PENDAHULUAN
Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia.
Perasaan tersebut ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan,
seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat,
palpotasi, gelisah, dan sebagainya. Anxietas merupakan gejala yang umum
tetapi non-spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi. Kumpulan
gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada
setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya merupakan
kondisi yang melampaui batas normal terhadap suatu ancaman yang
sungguh-sungguh dan maladaptif,1,2
1
kompulsif , (6) gangguan stres pasca trauma, (7) gangguan stress akut, dan
(8) gangguan kecemasan umum.3
2
BAB II
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS
Nama : Tn.A
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jambi Batang Hari
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Tanggal MRS (Poli) : 22 September 2019
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan cemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os pasien datang dengan keluhan cemas sehingga sesak. Sulit konsentrasi.
Os merasa cemas tiap saat bangun tidur. Os mengakui sulit untuk tidur dan
jika tertidur akan terbangun dan saat ingin melanjutkan tidur kembali akan
sangat sulit. Keluhan dirasakan os semakin berat dalam seminggu terakhir,
dan os mengakui jantungnya berdebar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kolesterol tinggi.
Os pernah berobat ke Rumah Sakit Jiwa 3 tahun yang lalu.
Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat Pranatal dan Perinatal
Os mengakui lahir normal dan cukup bukan juga dengan panjang badan juga
berat badan yang normal.
3
b. Masa kanak-kanak awal (lahir sampai usia 3 tahun)
Os hanya mengatakan normal, dimana tidak terjadi keterlambatan
perkembangan motorik maupun berbahasa.
c. Masa kanak-kanak menengah (usia 3 sampai 11 tahun)
Os saat SD bergaul dengan baik dengan teman-temannya dan juga bermain
dengan teman dengan setara usianya.
d. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja)
Saat os duduk dibangku SMP, ayah os meninggal dan os mulai mengalami
kesedihan yang mendalam hingga menyebabkan mulai merasakan
kecemasan.
e. Masa Dewasa
Dimasa os duduk dibangku SMA, os pernah kehilangan dompet sehingga
membuat dirinya enggan membawa dan memiliki dompet sampai sekarang.
Riwayat Pekerjaan : Pensiunan PNS
Riwayat Pernikahan : Sudah Menikah
Riwayat Kehidupan Beragama : Islam
Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien
Faktor Premorbid
Tidak ada
Faktor/stressor Pencetus
Tidak ada
Faktor Organik
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit organik
Faktor Keturunan
Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang serupa seperti pasien.
4
GENOGRAM
:perempuan : Ibu
5
1. Halusinasi : Disangkal
2. Ilusi : Disangkal
D. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : Realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : Spontan
b. Kontinuitas : Koheren
c. Hendaya berbahasa : tidak terdapat hendaya berbahasa
3. Isi pikiran : Normal
E. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan : Pasien tamatan Sarjana
• Pengetahuan Umum :Baik, Pasien dapat menjawab dengan baik segala
pertanyaan.
2. Daya konsentrasi dan perhatian : konsentrasi dan perhatian baik.
3. Orientasi
• Waktu : Baik
• Tempat : Baik
• Orang : Baik
4. Daya ingat
• Daya ingat jangka panjang : baik
• Daya ingat jangka menengah : baik
• Daya ingat jangka pendek : baik
• Daya ingat segera : baik
• Akibat hendaya daya ingat pasien : Tidak terdapat hendaya daya ingat
pada pasien saat ini.
5. Kemampuan baca tulis : Baik
6. Berpikir abstrak : Baik
F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik.
6
G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien baik.
H. Tilikan
Tilikan derajat 6, karena pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup baik dengan jujur mengenai
peristiwa yang terjadi.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Gambaran Umum:
Keadaan umum : konjungtiva anemis (-/-), ikterus (-) sianosis (-), dan Rapi
Kesadaran : kompos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, teraba kuat dan teratur.
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC
TB : cm
BB : kg
IMT : kg/m2
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit : Turgor baik
b. Kepala : Normocephalik
c. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat,isokor, refleks cahaya +/+ normal
d. Leher : luka memar (+) Pembesaran KGB (-)
e. Toraks : Bentuk dan pergerakan simetris
f. Jantung : Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
g. Pulmo : Auskultasi : Sonor, ronkhi (-), wheezing (+)
h. Abdomen : Datar, lembut, supel
7
i. Hepar : Tidak teraba
j. Lien : Tidak teraba
k. Ekstremitas : CRT <2 detik
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
Aksis II :-
Aksis III :-
Aksis IV :-
Aksis V : GAF Scale saat pemeriksaan 80-71 (gejala sementara dan
dapat diatasi, distabilitas dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll)
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi pada pasien ini yaitu :
1. Fluoxetin 20 mg
2. Alprazolam 0.25 mg
Penanganan psikososial
a. Psikoterapi suportif
b. Terapi kognitif
c. Terapi Interpersonal
d. Edukasi
VII. Diagnosis Banding
1. fobia
2. gangguan obsesif kompulsif
3. hipokondriasis
VIII. PROGNOSIS
8
Qua ad vitam : Dubia ad bonam
Qua ad fungisionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Follow up
Wawancara Autoanamnesa
Ket : P Pemeriksa
O Os/ Pasien
O : Tn. A
O : 57 tahun dok
9
O : Alhamdulillah saya lulus sarjana dok
P : Kalau boleh tau, keluhan bapak apa sekarang sampai berobat ke Poli RSJ
Jambi ini?
O : Ini dok saya merasa cemas dan gelisah. Saya sudah 3 malam ini tidak bisa
tidur dok. Saya sampai sesak napas dan sulit konsentrasi sekarang dok.
P : Apakah bapak tau pemicu dari perasaan cemas yang bapak rasakan saat ini?
O : Tidak ada dok. Pokoknya setiap bangun itu pasti ada saja timbul rasa
cemasnya.
O : Sebenarnya beberapa minggu belakangan ini rasa cemas seperti ini sudah ada
namun seminggu belakangan ini semakin berat saya rasa dok sampai saya
sesak napas dan gelisah seperti sekarang ini.
O : Saya tidak begitu menghitung dok, terkadang bisa banyak namun terkadang
malah sedikit. Dan sekarang ini munculnya secara tiba-tiba.
O : Saya komunikasi baik dok dengan seluruh anggota keluarga dirumah maupun
angggota keluarga lainnya, namun untuk tetangga saya hanya komunikasi
seperlunya saja.
10
P : Apakah bapak pernah melihat bayangan? Kalau bisikan bagaimana pak?
O : Tidak ada sih dok. Namun saya bisa saja dalam mimpi saya itu ada muncul
ular begitu dok dan saya langsung terbangun sampai tidak bisa tertidur
lagi.
O : iya saya pernah berobat dengan keluhan yang sama 3 tahun yang lalu dan
mendapat pengobatan namun saya lupa nama obatnya apa dok, yang saya
ingat obat itu saya minum 1 kali sehari. Tapi saya sudah tidak minum
karena saya sudah enakan kemarinn.
P : Apakah bapak ada keluhan sulit tidur maupun kehilangan nafsu makan?
O : ya ada dok. Saya sulit untuk memulai tidur dok, dan saat sudah dapat tidur
maka gampang terbangun karena mimpi yang aneh dan untuk tidur
kembali itu sangat sulit. Untuk nafsu makan sepertinya biasa saja dok.
P : oh kalau begitu terima kasih pak untuk kesediaan tanya jawabnya pak
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFENISI
Gangguan cemas menyeluruh (generalized Anxiety Disorder,
GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak
realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini
dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan.
Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan
dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan
tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.1
3.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan anxietas menyeluruh adalah keadaan yang lazim,
perkiraan yang masuk akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan
8 persen. Rasio perempuan banding laki-laki pada gangguan ini sekitar 2:1
tetapi rasio perempuan banding laki-laki yang di rawat inap di rumah sakit
untuk gangguan ini sekitar 1:1. Prevalensi seumur hidupnya adalah 45%.3
12
3.3 ETIOLOGI
Etiologi gangguan anxietas menyeluruh mencakup perspektif
psikoanalisis,kognitif-behavioral, dan biologis.3
13
sesuatu yang mengancam dan untuk menilai berbagai kejadian yang
mengancam lebih mungkin terjadi pada mereka. Sensitivitas pasien GAD
yang sangat tinggi terhadap stimulus yang mengancam juga muncul bila
stimulus tersebut tidak dapat diterima secara sadar (Bradley dkk dalam
Davison, dkk, 2004). Pandangan kognitif lain diajukan oleh Borkovec dan
para koleganya bahwa mereka memfokuskan pada gejala utama GAD,
yaitu kekhawatiranberdasarkan perspektif hukuman. Seseorang mungkin
bertanya-tanya mengapa ada orang yang sering merasa khawatir karena
kekhawatiran dianggap sebagai kondisi negatif yang seharusnya tidak
mendorong pengulangan. Borkovec dan para koleganya mengumpulkan
bukti-bukti bahwa kekhawatiran sebenarnya merupakan penguatan negatif;
ia mengalihkan pasien dari berbagai emosi negatif sehingga diperkuat oleh
hasil yang positif bagi individu terkait. Kunci untuk memahami posisi ini
adalah menyadari bahwa kekhawatiran tidak menciptakan banyak
ketegangan emosional, sebagai contoh hal itu tidak menciptakan berbagai
perubahan fisiologis yang menyertai emosi, dan pada kenyatannya
menghambat pemrosesan stimulasi emosional. Dengan demikian, melalui
rasa khawatir, orang-orang yang menderita GAD menghindari berbagai
citra yang tidak mengenakkan. dan sebagai konsekuensinya kecemasan
yang mereka rasakan terhadap berbagai citra tersebut tidak hilang. Salah
satu kemungkinan data yang menunjukkan bahwa penderita GAD
menuturkan mengalami lebih banyak pascatrauma yang mencakup
kematian, cedera, atau penyakit. namun demikian, hal tersebut bukan
sesuatu yang mereka khawatirkan, kekhawatiran dapat mengalihkan para
penderita GAD dari berbagai citra pascatrauma yang menyakitkan.
14
kesesuaian yang lebih tinggi di antara kembar MZ dibanding kembar DZ.
Namun tingkat komponen genetik ini tampaknya rendah.
15
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat
pada tabel di bawah:2
16
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan
kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom.
Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis.
3.5 DIAGNOSIS
Pedoman diagnostik untuk gangguan kecemasan menyeluruh menurut
PPDGJ-III (F41.1)4
17
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai).
c) Over-aktivitas otonomi (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb).
3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan :
hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
a) Kegelisahan
18
d) Iritabilitas
e) Ketegangan otot
f) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
19
3. Kecemasan diasosiasikan dengan 6 gejala berikut ini (dengan
sekurang-kurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan
tidak selama 6 bulan terakhir), yaitu kegelisahan, mudah lelah, sulit
berkonsentrasi atau pikiran kosong, iritabilitas, ketegangan otot, dan
gangguan tidur (sulit tidur, tidur gelisah atau tidak memuaskan).
4. Kecemasan, kekhwatiran, atau gejala fisik menyebabkan distress atau
terganggunya fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.
5. Gangguan tidak berasal dari zat yang memberikan efek pada fisiologis
(memakai obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (seperti hipertiroid).
6. Gangguan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental
lainnya (seperti kecemasan dalam gangguan panik atau evaluasi
negatif pada gangguan kecemasan sosial atau sosial fobia, kontaminasi
atau obsesi lainnya pada gangguan obsesif-kompulsif, mengingat
kejadian traumatik pada gangguan stress pasca traumatik, pertambahan
berat badan pada anorexia nervosa, komplin fisik pada gangguan
gejala somatik atau delusi pada gangguan schizophreniaor).
1. Fobia
20
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga
pasien berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak
terdapat objek tertentu yang menimbulkan kecemasan.
2. Gangguan obsesif kompulsif
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan
berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya,
sedangkan pada GAD, pasien sulit untuk menghilangkan
kecemasannya, kecuali pada saat tidur.
3. Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap
penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien
dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya,
sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas
otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.
4. Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan
sutau peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien,
sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan
aktivitas sehari-hari.
3.7 PENATALAKSANAAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat
dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi
dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi
yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini.
Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks
hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu
mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.1,6
Penanganan dengan psikoterapi juga dapat dijelaskan melalui
pendekatan psikodinamika, humanistik eksistensialis atau pendekatan
behavioristik maupun kognitif.1
21
Menurut para ahli psikodinamika, karena gangguan ini berakar pada
keadaan internal individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis
yang dialami individu sehingga ia mengembangkan suatu bentuk
mekanisme pertahanan diri, maka upaya menanganinya juga terarah pada
pemberian kesempatan bagi individu untuk mengeluarkan seluruh isi
pikiran atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya adalah
jika individu bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego
akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme
pertahanan diri yang dikembangkannya.5,6
Teknik dasar yang digunakan disebut free association, individu
diminta untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada di
dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau
tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak
sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan.
Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan teknik dream
interpretation; individu diminta untuk menceritakan mimpinya secara
detail dan tepat. Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Dalam melaksanakan teknik-teknik tersebut di atas, ada
dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance
(yaitu individu bertahan dan beradu argumen dengan terapis saat terapis
mulai sampai pada bagian sensitif), dan transference (yaitu individu
mengalihkan perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.
Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang
melihat kecemasan sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan
sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka mereka lebih
menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self).
Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang
berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif
yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang
kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin.
22
Setiap permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya
dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya.
Oleh karena itu, individu itu sendirilah yang paling berperan dalam
menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya.
Karena para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar
(belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan
pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru, yaitu pola perilaku
yang tidak cemas.
Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah
systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan
menggunakan konsep hirarki ketakutan, menghilangkan ketakutan secara
perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang
lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat digunakan
dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian
reward- jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan
ataupun punishment – jika tidak ada perubahan perilaku atau justru
menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana perubahan
perilaku. Adanya model yang secara nyata dapat dilihat dan menjadi
contoh langsung kepada individu juga efektif dalam upaya melawan
pikiran-pikiran yang mencemaskan.
Pendekatan kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil
dari kesalahan dalam mempersepsikan ancaman (misperception of threat)
menawarkan upaya mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan
mendesain suatu pola kognitif baru. David Clark dkk (dalam Acocella
dkk, 1996) mengembangkan desain kognitif yang melibatkan 3 bagian
yaitu1 :
1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang
sensasi tubuhnya
2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi, yang
noncatastropic.
23
3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dan alternatif-alternatif
tersebut.
Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan
bahwa tujuan dari terapi sebagai upaya menangani gangguan kecemasan
adalah membantu individu melakukan intrepretasi sensasi tubuh dengan
cara yang noncatastropic1.
24
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran (menurut IiMS
Vol. 30-2001)
a. Benzodiazepin5
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons
terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis
terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-rata 2- 6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering
off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek
anti-anxietas, antikonvulsan, antiinsomnia, dan premedikasi tindakan
operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain :
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10 mg
9im/iv), broadspectrum.
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum.
25
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk
pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk
anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti-depresi.
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif
dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik. Tidak
menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari.
Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan
Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin
dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah
2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.
c. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-
kognisi-respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu
dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,
merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam
menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan
26
kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien
diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi
positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak
pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka
tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien
secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku,
mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang
digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.
d. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
e. Psikoterapi Berorientasi
Tilikan Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan
konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan
self pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita
sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah
untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.
3.8 PROGNOSIS
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia,
onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan
depresi. Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada
pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan
prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.Namun
demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
27
berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya
beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan
kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut
definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang
mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.7, 8
28
dilakukan sebelum gejalagejala menjadi alat untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati,
perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-
gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan
tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis
akan menjadi lebih jelek.
29
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis dan pemeriksaan psikiatri yang dilakukan terhadap
pasien Tn.A yang berusia 57 tahun yang datang ke Poli Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jambi pada 22 September 2019. Sejak 1 bulan yang lalu
pasien mengeluh cemas dan gelisah. Pasien mengaku dengan keluhan
cemasnya membuatnya merasa sampai sesak nafas dan sulit untuk
berkonsentrasi. Pasien mengaku perasaan cemasnya akan muncul setiap
dia bangun tidur. Sejak beberapa minggu yanng lalu, pasien mengeluh
sulit untuk tidur dan ketika sudah bisa tidur gampang untuk terbangun, lalu
disaat ingin kembali tidur akan sulit hingga membuatnya gelisah. Keluhan
dirasakan semakin berat dalam satu minggu terakhir.
30
debar. Gejala utama yang didapatkan pada pasien dari hasil anamnesis
adalah gejala cemas yang ada setiap hari yang berlangsung hampir setiap
hari, sulit untuk berkonsentrasi, gelisah, dan sesak napas. Keluhan
dirasakan sudah beberapa minggu belakangan namun terasa semakin berat
satu minggu belakangan. Pasien sulit untuk beraktivitas ataupun karena
sulit untuk berkonsentrasi. Juga ditambah dengan riwayat keluhan yang
sama 3 tahunyang lalu.
1. Terapi Non-Farmakologi
31
Sosioterapi : memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien
dan orang-orang disekitarnya sehingga mereka dapat memberikan
dukungan moral dan menciptakan lingkungan yang kondusif agar
dapat membantu proses penyembuhan.
2. Terapi Farmakologi
Pengobatan untuk gangguan anxietas mencakup berbagai antidepresan
(SSRI, SNRI, TCA, dan MAOI), antianxietas (benzodiazepin dan
buspiron), serta betablocker. Berdasarkan guideline, SSRI
direkomendasikan sebagai firstline terapi untuk sebagian besar gangguan
anxietas.
32
Berdasarkan keluhan yang ada pasien Tn. A kami berikan
Venlafaxine XR dengan dosis awal 37.5 mg 1 kali sehari dan diberi dosis
selama 7 hari untuk melihat reaksi pasien terhadap obat yang dikonsumsi.
Jika tidak ada efek samping maka obat dapat diteruskan dan mungkin bisa
dinaikkan dosisnya secara bertahap untuk mendapatkan efek yang lebih
baik lagi. Jika pasien merasakan efek samping maka obat diganti ke
golongan yang lain dengan melihat keluhan yang dirasakan.
33
BAB V
PENUTUP
Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak,
khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik,
dialami secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh
pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
Neale dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut
yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan beberapa keadaan
psikopatologis sehingga mengalami apa yang disebut Gangguan
Kecemasan.
34
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb).
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya
dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau
terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Obat pilihan yang digunakan
adalah antianxietas (golongan SNRI, Benzodiazepin, dan Buspirone).
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor.
Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jilid Satu : Phyladelphia. Hal.1-8.
36