Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

TB MILIER LESI LUAS KASUS BARU DENGAN SUSPEK B24

Diajukan kepada :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh :
Nandiya Prakasita G1A212040
Ayu Astrini N.Ps G4A013033
Auzia Tania Utami G4A013034

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2014

1
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

TB MILIER LESI LUAS KASUS BARU DENGAN SUSPEK B24

Disusun oleh :
Nandiya Prakasita G1A212040
Ayu Astrini N.Ps G4A013033
Auzia Tania Utami G4A013034

Telah dipresentasikan pada


Tanggal, Juni 2014

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. M
Usia : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Plompong RT 02 RW 08 Sirampog- Brebes
Tanggal masuk : 14 Juni 2014
Tanggal periksa : 16 Juni 2014
No. CM : 763987

II. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
BAB cair
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. M usia 28 tahun datang ke IGD RSMS pada hari
Minggu, 14 Juni 2014 pukul 12.20 WIB. Keluhan utama BAB cair yang
dirasakan sejak 49 hari sebelum masuk Rumah Sakit. BAB cair, disertai
dengan ampas, tidak berlendir maupun berdarah. BAB cair dirasakan
lebih dari 8 kali perhari, sebanyak satu gelas belimbing. Untuk
mengurangi keluhannya, pasien mengkonsumsi obat yang
didapatkannya dari Puskesmas, namun keluhan tidak berkurang dan
semakin memberat.
Pasien juga mengeluh lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, demam, sariawan yang berulang yang dirasakan sejak 1
bulan. Selain itu pasien mengeluhkan adanya batuk kering yang hilang
timbul sejak 3 bulan tanpa disertai darah.
Tanggal 25 Mei 2014, pasien mengaku melahirkan bayi prematur
di salah satu RS di Brebes, saat itu batuk kering, BAB cair, lemas,
demam, penurunan nafsu makan dan berat badan, serta sariawan masih
dirasakan, sehingga pasien dirawat selama 2 minggu di RS tersebut
namun tidak ada perbaikan sehingga pasien di bawa ke RSMS oleh
keluarga. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi dan asma,
kebiasaan merokok, dan menyangkal pernah mengkonsumsi OAT.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
3
b. Riwayat mondok : diakui, Mei 2014 di RS Brebes
c. Riwayat OAT : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di Brebes bersama suami dan kedua anaknya di
lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain
berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga
dekat baik. Di lingkungan rumah pasien tidak ada yang memiliki
keluhan batuk lama atau keluhan yang sama dengan pasien.
b. Home
Pasien tinggal di rumah di Brebes bersama suami. Pasien tinggal di
rumah dengan ukuran 20 x 15 m2 dan dihuni 4 orang, yaitu pasien,
suami, dan 2 orang anak. Lantai rumah beralaskan keramik, dan ada
beberapa buah jendela serta ventilasi yang kadang-kadang dibuka.
Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang
keluarga, satu dapur, dan satu kamar mandi. Pasien mengaku
memasak menggunakan kompor gas. Lantai kamar mandi
beralaskan keramik dan sumber air berasal dari sumur. Pencahayaan
rumah pasien berasal dari lampu dan sinar matahari yang cukup.
Pasien menyangkal suami pasien menderita batuk-batuk.
c. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga sedangkan suaminya
merupakan seorang pedagang dengan penghasilan yang kurang.
Pembiayaan rumah sakit ditanggung olah BPJS NON PBI.
Pembiayaan kebutuhan sehari-hari dibiayai oleh pasien sendiri dan
suami.
d. Personal habit

4
Pasien mengaku makan sehari 1-2 kali sehari, dengan nasi, sayur
dan lauk pauk seadanya. Pasien mengaku jarang mengonsumsi
sayur-sayuran dan lebih memilih goreng-gorengan. Pasien mengaku
tidak pernah merokok, alkohol, ataupu mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.

III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : tampak sesak
b. Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5 (15)
c. BB : 35 kg
d. TB : 155 cm
e. IMT : 14,5 (underweight)
f. Vital sign
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 94x/menit
- RR : 32x/menit
- Suhu : 38,1 oC
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk : mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)
- Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata, tidak rontok
2) Mata
- Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis (+/+)
- Sclera : ikterik (-/-)
- Pupil : reflek cahaya (+/+) normal, isokor
Ø 3 mm
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
- discharge (-/-)
4) Hidung
- nafas cuping hidung (-/-)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
- rinorhea (-/-)
5) Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)

5
6) Leher
- Trakhea : deviasi trakhea (-/-)
- Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid : tidak membesar
- JVP : nampak, tidak kuat angkat

7) Dada
a) Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (+)
Retraksi intercostalis (+)
Retraksi epigastrik (+)
- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
ketinggalan gerak (-)
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Batas paru – hepar di SIC V LMCD
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (+/+), ronki basah halus
(-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial
LMCS
- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial
LMCS, tidak kuat angkat
- Perkusi : batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah :SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah :SIC V 2 jari
medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi : cembung, striae (+)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani, pekak sisi (-),
pekak alih (-), nyeri ketok costovertebrae (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-),
undulasi (-)
- Hepar : tidak teraba
- Lien : tidak teraba

9) Ekstrimitas
- Superior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema
(-/-), sianosis (-/-)
6
- Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema
(-/-), sianosis (-/-)

2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah 14 Juni 2014
Hb : 9,8 gr/dl L Normal : 12 – 16 gr/dl
Leukosit : 14640 /ul H Normal : 4.800 – 10.800/ul
Hematokrit : 30 % L Normal : 37 % - 47 %
Eritrosit : 4,4 juta/ul N Normal : 4,2 - 5,4 juta/ul
Trombosit : 285.000/ul N Normal: 150.000 - 450.000/ul
MCV : 68,2 fL L Normal : 79 - 99 fL
MCH : 22,3 pg L Normal : 27 - 31 pg
MCHC : 32,7 gr/dl L Normal : 33 – 37gr/dl
RDW : 20,3 % H Normal : 11,5 - 14.5 %
MPV : 8,6 fL N Normal : 7,2 - 11,1 fL

Hitung Jenis
Eosinofil : 0,3 % L Normal : 2 – 4 %
Basofil : 0,0 % L Normal : 0 – 1 %
Batang : 1,8 % L Normal : 2 – 5 %
Segmen : 92,8 % H Normal : 40 – 70%
Limfosit : 2,8 % L Normal : 25 - 40%
Monosit : 2,6 % N Normal : 2 – 8 %

Kimia Klinik
Bil indirek : 0,36 N Normal : 0 – 1,10 mg/dL
Bil direk : 0,30 N Normal : 0-0,30 mg/dL
Bil total :0,66 N Normal : 0 – 1,10 mg/dL
SGOT : 21 U/L N Normal : 15 - 37 U/L
SGPT : 6 U/L L Normal : 30 - 65 U/L
GDS : 85 mg/dl N Normal : < 200 mg/dl
Na : 122 L Normal : 126 – 145
K : 4,4 N Normal : 3,5 – 5,1
7
Cl : 87 L Normal : 98 - 107

b. Foto thoraks 14 Juni 2014

IV. DIAGNOSIS
1. TB Milier BTA ? lesi luas kasus baru
2. Susp. B24
3. Anemia ringan, mikrositik hipokromik

V. PLANNING
1. Diagosis
a. Sputum BTA SPS
b. Screening HIV (konsultasi kepada bagian VCT)
2. Terapi
a. Farmakologi
1) 02 3 lpm (NK)
2) IVFD Nacl 20 tpm
3) Inj. Ceftriaxon 1x2 gram (IV)
4) Inj. Rantin 2x50 mg (IV)
5) Po. Antasid 3 x 1 C
6) Po. 4FDC 1 x II tab
8
7) Po. B6 1 x 1 tab
b. Non Farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyebab,
penularan, pengobatan, efek samping obat dan komplikasi dari
penyakit TB dan HIV.
2) Edukasi mengenai kebersihan lingkungan rumah, seperti buka
ventilasi setiap hari agar sinar matahari dan udara masuk juga
edukasi untuk selalu membersihkan rumahnya dan edukasi agar
pasien menutup mulut apabila batuk atau menggunakan masker,
tidak mambuang dahak sembarangan lagi.
3) Makan makanan yang bergizi
4) Screening pada anggota keluarga yang lain apabila ada yang
mengalami gejala yang sama dan untuk tindakan pencegahan
juga pengobatan lebih awal jika keluarga lain sudah tertular.
3. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu sampai akhir bulan kedua
pengobatan, selanjutnya tiap 1 bulan mulai bulan ketiga.
- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik
d. Evaluasi radiologi
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan
- Pada akhir pengobatan
e. Evaluasi efek samping
- Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)
- Periksa fungsi ginjal ( ureum, kreatinin)
- Periksa GDS, G2PP, asam urat
- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan keseimbangan dan pendengaran
f. Evaluasi keteraturan obat

4. Prognosis
Keberhasilan kesembuhan penyakit tuberkulosis tergantung pada:
a. Kepatuhan minum obat
b. Komunikasi dan edukasi serta pengawasan minum obat
c. Umur penderita
d. Penyakit yang menyertai
e. Resistensi obat

9
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : ad malam

10
BAB II
PEMBAHASAN

1. Penegakan Diagnosis
TB Milier dengan Suspek B24
a. Anamnesis
Sesuai dengan keluhan utama berdasarkan autoanamnesis dan
aloanamnesis bahwa pasien mengeluhkan BAB cair sejak 49 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan tambahan yang dirasakan pasien adalah
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, demam, sariawan.
Selain itu pasien mengeluhkan adanya batuk kering yang hilang timbul
sejak 3 bulan yang lalu tanpa disertai darah. Keluhan tersebut dapat terjadi
karena gambaran klinik yang ditimbulkan oleh infeksi tuberkulosis dan
infeksi HIV. Lemas juga dapat terjadi karena pasien terus menerus
mengalami BAB cair, banyaknya cairan yang keluar melalui BAB dapat
mengurangi volume cairan tubuh, sehingga pasien dapat menderita
dehidrasi dan merasa lemas. Menurunnya nafsu makan juga dapat
menyebabkan kurangnya asupan nutrisi bagi pasien, sehingga dapat
menyebabkan berbagai hal seperti anemia defisiensi, menurunnya sistem
kekebalan tubuh.
Status gizi pasien pun menjadi salah satu faktor resiko untuk
terjadinya penularan TB, dimana konsumsi makanan pasien tidak
memenuhi makanan 4 sehat 5 sempurna. Status gizi pasien menimbulkan
sistem kekebalan tubuh yang menurun sehingga pasien akan mudah sekali
untuk tertular penyakit.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Antropometri
BB : 35 Kg
TB : 155 cm
IMT: 14,5 (underweight)
2) Vital Sign
-Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 94x/menit
- RR : 32x/menit
- Suhu : 38,1 oC

11
Pemeriksaan mata
- Konjungtiva : anemis (+/+)
Pemeriksaan Pulmo
- Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (+)
Retraksi intercostalis (+)
Retraksi epigastrik (+)
- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
ketinggalan gerak (-)
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Batas paru – hepar di SIC V LMCD
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (+/+), ronki basah halus (-/-)
Dari pemeriksaan fisik pasien ini, pada pasien menunjukkan
adanya kelainan yang mengarah ke diagnosis TB milier dan suspek HIV.
Secara klinis, pasien menujukkan klinis berupa underwight, takipneu,
febris, anemis, dan Rhonki Basah Kasar.
c. Pemeriksaaan Penunjang
Laboratorium darah lengkap tanggal 14 Mei 2014
- Anemia ringan, mikrositik hipokromik
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, pasien diketahui mengalami
anemia ringan, mikrositik hipokromik.Anemia mikrositik hipokromik
dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi besi. Pada kasus ini pasien
diketahui menjalani persalinan 3 minggu sebelum masuk rumah sakit,
hal tersbebut memungkinkan pasien mengalami anemia defisiensi besi,
karena kehamilan merupakan faktor resiko dari anemia defisiensi besi.

- Leukositosis
- Limfositopeni

Foto Thoraks AP tanggal 14 Mei 2014


Cor: cor tampak normal, CTR < 50%
Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tampak bercak infiltrat pada lapang
paru kanan dan paru kiri, tampak bercak-bercak halus yang tersebar merata
pada lapang paru kanan dan kiri.

2. Tindak Lanjut Penanganan Pasien


a. Diagnosis

12
b. Terapi
Pasien merupakan pasien TB milier kasus baru, maka panduan
obat untuk tuberculosis milier seperti gambaran radiologi pasien adalah
OAT katagori I (2RHZE/4RH). Pada hasil pemeriksaan fungsi hati
normal sehingga tidak ada kontra indikasi untuk diberikannya OAT
katagori I. Pada pasien ini dengan BB 35 kg berdasarkan dosis obat anti
tuberkulosis kombinasi pasie mendapatkan 2 tablet OAT per hari (PDPI,
2011).
Jika pasien direncakana mendapat obat antituberculosis tunggal,
maka dosis yang diberikan adalah sebagai berikut (PDPI, 2011):
- Rifampisin : dosis x BB
: 8-12 mg/kgBB/hari x 35 kg
: 280-420 mg/hari
- Isoniazid : dosis x BB
: 4-6 mg/kgBB/hari x 35 kg
: 140-210 mg/hari
- Pirazinamid : dosis x BB
: 20-30 mg/kgBB/hari x 35 kg
: 700-1050 mg/hari
- Ethambutol : dosis x BB
13
: 15-20 mg/kgBB/hari x 35 kg
: 525-700 mg/hari
Jika pasien positif HIV, pengobatan yang diberikan pada dasarnya
sama dengan pengobatan TB tanpa HIV yaitu menggunakan kombinasi
beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangan waktu
yang tepat. Pada pasien TB dengan HIV AIDS yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan selain dipikirkan terdapat resistensi pada
obat, juga harus dipikirkan terdapat malabsorbsi obat. Karena pada pasien
HIV terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat terhadap derajat
penyerapan. Saat pemberian obat pada koinfeksi TB HIV harus
memperhatikan jumlah limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi
yang ada (PDPI, 2011)
Jumlah sel Rejimen yang Keterangan
CD4 dianjurkan
CD4 Mulai terapi TB Dianjurkan ART
Mulai ART segera EFV merupakan kontra indikasi
<200/mm3
setelah terapi TB untuk ibu hamil atau perempuan usia
dapat ditoleransi subur tanpa kontrasepsi efektif.
EFV dapat diganti dengan :
(antara 2 minggu
- SQV/RTV 400/400 mg 2x
hingga 2 bulan)
sehari
Paduan yang
- SQV/ r 1600/200 4 kali sehari
mengandung EFV
(dalam formula soft gel-sgc)
- LPV/RTV 400/400 mg 2 kali
sehari
CD4 200- Mulai terapi TB Pertimbangan ART
- Mulai salah satu panduan di
350/mm3
bawah ini setelah selesai fase
intensif (mulai lebih dini dan
bila penyakit berat): paduan
yang mengandung EFV: (AZT
atau d4t) + 3TC +EFV (600/800
mg/hari) atau
- Paduan yang mengandung NVP
bila paduan TB fase lanjutan
tidak menggunakan rifampisin

14
(AZT atau d4t) + 3TC + NVP
CD4 > Mulai terapi TB Tunda ART
350 mm3
CD4 tidak Mulai terapi TB Perimbangan ART
mungkin
diperiksa

Menurut penelitian yang dilakukan oleh de Carvalho et al (2008),


mengenai Terapi ART pada penderita HIV, menunjukan adanya hubungan
yang bermakna antara penggunaan ART terhadap terjadinya Tuberkulosis
dan menurut penelitian tersebut terapi ART berhasil menurunkan
morbiditas dan mortalitas.

c. Monitoring
Mencegah terjadinya perburukan pada pasien dan menilai
keberhasilan terapi, maka perlu dilakukan evaluasi klinis meliputi
keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik. Pasien dievaluasi setiap 2
minggu pada 1 bulan pertama pengobatan. Selain itu, evaluasi berupa
respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta komplikasi
penyakit. Hal ini disebabkan obat-obat yang termasuk dalam OAT
memiliki banyak efek samping. Evaluasi dapat dilihat dari keadaan klinis
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti tes fungsi hati, fungsi
ginjal, gula darah, asam urat, tes visus dan uji buta warna, dan tes
pendengaran dan keseimbangan. Monitoring pasien dilakukan juga
berdasarkan radiologi (rontgen thorax), yaitu sebelum pengobatan, setelah
2 bulan pengobatan, dan di akhir pengobatan (PDPI, 2011).
Kemungkinan penularan pada keluarga pasien sangat besar,
sehingga perlu dilakukan edukasi dan motivasi skrining TB paru terhadap
anggota keluarga yang lain dan tetangga sekitar. Perlu juga dijelaskan
bahwa TB dinyatakan sembuh apabila memenuhi kriteria BTA
mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan), telah mendapatkan pengobatan yang adekuat, pada foto
thorak dan gambaran radiologi serial tetap sama/terdapat perbaikan dan
bila ada fasilitas biakan, maka kriteria sembuh ditambah hasil biakan
negatif. Dalam menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang

15
Pengawas Minum Obat (PMO). Syarat-syarat PMO antara lain (PDPI,
2011):
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien.
b. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di
Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain.
Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat
berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh
masyarakat lainnya.
PMO berperan penting dari keberhasilan pengobatan pasien TB.
PMO memiliki beberapa tugas, yaitu (PDPI, 2011):
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan (6 – 9 bulan)
b. Memberi dorongan dan semangat kepada pasien berupa nasehat –
nasehat
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain
d. Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai
penyakit TB dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB agar melakukan pemeriksaan.
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya (PDPI, 2011):
a. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
b. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya.
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke pelayanan kesehatan.
Selain itu, penularan bakteri tuberkulosis harus diperhatikan.
Pasien tinggal bersama seoarang suami dan kedua anaknya,
Kemungkinan penularan pada keluarga pasien sangat besar sehingga
perlu dilakukan skrining TB paru terhadap anggota keluarga yang tinggal
satu rumah. Setelah dinyatakan sembuh, pasien tetap perlu dilakukan
16
evaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, untuk
mengetahui ada tidaknya kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah
sputum BTA dan foto toraks. Sputum BTA dilakukan pada bulan ke-3, 6,
12, 24 setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks dilakukan pada
bulan ke- 6, 12, 24 setelah dinyatakan sembuh (PDPI, 2011).

17
BAB III
KESIMPULAN

1. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis.
2. Penegakan diagnosis penyakit TB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Klasifikasi penyakit TB menentukan jenis terapi yang akan diberikan
kepada pasien.
4. Monitoring dan evaluasi selama pengobatan TB yaitu dari keadaan klinis,
sputum bakterilogis, foto radilogis, efek samping obat dan keteraturan
pengobatan
5. Efek samping dari OAT harus dievaluasi serta diedukasikan kepada pasien
dan keluarga agar mengerti dan waspada.
6. Keberhasilan pengobatan TB tergantung pada kepatuhan minum obat,
pengawasan yang ketat, serta penyakit yang menyertai.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Lessnau, Klaus-Dieter, Cynthia de Luise, Joseph Richard Masci. 2013.


Miliary Tuberculosis. Dalam: Medscape. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview#aw2aab6b9 pada
10 Juni 2014.
2. PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika
3. De Carvalho BM, Monteiro AJ, Neto RJP, Grangeiro TB, Frota CC.
Factors related to HIV/Tuberculosis Coinfection in a Brazilian Reference
Hospital. 2008.

19

Anda mungkin juga menyukai