Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia.
Perasaan tersebut ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan,
seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat,
palpotasi, gelisah, dan sebagainya. Anxietas merupakan gejala yang umum
tetapi non-spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi. Kumpulan
gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada
setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya merupakan
kondisi yang melampaui batas normal terhadap suatu ancaman yang
sungguh-sungguh dan maladaptif,1,2

Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada


gangguan psikiatrik, dapat sebagai sindroa pada neurosis cemas dan dapat
juga sebagai kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang
sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh
manusia supaya dapat mempertahankan diri dari anxietas juga dapat
bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian,
merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya
dapat berkurang.2

Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang


paling lazim terjadi di masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang
terkena gangguan ini di Amerika Serikat, dengan angka kejadian pada
wanita yang dapat terkena hampir dua kali lebih sering dibanding pria.
Gangguan kecemasan yang berhubungan dengan kejadian morbiditas yang
cukup signifikan , sering menjadi kronis dan cenderung resisten terhadap
pengobatan. Gangguan kecemasan dapat dilihat sebagai bagian dari
gangguan mental terkait, yang dapat diklasifikasikan dalam Diagnostic
dan Statistic Manual of Mental Disorders 4 th Ed (DSM IV-TR), yaitu : (1)
gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, (2) agoraphobia dengan
atau tanpa gangguan panik, (3) fobia spesifik, (4) fobia sosial, (5) obsesif

1
kompulsif , (6) gangguan stres pasca trauma, (7) gangguan stress akut, dan
(8) gangguan kecemasan umum.3

Sebuah aspek menarik dari gangguan kecemasan adalah interaksi


antara faktor genetik dan pengalaman. Ada sedikit keraguan bahwa gen
yang abnormal dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap keadaan
kecemasan patologis, namun bukti jelas menunjukkan bahwa peristiwa
kehidupan yang traumatis dan stress juga dapat menjadi penyebab yang
cukup penting.3

Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen: kesadaran sensasi


fisiologis (misalnya, jantung berdebar dan berkeringat) dan kesadaran
bahwa mereka gugup dan ketakutan. Perasaan malu dapat meningkatkan
kecemasannya dan akan mengakui bahwa mereka sedang ketakutan. Selain
efek motorik dan efek viseral, kecemasan dapat mempengaruhi pemikiran,
persepsi, tidak hanya waktu dan ruang tetapi juga dari orang dan makna
dari suatu peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu belajar dengan
menurunkan konsentrasi, mengurangi ingatan, dan merusak kemampuan
untuk berhubungan dengan bagian lain untuk membuat asosiasi.3

2
BAB II
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS
 Nama : Tn.A
 Umur : 57 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Jambi Batang Hari
 Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Status Pernikahan : Sudah menikah
 Pendidikan Terakhir : Sarjana
 Tanggal MRS (Poli) : 22 September 2019
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan cemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os pasien datang dengan keluhan cemas sehingga sesak. Sulit konsentrasi.
Os merasa cemas tiap saat bangun tidur. Os mengakui sulit untuk tidur dan
jika tertidur akan terbangun dan saat ingin melanjutkan tidur kembali akan
sangat sulit. Keluhan dirasakan os semakin berat dalam seminggu terakhir,
dan os mengakui jantungnya berdebar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kolesterol tinggi.
Os pernah berobat ke Rumah Sakit Jiwa 3 tahun yang lalu.
Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat Pranatal dan Perinatal
Os mengakui lahir normal dan cukup bukan juga dengan panjang badan juga
berat badan yang normal.

3
b. Masa kanak-kanak awal (lahir sampai usia 3 tahun)
Os hanya mengatakan normal, dimana tidak terjadi keterlambatan
perkembangan motorik maupun berbahasa.
c. Masa kanak-kanak menengah (usia 3 sampai 11 tahun)
Os saat SD bergaul dengan baik dengan teman-temannya dan juga bermain
dengan teman dengan setara usianya.
d. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja)
Saat os duduk dibangku SMP, ayah os meninggal dan os mulai mengalami
kesedihan yang mendalam hingga menyebabkan mulai merasakan
kecemasan.
e. Masa Dewasa
Dimasa os duduk dibangku SMA, os pernah kehilangan dompet sehingga
membuat dirinya enggan membawa dan memiliki dompet sampai sekarang.
 Riwayat Pekerjaan : Pensiunan PNS
 Riwayat Pernikahan : Sudah Menikah
 Riwayat Kehidupan Beragama : Islam
 Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien
Faktor Premorbid
Tidak ada
Faktor/stressor Pencetus
Tidak ada
Faktor Organik
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit organik
Faktor Keturunan
Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang serupa seperti pasien.

4
GENOGRAM

Keterangan : : Laki-Laki : Pasien

:perempuan : Ibu

III. PEMERIKSAAN PSIKIATRI KHUSUS


Pemeriksaan dilakukan di Poli Jiwa RSJ pada tanggal 22 September 2019,
hasil pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pertama kali datang
berobat.
A. Penampilan
1. Penampilan : Rapi
2. Kesadaran : Kompos Mentis
3. Sikap dan Perilaku : Kooperatif
4. Pembicaraan :
a. Kuantitas : Baik
b. Kualitas : Spontan
c. Tidak ada hendaya berbahasa
5. Sikap terhadap pemeriksaan : Kooperatif
B. Keadaan Afektif
1. Mood : Eutimia
2. Afek : Sesuai
C. Gangguan Persepsi

5
1. Halusinasi : Disangkal
2. Ilusi : Disangkal
D. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : Realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : Spontan
b. Kontinuitas : Koheren
c. Hendaya berbahasa : tidak terdapat hendaya berbahasa
3. Isi pikiran : Normal
E. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan : Pasien tamatan Sarjana
• Pengetahuan Umum :Baik, Pasien dapat menjawab dengan baik segala
pertanyaan.
2. Daya konsentrasi dan perhatian : konsentrasi dan perhatian baik.
3. Orientasi
• Waktu : Baik
• Tempat : Baik
• Orang : Baik
4. Daya ingat
• Daya ingat jangka panjang : baik
• Daya ingat jangka menengah : baik
• Daya ingat jangka pendek : baik
• Daya ingat segera : baik
• Akibat hendaya daya ingat pasien : Tidak terdapat hendaya daya ingat
pada pasien saat ini.
5. Kemampuan baca tulis : Baik
6. Berpikir abstrak : Baik

F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik.

6
G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien baik.
H. Tilikan
Tilikan derajat 6, karena pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup baik dengan jujur mengenai
peristiwa yang terjadi.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Gambaran Umum:
Keadaan umum : konjungtiva anemis (-/-), ikterus (-) sianosis (-), dan Rapi
Kesadaran : kompos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, teraba kuat dan teratur.
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC
TB : cm
BB : kg
IMT : kg/m2

2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit : Turgor baik
b. Kepala : Normocephalik
c. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat,isokor, refleks cahaya +/+ normal
d. Leher : luka memar (+) Pembesaran KGB (-)
e. Toraks : Bentuk dan pergerakan simetris
f. Jantung : Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
g. Pulmo : Auskultasi : Sonor, ronkhi (-), wheezing (+)
h. Abdomen : Datar, lembut, supel

7
i. Hepar : Tidak teraba
j. Lien : Tidak teraba
k. Ekstremitas : CRT <2 detik

3. Pemeriksaan Neurologis : tremor (-) pada kedua tangan


4. Pemeriksaan psikomertik : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan pemeriksaan
6. Pemeriksaan Penunjang Lainnya : tidak dilakukan pemeriksaan

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
Aksis II :-
Aksis III :-
Aksis IV :-
Aksis V : GAF Scale saat pemeriksaan 80-71 (gejala sementara dan
dapat diatasi, distabilitas dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll)
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi pada pasien ini yaitu :
1. Fluoxetin 20 mg
2. Alprazolam 0.25 mg
Penanganan psikososial
a. Psikoterapi suportif
b. Terapi kognitif
c. Terapi Interpersonal
d. Edukasi
VII. Diagnosis Banding
1. fobia
2. gangguan obsesif kompulsif
3. hipokondriasis
VIII. PROGNOSIS

8
Qua ad vitam : Dubia ad bonam
Qua ad fungisionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

Follow up

Membantu keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta


efektivitas pengobatan dan efek samping dan obat yang perlu diperhatikan.

Wawancara Autoanamnesa

Ket : P  Pemeriksa

O  Os/ Pasien

P : Selamat pagi pak

O : Selamat siang dok

P : Saya dokter muda Angga boleh tanya-tanya sedikit pak?

O : Boleh dok, Silahkan

P : Boleh tau namanya siapa pak?

O : Tn. A

P : Umurnya berapa pak?

O : 57 tahun dok

P : Bapak tinggal dimana sekarang?

O : di Jambi Batang hari dok

P : Tinggal dengan siapa saja bapak disana?

O : Saya bersama anak-anak dan istri saya dok

P : Apa pendidikan terakhir bapak?

9
O : Alhamdulillah saya lulus sarjana dok

P : Pekerjaannya sekarang apa pak?

O : Saya seorang pensiunan PNS dok

P : Kalau boleh tau, keluhan bapak apa sekarang sampai berobat ke Poli RSJ
Jambi ini?

O : Ini dok saya merasa cemas dan gelisah. Saya sudah 3 malam ini tidak bisa
tidur dok. Saya sampai sesak napas dan sulit konsentrasi sekarang dok.

P : Apakah bapak tau pemicu dari perasaan cemas yang bapak rasakan saat ini?

O : Tidak ada dok. Pokoknya setiap bangun itu pasti ada saja timbul rasa
cemasnya.

P : Sejak kapan bapak mulai merasa cemas seperti ini?

O : Sebenarnya beberapa minggu belakangan ini rasa cemas seperti ini sudah ada
namun seminggu belakangan ini semakin berat saya rasa dok sampai saya
sesak napas dan gelisah seperti sekarang ini.

P : kira-kira berapa kali dalam sehari cemasnya muncul pak?

O : Saya tidak begitu menghitung dok, terkadang bisa banyak namun terkadang
malah sedikit. Dan sekarang ini munculnya secara tiba-tiba.

P : Lalu apa yang bapak lakukan saat disaat cemasnya muncul?

O : Saya hanya diam saja dok

P : Apakah sosialisasi maupun komunikasi bapak baik dengan keluarga maupun


tetangga bapak?

O : Saya komunikasi baik dok dengan seluruh anggota keluarga dirumah maupun
angggota keluarga lainnya, namun untuk tetangga saya hanya komunikasi
seperlunya saja.

10
P : Apakah bapak pernah melihat bayangan? Kalau bisikan bagaimana pak?

O : Tidak ada sih dok. Namun saya bisa saja dalam mimpi saya itu ada muncul
ular begitu dok dan saya langsung terbangun sampai tidak bisa tertidur
lagi.

P : Apakah bapak pernah berobat sebelumnya, apakah dengan keluhan yang


sama?

O : iya saya pernah berobat dengan keluhan yang sama 3 tahun yang lalu dan
mendapat pengobatan namun saya lupa nama obatnya apa dok, yang saya
ingat obat itu saya minum 1 kali sehari. Tapi saya sudah tidak minum
karena saya sudah enakan kemarinn.

P : Apakah bapak ada keluhan sulit tidur maupun kehilangan nafsu makan?

O : ya ada dok. Saya sulit untuk memulai tidur dok, dan saat sudah dapat tidur
maka gampang terbangun karena mimpi yang aneh dan untuk tidur
kembali itu sangat sulit. Untuk nafsu makan sepertinya biasa saja dok.

P : oh kalau begitu terima kasih pak untuk kesediaan tanya jawabnya pak

O : iya dok sama-sama dok.

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFENISI
Gangguan cemas menyeluruh (generalized Anxiety Disorder,
GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak
realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini
dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan.
Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan
dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan
tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.1

GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir


yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya
tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat
dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stress dan mengganggu
aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial. Pasien GAD
biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan
ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu
dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan
depresi.1,2

3.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan anxietas menyeluruh adalah keadaan yang lazim,
perkiraan yang masuk akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan
8 persen. Rasio perempuan banding laki-laki pada gangguan ini sekitar 2:1
tetapi rasio perempuan banding laki-laki yang di rawat inap di rumah sakit
untuk gangguan ini sekitar 1:1. Prevalensi seumur hidupnya adalah 45%.3

12
3.3 ETIOLOGI
Etiologi gangguan anxietas menyeluruh mencakup perspektif
psikoanalisis,kognitif-behavioral, dan biologis.3

3.3.1. Pandangan Psikoanalisis

Teori psikoanalisis berpendapat bahwa sumber kecemasan menyeluruh


(GAD) adalah konflik yang tidak disadari antara ego dan impul-impuls id.
Impuls-impuls tersebut, biasanya bersifat seksual atau agresif, berusaha
untuk mengekspresikan diri, namun ego tidak membiarkaan karena tanpa
disadari ia merasa takut terhadap hukuman yang akan diterima. Sumber
kecemasan sebenarnya yaitu hasrat-hasrat yang berhubungan dengan
impulsimpuls id yang ditekan dan berjuang untuk mengekspresikan diri
selalu hadir. Dengan kata lain tidak ada cara untuk menghindari
kecemasan, jika seseorang meninggalkan id ia tidak lagi hidup, dengan
demikian orang tersebut hampir selalu mengalami kecemasan. Orang yang
menderita gangguan anxietas menyeluruh (GAD) tidak mengembangkan
tipe pertahanan sehingga selalu merasa cemas.

3.3.2. Pandangan Kognitif-Behavioral

Pemikiran utama teori kognitif behavioral tentang orang yang menderita


anxietas menyeluruh (GAD) adalah gangguan yang disebabkan oleh
proses-proses berpikir yang menyimpang. Orangorang yang menderita
GAD sering kali salah mempersepsikan kejadian-kejadian yang biasa
seperti menyeberang jalan merupakan sesuatu hal yang mengancam dan di
kognisi mereka terfokus pada antisipasi berbagai bencana pada masa
mendatang (Beck dalam Navison, Neale, & Kring, 2004). Perhatian para
pasien GAD mudah terarah pada stimulus yang mengancam (Mogg,
Millar, & Bradley dalam Davison, dkk, 2004). Terlebih lagi pasien GAD
lebih terpicu untuk mengintrepetasi stimulus yang tidak jelas sebagai

13
sesuatu yang mengancam dan untuk menilai berbagai kejadian yang
mengancam lebih mungkin terjadi pada mereka. Sensitivitas pasien GAD
yang sangat tinggi terhadap stimulus yang mengancam juga muncul bila
stimulus tersebut tidak dapat diterima secara sadar (Bradley dkk dalam
Davison, dkk, 2004). Pandangan kognitif lain diajukan oleh Borkovec dan
para koleganya bahwa mereka memfokuskan pada gejala utama GAD,
yaitu kekhawatiranberdasarkan perspektif hukuman. Seseorang mungkin
bertanya-tanya mengapa ada orang yang sering merasa khawatir karena
kekhawatiran dianggap sebagai kondisi negatif yang seharusnya tidak
mendorong pengulangan. Borkovec dan para koleganya mengumpulkan
bukti-bukti bahwa kekhawatiran sebenarnya merupakan penguatan negatif;
ia mengalihkan pasien dari berbagai emosi negatif sehingga diperkuat oleh
hasil yang positif bagi individu terkait. Kunci untuk memahami posisi ini
adalah menyadari bahwa kekhawatiran tidak menciptakan banyak
ketegangan emosional, sebagai contoh hal itu tidak menciptakan berbagai
perubahan fisiologis yang menyertai emosi, dan pada kenyatannya
menghambat pemrosesan stimulasi emosional. Dengan demikian, melalui
rasa khawatir, orang-orang yang menderita GAD menghindari berbagai
citra yang tidak mengenakkan. dan sebagai konsekuensinya kecemasan
yang mereka rasakan terhadap berbagai citra tersebut tidak hilang. Salah
satu kemungkinan data yang menunjukkan bahwa penderita GAD
menuturkan mengalami lebih banyak pascatrauma yang mencakup
kematian, cedera, atau penyakit. namun demikian, hal tersebut bukan
sesuatu yang mereka khawatirkan, kekhawatiran dapat mengalihkan para
penderita GAD dari berbagai citra pascatrauma yang menyakitkan.

3.3.3. Perspektif Biologis

Beberapa studi mengindikasikan bahwa GAD dapat memiliki komponen


genetik. GAD sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki
hubungan keluarga dengan penderita gangguan ini, dan terdapat

14
kesesuaian yang lebih tinggi di antara kembar MZ dibanding kembar DZ.
Namun tingkat komponen genetik ini tampaknya rendah.

Model neurobiologis yang paling umum untuk gangguan anxietas


menyeluruh dilandasi oleh pengetahuan mengenai cara kerja
benzodiazepine, suatu kelompok obat-obatan yang sering kali efektif untuk
menangani kecemasan, para peneliti menemukan suatu reseptor dalam
otak untuk benzodiazepine yang berhubungan dengan neurotransmitter
penghambat yaitu asam gamma-aminobutyric (GABA). Pada reaksi
ketakutan yang normal, neuron di seluruh otak memicu dan menciptakan
kecemasan. Proses tersebut juga merangsang sistem GABA, yang
menghambat aktivitas ini dan mengurangi kecemasan. GAD dapat
disebabkan oleh kerusakana dalam sistem GABA sehingga kecemasan
tidak dapat dikendalikan. benzodiazepine dapat mengurangi kecemasan
dengan meningkatkan pelepasan GABA secara bersama, obat-obatan yang
menghambat sistem GABA memicu peningkatan kecemasan (Insell dalam
Davison, dkk, 2004). Banyak hal yang masih harus dipelajari, namun
pendekatan ini tampaknya ditakdirkan untuk meningkatkan pemahaman
kita terhadap kecemasan

3.4 GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas
Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan
cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang
berlebihan, gelisah pada halhal yang sepele dan tidak utama yang mana
perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga
pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu
spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya
terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan
terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya,
cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung.
Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.1,5

15
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat
pada tabel di bawah:2

Tabel 1. Gejala-gejala Gangguan Kecemasan Menyeluruh

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar


2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
Kewaspadaan Berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Penangkapan Berkurang 14. Mudah terkejut/kaget
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung

Gangguan cemas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap


tekanan darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan
darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral
resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus
yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang
menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon
tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut
akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol kedalam
sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan

16
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan
kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom.
Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis.

Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang


menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang
sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen
parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin
terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain
berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan
cemas menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter
serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu :
5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai
inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai
eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi
kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan
darah.2

3.5 DIAGNOSIS
Pedoman diagnostik untuk gangguan kecemasan menyeluruh menurut
PPDGJ-III (F41.1)4

1. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang


berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan
situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang).
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi, dsb).

17
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai).
c) Over-aktivitas otonomi (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb).

3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk


ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang
yang menonjol.

4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa


hari), khususnyadepresi, tidak membatalkan diagnosis utama
gangguan anxietas menyeluruh, selama haltersebut tidak memenuhi
kriteria lengkap dari episode depresi (F32), gankap dari
episodedepresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panik
(F41.0), gangguan obsesif-kompulsif (F42).

Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR :5

1. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir


setiap hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang
sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas
sekolah)

2. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya

3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan :
hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :

a) Kegelisahan

b) Merasa mudah lelah

c) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

18
d) Iritabilitas

e) Ketegangan otot

f) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)

4. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis


I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita
suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada
situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada
gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak
saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan
berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik
berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit
serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran
tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.

5. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan


yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.

6. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung


dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi
medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata
selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan
perkembangan pervasif

Kriteria Diagnostik menurut DSM-V (300.02), sebagai berikut:6

1. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir


setiap hari, sepanjang hari, terjadi sekurangnya 6 bulan, tentang
sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas
sekolah).
2. Individu sulit untuk mengendalikan kecemasan dan kekhawatiran.

19
3. Kecemasan diasosiasikan dengan 6 gejala berikut ini (dengan
sekurang-kurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan
tidak selama 6 bulan terakhir), yaitu kegelisahan, mudah lelah, sulit
berkonsentrasi atau pikiran kosong, iritabilitas, ketegangan otot, dan
gangguan tidur (sulit tidur, tidur gelisah atau tidak memuaskan).
4. Kecemasan, kekhwatiran, atau gejala fisik menyebabkan distress atau
terganggunya fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.
5. Gangguan tidak berasal dari zat yang memberikan efek pada fisiologis
(memakai obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (seperti hipertiroid).
6. Gangguan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental
lainnya (seperti kecemasan dalam gangguan panik atau evaluasi
negatif pada gangguan kecemasan sosial atau sosial fobia, kontaminasi
atau obsesi lainnya pada gangguan obsesif-kompulsif, mengingat
kejadian traumatik pada gangguan stress pasca traumatik, pertambahan
berat badan pada anorexia nervosa, komplin fisik pada gangguan
gejala somatik atau delusi pada gangguan schizophreniaor).

3.6 DIAGNOSIS BANDING


Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan
penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah,
elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan
adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat
atau obat seperti alkohol, hipnotiksedatif dan anxiolitik. Kelainan
neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada
gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada
gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan cemas menyeluruh
juga dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif,
hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.6

1. Fobia

20
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga
pasien berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak
terdapat objek tertentu yang menimbulkan kecemasan.
2. Gangguan obsesif kompulsif
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan
berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya,
sedangkan pada GAD, pasien sulit untuk menghilangkan
kecemasannya, kecuali pada saat tidur.
3. Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap
penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien
dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya,
sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas
otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.
4. Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan
sutau peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien,
sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan
aktivitas sehari-hari.

3.7 PENATALAKSANAAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat
dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi
dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi
yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini.
Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks
hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu
mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.1,6
Penanganan dengan psikoterapi juga dapat dijelaskan melalui
pendekatan psikodinamika, humanistik eksistensialis atau pendekatan
behavioristik maupun kognitif.1

21
Menurut para ahli psikodinamika, karena gangguan ini berakar pada
keadaan internal individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis
yang dialami individu sehingga ia mengembangkan suatu bentuk
mekanisme pertahanan diri, maka upaya menanganinya juga terarah pada
pemberian kesempatan bagi individu untuk mengeluarkan seluruh isi
pikiran atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya adalah
jika individu bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego
akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme
pertahanan diri yang dikembangkannya.5,6
Teknik dasar yang digunakan disebut free association, individu
diminta untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada di
dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau
tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak
sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan.
Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan teknik dream
interpretation; individu diminta untuk menceritakan mimpinya secara
detail dan tepat. Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Dalam melaksanakan teknik-teknik tersebut di atas, ada
dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance
(yaitu individu bertahan dan beradu argumen dengan terapis saat terapis
mulai sampai pada bagian sensitif), dan transference (yaitu individu
mengalihkan perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.
Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang
melihat kecemasan sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan
sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka mereka lebih
menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self).
Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang
berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif
yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang
kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin.

22
Setiap permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya
dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya.
Oleh karena itu, individu itu sendirilah yang paling berperan dalam
menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya.
Karena para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar
(belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan
pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru, yaitu pola perilaku
yang tidak cemas.
Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah
systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan
menggunakan konsep hirarki ketakutan, menghilangkan ketakutan secara
perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang
lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat digunakan
dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian
reward- jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan
ataupun punishment – jika tidak ada perubahan perilaku atau justru
menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana perubahan
perilaku. Adanya model yang secara nyata dapat dilihat dan menjadi
contoh langsung kepada individu juga efektif dalam upaya melawan
pikiran-pikiran yang mencemaskan.
Pendekatan kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil
dari kesalahan dalam mempersepsikan ancaman (misperception of threat)
menawarkan upaya mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan
mendesain suatu pola kognitif baru. David Clark dkk (dalam Acocella
dkk, 1996) mengembangkan desain kognitif yang melibatkan 3 bagian
yaitu1 :
1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang
sensasi tubuhnya
2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi, yang
noncatastropic.

23
3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dan alternatif-alternatif
tersebut.

Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan
bahwa tujuan dari terapi sebagai upaya menangani gangguan kecemasan
adalah membantu individu melakukan intrepretasi sensasi tubuh dengan
cara yang noncatastropic1.

Dalam beberapa hal, penanganan terhadap penderita gangguan


kecemasan tidak selalu hanya berpegang pada satu tehnik saja, atau hanya
mengikuti pendapat salah satu ahli dari suatu pendekatan saja. Terapi
yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih dari satu
pendekatan atau lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan
tahapan-tahapannya juga terinci.

Pertimbangkan penggunaan obat-obatan maupun psikoterapi. Anti


depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya cukup efektif dan aman
untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan benzodiazepin
dengan tidak berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari atau 10
mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa minggu hingga
beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk mengikuti
perjalanan penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk
pengobatan awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam
dosis terbagi). Pasien tertentu yang telah terbiasa dengan efek cepat
benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas buspiron. Anti
depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien
tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan
pasien dengan gejala otonomik akan membaik dengan β-bloker (misal,
propanolol 80-160 mg/hari).

24
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran (menurut IiMS
Vol. 30-2001)

No. Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran


1. Diazepam Diazepin Tab 2-5 mg 10-30 mg/h
Lovium Tab 2-5 mg
Stesolid Tab 2-5 mg
Amp
10 mg/2 cc
2. Chlordiazepoxide Cetabrium Drg. 5-10 mg 15-30 mg/h
Arsitran Tab. 5 mg
Tensinyl Cap. 5 mg
3. Lorazepam Ativan Tab 0.5-1-2 mg 2-3x 1 mg/h
Renaquil Tab 1 mg
4. Clobazam Frisium Tab 10 mg 2-3x 1 mg/h
5. Alprazolam Xanax Tab. 0.25-0.5 mg 0.75-1.5 mg/h
Alganax Tab 0.25-0.5 mg
6. Sulpride Dogmatil Cap 50 mg 100-200 mg/h
7. Buspirone Buspar Tab 10 mg 15-30 mg/h
8. Hydroxyzine Iterax Caplet 25 mg 3x25 mg/h

a. Benzodiazepin5
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons
terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis
terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-rata 2- 6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering
off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek
anti-anxietas, antikonvulsan, antiinsomnia, dan premedikasi tindakan
operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain :
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10 mg
9im/iv), broadspectrum.
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum.

25
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk
pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk
anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti-depresi.
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif
dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik. Tidak
menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari.
Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan
Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin
dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah
2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.
c. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-
kognisi-respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu
dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,
merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam
menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan

26
kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien
diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi
positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak
pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka
tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien
secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku,
mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang
digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.
d. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
e. Psikoterapi Berorientasi
Tilikan Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan
konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan
self pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita
sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah
untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.

3.8 PROGNOSIS
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia,
onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan
depresi. Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada
pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan
prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.Namun
demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan

27
berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya
beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan
kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut
definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang
mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.7, 8

Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu


diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung
dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu
kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang
mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis
gangguan cemas menyeluruh.

Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah


menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam
interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang
sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya
diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan
kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam
menanggapi kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan
keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutantuntutan masyarakat, integrasi
perasaan dengan perbuatan, kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang kepribadian
premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin
baik.

Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi


pada gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih
baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien
merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih
baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya

28
dilakukan sebelum gejalagejala menjadi alat untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati,
perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-
gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan
tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis
akan menjadi lebih jelek.

Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas


menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas
menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena
penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan
hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh
terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya,
sedangkan sikap yang membangun akan meringankan penderita. Demikian
juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan
orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang
besar akan memperjelek prognosisnya

29
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis dan pemeriksaan psikiatri yang dilakukan terhadap
pasien Tn.A yang berusia 57 tahun yang datang ke Poli Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jambi pada 22 September 2019. Sejak 1 bulan yang lalu
pasien mengeluh cemas dan gelisah. Pasien mengaku dengan keluhan
cemasnya membuatnya merasa sampai sesak nafas dan sulit untuk
berkonsentrasi. Pasien mengaku perasaan cemasnya akan muncul setiap
dia bangun tidur. Sejak beberapa minggu yanng lalu, pasien mengeluh
sulit untuk tidur dan ketika sudah bisa tidur gampang untuk terbangun, lalu
disaat ingin kembali tidur akan sulit hingga membuatnya gelisah. Keluhan
dirasakan semakin berat dalam satu minggu terakhir.

Pada riwayat penyakit dahulu pasien pernah mengalami hal yang


serupa dan pernah berobat di RSJD Provinsi Jambi 3 tahun yanng lalu.
Dan pasien memiliki riwayat kolesterol tinggi. Di keluarga pasien tidak
ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Pasien sudah
menikah. Pasien berhasil menamatkan dirinya di bangku kuliah, S1.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan kesadaran pasien


kompos mentis, pasien datang dengan pakaaian yang rapi, sikap terhadap
pemeriksa juga kooperatif. Tidak terdapat gangguan dalam bentuk pikir,
arus pikir, maupun isi pikir. Mood pasien terlihat normal (eutimia) dan
afeknya juga sesuai antara wajah dan suasana perasaan dari si pasien.
Pasien tidak mengalami gangguan persepsi baik dari halusinasi maupun
ilusi. Daya konsentrasi baik, orientasi waktu, tempat, maupun orang. Daya
ingat pasien juga baik, pikiran abstrak dalam batas normal, pengendalian
impuls baik dan os menyadari bahwa dia sakit dan butuh pertolongan
medis. Gambaran klinis pasien memenuhi kriteria diagnosis Gangguan
Cemas Menyeluruh menurut PPDGJ III menurut F41.1 yaitu adanya
anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung setiap hari untuk
beberapa minggu, sulit konsentrasi, gelisah, sesak nafas, jantung berdebar-

30
debar. Gejala utama yang didapatkan pada pasien dari hasil anamnesis
adalah gejala cemas yang ada setiap hari yang berlangsung hampir setiap
hari, sulit untuk berkonsentrasi, gelisah, dan sesak napas. Keluhan
dirasakan sudah beberapa minggu belakangan namun terasa semakin berat
satu minggu belakangan. Pasien sulit untuk beraktivitas ataupun karena
sulit untuk berkonsentrasi. Juga ditambah dengan riwayat keluhan yang
sama 3 tahunyang lalu.

Diagnosis banding gangguan anxietas menyeluh pada kasus ini


yaitu mencakup klasifikasi gangguan cemas lainnya, seperti fobia,
gangguan obsesif kompulsif, hipokondriasis, dan gangguan stress post
trauma.

Terapi yang diberikan kepada pasien yaitu:

1. Terapi Non-Farmakologi

Yang dikukan berupa pendekatan kognitif secara langsung yang ditujukan


pada distorsi kognitif pasien yang didalilkan dan pendekatan perilaku
ditujukan pada gejala somatik secara langsung.

Terapi suportif juga dilakukan untuk memberikan keamanan dan


kenyamanan untuk pasien, antara lain:

 Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk


mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa
lega.
 Konseling : memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
sehingga dapat membantu pasien dalam memahami penyakitnya dan
bagaimana cara menghadapinya dan menganjurkan untuk berobat
teratur.
 Sugestif : Menanam kepercayaan dan meyakinkan bahwa gejalanya
akan hilang dengan meningkatkan motivasi diri pasien.

31
 Sosioterapi : memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien
dan orang-orang disekitarnya sehingga mereka dapat memberikan
dukungan moral dan menciptakan lingkungan yang kondusif agar
dapat membantu proses penyembuhan.

2. Terapi Farmakologi
Pengobatan untuk gangguan anxietas mencakup berbagai antidepresan
(SSRI, SNRI, TCA, dan MAOI), antianxietas (benzodiazepin dan
buspiron), serta betablocker. Berdasarkan guideline, SSRI
direkomendasikan sebagai firstline terapi untuk sebagian besar gangguan
anxietas.

Tabel Rekomendasi Pengobatan GAD7, 8

Menurut First Line Second Line Drugs Alternative


Drugs
Dipiro, et al., Duloxetine Benzodiazepine Hydroxyzine
2015 Escitalopram Buspirone Quetiapine
Paroxetine Imipramine
Sertraline Pregabalin
Venlafaxine XR
Canadian SSRI Benzodiazepine Hydroxyzine
Psychiatric Escitalopram Alprazolam Quetiapine
Association Paroxetine Bromazepam Citalopram
Sertraline Diazepam Fluoxetine
SNRI Lorazepam Mirtazapine
Duloxetine Nonbenzodiazepine
Venlafaxine XR Buspirone
TCA
Imipramine

32
Berdasarkan keluhan yang ada pasien Tn. A kami berikan
Venlafaxine XR dengan dosis awal 37.5 mg 1 kali sehari dan diberi dosis
selama 7 hari untuk melihat reaksi pasien terhadap obat yang dikonsumsi.
Jika tidak ada efek samping maka obat dapat diteruskan dan mungkin bisa
dinaikkan dosisnya secara bertahap untuk mendapatkan efek yang lebih
baik lagi. Jika pasien merasakan efek samping maka obat diganti ke
golongan yang lain dengan melihat keluhan yang dirasakan.

Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis


yang mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh
usia, onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas
dan depresi. Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada
pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan
prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.Namun
demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya
beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan
kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut
definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang
mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor

33
BAB V

PENUTUP
Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak,
khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik,
dialami secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh
pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
Neale dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut
yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan beberapa keadaan
psikopatologis sehingga mengalami apa yang disebut Gangguan
Kecemasan.

Gambaran klinis bervariasi dapat dijumpai keluhan cemas,


khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan,
gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan
tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga
pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu
spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya
terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan
terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya,
cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung.
Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.

Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-


III ditegakkan jika penderita menunjukkan anxietas sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan
situasi khusus tertentu saja (“mengambang”). Gejala-gejala tersebut
biasanya mencakup unsur-unsur berikut: Kecemasan (khawatir akan nasib
buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi), ketegangan
motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

34
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb).
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya
dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau
terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Obat pilihan yang digunakan
adalah antianxietas (golongan SNRI, Benzodiazepin, dan Buspirone).

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor.
Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jilid Satu : Phyladelphia. Hal.1-8.

2. Hutagalung, Evalina Asnawi. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi


Gangguan Anxietas. [Internet] 2007 [cited 2019 September 22].
Available from : http://gangguan_anxietas.htm

3. Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety disorder. In : Kaplan Saddock’s


Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth
Edition.. New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007; Pg 580-8.

4. Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari


PPDGJIII dan DSM 5. Cetakan 2 Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.

5. DSM IV-TR. (2000). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental


Disorders (DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric
Association.American Psychological Association.

6. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety


Disorder in : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott
Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7

7. DiPiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., et al. 2015.


Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill.

8. Vildayanti, H, et al. Farmakoterapi Gangguan Anxietas. Bandung :


Fakultasi Farmasi Universitas Padjajaran. 2018. (cited 2019 September
25) Available from : file:///C:/Users/lenovo/Downloads/17446-46559-1-
PB.pdf

36

Anda mungkin juga menyukai