DISUSUN OLEH:
Kristiana Natalian
030.11.159
PEMBIMBING:
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Kristiana Natalian
030.11.159
26 Agustus 2015
Revisi tanggal:
4 September 2015
Mengetahui,
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jln. Waringin gang 13 RT 05/RW 04, Mintaragen, Tegal Timur
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal masuk RS : Jumat, 14 Agustus 2015
Ruangan : Rosella (Bed No. E4)
No RM : 794040
Tanggal dikasuskan : 17 Agustus 2015
II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2015, secara autoanamnesis kepada pasien dan
alloanamnesis dengan istri pasien.
3
Sebelumnya pada tahun 2010 pasien pernah mengalami keluhan batuk berdahak selama
kurang lebih 3 bulan juga, namun tidak disertai sesak nafas dan nyeri dada. Keluhan batuk
darah tidak dialami pasien, dan batuk tidak disertai demam. Kemudian setelah berobat di
puskesmas Tegal Barat, pasien dinyatakan menderita Tuberkulosis paru oleh dokter (dengan
BTA positif) dan diberikan pengobatan selama 6 bulan. Namun setelah 3 bulan pengobatan,
keluhan batuk sudah tidak lagi dialami pasien. Sehingga pasien menghentikan pengobatan TB
paru dengan inisiatif sendiri. Pasien menyangkal memiliki riwayat asma, hipertensi, kencing
manis, penyakit jantung, penyakit ginjal dan sakit kuning sebelumnya.
BMI : 22 kg/m2
4
Kepala : Normocephali. Rambut berwarna hitam keabu-abuan, distribusi merata,
Mata : oedem palpebral (-/-), benjolan (-/-). konjungtiva pucat (-/-), sclera
ikterik (-/-), pupil bulat isokor (+/+), reflek cahaya langsung dan tidak
Telinga : Normotia, bentuk dan ukuran dalam batas normal, benjolan (-/-), nyeri
tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), liang telinga lapang (+/+)
Hidung : Deformitas septum nasi (-/-), nafas cuping hidung (-/-), mukosa
hiperemis (-/-), konka eutrofi (+/+), sekret (-/-), darah (-/-), benjolan (-/-),
Mulut : Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), mukosa mulut berwarna merah
(+), sariawan (-), gusi bengkak (-), lidah dalam batas normal, warna
merah, lidah kotor (-), papil atrofi (-), tremor (-), karies gigi (-), faring
Leher : JVP 5+2 cmH2O, trakea teraba letak ditengah, deviasi (-), kelenjar tiroid
bening (-).
Thorax :
Inspeksi : Bentuk rongga dada normal, simetris. Ikterik (-), pucat (-), sianosis (-),
5
kemerahan (-), spider nevi (-), retraksi intercostal (-/-), sela iga dalam
PARU :
yang tertinggal.
tertinggal
Sonor pada seluruh lapang paru kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kanan
6
Inspeksi : Pengembangan dada Pengembangan dada
saat statis maupun dinamis saat statis maupun dinamis
tertinggal tertinggal.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kanan Sonor pada seluruh lapang paru kiri
Auskultasi : Suara nafas sub-bronkial (+) (1:1) Suara nafas sub-bronkial (+) (1:1)
Suara dasar vesicular (+) (3:1) Suara dasar vesicular (+) (3:1)
JANTUNG
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2cm di medial linea midclavicularis sinistra dengan
7
Batas atas jantung : ICS III.
Abdomen
Inspeksi : Abdomen cekung, distensi (-), ikterik (-), venektasi (-), smiling umbilicus (-),
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), hepatomegali (-), splenomegali
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen, hepar tidak teraba, pekak alih (-), nyeri
8
Ikterik (-/-)
Ptechiae (-/-)
Motoris N
Sensoris N
<2 detik
(-/-)
(-/-)
PEMERIKSA
AN
PENUNJANG
9
Foto thorax :
Interpretasi:
- CTR <50%
- Bercak infiltrate
di apeks paru
10
Kesan :
18 Agustus 2015
V. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Batuk darah
2. Keringat malam hari
3. Pada Foto Thorax terdapat bercak infiltrate (kesan: TB paru dextra) namun BTA (-)
4. Hb, menurun, Ht menurun, Eritrosit menurun
5. Leukosit menurun
6. Anemia Normositik Normokrom
11
Monitoring : KU, TTV, kesadaran, perkembangan gejala klinis
Problem II : Hemoptisis
Assesment : Batuk darah yang dialami sejak 1 hari SMRS. Dari hasil rontgen didapatkan
Initial plan : Terapi : Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh dimiringkan ke sisi
Oksigen
Infus RL 20 tpm
ditelan.
12
- Edukasi agar pasien menghindari makanan yang dapat membuat
batuk (mis: pedas, makanan berminyak)
- Edukasi pasien agar beristirahat yang cukup dan menghindari
terlalu banyak berbicara agar tidak membuat pasien batuk.
IX. MONITORING
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis.1
EPIDEMIOLOGI
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari
jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.1
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu
20-49 tahun. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional
2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan
India.1
13
ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Mycobacterium tuberculosis
termasuk famili Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, diantaranya adalah
Mycobacterium, dan salah satu speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini
mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, oleh karena itu kuman ini disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Karena pada umumnya Mycobacterium tahan asam, secara
teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Namun, karena dalam keadaan normal
penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain jarang sekali dalam praktik,
sehingga BTA dianggap identik dengan basil TB.1,2
Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati. Basil TB juga sangat rentan terhadap panas, sehingga dalam waktu 2 menit saja
basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu
100°C. Selain itu, kuman ini akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70%,
atau lisol 5%.2
CARA PENULARAN
Proses terjadinya infeksi oleh M.Tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB
paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan
penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,
khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA). Apabila pasien mengadakan ekspirasi paksa berupa
batuk-batuk, bersin, tertawa keras, akan menyebabkan keluarnya percikan-percikan dahak
halus (droplet nuclei), yang berukuran kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di
udara. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transmisi ini. Pertama-tama ialah
jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa semakin banyak basil dalam
dahak seorang penderita, makin besarlah bahaya penularan.2
Faktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya
matahari, kemungkinan penularan dibawah terik cahaya matahari sangat kecil. Dengan
ventilasi yang baik, membuat adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar
dari luar, dan dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni lain yang
serumah. Dengan demikian, bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-perumahan
14
yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari yang kurang.
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan
besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah
kasus TB. 1,3
PATOGENESIS
A.TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut:1,3
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan
15
B. TUBERKULOSIS POST-PRIMER
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
1. Berdasarkan lokasi
16
a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB
milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstraparu harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.4
b. TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti
pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang,
selaput otak.
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
17
Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya
selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan.
d. Kasus gagal
• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik
ulang hasilnya perburukan
e. Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologic
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang
adekuat akan lebih mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologik.
GAMBARAN KLINIK
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat)3,4,5
1. Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam.
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
18
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
PEMERIKSAAN FISIK
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan
pemeriksaan jasmani. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi
yang redup, fremitus yang menguat dan auskultasi suara nafas bronkial.
Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa suara timpani
pada perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya
pada “destroyed lung”, suara nafas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali.
Pada umumnya, selalu akan didapatkan ronki basah mengingat bahwa selalu pula
terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret dan makin besar bronkus tempat
sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar. Melihat ini semua, makin nyatalah
bahwa kelainan-kelainan yang ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas,
jumlah maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi)1,2
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
19
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform)1,5
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb
(terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga
2) dan tidak dijumpai kaviti.
b. Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
20
i. Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data
ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan
biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap
pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan
tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik. Selain itu juga dapat ditemukan Anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer.2
21
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.
23
ALUR
TATALAKSANA TB
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.6,7
24
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi /
kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi
25
TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan
4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap
diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi - Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
26
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi
dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.6,7
27
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya).
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.
EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi klinik
28
iii. Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)
i. Sebelum pengobatan
ii. Setelah 2 bulan pengobatan
iii. Pada akhir pengobatan
i. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap.
ii. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.
iii. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
iv. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.
v. Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri.
vi. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.
Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat.
Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat
sesuai pedoman
Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah
keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting
penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan
kepada penderita, keluarga dan lingkungan. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan
timbulnya masalah resistensi.
KOMPLIKASI TB
TB LARINGS
29
Karena setiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings, tidaklah
mengherankan bila ada basil yang tersangkut di larings dan menimbulkan proses TB di tempat
tersebut, sehingga terjadilah TB larings.1,2
PLEURITIS EKSUDATIF
Bila terdapat proses TB di bagian paru dekat sekali dengan pleura, pleuara akan ikut meradang
dan menghasilkan cairan eksudat. Dengan lain kata, terjadilah pleuritis eksudatif. Tidak jarang
proses TB nya masih begitu kecil, sehingga pada foto paru belum tampak kelainan. Bilamana
cairan eksudat masih sedikir, cukup diberikan terapi spesifik saja, tetapi bila cairan semakin
banyak, perlu dilakukan pungsi dan cairan eksudat dikeluarkan sebanyak mungkin, untuk
menghindari terjadinya Schwarte di kemudian hari.
PNEUMOTHORAKS
Bisa saja terjadi proses nekrotis berlangsung dekat sekali dengan pleura, sehingga pleura ikut
mengalami nekrosis dan bocor, sehingga terjadilah pneumothoraks. Sebab lain pneumothoraks
adalah pecahnya dinding kavitas yang kebetulan berdekatan dengan pleura, sehingga pleura pun
ikut robek.2
HEMOPTISIS
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah yang berasal dari saluran nafas bagian bawah (dibawah
pita suara). Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau diantara jaringan yang
mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan penderita akan mengalami
batuk darah, yang dapat bervariasi mulai dari jarang sekali sampai sering/setiap hari. Variasi
lainnya adalah jumlah darah yang dibatukkan keluar mulai dari sangat sedikit (berupa garis pada
sputum) sampai banyak sekali (profus), tergantung pada pembuluh darah yang terkena.
Batuk darah baru akan membahayakan jiwa penderita bila profus, karena dapat menyebabkan
kematian oleh syok dan anemia akut. Di samping itu, darah yang akan dibatukkan keluar akan
menyangkut di trakea/larings dan akan menyebabkan asfiksia akut yang dapat berakibat fatal.1,3
Untuk batuk darah yang minimal sampai agak banyak, dapat diberikan koagulan dan/atau obat-
obatan trombolitik (asam traneksamat) saja. Bila perdarahan agak hebat, perlu dipertimbangkan
30
pemberian transfusi darah segar. Kalau hal ini sering berulang, perlu juga dipertimbangkan
lobektomi ataupun embolisasi arteri, yang menjadi permasalahan.3
Dalam stadium akut sampai beberapa hari sesudahnya, sebaiknya diberikan pula antitusif untuk
mencegah batuk, sebaiknya diberikan pula antitusif untuk mencegah batuk, setidak-tidaknya
mengurangi frekuensi batuk untuk memberi kesempatan beristirahat secukupnya bagi lesi,
sampai thrombus yang terbentuk cukup kuat.
Hemoptisis dikatakan massif apabila batuk darah mencapai > 600 ml darah dalam 24 sampai 48
jam.3
Prinsip: mempertahankan jalan nafas, proteksi paru yang sehat, menghentikan perdarahan
b. Oksigen
- Batuk darah > 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti
- Batuk darah > 100-250 cc/24 jam, Hb < 10g/dl. Dan pada observasi tidak
berhenti.
- Batuk darah 100-250 cc/24 jam, Hb >10 gr/dl, pada observasi 48 jam tidak
berhenti.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulkifli A, Asril B. Tuberkulosis paru. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
2. Herchline TE, Bronze MS. Tuberculosis [Updated on December 14 2014, Available at
http://www.emedicine.medscape.com Accessed on August 25, 2015]
3. Danusantoso H. Buku saku ilmu penyakit paru. 2nd Ed. Jakarta: EGC 2012, p 70-80.
4. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Edisi 9. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2005.
5. Rani AA. Tuberkulosis paru. Jakarta: Panduan Pelayanan Medik PB Papdi, 2009.
6. Aditama TY, dkk. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia.
Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2006.
7. Bayupurnama P. Hepatotoksisitas imbas obat. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2006.
8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku saku dasar patologis penyakit.
Jakarta: EGC 2008, p 429-34.
32
33