SKENARIO 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
SKENARIO 4
STEP 1
-
STEP 2
1. Apa saja faktor resiko yang dapat mempengaruhi pada kasus tersebut?
2. Mengapa pasien mengeluhkan marah pelupa dan menanyakan berulang
pada kasus tersebut ? dan bagaimana mekanismenya ?
3. Bagaimana wawancara yang dapat di lakukan oleh tim medis pada pasien
tersebut?
4. Apa saja penegakan diagnosis untuk pasien tersebut?
5. Bagaimana Tatalaksana untuk pasien tersebut?
STEP 3
1. Demensia :
Usia >65 th, faktor keluarga, jenis kelamin wanita lebih sering, gaya
hidup( hipertensi)
Hormon, genetik alfa atau beta ,riwayat keluarga seperti syndrom down,
gaya hidup kurang baik, pendidikan rendah
2. Mekanise keluhan
Neurodegenerasi menyebabkan gangguan kognitif, banyak perubahan
sinaps dan neuro transmiter seperti asitelkolin, serotonin dan epinefrin
Kemarahan: adanya neurotranmiter kekurangan dopamin, bertanya
berulang perubahan pada hipokampus dan amigdala
Karena demensia : terjadi adanya deposit abnormal dan penurunan
jumlah neuron di hipokampus
3. Bagaimana wawancara tim medis terhadap geriatri
Kuesioner dari instrumen GDS, untuk menilai seberapa kelainan dan
psikologis
Untuk masalah lupa atau kognitif, pemeriksaan instrumen MMSE untuk
melihat apakah mengalami demensia
4. Bagaimana diagnosis
Assesment geritri : anamnesis,pf,komponen psikologis, mengkaji
pengobatan berulang
5. Tatalaksana geriatri
Demensia :
Farmakoterafi : donepezil 10 mg, rivastigmin, galantamin 24 mg
Non famako : untuk mempertahankan fungsu tubuh : olahraga teratur,
rehabilitasi dan intervensi kombinasi
Harus ada dukungan dari keluarga, edukasi keluarga, melibatkan tokoh
tokoh agama untuk ketenangan dan kenyamanan
Aspek spikologis: diberikan terapi CBT dan tai chi
STEP 4
1. Faktor resiko
Tingkat pendidikan rendah faktor resiko tinggi terkena demensia
Usia lanjut : mengalami beberapa degenerasi penuaan, pengaruh ROS
dan degenerasi saraf, perubahan molekuler dapat menyebabkan beta
amiloid
Genetik : meningkatkan resiko demensia
Vaskuler : hipertensi dan kolesterol
Jenis kelamin : resiko tinnggi pada wanita karena sistem hormonal
terganggu akibat menopause
Tdk dapat di ubat :usia genetik jenis kelamin
Dapat di ubah : penyakit hiperteni, DM
Faktor psikologis : karena kehilangan pekerjaan adanya kekurangan
segi ekonomi dan menyebabkan marah marah, kehilangan pasangan
menyebabkan penurunan mental
Perubahan gaya hidup: segi makan harus bervariasi, tetap aktivitas,
makanan sehat, banyak makan sayur dan buah, diet rendah lemah,
minum air yang cukup, batasi asupan gula dan berhenti meroko
2. Keluhan dan mekanisme
Pada pasien lansia fungsi tubuh dan organ terganggu
Perempuan menopause mempengaruhi neurotransmiter dopamin bisa
mempengaruhi mudah stres atau depresi bisa menyebabkan marah
marah
Hilangnya kolinergik di hipokampus dan amigdala kelainan asitelkolin
menyebabkan demensia alzemer daya ingat akan menurun dan gejala
mudah lupa
Menurunnya metabolisme terjadi serat kolinergik di serebelum
menyebabkan penurunan memori dan timbul gejala bertanya berulang
ulang
Ketidak mampuan melakukan kegiatan karena kurangnya fungsi
motorik dan terjadi ketegantungan kepada kelurganya dan beranggapan
tidak berguna dan menyulitkan org lain
Devisit perawatan sehingga merasa tidak nyaman
Perubahan sinaps di hantarkan saraf terjadi perubahan sinaps terjadi
gangguan di hipokampus terjadi penurunan memori terjadi bertanya
berkali kali
Karena penuaan terjadi eksositosis esetilkolin
Dopamin fungsi ada di jantung dan basal untuk pusat efektiv dan suka
dimanja
Norefineprin serotonin menrurun terjadi kejadian depresi
Terjadi adanya deposit abnormal kejadian penurunan sel otak untuk
mengatur daya ingat dan mental
Demensia dan delirium, demnsia progresif,
delirium gejala hilang timbul
Demensia :penurunan memori kognitif, progresif kelamaan terjadi
keparahan
Depresi : sedih dan tidak di butuhkan lagi dan tidak berguna
3. Wawancara
Instrumen GDS untuk depresi dan MMSE untuk kognitif
GDS : jika 0 -4 normal, 5 - 8 depresi ringan, 9 - 11 depresi sedang, 12 -
20 depresi berat
MMSE konniitif : pertanyaan pertama orientasi skor 5, pertanyaan 2
registrasi skor 3
MMSE : Skor 0 - 9 derajat berat, 10 - 14 sedang - berat, 15 - 20 derajat
sedang , 20 - 30 ringan
4. Diagnosis
Anamnesis : tanyakan riwayat obat, penyakit dan sitem lainnya
Pf : headto toe
Fungsional :kemampuan berlingkungan
Keadaan sosisal lingkungan
Fungsional psikologis : apakah pasien depresi atau tidak
Mengkaji pengobatan untuk mengetahui polifarmasi atau tidak
Untuk lanjutan : CT-scan , MRI
Pemeriksaan EEG ( untuk alzaimer)
5. Tatalaksana
Obat antikoliesterasi : donepezil 5-10 mg
Ripastigmin 6-12 mg
Galantamin 24 mg
Obat antipsikotik haloporidol
Dukungan keluarga
Edukasi keluarga untuk perhatian penuh ke pasien
Psikolois untuk melatih sistem ingatan, fisik dan mental
Mind Map
STEP 5
1. Perubahan fungsi kognitif secara fisiologis
2. Patofisiologi - tatalaksana ( demensia, delirium, depresi)
3. Perubahan fungsi mental fisiologis
4. Patofisiologi - tatalaksana ( skizofren,bipolar, delusi)
REFLEKSI DIRI
Alhamdulillah PBL pada pertemuan pertama dapat berjalan dengan lancar,
semoga PBL pada pertemuan berikutnya saya dapat lebih baik lagi.
STEP 6
Belajar mandiri
STEP 7
1. Perubahan fungsi kognitif secara fisiologis
Fungsi kognitif merupakan hal yang esensial seiring dengan
pertambahan usia. Kognitif diperlukan agar dapat berkomunikasi
efektif, termasuk memproses dan mengintegrasikan informasi
sensoris dan merespons dengan baik. Fungsi kognitif pada lansia
menjadi topik yang banyak diteliti dewasa ini dikarenakan
meningkatnya angka harapan hidup di dunia dan meningkatnya
prevalensi demensia neurodegeneratif. 1
Beberapa penelitian neuropatologi telah melaporkan adanya
bukti patologis pada penyakit alzheimer berupa plak pada regio
auditori sentral seperti nukleus koklear, kolikuli inferior, thalamus,
dan korteks primer auditorius. Saat proses pendengaran berlangsung,
informasi akan diteruskan ke atas dari saraf koklear menuju nukleus
koklear dorsal dan ventral sebelum melewati badan trapezoid
menuju sinaps pada kompleks superior olivari atau kolikulus
inferior. Perjalanan dari nukleus sentral dari kolikulus inferior akan
diteruskan ke nukleus genikulatum medial melalui lemnikus lateralis
dari thalamus sebelum akhirnya menuju gyrus temporal superior
yang merupakan korteks primer auditori. Teori ini menguatkan
hipotesis bahwa adanya plak amyloid pada penderita alzheimer akan
menganggu proses penerimaan auditori dan akan mengakibatkan
penurunan fungsi kognitif. 1
Penelitian neuroimaging yang mempelajari gangguan
pendengaran terkait usia telah memberikan pengetahuan yang lebih
jelas mengenai perubahan dan kompensasi dari neuroplastisitas
terkait dengan input penurunan pendengaran yang menjelaskan
mekanisme gangguan pendengaran menyebabkan penurunan fungsi
kognitif. Penurunan dari alat pendengaran perifer akan menyebabkan
penurunan input ke korteks auditori primer, korteks sekunder yang
terkait dan thalamus auditorius yang terlihat sebagai penurunan
aktivasi neural ke stimulus auditorius pada neuroimaging. Respons
neural suara yang menurun akan mengakibatkan kompensasi berupa
peningkatan aktivasi dari kontrol kognitif untuk meningkatkan usaha
dengar yang lebih baik. Deaferenisasi kronik dari kontrol auditori
dan kognitif juga berhubungan dengan atropi dari korteks auditori
primer, korteks prefrontal dan korteks cingulasi anterior. 1
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Lansia yang mempunyai
fungsi kognitif tinggi maka dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
dapat dilakukan secara mandiri, sehingga semakin tinggi fungsi
kognitif maka semakin tinggi pula tingkat kemandirian lansia dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari. Tingkat kemandirian
mencerminkan kemampuan lansia dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari secara independen yang dalam studi ini menggunakan
ADL barthel. ADL barthel meliputi kemampuan menjalankan
aktivitas dasar sehari-hari seperti mandi, berkemih dan berpakaian.
Hubungan antara tingkat kemandirian dan fungsi kognitif merupakan
hal yang vital karena studi membuktikan bahwa lansia yang
tergantung cenderung untuk menderita gangguan kognitif seperti
sindrom demensia. 1
Hubungan terkuat ditemukan antara penurunan skor ADL
dengan kemampuan visuospasial dan memori. Mekanisme dari
fenomena ini belum sepenuhnya dimengerti namun diduga
merupakan kombinasi disfungsi lobus temporal dan parietal
sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan menggunakan
objek secara kompeten dan berdampak pada nilai ADL yang buruk.
Terdapat hierarki dalam penurunan kemandirian dalam komponen
ADL seiring dengan penurunan fungsi kognitif. Hipotesis yang
dikemukakan oleh Katz mendapatkan bahwa aktivitas dasar yang
dipelajari terakhir dalam tahap perkembangan manusia merupakan
yang paling pertama terganggu ketika terjadi penurunan fungsi
kognitif di tahap awal. Di antara katagori ADL, kemampuan untuk
mandi sendiri merupakan kemampuan yang paling banyak
ditemukan pada saat fase awal penurunan fungsi kognitif dan diikuti
oleh kemampuan berpakaian, menggunakan toilet dan berpindah.
Kemampuan untuk makan mandiri masih dapat dilakukan walaupun
terjadi penurunan fungsi kognitif secara progresif. 1
Ditinjau dari segi patofisiologi, frailty dan gangguan kognitif
merupakan sesuatu yang kompleks dan multifaktorial. Beberapa
jalur dan mediator diduga berperan dalam terjadinya gangguan
kognitif pada lansia dengan frailty yaitu hormonal, inflamasi, nutrisi,
vaskular, neuropatologi dan metabolik merupakan faktor yang
diduga berkontribusi. Sarkopenia yang merupakan biomarker dari
frailty terbukti memprediksi kejadian gangguan kognitif di fase awal
pada beberapa studi yang telah dilakukan. Sarkonpenia yang
menyebabkan disfungsi otot dan penurunan kecepatan berjalan
memiliki hubungan kuat dengan gangguan kognitif. Frailty
merupakan sebuah proses transformasi dinamik, keadaan pre-frailty
merupakan proses penuaan yang patologis. 1
The I-Lan Longitudinal Aging Study (ILAS) mengidentifikasi
adanya peranan faktor metabolik yang dapat mengakibatkan
gangguan kognitif pada lansia frailty. Terdapat studi yang
menyatakan bahwa pada lansia yang mengalami kelemahan
ditemukan adanya penurunan aktivitas metabolic yaitu status nutrisi
yang lebih buruk, hemoglobin terglikasi yang lebih tinggi, HDL
yang lebih rendah, sekresi insulin yang tidak sesuai dengan respons
peningkatan glukosa plasma akibat resistensi insulin sehingga
menyebabkan terjadinya hyperinsulinemia yang akan membuat sel-
sel terpapar dengan kadar insulin tinggi dalam waktu yang lama.
Kondisi ini akan menyebabkan fungsi dan survival sel terganggu
terutama sel neuron. Faktor nutrisi memiliki peran terjadinya
gangguan kognitif pada lansia yang mengalami kelemahan. Lansia
yang tergolong frailty akan mengalami penurunan berat badan,
penurunan intake kalori dan nutrisi spesifik yang akan menyebabkan
perubahan komposisi tubuh dan fungsi fisik sehingga menyebabkan
disabilitas. Lansia yang mengalami kekurangan energi dan protein
terbukti memiliki fungsi kognitif yang lebih buruk. Sarkopenia juga
menjelaskan adanya hubungan antara frailty dan gangguan kognitif
melalui kadar testosteron yang rendah pada lansia laki-laki.
Testosteron akan menginduksi plastisitas sinaptik hippokampus dan
mengatur deposisi amyloid sedangkan pada lansia terdapat
penurunan testosteron yang berkaitan dengan kondisi frailty
dikarenakan penurunan massa otot dan kekuatan otot. 1
Saat penuaan juga terjadi penurunan kadar hormon sex steroid,
hormon pertumbuhan dan kadar vitamin D. Peningkatan kadar basal
kortisol juga berkaitan dengan gangguan kognitif dan berhubungan
dengan penurunan volume hipokampus pada pasien dengan sindrom
cushing, demensia alzheimer dan depresi. Peningkatan kortisol juga
terbukti berhubungan dengan gangguan kognitif dari segi bahasa,
kecepata memproses informasi, koordinasi mata-tangan, fungsi
eksekutif dan memori verbal dan visual. Disregulasi hipotalamus-
ptuitary adrenal axis (HPA Axis) merupakan salah satu faktor
pencetus gangguan kognitif pada lansia. Depresi juga merupakan
faktor risiko gangguan kognitif pada lansia frailty. Depresi akan
memengaruhi fungsi kognitif karena sering dikaitkan dengan isolasi
sosial dan kesepian yang berkontribusi pada kejadian frailty
sehingga akan mengakibatkan gangguan kognitif. 1
2. Patofisiologi - tatalaksana ( demensia, delirium, depresi)
A. Demensia
a.) Patofisiologi
Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian
sel saraf dan/atau hilangnya komunikasi antara sel-sel.
Otak manusia sangat kompleks dan banyak faktor yang
dapat mengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah
menemukan faktor-faktor ini namun tidak dapat
menggabungkan faktor ini untuk mendapatkan gambaran
yang jelas bagaimana demensia terjadi. Pada demensia
vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau
difus pada otak dan menyebabkan penurunan kognitif.
Penyakit serebrovaskular fokal terjadi sekunder dari
oklusi vaskular emboli atau trombotik. Area otak yang
berhubungan dengan penurunan kognitif adalah
substansia alba dari hemisfer serebral dan nuklei abu-abu
dalam, terutama striatum dan thalamus. Mekanisme
demensia vaskular yang paling banyak adalah infark
kortikal multipel, infark single strategi dan penyakit
pembuluh darah kecil.2
a) Demensia multi-infark: kombinasi efek dari
infark yang berbeda menghasilkan penurunan
kognitif dengan menggangu jaringan neural.
b) Demensia infark single: lesi area otak yang
berbeda menyebabkan gangguan kognitif yang
signifikan. Ini dapat diperhatikan pada kasus
infark arteri serebral anterior, lobus parietal,
thalamus dan satu girus.
c) Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan 2
sindrom major, penyakit Binswanger dan status
lakunar. Penyakit pembuluh darah kecil
menyebabkan perubahan dinding arteri,
pengembangan ruangan Virchow-Robin dan
gliosis parenkim perivaskular.
d) Penyakit lakunar disebabkan oleh oklusi
pembuluh darah kecil dan menghasilkan lesi
kavitas kecil di otak akibat dari oklusi cabang
arteri penetrasi yang kecil. Lakunae ini ditemukan
lebih sering di kapsula interna, nuklei abu-abu
dalam, dan substansia alba. Status lakunar adalah
kondisi dengan lakunae yang banyak,
mengindikasikan adanya penyakit pembuluh
darah kecil yang berat dan menyebar.
e) Penyakit Binswanger (juga dikenal sebagai
leukoencephalopati subkortikal) disebabkan oleh
penyakit substansia alba difus. Pada penyakit ini,
perubahan vaskular yang terjadi adalah
fibrohialinosis dari arteri kecil dan nekrosis
fibrinoid dari pembuluh darah otak yang lebih
besar. 2
b.) Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kognitif pada demensia vaskular selalu
subkortikal, bervariasi dan biasanya menggambarkan
peningkatan kesulitan dalam menjalankan aktivitas
harian seperti makan, berpakaian, berbelanja dan
sebagainya. Hampir semua kasus demensia vaskular
menunjukkan tanda dan simptom motorik. 2
a) Tanda dan gejala fisik DVa:
Kehilangan memori, pelupa
Lambat berfikir (bradifrenia)
Pusing
Kelemahan fokal atau diskoordinasi satu atau
lebih ekstremitas
Inersia
Langkah abnormal
Konsentrasi berkurang
Perubahan visuospasial
Penurunan tilikan
Defisit pada fungsi eksekutif seperti kebolehan
untuk inisiasi, merencana dan mengorganisasi
Sering atau Inkontinensia urin dan alvi.
Inkontinensia urin terjadi akibat kandung
kencing yang hiperrefleksi. 2
b) Tanda dan gejala perilaku:
Perbicaraan tidak jelas
Gangguan bahasa
Depresi
Berhalusinasi
Tidak familiar dengan persekitaran
Berjalan tanpa arah yang jelas
Menangis dan ketawa yang tidak sesuai.
Disfungsi serebral bilateral menyebabkan
inkontinensi emosional (juga dikenal sebagai
afek pseudobulbar)
Sukar menurut perintah
Bermasalah dalam menguruskan uang2
Riwayat pasien yang mendukung demensia vaskular
adalah kerusakan bertahap seperti tangga (stepwise),
kekeliruan nokturnal, depresi, mengeluh somatik, dan
inkontinensi emosional, stroke, dan tanda dan gejala fokal.
Contoh kerusakan bertahap adalah kehilangan memori dan
kesukaran membuat keputusan diikuti oleh periode yang
stabil dan kemudian akan menurun lagi. Awitan dapat
perlahan atau mendadak. Didapatkan bahwa TIA yang
lama dapat menyebabkan penurunan memori yang
perlahan sedangkan stroke menyebabkan gejala yang
serta-merta. 2
c.) Diagnosis
a.) Anamnesis
Riwayat kesehatan
Ditanyakan faktor resiko demensia vaskular seperti
hipertensi, diabetes melitus dan hiperlipidemia. Juga
riwayat stroke atau adanya infeksi SSP.
Riwayat obat-obatan dan alkohol
Adakah penderita peminum alkohol yang kronik atau
pengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan
fungsi kognitif seperti obat tidur dan antidepresan
golongan trisiklik.
Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau
riwayat penyakit serebrovaskular. 2
b.) Pemeriksaan fisik
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan
ekstrapiramidal ikut terlibat secara difus maka hemiparesis
atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan
sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi
organik yang mencerminkan gangguan pada korteks
premotorik atau prefrontal dapat membangkitkan refleks-
refleks. Refleks tersebut merupakan petanda keadaan
regresi atau kemunduran kualitas fungsi. 2
Refleks memegang (grasp reflex). Jari telunjuk dan
tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si
penderita. Refleks memegang adalah positif apabila
jari si pemeriksa dipegang oleh tangan penderita
Refleks glabela. Orang dengan demensia akan
memejamkan matanya tiap kali glabelanya diketuk.
Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan
berkali-kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali
saja dan selanjutnya tidak akan memejam lagi
Refleks palmomental. Goresan pada kulit tenar
membangkitkan kontraksi otot mentalis ipsilateral
pada penderita dengan demensia2
c) Pemeriksaan MMSE
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan status mental mini atau Mini-Mental State
Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna untuk
mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian,
daya ingat, kemampuan bahasa dan berhitung. Defisit
lokal ditemukan pada demensia vaskular sedangkan defisit
global pada penyakit Alzheimer. 2
MMSE Folstein :
Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30.
Umumnya skor yang kurang dari 24 dianggap normal. Namun
nilai batas tergantung pada tingkat edukasi seseorang pasien.
Oleh karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat berubah
mengikut waktu, dan untuk beberapa inidividu dapat berubah
pada siang hari, rekamlah tanggal dan waktu pemeriksaan ini
dilakukan. 2
d) Pemeriksaan Penunjang
Deteksi karakter yang abnormal pada pencitraan struktural
(CTScan dan MRI) dan pencitraan fungsional seperti
SPECT dan PET dapat membantu dalam menentukan
diagnosis diferensial. 2
CT-Scan
Dapat mengidentifikasi lesi otak (tumor), infark
serebri, hematoma subdural atau ekstradura, abses
serebral, penyakit serebrovaskular dan atrofi kortikal. 2
MRI
Hasil MRI dapat mengidentifikasi lesi pada penyakit
serebrovaskular yang mengindikasikan demensia
vaskular.
Tujuan penatalaksanaan demensia vascular adalah:
Mencegah terjadinya serangan stroke baru
Menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini
Mengurangi gangguan tingkah laku
Meringankan beban pengasuh
Menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya2
Penatalaksanaan terdiri dari non-medikamentosa dan
medikamentosa:
1) Non-Medikamentosa
Memperbaiki memori The Heart and
Stroke Foundation of Canada
mengusulkan beberapa cara untuk
mengatasi defisit memori dengan lebih
baik
Membawa nota untuk mencatat nama,
tanggal, dan tugas yang perlu dilakukan.
Dengan ini stres dapat dikurangkan.
Melatih otak dengan mengingat kembali
acara sepanjang hari sebelum tidur. Ini
dapat membina kapasiti memori
Menjauhi distraksi seperti televisyen atau
radio ketika coba memahami mesej atau
instruksi panjang.
Tidak tergesa-gesa mengerjakan sesuatu
hal baru. Coba merencana sebelum
melakukannya.
Banyak besabar. Marah hanya akan
menyebabkan pasien lebih sukar untuk
mengingat sesuatu. Belajar teknik
relaksasi juga berkesan. 2
2) Diet
Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat
peningkatan resiko demensia vaskular
berhubungan dengan konsumsi lemak total.
Tingkat folat, vitamin B6 dan vitamin B12
yang rendah juga berhubungan dengan
peningkatan homosisteine yang merupakan
faktor resiko stroke. 2
3) Medikamentosa
Mencegah demensia vaskular memburuk
Progresifitas demensia vaskular dapat
diperlambat jika faktor resiko vaskular
seperti hipertensi, hiperkolesterolemia dan
diabetes diobati. Agen anti platlet berguna
untuk mencegah stroke berulang. Pada
demensia vaskular, aspirin mempunyai
efek positif pada defisit kognitif. Agen
antiplatelet yang lain adalah tioclodipine
dan clopidogrel.
Aspirin: mencegah platelet-aggregating
thromboxane A2 dengan memblokir aksi
prostaglandin sintetase seterusnya
mencegah sintesis prostaglandin.
Tioclodipine: digunakan untuk pasien
yang tidak toleransi terhadap terapi aspirin
atau gagal dengan terapi
aspirin.8Clopidogrel bisulfate: obat
antiplatlet yang menginhibisi ikatan ADP
ke reseptor platlet secara direk.
Agen hemorheologik meningkatkan
kualiti darah dengan menurunkan
viskositi, meningkatkan fleksibiliti
eritrosit, menginhibisi agregasi platlet dan
formasi trombus serta supresi adhesi
leukosit.
Pentoxifyllinedan ergoid mesylate
(Hydergine)dapat meningkatkan aliran
darah otak. Dalam satupenelitian yang
melibatkan 29 pusat di Eropa,
perbaikanintelektual danfungsi kognitif
dalam waktu 9 bulan didapatkan.Di
European Pentoxifylline Multi-Infarct
Dementia Study, pengobatan dengan
pentoxifylline didapati berguna untuk
pasien demensia multi-infark. 2
Demensia Alzheimer :
B. Delirium
a.) Patofisiologi
Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial,
dan mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat.
Hipotesis terbaru menunjukkan defisiensi jalur
kolinergik dapat merupakan salah satu faktor penyebab
delirium. Delirium yang diakibatkan oleh penghentian
substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin
dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain.
Pada delirium akibat penghentian alkohol terjadi
ketidakseimbangan mekanisme inhibisi dan eksitasi pada
system neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara reguler
dapat menyebabkan inhibisi reseptor NMDA (N-methyl-
D-aspartate) dan aktivasi reseptor GABA-A
(gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral
berhubungan dengan perubahan neurotransmitter yang
memperkuat transmisi dopaminergik dan noradrenergik,
adapun perubahan ini memberikan manifestasi
karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan
kecenderungan kejang epileptik. Pada kondisi lain,
penghentian benzodiazepine menyebabkan delirium
melalui jalur penurunantransmisi GABA-ergik dan dapat
timbul kejang epileptik. Delirium yang tidak diakibatkan
karena penghentian substansi timbul melalui berbagai
mekanisme, jalurakhir biasanya melibatkan defisit
kolinergik dikombinasikan dengan
hiperaktivitasdopaminergik.Perubahan transmisi
neuronal yang dijumpaipada delirium melibatkan
berbagaimekanisme, yang melibatkan tiga
hipotesisutama, yaitu: 3
Efek Langsung
Beberapa substansi memiliki efek langsung pada
sistem neurotransmiter, khususnya agen
antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut,
gangguan metabolik seperti hipoglikemia, hipoksia,
atau iskemia dapat langsung mengganggu fungsi
neuronal dan mengurangi pembentukan atau
pelepasan neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia
pada wanita dengan kanker payudara merupakan
penyebab utama delirium.
Inflamasi
Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari
luar otak, seperti penyakit inflamasi, trauma, atau
prosedur bedah. Pada beberapa kasus, respons infl
amasi sistemik menyebabkan peningkatan produksi
sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk
memproduksi reaksi inflamasi pada otak. Sejalan
dengan efeknya yang merusak neuron, sitokin juga
mengganggu pembentukan dan pelepasan
neurotransmiter. Proses infl amasiberperan
menyebabkan delirium pada pasien dengan penyakit
utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ).
Stres
Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk
melepaskan lebih banyak noradrenalin, dan aksis
hipotalamuspituitari-adrenokortikal untuk
melepaskan lebih banyak glukokortikoid, yang juga
dapat mengaktivasi glia dan menyebabkan
kerusakan neuron.
b.) Gejala Klinis
Gambaran dapat bervariasi tergantung pada masing-
masing individu. Mood, persepsi, dan tingkah-laku yang
abnormal merupakan gejala-gejala psikiatrik umum; tremor,
asteriksis, nistagmus inkoordinasi, inkontinensia urin, dan
disfasia merupakan gejala-gejala neurologik umum. 3
c.) Diagnosis
SuatuAlgoritma dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis sindrom delirium yang dikenal dengan Confusion
Assessment Method (CAM). Algoritma tersebut telah
divalidasi,sehingga dapat digunakan untukpenegakan
diagnosis. CAM ditambah ujistatus mental lain dapat dipakai
sebagai bakuemas diagnosis. Algoritma CAM
memilikisensitivitas 94-100% dan spesifisitas 90-95%,dan
tingkat reliabilitas inter-observer tinggiapabila digunakan
oleh tenaga terlatih. Ujistatus mental lain yang sudah lazim
dikenalantara lain Mini-mental Status Examination(MMSE),
Delirium Rating Scale, Delirium Symptom Interview.
Kombinasi pemeriksaantersebut dapat dikerjakan dalam
B. Bipolar
Patofisiologi
Faktor biologis
Adanya gangguan disebabkan oleh kelainan zat kimiawi
pada sel saraf otak dan faktor genetik. Individu yang salah
satu orang tuanya menderita bipolar memiliki resiko 15-30%
untuk juga menderita gangguan bipolar. Apabila kedua orang
tuanya menderita bipolar maka kemungkinan anaknya 50-
75% akan mengalami gangguan yang sama. Pada kembar
indentik resiko 33-90% saudara kembar kemungkinan
mengalami bipolar. Sebanyak 10-15% keluarga dari pasien
yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu
episode ganagguan afek / mood. 6
Selain faktor biologis genetic gangguan bipolar juga
dipengaruhi oleh neurokimia yang mengalami gangguan
reseptor neurotransmitter. penurunan sensitivitas terhadap
dopamine erat hubungannya dengan depresi, sebaliknya jika
terjadi peningkatan sesitivitas terhadap dopamine maka
memungkinkan untuk meningkatkan rasa bahagia yang
berlebihan atau mania. Penurunan serotonin dan
norephineprine bisa menyebabkan depresi. 6
Faktor psikososial
Peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental
yang lain ditenggarai bisa menyebabkan perubahan biologis
pada otak dan signal terhadap saraf. Informasi yang dialami
akan disimpan didalam otak yang akan terpanggil kembali
pada suatu kejadian yang membangkitkan memori. Proses
memori juga bisa terjadi walaupun tidak ada sesuatu
rangsangan pemicu dari luar. 6
1. Terapi individual
Tingkatkan pemahaman tentang gangguan dan gejala
perilaku
Eksplorasi perasaan tidak nyaman
Identifikasi dan berusaha mengurangi perilaku
manipulative
Bantu pengembangan hubungan yang baru dan
keterampilan social
Dorong pembelajaran dan penggunaan keterampilan
dalam penyelesaian masalah
2. Terapi Keluarga
Kaji fungsi keluarga, pola komunikasi dan peran yang
diharapkan
Tentukan bagaimana perilaku ekstrim atau krisis klien
yang ditangani
Kaji derajat kedekatan dan pengabaian anggota keluarga
Mengidentifikasi kekhawatiran dan masalah yang dilihat
keluarga
Atasi perasaan malu keluarga atau kondisi yang
menyalahkan gangguan kronis klien
PENGOBATAN
Litium karbonat, obat anti manik : obat gangguan bipolar
Pengobatan anti psikotik, digunakan untuk klien yang
mengalami hiperaktivitas hebat dan untuk menangani
perilaku manik
Antikonvulsan kadang diberikan karena keefektifannya
dalam anti manik
Pengobatan anti ansietas misalnya Clonazepam (Clonopin),
Lorazepam (Ativan), digunakan untuk klien yang
mengalami episode manik akut dan untuk klien yang sulit
ditangani
Kombinasi litium dan anti konvulsan sudah digunakan untuk
gangguan bipolar siklus cepat6
ASUHAN KELUARGA
Bantu keluarga untuk memahami gangguan bipolar dan
pengaruhnya pada pasangan dan hubungan keluarga
Dorong anggota keluarga untuk mendiskusikan rasa takut dan
perasaan mereka
Ajarkan keluarga untuk menangani konflik tanpa konfrontasi/
adu kekuatan
Bantu keluarga untuk mengkaji kebutuhan mereka dan
mengembangkan cara-cara melindungi diri dari episode manik
klien
Ajarkan keluarga tentang kebutuhan pengobatan
Ajarkan keluarga tentang keterampilan berkomunikasi
Ajarkan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda prodromal dan
gejala kambuhnya gangguan bipolar
Diskusikan metode- metode untuk memperoleh dukungan6
C. DELUSI
a) Patofisiologi
Penyebab Gangguan Delusi sangat rumit, tapi faktor pembawaan
sejak lahir dan keturunan tidak terpisahkan. Dari sudut pandang
fisiologi, sistem limbik pasien dan ganglia dasar di dalam
otaknya mungkin mengalami cacat tertentu. Namun, faktor yang
paling penting adalah hambatan perkembangan psikososial,
seperti pelecehan di masih kecil, ketidakmampuan membangun
rasa saling percaya dengan orang lain, pola asuh patologis dan
sebagainya. Faktor lainnya termasuk kurangnya pendengaran,
penglihatan yang buruk, imigrasi, pemisahan, curiga dan
temperamen sensitif, perubahan degeneratif karena
bertambahnya usia dan sebagainya.
b) Gejala klinis
Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat) Cara
berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme,
sirkumtansial).
Fungsi persepsi Depersonalisasi dan halusinasi.
Fungsi emosi Afek tumpul kurang respons emosional, afek
datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen.
Fungsi motorik. Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan,
manerisme, stereotipik gerakan yang diulang-ulang, tidak
bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
Fungsi sosial kesepian. Isolasi sosial, menarik diri, dan harga
diri rendah.
Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang
sering muncul adalah gangguan isi pikir: waham dan PSP:
halusinasi.
Tanda dan Gejala Menurut Direja yaitu Tanda dan gejala
pada klien dengan Waham Adalah: Terbiasa menolak makan,
tidak ada perhatian pada perawatan diri, Ekspresi wajah sedih
dan ketakutan, gerakan tidak terkontrol, mudah tersinggung,
isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan
kenyataan, menghindar dari orang lain, mendominasi
pembicaraan, berbicara kasar, menjalankan kegiatan
keagamaan secara berlebihan.
c) Jenis delusi/waham
Gambar 4. Jenis Delusi.
d) Tatalaksana
Farmakologi
Pengobatan antipsiktik bisa mengurangi dan terkadang bisa
menghilangkan delusi pasien; pengobatan ini juga mengurangi
gejala gangguan mental seperti kecemasan, lekas marah dan
gangguan tidur. Karena banyak pasien yang bersikap skeptis
terhadap pengobatan ini dan mereka sendiri mungkin rentan
terhadap efek sampingnya, dosis pengobatan akan dimulai dari
tingkat rendah dengan pengawasan dokter. Dosis pengobatan
lalu akan dititrasi secara perlahan untuk menghindari kecurigaan
pasien terhadap dokter mereka. 2 Hubungan antara pasien dan
dokter menjadi sangat penting karena sebagian besar pasien
Gangguan Delusi tidak bersedia menerima pengobatan apapun.
Jika dokter bisa memperoleh kepercayaan pasien dan menjaga
hubungan dokter-pasien yang baik; maka perlawanan pasien
dalam pengobatan akan berkurang. Meskipun mereka tidak
percaya mereka menderita penyakit mental, mereka mungkin
mendengarkan saran dokter untuk mengkonsumsi obat.
Non farmakologi
Psikoterapi, biasanya psikoterapi harus dilengkapi dengan
pengobatan farmakologi untuk meghasilkan efek yang baik.
Terapis akan menghindari konfrontasi panas dengan pasien
tentang isi delusi mereka, tapi merefleksikan kenyataan kepada
pasien di waktu yang tepat. Ketika menghadapi kasus pasien
keras kepala, dokter yang menangani kasus bisa membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan yang lebih bahagia dan
membiarkan mereka hidup secara damai dengan delusi mereka.
Dokter juga akan mencoba memahami kebencian,
ketidakberdayaan dan rasa malu dalam hati pasien; dan
membantu mereka menyelesaikan frustasi dalam diri mereka.
Secara bersamaan, dokter akan mengajarkan pasien bagaimana
menangani krisis dengan cara positif ketika mereka menghadapi
tekanan tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinik
Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta; 2015.
2. MENTERI KESEHATAN. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015.
JAKARTA: INDONESIA; 2015.
3. Kaplan &Sadock BJ. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC;
2016.
4. Redjeki GS, Tambunan H. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kecemasan Lanjut Usia Di Puskesmas Johar Baru II Jakarta. Jurnal
Kesehatan Saelmakers Perdana. Volume 2 Nomor 1, 28 Februari 2019.
5. Martono, Hadi. Buku Ajar Ilmu Geriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2016.
6. Handayani L, Febriani, Rahmadani A, Sauf A. FAKTOR RISIKO
KEJADIAN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY). Jurnal Humanitas
Vol. 13 No. 2. 135-148.