Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

GANGGUAN CAMPURAN ANXEITAS DEPRESI

Oleh:
dr Putri Eka Utari

Pembimbing
Dr. Evalina Sp.KJ

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUTARAN POLI

RSUD DR TENGKU MANSYUR

2022

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus:

GANGGUAN CAMPURAN ANXEITAS DEPRESI

Yang disusun oleh:

dr. Putri Eka Utari

Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas

Program Internsip Dokter Indonesia

Putaran Poli

RSUD Dr Tengku Mansyur

2022
BAB I

DESKRIPSI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.H

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl. Dusun IV Bagan Asahan

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan Terakhir : SMA

Tanggal Pemeriksaan : 22 April 2022

LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Nyeri ulu hati, sulit menelan, rasa panas di dada, sulit tidur, rasa lemas
B. Riwayat gangguan sekarang
Pasien di konsul dari interna. Pasien mengeluh nyeri ulu hati di rasakan
semakin memberat sejak satu bulan terakhir, pasien juga mengeluh sulit menelan dua
minggu terakhir. Pasien mengeluhkan juga rasa panas di dada, kadang gemetaran dan
keringat dingin. Pasien juga mnegeluh sulit tidur sejak 2 bulan terakhir, disertai rasa
tidak enak dan lemas pada badan.

Keluhan yang sama di alami oleh pasien 5 hari sebelumnya setelah opname di
rumah sakit yang sama. Namun tiba-tiba pasien merasa tidak enak badan disertai
muntah-muntah sehingga pasien di bawa oleh kelurganya kembali untuk dirawat inap.
Pasien mengatakan sudah sering mengalami hal seperti ini semenjak tahun 2020
waktu itu awal masa pandemi sehingga pasien sulit mendapatkan pekerjaan setelah di
PHK tempatnya bekerja.

Pasien mengaku obat yang di beri dari dokter penyakit dalam di konsumsi
secara teratur. Pada pemeriksaan lab saat dirawat semua menunjukkan dalam batas
normal.

 Hendaya disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Waktu Senggang (-)
 Faktor stressor psikososial
Faktor stressor psikososial tidak jelas

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA


 Riwayat penyakit dahulu :
Ada, nyeri ulu hati sejak tahun 2020
 Riwayat penggunaan zat psikoaktif :
Tidak ada
 Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya:
Pasien tidak mempunyai riwayat gangguan jiwa sebelumnya

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien lahir normal dan cukup bulan. Pasien mendapatkan ASI namun tidak
sampai 6 bulan.
2. Riwayat masa kanak awal (usia 1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangannyasama dengan anak seusianya.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya. Pertumbuhan dan perkembangan
baik.Pasien masuk SD saat berusia 6 tahun.Pertumbuhan dan perkembangannya
sama dengan anak seusianya. Pasien juga memiliki banyak teman dan ramah pada
orang lain.
4. Riwayat masa kanak akhir dan remaja (usia 12-18 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangannya sama seperti remaja lain.
5. Riwayat masa dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Melanjutkan sampai SMA
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai wiraswasta
c. Riwayat Kehidupan pribadi
Pasien dikenal sebagai seorang yang rajin dan baik.
d. Riwayat kehidupan keluarga
Pasien memiliki dua anak perempuan dan dua anak laki-laki
e. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : (-)
f. Situasi Kehidupan sekarang
Saat ini pasien tinggal di rumahnya dengan seorang istri, dua anak perempuan dan dua
anak laki-laki.
g. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien berharap dapat sembuh seperti semula.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi umum
1. Penampilan :Tampak seorang pria, wajah sesuai umur, memakai baju kaos
berwarna merah tua dan celana panjang berwarna hitam. Penampilan biasa,
perawatan diri cukup.
2. Kesadaran: Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor :pasien tampak tenang dan aktif pada saat
pemeriksaan.
4. Pembicaraan : pasien menjawab dengan spontan, dan intonasi sedang.
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan afektif
1. Mood : Cemas
2. Afek : Appropiate
3. Empati : Dapat dirabarasakan
C. Fungsi intelektual (kognitif)
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai taraf pendidikan
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
4. Daya ingat
a. Jangka panjang : Baik
b. Jangka sedang : Baik
c. Jangka pendek : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik

D. Gangguan persepsi
1. Halusinasi :
 Halusinasi auditorik (-)
 Halusinasi visual (-)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berpikir
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Baik
b. Kontinuitas : Relevan, koheren
c. Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : tidak ada
b. Gangguan isi pikir : tidak ada

F. Pengendalian impuls : Baik selama wawancara


G. Daya nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Baik

H. Tilikan (Insight) : Derajat 6(sadar kalau dirinya sakit dan perlu


pengobatan)

I. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

III. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


1. Seorang pria umur 55 tahun, perawatan diri baik.
2. Keluhan nyeri ulu hati, sulit menelan, rasa panas di dada, kadang gemetaran dan
keringat dingin, sulit tidur dan merasa lemas.
3. Pasien menyampaikan bahwa gejala-gejala yang ia alami saat ini muncul pertama kali
sejak
semenjak tahun 2020 waktu itu awal masa pandemi sehingga pasien sulit
mendapatkan pekerjaan setelah di PHK tempatnya bekerja.
4. Keluhan nyeri ulu hati, jantung berdebar, sulit tidur dan lemas saat pasien hendak
melakukan pekerjaan.
5. Dari pemeriksaan status mental didapatkan deskripsi umum baik, afektif : mood
cemas dan afek appropiate, fungsi kognitif baik, gangguan proses berpikir tidak ada,
proses berfikir, pengendalian diri, dan daya nilai baik, Insight derajat 6 serta dapat
dipercaya.

IV. EVALUASI MULTIAKSIAL


A. Aksis I
Bedasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental ditemukan adanya keluhan
adanya tanda kecemasan berupa, keringat dingin, gemetaran dan nyeri ulu hati. Tanda
– tanda depresi berupa sulit tidur dan lemas. Sementara gejala-gejala anxietas maupun
depresi tersebut tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersendiri. Maka berdasarkan PPDGJ-III didiagnosis
gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2).
B. Aksis II
Tidak ada (none)
C. Aksis III
Tidak ada diagnosis
D. Aksis IV
Stressor psikososial : pasien mencemaskan ujian kelayakan S3nya
E. Aksis V
GAF Scale 70-61 (berupa gejala ringan, dan menetap. Disabilitas ringan dan fungsi
secara umum baik)

V. DIAGNOSIS
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi

VI. DIAGNOSA BANDING


Penyakit organik → anxietas
Penyalahgunaan obat tertentu (amphetamin, caffein)
Penghentian obat (withdrawal) : alkohol, obat sedatif hipnotik dan anxiolitika
Ggn panik, ggn fobik, atau ggn obsesif kompulsif, & ggn depresif berat, dll

VII. DAFTAR PROBLEM


 Organobiologik : Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna. Namun diduga
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter, maka pasien memerlukan
farmakoterapi.
 Psikologik : Ditemukan adanya gejala cemas dan defresi sehingga diperlukan
psikoterapi.
 Sosiologik: Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, sehingga memerlukan
sosioterapi.

VIII. PROGNOSIS
Dubia et bonam
Faktor pendukung :
 Pasien punya keinginan besar untuk sembuh
 Pasien mau berobat
Faktor penghambat :
Tidak ada

IX. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi:
Nopres 20 mg 1-0-0
Alprazolam 0,5 mg 1/2 x 1/2 x 1 oral
 Psikoterapi suportif:
a. Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
b. Konseling : Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan memahami cara
menghadapinya, serta memotivasi pasien agar tetap minum obat secara teratur
c. Sosioterapi: Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang terdekat
pasein tentang keadaan pasien agar tercipta dukungan sosial sehingga
membantu proses penyembuhan pasien sendiri.

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan efektifitas terapi dan efek samping dari obat yang
diberikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi
Data epidemiologi gangguan cemas menyeluruh secara nasional di Indonesia masih
belum jelas. Namun secara global diperkirakan bahwa prevalensi gangguan cemas
menyeluruh di dunia berkisar antara 3-8%.
Data Global menunjukkan Prevalensi gangguan cemas menyeluruh dalam satu tahun
diperkirakan 3-8%. Studi lainnya National Comorbidity Study melaporkan 1 dari 4
orang memenuhi setidaknya salah satu kriteria gangguan cemas. Studi ini juga
melaporkan prevalensi gangguan cemas cukup tinggi yakni 17,7%.1

Gangguan cemas menyeluruh lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria dengan
perbandingan 2:1.Saat ini belum ada data prevalensi gangguan cemas menyeluruh
yang pasti di Indonesia. Data kualitatif menyebutkan bahwa gangguan cemas
menyeluruh masih menjadi penyakit gangguan psikiatrik yang paling banyak ditemui
di poliklinik. Saat ini prevalensi gangguan cemas menyeluruh yang diterima sebagai
rujukan di Indonesia adalah 3-8%.1

B. Definisi Gangguan Cemas


Definisi. Perasaan khawatir (cemas yg berat & menyeluruh & menetap (bertahan lama)
& disertai dengan gejala somatik (motorik & otonomik) yg menyebabkan gangguan
fungsi sosial dan / fungsi pekerjaan atau perasaan nyeri hebat, perasaan tak enak.2

C. Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan cemas adalah :
a. penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
mengambang)
b. gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsure-unsur berikut :
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti telur diujung tanduk,
sulit konsentrasi, dsb)
 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);
 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak nafas, keluhan lambung, mulut kering, dsb);
c. adanya gejala-gejala yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas.
Berdasarkan PPDGJ III Gangguan Anxietas Lainnya ( F41 ) menjelaskan bahwa:
 Gangguan panik baru akan ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik (F40)
 Untuk diagnosis pasti, harus bditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat ( severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan :
a. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui yang dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situations)
c. Dengan keadaan relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara
serangan serangan panik ( meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga
“anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).2

2.1 Etiologi
Terdapat beberapa teori yang mendasari kecemasan, yaitu ilmu psikologi dan ilmu
biologi.

1. Teori psikologis
a) Teori psikoanalitik
Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil dari konflik psikis antara
keinginan tidak disadari bersifat seksual atau agresif dan ancaman terhadap hal
tersebut dari realitas eksternal atau superego. Dalam menanggapi sinyal ini,
ego mengerahkan mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan
perasaan yang tidak dapat diterima muncul ke kesadaran.

b) Teori perilaku
Kecemasan merupakan respons yang dipelajari terhadap stimulus lingkungan
spesifik.

c) Teori eksistensial
Kecemasan merupakan respon terhadap kehampaan yang luas mengenai
keberadaan dan makna.

2. Teori biologi
a) Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan kecemasan,
terutama gangguan panik, menunjukkan tonus simpatik meningkat,
beradaptasi lambat terhadap rangsangan berulang, dan merespon berlebihan
terhadap rangsangan sedang.

b) Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan adalah
norepinefrin (NE), serotonin, dan Î ³-aminobutyric acid (GABA).

- Norepinefrin
Pasien dengan gangguan kecemasan dapat memiliki sistem noradrenergik
buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang terjadi. 2

- Serotonin
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine
(MCPP), obat serotonergikdengan beberapa efek dan nonserotonergic,
danfenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
menimbulkan peningkatan kecemasan pada pasien dengan gangguan
kecemasan. 3

- GABA
Dari beberapa studi yang telah dilakukan berhipotesis bahwa beberapa
pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal reseptor
GABA. 2

c) Studi pencitraan otak


Dalam satu studi MRI, cacat tertentu di lobus temporal kanan tercatat pada
pasien dengan gangguan panik. 2
d) Studi genetik
Penelitian genetik telah menghasilkan bukti kuat bahwa keturunan telah diakui
sebagai faktor predisposisi dalam pengembangan gangguan kecemasan.
Hampir setengah dari semua pasien dengan gangguan panik memiliki
setidaknya satu kerabat yang terkena dampak.2

e) Pertimbangan neuroanatomi
Lokus seruleus dan proyek inti raphe terutama ke sistem limbik dan korteks
serebral. Dalam kombinasi dengan datadari studi pencitraan otak, daerah ini
telah menjadi fokus dari banyak hipotesis tentang pembentukan substrat
neuroanatomi dari gangguan kecemasan.2

2.2 Faktor risiko


1) Jenis Kelamin
Wanita mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami gangguan cemas dibanding
pria
2) Trauma masa kanak
Anak-anak yang menyaksikan maupun mengalami peristiwa traumatis berisiko lebih
tinggi mengalami gangguan cemas
3) Genetik
Faktor keterunan memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gangguan cemas
4) Kepribadian
Orang yang memiliki kepribadian gugup, yang kompetitif atau yang memiliki harapan
tinggi terhadap dirinya sendiri, lebih rentan terhadap GAD. Selain itu, beberapa
gangguan kepribadian juga mungkin terkait dengan GAD.
5) Penggunaan obat-obatan atau alkohol
Penyalahgunaan dan gejala putus obat anti-ansietas seperti golongan benzodiazepine
menyebabkan atau memperburuk kecemasan.5

2.3 Patofisiologi
Ansietas berhubungan dengan tiga neurotrasmiter utama yaitu norepinefrin, GABA,
dan serotonin.

1. Norepinefrin
Teori umum mengenai peran norepinefrin dalam gangguan ansietas adalah
bahwa pasien yang mengalami ansietas dapat memiliki sistem adrenergik yang
diatur dengan buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang-kadang terjadi. Badan
sel sistem noradrenergik terutama terletak pada locus ceruleus di pons pars
rostralis dan badan sel ini menjulurkan aksonnya ke korteks serebri, sistem limbik,
batang otak, serta medulla spinalis.

2. Serotonin
Antidepresan serotogenik memiliki efek terapeutik pada sejumlah gangguan
ansietas, contohnya clomipramine pada gangguan obsesi kompulsif. Efekttivitas
buspiron, agonis reseptor sereotnin 5-HT1A, dalam terapi gangguan ansietas juga
mengesankan kemungkinan hubungan antara serotonin dan ansietas. Badan sel
sebagaian besar neuron seotogenik terletak di raphe nuclei di batang otak pars
rostralis dan menyalurkan impuls ke korteks sereberi, sistem limbic serta
hipotalamus. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa m-klorofenilpiperazin yaitu
obat dengan berbagai efek serotonergik dan nonserotogergik serta fenfluramin
yang menyebabkan pelepasan serotonin, menimbulkan ansietas.

3. GABA
Peran GABA dalam gangguan ansietas paling kuat didukung oleh efektivitas
benzodiazepin yang tidak meragukan, yang meningkatkan aktivitas GABA
direseptor GABAA, di dalam terapi beberapa jenis gangguan ansietas. Walaupun
benzodiazepin potensi rendah paling efektif untuk gejala gangguan cemas
menyeluruh.2

2.4 Diagnosis banding


Diagnosis banding gangguan cemas menyeluruh mencakup semua gangguan medis
yang dapat menyebabkan anxietas.(1) Perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi
medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan
pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid.
Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia,
kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik sedatif, dan anxiolitik.2

Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan
panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan somatisasi, gangguan
penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.2 Umumnya, pada pasien
dnegan gangguan panik akan mencari terapi lebih dini dikarenakan gejala penyaitnya,
onset mendadak, dan gejala somatic kurang menonjol dibandingkan GAD.1 Membedakan
GAD dengan gangguan depresi dan distmik tidak mudah, dan gangguan-gangguan ini
sering kali bersama-sama GAD.2

D. Tanda dan Gejala


 Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi,dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaiangejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik ,harus ditemukan walaupun
harus tidak terus menerus,disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
Berdasarkan PPDGJ III untuk mendiagnosis pasien Gangguan Campuran
Anxietas dan Depresi(F41.2) harus memenuhi pedoman diagnostik,yaitu:
 Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi,dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaiangejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik,harus ditemukan
walaupun hasus tidak terus menerus,disamping rasa cemas atau kekhawatiran
berlebihan.
 Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
 Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan
diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan.
 Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas
maka harus digunakan kategori F.43.2 gangguan penyesuaian.
Dari hasil pemeriksaan status mental ditemukan gejala Anxietas dan depresi
yang masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat.dan tidak
ditemukan Gangguan isi pikir dan gangguan realitas.sehingga pasien di diagnosis
dalam kategori Gangguan campuran Anxietas dan Depresi (F41.2)
Prognosis
Tidak ada data penelitian yang mengaitkan kematian dengan kejadian gangguan cemas
menyeluruh. Namun, pasien gangguan cemas menyeluruh biasanya memiliki
komorbiditas dengan gangguan mental lainnya seperti gangguan panik, gangguan
obsesif komplusif, gangguan stress pasca trauma dan gangguan depresi berat. Sekitar
50% penderita gangguan cemas menyeluruh menderita gangguan depresi mayor yang
berkaitan dengan percobaan bunuh diri.6,7

2.5 Pencegahan
Pada dasarnya, pencegahan kecemasan adalah kesadaran terhadap kemampuan diri
dalam mengatasi masalah atau tekanan hidup. Hal tersebut penting untuk
perkembangan mekanisme koping untuk menangani stres.8 Pencegahan bertujuan
untuk mencegah, memperlambat atau mengurangi masalah yang terjadi akibat
gangguan kecemasan. Sudah terdapat berbagai program pencegahan yang telah
digunakan di dunia.9 Program pencegahan dirancang sesuai dengan populasi yang
dituju, meliputi :

1) Pencegahan universal
Program pencegahan universal berlaku untuk seluruh masyarakat dengan
mendeteksi dini atau skrining adanya gangguan kecemasan.

2) Pencegahan selektif
Program pencegahan selektif ditujukan kepada keluarga dan anak dengan
risiko tinggi atau telah menunjukan beberapa gejala kecemasan namun tidak
memenuhi kriteria untuk ditegakkannya sebuah gangguan. Salah satu
intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi teradap orang tua tentang pola
asuh, strategi manajemen kecemasan, dan pentingnya kemandirian.

3) Pencegahan terindikasi
Program pencegahan terindikasi ditujukan terhadap kasus khusus dalam suatu
keluarga yang disfungsional. Salah satu cara adalah dilakukannya pendekatan
kognitif-perilaku.
Masing-masing program tersebut dapat dilakukan di berbagai tempat misalnya di
rumah, sekolah, komunitas, tempat kerja dan lain-lain. Program-program pencegahan
terbaik dirancang dan dibuat berdasarkan teori dan data yang memperhatikan faktor
risiko dan faktor protektif. 9
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder/GAD) merupakan


gangguan yang sering dijumpai, kondisi ini ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebih terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Gangguan tersebut
menyebabkan disfungsi (sosial, okupasional, dan perawatan keberlangsungan hidup) yang
bermakna dan mempersulit perawatan medis kondisi kejiwaan lainnya, sehingga kondisi
ini dapat mengurangi kualitas hidup.10

Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain teori
biologik, teori genetik, teori psikoanalitik, dan teori kognitif-perilaku.

Diagnosis GAD dapat ditegakkan melalui kriteria – kriteria yang tercantum pada
PPDGJ-III maupun DSM-IV-TR. Namun, di praktik sehari – hari lebih sering
menggunakan PPDGJ-III. Menurut PPDGJ-III, GAD dapat ditegakkan jika penderita
menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, bersifat tidak terbatas pada keadaan situasi
tertentu saja atau “free floating”.

Gejala – gejala yang muncul biasanya mencakup kecemasan (khawatir akan nasib
buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi), ketegangan motorik (gelisah,
sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan overaktivitas otonom (kepala terasa
ringan, berkeringat, jantung berdebar – debar, sesak napas, keluhan lambung).

Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan
panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan somatisasi, gangguan
penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.(2)

Penatalaksanaan GAD dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi psikologis


(psikoterapi) dan terapi dengan obat – obatan (farmakoterapi). Psikoterapi yang dapat
dilakukan meliputi terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi suportif dan psikoterapi
berorientasi tilikan. Obat pilihan yang digunakan adalah golongan benzodiazepine
khususnya diazepam dan alprazolam. Anti depresan juga dapat dikombinasikan misalnya
golongan SSRI seperti fluoxetine.
DAFTAR PUSTAKA

1. Redayanti P. Gangguan Cemas Menyeluruh. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G (ed).


Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. 2014. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Binarupa Aksara : Tangerang. 2010.
3. Mark D, Charles F. Depression and Anxiety in Later Life. Maryland: TheJohns
Hopkins University Press; 2012
4. Taillieu TL, et al. Risk Factors, Clinical Presentations, and Functional Impairments
for Generalized Anxiety Disorder in Military Personnel and the General Population in
Canada. 2018. The Canadian Journal of Psychiatry, 63(9), 610–
619. https://doi.org/10.1177/0706743717752878
5. Maslim, Rusdi, (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III dan DSM
IV. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unika Atmajaya.
6. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE. Lifetime
prevalence and age-of-onset distributions of DSM-IV disorders in the national
comorbidity survey replication. Arch Gen Psychiatry. 2005; 62 (6): 593-602.
7. American Psychiatric Assosiation. Practice guideline for the treatment of patients
with panic disorder second edition. New York: American Psychiatric Assosiation;
2010.
8. Allen JL, Murray L,Creswell C. Prevention of anxiety disorders. Available at :
https://www.researchgate.net/publication/285986306
9. Lau EX, Rapee RM. Prevention of anxiety disorders. Curr Psychiatry Rep. 2011
Aug;13(4):258-66. doi: 10.1007/s11920-011-0199-x.
10. Departemen Psikiatri RSCM/FKUI. Buku ajar psikiatri. Ed 3. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2017.p.286-7.

Anda mungkin juga menyukai