Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

TB MILIER DENGAN CAP DAN


SUSPEK MENINGITIS TB

Disusun oleh :

Suci Nuryanti G4A014076


Sudjati Adhinugroho G4A014078
Yanuar Firdaus G4A014080

Pembimbing :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2015
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

TB MILIER DENGAN CAP DAN


SUSPEK MENINGITIS TB

Disusun oleh :
Suci Nuryanti G4A014076
Sudjati Adhinugroho G4A014078
Yanuar Firdaus G4A014080

Telah dipresentasikan pada


Tanggal, Oktober 2015

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P


BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. W
Usia : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Bulusari RT 05/01 Gandrung Mangu
Tanggal masuk : 2 Oktober 2015
Tanggal periksa : 5 Oktober 2015
No. CM : 00966871

II. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak nafas dan batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. W usia 39 tahun datang ke IGD RSMS pada hari Jumat 2
Oktober 2015. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan batuk sudah
lama. Pasien mengaku sesak nafas dan batuk kambuh-kambuhan semakin
lama semakin memberat. Batuk darah juga pernah dialami oleh pasien.
Pasien sedang dalam pengobatan TB bulan ke-1 dan menyangkal pernah
mengalami sakit yang serupa.
Selain sesak nafas dan batuk, pasien juga mempunyai keluhan demam,
muntah-muntah dan nyeri kepala. Sudah 3 hari pasien tidak meminum obat
TB karena selalu muntah jika meminum obat tersebut. Keluhan dirasakan
sejak satu hari sebelum masuk RSMS.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat OAT : sedang dalam pengobatan bulan ke-1
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan pedesaan yang cukup padat penduduk.
Rumah satu dengan yang lain jaraknya berdekatan. Hubungan antara
pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. Dilingkungan rumah
pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
b. Home
Pasien tinggal di rumah dengan ukuran sekitar 20x15 meter dan dihuni
oleh 4 orang yaitu pasien, suami pasien dan anaknya. Lantai rumah
masih beralaskan tegel, dan ada beberapa buah jendela serta ventilasi
yang jarang dibuka. Rumah pasien terdiri dari 3 kamar tidur, satu ruang
tamu, satu dapur, dan satu kamar mandi. Pencahayaan rumah pasien
kurang baik.
c. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pembiayaan rumah sakit
selama dirawat pasien menggunakan biaya sendiri.
d. Personal habit
Pasien mengaku makan sehari 2-3 kali sehari, dengan nasi, sayur dan
lauk pauk seadanya. Pasien mengaku jarang mengonsumsi sayur-
sayuran dan lebih memilih goreng-gorengan. Pasien mengaku tidak
pernah merokok dan tidak menggunakan alkohol ataupun
mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : sedang
b. Kesadaran : compos mentis, GCS = E4M6V5
c. BB : 40 kg
d. TB : 159 cm
e. Vital sign
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 86x/menit
- RR : 32x/menit
- Suhu : 38,7oC
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk : mesochepal, simetris
- Rambut : warna hitam kecoklatan, tidak mudah dicabut,
Distribusi merata, tidak rontok

2) Mata
- Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil :reflek cahaya (+/+), isokor, diameter 2 mm/
2mm
- Exopthalmus : (-/-)
- Lapang pandang : tidak ada kelainan
- Lensa : keruh (-/-)
- Gerak mata : normal
- Tekanan bola mata: nomal
- Nistagmus : (-/-)
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
4) Hidung
- Nafas cuping hidung (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Discharge (-/-)
5) Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Bibir kering (-)
- Lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea : deviasi trakhea (-/-)
- Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid : tidak membesar
- JVP : nampak,tidak kuat angkat
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),retraksi
(-), jejas (-)
- Palpasi: vocal fremitus kanan =kiri
- Perkusi: sonor pada lapang paru kiri dan kanan
- Auskultasi : suara dasar vesikuler sama kanan dan kiri dan
ditemukan ronkhi basah halus dan ronkhi basah kasar tidak
ditemukan.
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V LMC sinistra
- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra,
tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah :SICIV LPSD
Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani,tes pekak sisi (-), pekak beralih (-)
- Palpasi : tidak teraba
9) Ekstrimitas
- Superior :deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)
- Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen thoraks 25 Agustus 2015

Hasil rontgen thoraks :


- TB paru lesi luas
- Besar cor dalam batas normal
- Sistem tulang yang tervisualisasi baik

b. Laboratorium
Darah Lengkap
Tanggal 2 Agustus 2015
Hemoglobin : 10,7 g/dl L
Leukosit : 13370 /uL H
Hematokrit : 32% L
Eritrosit : 5,0 ^6/ uL
Trombosit : 457.000/uL H
MCV : 62.6 Fl L
MCH : 21.3 pg
MCHC : 34.0%
RDW : 20.5% H
MPV : 9.3fL
Hitung Jenis
Basofil : 0.1 %
Eosinofil : 0.0% L
Batang : 1.2 % L
Segmen : 82.0% H
Limfosit : 10.6% L
Monosit : 5.3%
Kimia klinik
SGOT : 97 H
SGPT : 82 H
Ureum darah : 11.3 L
Kreatinin darah : 0.60 H
Glukosa sewaktu : 77
Natrium : 122 L
Kalium : 3.1 L
Klorida : 86 L

Microbiologi
BTA :Sewaktu : Negatif
Pagi : Negatif
Sewaktu : Negatif
DIAGNOSIS
1. TB paru BTA (-) lesi luas kasus baru
2. Meningitis Tb
3. CAP

IV. PLANNING
1. Terapi
a. Farmakologi
1) IVFD NaCl 20 tpm
2) Inj. Ranitidin 2x1 amp
3) Inj. Ceftriaxon 1xII syr Cth
4) Inj. Etambutol 1x 1000(2tab)
5) Inj. Streptomisin 1x750
6) Po. curcuma 3x1 tab
b. Non Farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit TB,
penyebab, penularan, pengobatan, efek samping obat dan
komplikasinya.
2) Edukasi mengenai kebersihan lingkungan rumah, seperti buka
ventilasi setiap hari agar sinar matahari dan udara masuk juga
edukasi untuk selalu membersihkan rumahnya dan edukasi agar
pasien tidak mambuang dahak di sembarang tempat.
3) Makan makanan yang bergizi
4) Screening pada anggota keluarga yang lain apabila ada yang
mengalami gejala yang sama dan untuk tindakan pencegahan juga
pengobatan lebih awal jika keluarga lain sudah tertular.
2. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi klinis.
- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
d. Evaluasi bakteriologis
- Sebelum pengobatan dimulai
- Satu minggu pada akhir bulan ke 2 pengobatan (setelah fase intensif)
- Akhir bulan kelima pengobatan
- Pada akhir pengobatan
e. Evaluasi radiologi
- Sebelum pengobatan
- Pada akhir pengobatan
f. Evaluasi efek samping
- Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)
- Periksa fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
- Periksa GDS, G2PP, asam urat
- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan keseimbangan dan pendengaran
g. Evaluasi keteraturan obat
3. Prognosis
Keberhasilan kesembuhan penyakit tuberculosis tergantung pada:
a. Kepatuhan minum obat
b. Komunikasi dan edukasi serta pengawasan minum obat
c. Umur penderita
d. Penyakit yang menyertai
e. Resistensi obat
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN

1. Penegakan Diagnosis
TB milier BTA (-) lesi luas kasus baru
a. Anamnesis
1) Pasien perempuan berusia 39 tahun datang dengan keluhan utama sesak
nafas dan batuk sejak lama dan kambuh-kambuhan.
2) Gejala penyerta : batuk berdarah, mual,muntah dan nyeri kepala.
3) Pasien tinggal di rumah dengan ukuran sekitar 20x15 meter dan dihuni oleh
4 orang yaitu pasien, suami pasien dan anaknya. Anggota keluarga lain
yang tinggal serumah tidak memiliki keluhan serupa.
4) Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk, jendela rumah tidak
selalu dibuka, dan pasien memiliki pola makan yang tidak terlalu baik
karena sering telat makan. Pencahayaan rumah juga kurang baik diakui
oleh pasien terutama di kamar tidur.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Antropometri
BB: 44 Kg
TB: 159 cm
BMI : 17.40 kg/m2 (Mild thinness)
2) Vital Sign
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- RR : 32 x/menit
- Suhu : 38,7oC

3) Pemeriksaan Pulmo
- Inspeksi : bentuk dada simetris,ketinggalan gerak (-),retraksi (-),
jejas (-)
- Palpasi : vocal fremitus kanan =kiri
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
- Auskultasi: suara dasar vesikuler sama kanan dan kiri dan didapatkan
ronkhi basah halus.
c. Pemeriksaaan Penunjang
FotoThoraks PA tanggal 25 Agustus 2015
- Radiologis TB paru lesi luas
- Besar cor dalam batas normal
- Sistem tulang yang tervisualisasi baik
Meningitis TB
a. Anamnesis
Pasien mengalami demam, mual muntah dan nyeri kepala.
b. Pemeriksaan Fisik
Meningeal sign :
1) Kaku kuduk : (+) positif
2) Kernig sign : (-) negatif
3) Brudzinski I : (-) negatif
4) Brudzinski II : (-) negatif
c. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan pungsi lumbal:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel
dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial. a. Pada Meningitis Serosa terdapat
tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa
dan protein normal, kultur (-). b. Pada Meningitis Purulenta terdapat
tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri (Cunha,
2015).
1. Community Acquired Pneumonia (CAP)
a. Anamnesis
- Batuk berdahak.
- Lemas
- Badan terasa pegal.
b. Pemeriksaan fisik
1) Vital sign
a) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b) Nadi : 92 x/menit
c) RR : 20 x/menit
d) Suhu : 36 oC
Kesimpulan : tanda vital normal tidak ada demam, tidak
takipneu, dan tidak takikardi.
2) Pemeriksaan Paru
a) Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-), jejas (-), sela iga melebar.
b) Palpasi : Vocal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vocal fremitus lobus inferior kanan = kiri
c) Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, Batas paru
hepar SIC V LMCD
d) Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronki basah kasar
(-/-), Wheezing(-/-), ronkhi basah halus(-/-)
Hasil pemeriksaan fisik dalam status lokalis pulmo pada pasien
ini tidak didapatkan suara tambahan ronkhi basah kasar dan wheezing
tetapi ditemukan ronkhi basah halus.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukositosis (16510 /uL)
dan penignkatan segmen. Hal ini dapat menandakan bahwa terjadi proses
infeksi bakteri dan respon inflamasi di dalam tubuh. Hasil pemeriksaan
fotot horaks didapatkan gambaran TB paru lesi luas.
Diagnosis pasti pneumonia komuniti (CAP) ditegakkan jika pada foto
toraks terdapat infiltrate baru atau infiltrate progresif ditambah dengan 2 atau
lebih gejala di bawah ini (PDPI, 2011):
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak / purulent
c. Suhutubuh>38 celsius (aksila) / riwayat demam
d. Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronchial dan ronkhi
e. Leukosit>10.000 atau < 4500
2. Tindak Lanjut Penanganan Pasien
Pasien seharusnya mendapat terapi OAT kategori I (2RHZE/5R3H3)
karena pasien termasuk dalam tipe BTA negative rontgen positif lesi luas kasus
baru. Pemeriksaan foto thorax menunjukan gambaran tuberkulosis aktif. Namun
karena pasien jarang mengeluhkan batuk dan susah mengeluarkan dahak
sehingga tidak dilakukan pemeriksaan BTA. Selain itu karena hasil laboratorium
menunjukkan nilai SGOT dan SGPT yang kurang baik sehingga pemberian OAT
injeksi streptomisin dan etambutol.
Jika pasien direncakana mendapat obat antituberculosis tunggal,
maka dosis yang diberikan adalah sebagai berikut (PDPI, 2011):
- Rifampisin : dosis x BB
: 8-12 mg/kgBB/hari x 40 kg
: 320-480 mg/hari
- Isoniazid : dosis x BB
: 4-6 mg/kgBB/hari x 40 kg
: 160-240 mg/hari
- Pirazinamid : dosis x BB
: 20-30 mg/kgBB/hari x 40 kg
: 800-1200 mg/hari
- Ethambutol : dosis x BB
: 15-20 mg/kgBB/hari x 40 kg
: 600-800 mg/hari

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Prinsip dari pengobatan OAT adalah
harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup
dan dosis sesuai dengan kategori pengobatan.
Pasien dan keluarga harus diedukasi dan diawasi mengenai efek samping
obat selama pasien menjalani pengobatan. Pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan fungsi ginjal sejak awal pengobatan harus
diperhatikan untuk digunakan sebagai data dasar melihat penyakit penyerta dan
efek samping obat.
Ketika menggunakan OAT efek samping yang biasanya timbul misalnya
isoniazid yang sering terjadi seperti kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri
otot biasanya dapat berkurang dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg
perhari atau dengan vitamin B kompleks. Efek samping dari rifampisin yaitu
dapat terjadi sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang, gatal-gatal
pada kulit dan sindrom perut seperti gastritis serta dapat menyebabkan warna
merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi
karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan
kepada pasien dan keluarga agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir. Efek
samping dari pirazinamid yaitu hepatitis, atralgia, gastritis, heperuricemia, dan
terjadi rash kulit. Efek samping dari etambutol yaitu penurunan visus dan buta
warna serta efek samping dari streptomisin yaitu kerusakan saraf kedelapan,
kelainan vestibuler dan mefrotoksik.
Evaluasi dan monitoring harus dilakukan. Evaluasi klinis yang perlu
dilakukan meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik. Evaluasi
bakteriologis sputum (BTA) bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi
dahak. Evaluasi radiologi juga sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan standar
adalah foto thoraks PA. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kemajuan atau
perbaikan dari gambaran paru pasien. Evaluasi sebaiknya dilakukan sebelum
pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan, dan pada akhir pengobatan. Terdapat
kesesuaian pemeriksaan pasien antara penilaian paru dengan hasil pemeriksaan
bakteriologi sputum.
Perlu diwaspadai juga terjadinya MDR-TB dimana telah terjadi resistensi
minimal obat TB terhadap kuman M. Tuberculosis. Ada beberapa penyebab
terjadinya resistensi terhdap obat tuberculosis diantaranya:
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
2. Paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau
dilingkungan tersebut terdapat resistensi yang tinggi
3. Pemberian obat yang tidak teratur
4. Pasien TB paru gagal pengobatan kategori 1
Selain itu, jika pasien susah ketika diminta untuk minum OAT maka
harus dilakukan evaluasi keteraturan berobat dan diminum/tidaknya obat
tersebut, karena ketidakteraturan dalam pengobatan akan menyebabkan
timbulnya resistensi. Oleh sebab itu, sangat penting dilakukannya penyuluhan
atau pendidikan yang diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkunganya
mengenai penyakit dan keteraturan obat.
Dalam menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas
Minum Obat (PMO) mengingat pasien ini sebelumnya pernah mengalami putus
obat. Syarat-syarat PMO, yaitu:
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
Sebaiknya PMO yang diutamakan adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan
di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak
ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya.
PMO merupakan kunci dari keberhasilan DOTS tersebut. PMO memiliki
beberapa tugas penting yaitu:
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan (6-9 bulan)
b. Memberi dorongan dan semangat kepada pasien
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain
d. Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai penyakit TB
dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan
TB agar melakukan pemeriksaan.
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya:
a. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
b. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya.
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke pelayanan kesehatan.
Deteksi dini melalui screening terhadap orang yang beresiko tertular juga
penting dilakukan. Kemungkinan penularan bakteri tuberkulosis lebih cepat
dengan keadaan rumah yang mendukung seperti lembab, matahari tidak masuk,
ventilasi yang tidak memadai. Kemungkinan penularan pada keluarga pasien
sangat besar sehingga perlu dilakukan skrining TB paru terhadap keluarga pasien
yang tinggal serumah dan kontak erat dengan pasien.
PenulisanResep
Terapi pada pasien dengan berat badan 40 kg.
a. Memakai tablet FDC
R/ 3 FDC tab no. XC
∫ 1 dd tab 3 a.c dihabiskan

b. Memakai tablet satuan dari OAT


R/ Rifampisin tab mg 300no. XXX
∫ 1 dd tab 1 a.c sebelum makan pagi

R/Isoniazid tab mg 300 no. XXX


∫ 1 dd tab 1 p.c pagi dihabiskan

R/Pirazinamid tab mg 500 no. XC


∫ 1 dd tab 3 p.c siang

R/Etambutol tab mg 500 no. LX


∫ 1 dd tab 2 p.c malam dihabiskan
BAB III
KESIMPULAN

1. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis.
2. Penegakan diagnosis penyakit TB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
3. Klasifikasi penyakit TB berdasarkan hasil pemeriksaan dahak terbagi menjadi
BTA (+) dan (-), sedangkan berdasarkan tipe pasien dibedakan menjadi kasus
baru, kambuh, drop out, gagal, kronik, dan bekas TB.Pada pasien ini, BTA
(-) lesi luas kasus baru.
4. Pengobatan TB menggunakan obat anti tuberculosis yaitu injeksi streptomisin
dan etambutol karena pasien mengalami beberapa efek samping sehingga obat
anti tuberculosis yang diberikan disesuaikan agar tidak memberikan efek yang
semakin memburuk.
5. Monitoring dan evaluasi selama pengobatan TB yaitu dari keadaan klinis,
sputum bakteriologis, foto radiologis, efek sampingobat dan keteraturan
pengobatan
6. Efek samping dari obat-obatan TB harus dievaluasi serta diedukasikan kepada
pasien dan keluarga agar mengerti dan tidak khawatir.
7. Keberhasilan pengobatan TB tergantung pada kepatuhan minum obat dan
penyakit yang menyertai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul A, et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ed 2.


Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.
2. Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Republik Indonesia
3. PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.
4. Pedoman Nasional. 2006. Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
5. Ramachandran T.S., et al. 2015. Tuberculous Meningitis. Dalam: Medscape.
Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview pada
6 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai