Anda di halaman 1dari 22

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Undata Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

TUTORIAL

DISUSUN OLEH :
Andi Moch. Ictiar (N11121038)
Muh. Ilham Hidayat (N11121079)
Niswatul Magfirah (N1112187)
Annisa Muwaffaq (N11121110)

PEMBIMBING:
dr. Dewi Suriany A, Sp. KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
TUTORIAL
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. IS
• Jenis kelamin : Laki-Laki
• Usia : 28 tahun
• Alamat : Jalan Anggrek, No. 17, Sigi
• Status pernikahan : Belum Menikah
• Pendidikan terakhir : SMA Sederajat
• Pekerjaan : Tidak Bekerja
• Agama : Kristen
• Tanggal pemeriksaan : 28 Februari 2022
• Tempat Pemeriksaan : Rawat Inap RSUD MADANI Palu

A. Deksripsi
1. Hendaya/disfungsi:
Hendaya sosial (-)
Hendaya pekerjaan (-)
Hendaya pengggunaan waktu senggang (-)

2. Faktor stressor psikososial


Tidak ada

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a) Riwayat Medis
Kejang Epilepsi (-), Diabetes (-), Hipertensi (-), Infeksi (-)

b) Riwayat Alkohol dan riwayat zat lainnya


Narkotika (+), Rokok (+), Alkohol (+)

c) Riwayat Psikiatri :
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
Riwayat Prenatal dan perinatal
Lahir prematur
Riwayat masa kanak awal (1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia. Pasien
mendapatkan kasih sayang dari orang tua .

Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja Awal (4-11 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan baik, sesuai dengan anak
seusianya. Pasien masuk sekolah dasar dan pasien bisa menulis dan
membaca dengan baik. Pasien bisa bersosialisasi dengan teman sekolah
dan lingkungan sekitar.

Riwayat Masa Remaja Akhir (12-18 tahun)


Pasien menjalani bangku sekolah dengan baik dan tidak ada
Riwayat tinggal kelas. Hubungan dengan teman sekolahnya baik.

Riwayat Masa Remaja Dewasa ( >18 tahun)


Pasien mulai merokok dan mulai mengkonsumsi obat keras (THD).
Pasien mulai memasuki bangku perkuliahan dan mulai megalami gejala
cemas dan sering menyendiri. Pasien menyelesaikan waktu perkuliahan
tidak tepat waktu.
5. Riwayat Kehidupan Keluarga
Hubungan pasien dengan keluarganya baik. Selama ini, pasien
tinggal Bersama kedua orang tuanya dan adiknya. Bapak dan ibunya
memiliki Riwayat yang sama dengan pasien. Sebelumnya mereka sering
berobat Bersama ke rumah sakit. Namun, sejak ibunya meninggal pada
agustus 2021 lalu dan ayahnya telah menikah lagi sehingga pasien
berobat sendiri. 
6. Situasi Sekarang
Pasien kooperatif saat dilakukan anamnesis, pasien menjawab
beberapa pertanyaan yang diajukan dan pasien bersikap terbuka. Pasien
tidak menampilkan tanda-tanda kecemasan dan merasa nyaman. Pasien
merasa senang ketika anamnesis

7. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien mengetahui bahwa ia sakit dan mau berobat ke rumah sakit.

II. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik:
 Tekanan Darah : mmHg,
 Denyut Nadi : x/menit, regular
 Pernapasan : Permenit
 Suhu : Tidak dilakukan
 Kepala : Normocepali
 Mata : Tidak dilakukan
 Leher : Tidak dilakukan
 Jantung : Tidak dilakukan
 Paru : Tidak dilakukan
 Perut : Tidak dilakukan
 Anggota Gerak : Tampak scar bekas sayatan dipergelakkan tangan
kiri
 GCS : E4V5M6

Status Neurologis
 Meningeal Sign : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Refleks Patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Hasil Pemeriksaan nervus cranial : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan sistem motorik : Normal
 Koordinasi gait keseimbangan : Normal
 Gerakan-gerakan abnormal : (-)

III. STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Tampak seorang pria dewasa yang telah 2 minggu dirawat inap di
ruang srikaya RSUD MADANI palu dengan penampilan rapi,
mengenakan baju kaos biru dan celana pendek. Perawakannya terawat
dan memiliki bekas sayatan dipergelangan tangan.
b. Kesadaran
Compos Mentis
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien terlihat tenang
d. Pembicaraan
Berbicara spontan, lancar dengan intonasi yang baik dan artikulasi
yang jelas, serta menjawab pertanyaan dengan kalimat yang jelas dan
cukup
e. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif

2. Keadaan Afektif, Perasaan dan Empati:


1. Mood         : Senang
2. Afek : Dalam batas normal
3. Keserasian : Serasi
4. Empati : Tidak dapat diraba-rasakan

3. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan :
Baik Sesuai dengan pendidikannya
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi :
- Waktu    : Baik
- Tempat   : Baik
- Orang     : Baik
4. Daya ingat:
- Segera                : Baik
- Jangka pendek   : Baik
- Jangka panjang  : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Baik (pandai bernyanyi, bermain gitar, dan silat)
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi                 : Ada [Halusinasi auditorik: mendengar suara
bisikkan seseorang yang menyuruh dia untuk berkata kasar kepada
tuhan)]
b. Ilusi                           : Tidak ada
c. Depersonalisasi         : Tidak ada
d. Derealisasi                 : Ada (pasien merasa hidup dalam mimpinya)

5. Proses Berpikir
a) Arus pikiran:
a. Produktivitas     : Cukup ide
b. Kontiniuitas         : Relevan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
b) Isi pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : Ada (Waham Rujukan: merasa orang
sering membicarakannnya sehingga dia marah dan memukulnya)

6. Pengendalian Impuls
Baik selama pemeriksaan.

7. Daya Nilai
1. Norma sosial            : Terganggu (suka membongkar rumah orang dan
mencuri uang orang tuanya)
2. Uji daya nilai            : Baik
3. Penilaian realitas       : Terganggu

8. Tilikan (insight)
Tilikan derajat 6 : Menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai
motivasi untuk mencapai perbaikan

9. Taraf dapat dipercaya :


Cukup dapat dipercaya.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
 Aksis I :
- Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya
gejala klinik bermakna dan menimbulkan penderitaan berupa
cemas, gelisah, tangan berkeringat dan tremor, jantung
berdebardebar saat dikeramaian, sulit untuk tidur dan suka
menyendiri, serta tidak semangat hidup sehingga dapat
disimpulkan pasien mengalami Gangguan jiwa.
- Berdasarkan Riwayat penyakit pasien ditemukan bahwa pasien
sering mengkonsumsi alcohol dan juga paasien seorang perokok.
Selain itu, pasien pernah mengkonsumsi obat keras THD. Hal ini
memungkinkan terjadinya kerusakan pada organ otak dan lainnya
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang dan patut
dicurigai adanya Gangguan Jiwa Organik
- Pada pasien ditemukan hendaya dalam menilai realita berupa
halusinasi auditorik dan ilusi, sehingga pasien didiagnosis sebagai
Gangguan jiwa psikotik
- Berdasarkan gambaran kasus didapatkan bahwa pasien
mengalami gejala cemas dan juga gejala derpresi yang tidak berat
secara bersamaan ada dalam satu episode yang sama. Dalam hal
kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III pasien ini tergolong dalam
Gangguan Cemas dan Depresi campuran (F41.2)
 Aksis II : Tidak ada
 Aksis III : Tidak ada
 Aksis IV : Tidak ada
 Aksis V :

VI. DAFTAR PROBLEM


a. Organobiologik
Tidak ditemukan adanya gangguan, tetapi diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien membutuhkan
terapi psikofarmaka
b. Psikologi
Ditemukan adanya gangguan cemas dan depresi pada pasien sehingga
membutuhkan terapi.
c. Sosiologi
Tidak ditemukan masalah mengenai psikososial pada pasien

B. Diagnosis Banding
1) Gangguan Sosiofobia
2) Gangguan cemas menyeluruh
3) Gangguan Afektif Depresi dengan psikotik
4) Gangguan panik
C. Rencana terapi
1. Psikofarmaka
Antidepresan :
- Fluoxetin 10 mg (2x1)
Antisiolitik :
- Alprazolam 0,25 mg (2x1)
Antipsikotik :
- Trifluoperazine HCl 1 mg (2x1)
2. Non psikofarmaka
- Psikoterapi suportif (ventilasi, konseling, sosioterapi
- Psikoterapi reedukatif
- Psikoterapi rekonstruksi

D. Prognosis
- Ad Vitam : Bonam
- Ad Functionam : Dubia ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad Bonam
E. Follow Up
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan pasien serta menilai
efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek
samping obat yang diberikan. Selain itu, Memantau kepatuhan pasien dalam
meminum obat dan membatasi konsumsi alcohol dan merokok. Tetap
memberikan terapi suportif (konseling dan sosioterapi)

F. Learning Objective
1. Apa hubungan mengkonsumsi alcohol dan THD dengan kecemasan
yang dirasakan ?
Jawab :
HUBUNGAN KONSUMSI ALKOHOL DENGAN GANGGUAN
ANSIETAS
Penggunaan alkohol dan gangguan ansietas sering terjadi bersamaan dan
dapat mengeksaserbasi satu sama lainnya. Terdapat 3 mekanisme utama
yang menjelaskan hubungan ini (Smith et al., 2012):
a) Common-Factor Model Teori ini menjelaskan bahwa adanya
variabel ketiga yang mempengaruhi terjadinya gangguan
penggunaan alkohol dan gangguan ansietas. Hubungan antara
gangguan penggunaan alkohol dan gangguan ansietas tidak terjadi
secara langsung melainkan merupakan pengaruh dari variabel lain
(genetik dan kepribadian). Faktor genetik dan kerentanan seseorang
untuk mengalami ansietas saling berinteraksi untuk menghasilkan
suatu kepribadian yang secara genetik rentan terhadap komorbiditas
ansietas dan masalah penggunaan alkohol.
b) Self-Medication Model Teori ini menjelaskan bahwa seseorang
mengonsumsi alkohol untuk mengatasi kecemasannya yang
berakibat pada timbulnya gangguan penggunaan alkohol. Gangguan
ansietas mendahului penggunaan alkohol dan bukan merupakan
dampak langsung dari gangguan penggunaan alkohol (independen).
Kedua kondisi inilah yang membedakan gangguan ansietas yang
diinduksi zat dengan gangguan ansietas yang independen zat.
c) Substance-Induced Anxiety Model Gangguan penggunaan alkohol
berdampak pada peningkatan tingkat kecemasan dan kerentanan
untuk mengalami gangguan ansietas. Konsumsi alkohol kronis dan
withdrawal menyebabkan perubahan sistem saraf pusat yang
berhubungan dengan timbulnya ansietas dan progresinya. Perubahan
yang terjadi dapat berupa defisiensi GABA dan hipereksitabilitas
dari area spesifik (sistem limbik dan sistem norepinefrin) yang
berakibat pada timbulnya gangguan panik. Penelitian menunjukkan
bahwa seorang alkoholisme yang berhenti mengonsumsi alkohol
menunjukkan gejala ansietas, panik, dan fobia yang temporer serta
gejala dari aktivitas sistem saraf simpatis (takikardi dan takipnoe).
HUBUNGAN KONSUMSI THD DENGAN GANGGUAN ANSIETAS
Triheksifenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral
lebih kuat daripada perifer, sehingga banyak diguna- kan untuk terapi
penyakit parkin- son. Efek sentral terhadap su- sunan saraf pusat akan
merang- sang pada dosis rendah dan mendepresi pada dosis toksik.
Obat ini spesifik untuk reseptor muskarinik (menghambat reseptor
asetilkolin muskarinik). Triheksifenidil bekerja melalui neuron
dopaminergik. Mekanismenya mungkin melibatkan peningkatan
pelepasan dopamin dari vesikel prasinaptik, penghambatan ambilan
kembali dopamin ke dalam terminal saraf prasinaptik atau menimbulkan
suatu efek agonis pada reseptor dopamin pascasinaptik.6 Triheksifenidil
memiliki efek menekan dan menghambat reseptor muskarinik sehingga
menghambat sistem saraf parasimpatetik, dan juga memblok reseptor
muskarinik pada sambungan saraf otot sehingga terjadi relaksasi.
Pemberian secara oral triheksifenidil diabsorbsi cukup baik dan tidak
terakumulasi dijaringan. Ekskresi terutama bersama urin dalam bentuk
metabolitnya
Efek dari penggunaan trihexyphenidyl adalah detak jantung
meningkat, pusing, penglihatan kabur, mual, muntah, diare, depresi dan
kebingungan. Remaja gemar menggunakan obat ini selain harganya yang
murah, obat ini membuat efek mabuk dan tenang sesaat.
Efek samping merugikan dihasilkan dari penghambatan reseptor
asetilkolin muskarinik. Antikolinergik sering digunakan sebagai obat
yang disalahgunakan di jalanan. Potensi penyalahgunaan tersebut adalah
berhubungan dengan sifat meningkatkan mood yang ringan pada
pemakaian triheksifenidil dosis besar.
2. Bagaimana mekanisme terjadinya halusinasi? Dan apakah
halusinasi merupakan patologi atau tidak?
Jawab :
Halusinasi adalah persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori meliputi seluruh
pancaindrahalusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, perabaan, atau penciuman . pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada

Patofisiologi Halusinasi
Penyebab gangguan jiwa Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak daapat diselesaikan. Kien mulai melamun dan
memikirkan hal hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara.
Perilaku klien: tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika
sedang asik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik:
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
Fase ketiga
Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
Fase keempat
Disebut juga fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkungannya.
Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu
orang.
Dimensi halusinasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,ketakutan,perasaan
tidak aman,gelisah dan bingung,perilaku merusak diri,kurang
perhatian,tidak mampu mengambil keputusan,serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata,Halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi.
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penyalahgunaan obat, demam, kesulitan tidur.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan
menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang
menekan merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya
seolah merupakan tempat memenuhi kebutuhan dan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan di dunia nyata.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual
untuk mensucikan diri
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran
logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,
perilaku cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis.
Sedangkan,respon maladaptive yang meliputi waham, halusinasi,
kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi sosial.
3. Psikodinamika depresi?
Jawab :
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang amat sangat, perasan tidak berarti dan
bermasalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilanagan
selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas
yang biasa dilakukan. Pendekatan psikoanalisis ini dari Freud
menyebutkan bahwa depresi disebabkan oleh kebutuhan oral pada masa
anak-anak yang kurang terpuaskan atau, sebaliknya, terpuaskan secara
berlebihan, sehingga ia terfikasi pada fase ini mengakibatkan individu
dependen, low self esteem. Akibatnya anak akan mengembangkan
ketergantungan yang berlebihan terhadap harga diri, sehingga apabila
kehilangan seseorang yang sangat berarti akan muncul reaksi yang
kompleks seperti bersedih dan berkabung yang berlarut-larut, perasaan
marah, dendam, membenci diri-sendiri, serta ingin mendukung atau
menyalahkan diri sendiri sehingga ia merasa tertekan dan depresi.

4. Peran stress dalam depresi?


Jawab :
Kondisi distress berkaitan dengan konsentrasi kortisol darah dan
konsentrasi IL–6 plasma maupun distribusinya di susunan saraf pusat.
Pajanan stresor kejiwaan (paparan predator) merangsang hipotalamus,
pituitari dan kelenjar adrenal, yang membentuk axis HPA serta terkait
dengan dampak stres, seperti peningkatan kadar kortisol dan katekolamin
yang berhubungan erat dengan kadar serotonin dan dopamin dalam otak.
Peningkatan kortisol dapat menyebabkan terjadinya penurunan serotonin,
dopamine, dan norepineprin.
Serotonin dan norepinefrin disintesis dari triptofan dan tirosin,
kemudian disimpan di dalam vesikel neuron presinaps. Neurotransmiter
monoamin ini akan dikeluarkan ke celah sinaps, untuk kemudian bekerja
pada neuron presinaps dan post-sinaps, sehingga dapat mengatur regulsi
emosi. Fungsi regulasi emosi ini diatur oleh kesimbangan antara
availabilitas dan aktivitas reseptor neutrotransmiter. Reseptor 5-HT1B
terletak pada presinaps dan mengatur keluarnya serotonin dengan
inhibisi/feedback inhibition, sedangkan reseptor 5-HT1A terletak pada
neuron presinaps dan post-sinaps untuk mengatur fungsi serotonin. Pada
gangguan depresi, availabilitas serotonin di celah sinaps menurun. Hal ini
disebabkan karena sensitifitas reseptor yang menurun, sehingga tidak
terjadi inhibisi pengambilan kembali/reuptake serotonin. Reseptor NE
terletak pada presinaps dan berfungsi mengatur keluarnya norepinefrin
dengan inhibisi. Pada pasien depresi, sensitifitas reseptor NE meningkat,
sehingga kemampuan untuk mengeluarkan norepinefrin menurun.
5. Diagnosis kerja?
Jawab :

SOSIO FOBIA

Kriteria diagnosis berdasarkan DSM V

 Menandai ketakutan atau kecemasan terhadap satu atau lebih situasi


sosial dimana individu terlihat oleh pengamatan yang mungkin
dilakukan oleh orang lain. Contohnya termasuk interaksi sosial
(melakukan percakapan, bertemu orang asing), merasa diamati
(makan dan minum), dan tampil di depan orang lain (memberi pidato).
 Individu merasa takut melakukan sesuatu jika menunjukkan gejala
kecemasan akan ditanggapi negatif (akan dipermalukan, menuju pada
penolakan atau penyerangan orang lain).
 Situasi sosial hampir selalu memancing ketakutan atau kecemasan.
 Situasi sosial dihindari atau diatasi dengan ketakutan atau kecemasan
yang tinggi.
 Ketakutan atau kecemasan itu tidak sesuai dengan ancaman
sebenarnya yang ditimbulkan situasi sosial dan pada konteks kultur
sosial.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut berlanjut, biasanya
berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan gangguan-
gangguan klinis yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan,
atau bidang penting lainnya.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut tidak termasuk
kedalam efek psikologis secara subtansi (penyalahgunaan obat-obatan,
pengobatan) atau kondisi medis lainnya.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak lebih baik dijelaskan
oleh gejala dari gangguan mental lainnya, atau gangguan spektrum
autisme.
 Jika kondisi medis lainnya (penyakit parkinson, obesitas, cacat dari
luka bakar atau cidera) ada, maka ketakutan, kecemasan, atau
penghindaran jelas tidak terkait atau berlebihan.

Gangguan panik

Kriteria diagnosis menurut DSM V


 Serangan panik tidak terduga berulang.
Serangan panik adalah sebuah gelombang ketakutan yang sangat kuat
akan ketidaknyamanan intens yang akan mencapai puncaknya dalam
hitungan menit, selama 4 menit (atau lebih).
Gejala-gejala yang terjadi:
a) Jantung berdetak lebih cepat
b) Berkeringat
c) Gemetaran
d) Sensasi sesak nafas atau rasa tercekik
e) Perasaan tersedak
f) Terasa nyeri di dada dan tidak nyaman
g) Mual atau sakit perut
h) Perasaan pusing atau pingsan
i) Menggigil atau sensasi panas
j) Sensasi geli
k) Perasaan tidak sadar
l) Takut kehilangan kontrol atau “menjadi gila”
m) Takut mati

 Setidaknya satu serangan telah diikuti dari satu bulan (atau lebih) dari satu
atau kedua hal berikut:

a) Khawatir tentang panik tambahan atau konsekuensinya (Seperti,


kehilangan kontrol, mengalami serangan jantung, “menjadi gila”)
b) Perubahan perilaku maladaptif yang signifikan terkait dengan
serangan tersebut (contohnya, perilaku yang dirancang untuk
menghindari serangan panik, seperti menghindari latihan atau
siatuasi yang tidak biasa.

Penjelasan tambahan
 Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat (pengobatan)
atau kondisi medis lainnya (misalnya, hipertiroidisme, gangguan
kardiopulmoner)
 Gangguan ini tidak dijelaskan dengan baik sebagaimental disfearedsocial
situation, seperti dalam gangguan kecemasan sosial, sebagai respon atas
situasi atau objek fobia tertentu, seperti dalam fobia spesifik; sebagai
respon atas obsesi, seperti pada obsessive-compulsive disorder; sebagai
respon atas ingatan event traumatik, seperti pada gangguan stress pasca-
trauma; atau sebagai respon untuk pemisahan dari attachment figure,
seperti dalam separation anxiety disorder.

Gangguan cemas + depresi campuran

1. Terdapat gejala-gejala axietas maupun depresi, dimana masing-masing


tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun tidak terus menerus disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan

2. Bila ditemukan anxietas berat dj.sertai depresi yang lebih ringan, maka

harus di.pertirnbangkan kategori "gan gguan anxietas lainnya atau


gangguan anxiebas fobik.

3. Bila ditemukan sindrom depresi depresi dan anxietas yang cukup berat
untuk menegakkan masing-masing diagnosis , maka kedua diagnosis
tersebut harus dikemukakan dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat
digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu
diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan
4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang
jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan DSM V

 Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap


hari, sepanjang hari, terjadi sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah
aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).
 Individu sulit untuk mengendalikan kecemasan dan kekhawatiran.
 Kecemasan diasosiasikan dengan 6 gejala berikut ini (dengan sekurang-
kurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak selama
6 bulan terakhir), yaitu kegelisahan, mudah lelah, sulit berkonsentrasi atau
pikiran kosong, iritabilitas, ketegangan otot, dan gangguan tidur (sulit
tidur, tidur gelisah atau tidak memuaskan). Kecemasan, kekhwatiran, atau
gejala fisik menyebabkan distress atau terganggunya fungsi sosial,
pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.
 Gangguan tidak berasal dari zat yang memberikan efek pada fisiologis
(memakai obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (seperti hipertiroid).
 Gangguan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental lainnya
(seperti kecemasan dalam gangguan panik atau evaluasi negatif pada
gangguan kecemasan sosial atau sosial fobia, kontaminasi atau obsesi
lainnya pada gangguan obsesif-kompulsif, mengingat kejadian traumatik
pada gangguan stress pasca traumatik, pertambahan berat badan pada
anorexia nervosa, komplin fisik pada gangguan gejala somatik atau delusi
pada gangguan schizophreniaor).

Gangguan depresi dengan gejala psikotik


Kriteria Diagnosis Gangguan Depresi Menurut DSM-V
Lima atau lebih dari gejala berikut yang ditemukan setiap hari selama 2
minggu:
Gejala utama (≥1 untuk diagnosis)
 Mood depresi hampir setiap hari
 Anhedonia atau penurunan ketertarikan atau kesediaan untuk
melakukan hampir seluruh aktivitas
Gejala tambahan
 Penurunan berat badan yang signifikan atau meningkatan atau
menurunan dari nafsu makan
 Insomnia atau hipersomnia
 Agitasi psikomotor atau retardasi
 Lelah atau penurunan tenaga
 Perasaan tidak berguna atau perasaan bersalah yang tidak tepat

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan


ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood- congruent).

DAFTAR PUSTAKA

Swayami, I. G. A. V. (2014). Aspek Biologi Triheksifenidil di Bidang


Psikiatri. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 45, 88-92.
Smith, J. P. & Randall, C. L. 2012, ‘Anxiety and alcohol use disorders:
comorbidity and treatment considerations’, Alcohol Res, vol. 34, no. 4, pp.
414-431.

Dirgayunita, A. (2016). Depresi: Ciri, penyebab dan penangannya. Journal An-


Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, 1(1), 1-14.

Afif, Z. (2020). NARKOLEPSI: PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS DAN


MANAJEMEN. Jurnal Kedokteran, 9(1), 1-12.

American Psychiatric Association. 1994. DSM IV. Washington DC : American


Psychiatric Association

Suparno, S. (2013). PENGARUH STRESOR PSIKOLOGIK TERHADAP


DISTRIBUSI TRANSPORTER SEROTONIN (SERT) DAN INDEKS
APOPTOSIS HIPOKAMPUS YANG DIMEDIASI OLEH KORTISOL DAN
IL–6. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 23(3), 107-115.

Anda mungkin juga menyukai