik (gelisah,
sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan overaktivitas otonom (kepala terasa
ringan, berkeringat, jantung berdebar – debar, sesak napas, keluhan lambung).
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan
panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan somatisasi, gangguan
penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.(2)