PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aborsi?
2. Apa saja jenis dari aborsi?
3. Apa saja macam-macam alasan dilakukannya aborsi?
4. Bagaimana hukum aborsi menurut agama Islam?
5. Bagaimana fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai aborsi?
6. Apa saja jenis aborsi yang dihalalkan dalam Islam dan apa alasannya?
7. Apa saja jenis aborsi yang diharamkan dalam Islam dan apa alasannya?
8. Apa saja bahaya atau efek samping dari aborsi?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dikatakan sebagai lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan
sendirinya. Sedangkan makna gugurnya kandungan ini, menurut para fuqaha tidak
keluar jauh dari makna lughawinya, akan tetapi kebanyakan mereka
mengungkapkan istilah ini di beberapa tempat dengan istilah Arab seperti isqath
(menjatuhkan), tharh (membuang), ilqa’ (melempar), dan imlash (melahirkan
dalam keadaan mati) atau juga dengan menggunakan kata ijhadh atau inzal.
Kata-kata tersebut menurut Abdullah bin Abd al-Mukhsin al-Thariqi mengandung
pengertian yang berdekatan. Dengan demikian salah satunya dapat digunakan
untuk menyatakan tindakan abortus. Pengertian aborsi menurut kedokteran dan
para fuqaha berbeda, karena para fuqaha tidak menetapkan usia maksimal
kehamilan, baik pengguguran kandungan dilakukan pada usia kehamilan nol
minggu, 20 minggu, maupun lebih dari itu.
Tidak semua aborsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan moral
dan kemanusiaan dengan kata lain tidak semua aborsi merupakan kejahatan.
Aborsi yang terjadi secara spontan akibat kelainan fisik pada perempuan (ibu dari
janin) atau akibat penyakit biomedis internal disebut “keguguran”, yang dalam hal
ini tidak terjadi kontroversi dalam masyarakat atau dikalangan fuqaha, sebab
dianggap terjadi tanpa kesengajaan yang terjadi di luar kehendak manusia. Aborsi
yang merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia jelas
merupakan suatu dosa besar. Merujuk pada surat Al-Maidah ayat 32 yang artinya:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, Kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS. Al-Maidah [5]:
32).
4
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa aborsi adalah
suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin
dari kandungan sebelum tiba masa kelahiran secara alami
5
e. Abortus habitualis atau keguguran berulang adalah keadaan dimana
penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
f. Abortus infeksious dan abortus septic, adalah abortus yang disertai infeksi
genital.
6
Sedangkan menurut Perspektif Fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima
macam, di antaranya adalah:
1. Aborsi spontan (al-isqâth al-dzâty).
Janin gugur secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar, atau gugur
dengan sendirinya. Biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom. Hanya
sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim atau kelainan
hormon. Kelainan kromosom tidak memungkinkan mudhghah tumbuh
normal. Kalaupun tidak gugur, ia akan tumbuh dengan cacat bawaan.
2. Aborsi karena darurat atau pengobatan (al-isqâth al-dharry/al-‘ilâjiy).
Aborsi jenis ini dilakukan karena ada indikasi fisik yang mengancam nyawa
ibu bila kehamilannya dilanjutkan. Dalam hal ini yang dianggap lebih ringan
resikonya adalah mengorbankan janin, sehingga menurut agama aborsi jenis
ini diperbolehkan. Kaidah fiqih yang mendukung adalah: “Yang lebih ringan
diantara dua bahaya bisa dilakukan demi menghindari resiko yang lebih
membahayakan”.
3. Aborsi karena khilaf atau tidak disengaja (Khatha’).
Pada kasus ini, aborsi dilakukan tanpa sengaja. Misalnya seorang pemburu
yang hendak menembak binatang buruannya tetapi meleset mengenai seorang
ibu yang sedang hamil ketika ibu itu sedang berjalan di persawahan sehingga
mengakibatkan ibu tersebut keguguran. Tindakan pemburu tersebut tergolong
tidak sengaja. Menurut fiqih, pihak yang terlibat dalam aborsi seperti itu
harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dan jika, janin keluar
dalam keadaan meninggal ia wajib membayar denda bagi kematian janin atau
uang kompensasi bagi keluarga janin.
4. Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh ‘amd).
Aborsi dilakukan menyerupai kesengajaan. Misalnya seorang suami yang
menyerang isterinya yang sedang hamil hingga mengakibatkan keguguran.
Serangan itu tidak diniatkan kepada janin melainkan kepada ibunya, tetapi
kemudian karena serangan tersebut, janin yang dikandung oleh ibu tersebut
meninggal karena sang ibu megalami keguguran. Pada kasus ini menurut
fiqih pihak penyerang harus diberi hukuman, dan hukuman semakin berat
jika janin yang keluar dari perut ibunya sempat menunjukkan tanda-tanda
7
kehidupan. Menurut fiqih penyerang dikenai diyat kamilah jika ibunya
meninggal yaitu setara dengan 50 ekor unta ditambah dengan 5 ekor unta
(ghurrah kamilah) atas kematian bayinya.
5. Aborsi sengaja dan terencana (al-‘amd).
Aborsi ini dilakukan dengan sengaja oleh seorang perempuan yang sedang
hamil, baik dengan cara minum obat-obatan yang dapat menggugurkan
kandungannya maupun dengan cara meminta bantuan orang lain (seperti
dokter, dukun dan sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya. Aborsi
jenis ini dianggap berdosa dan pelakunya dikenai hukuman karena dianggap
sebagai tindak pidana yaitu menghilangkan nyawa anak manusia dengan
sengaja. Sanksinya menurut fiqih sepadan dengan nyawa dibayar dengan
nyawa (qishash).
8
d. Kadang-kadang, pertumbuhan janin dapat membahayakan kesehatan ibu
yang membawanya kepada kematian. Dalam kasus ini, perempuan dapat
melakukan aborsi untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
e. Apabila seorang perempuan menderita penyakit seperti penyakit jantung,
AIDS atau penyakit menular seksual, maka dia dapat melakukan aborsi.
2. Alasan Pribadi
Hasil studi Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998), menunjukkan
bahwa 93% kasus aborsi dilakukan karena alasan-alasan yang sifatnya untuk
kepentingan pribadi. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Aborsi yang dilakukan akibat pemerkosaan. Pada umumnya, perempuan
yang hamil akibat kasus pemerkosaaan akan menggugurkan kandungan
karena ingin menghilangkan trauma, sebab anak yang dikandungnya dapat
menjadi pengingat pengalaman mengerikan di masa lalu.
b. Aborsi yang dilakukan akibat hamil di luar nikah. Adanya desakan dari
orang tua dan kecaman sosial terhadap perempuan yang hamil di luar
nikah adalah alasan lain mengapa banyak perempuan memilih aborsi.
Banyak sekali orang tua yang memaksa anak perempuannya yang hamil di
luar nikah untuk melakukan aborsi hanya untuk menyelamatkan nama baik
keluarga di depan masyarakat dan kerabat lainnya.
c. Aborsi yang dilakukan karena perempuan tersebut merasa tidak yakin
secara finansial untuk merawat dirinya dan bayi yang dikandungnya. Hal
tersebut dikarenakan sang suami tidak mau bertanggung jawab dengan
meninggalkan istrinya atau pun sang suami tidak memiliki pekerjaan
(mengganggur). Karena alasan ekonomi, sangat mungkin perempuan
tersebut melakukan aborsi.
d. Aborsi yang dilakukan karena suami tidak mau membesarkan anak
bersama sebagai orang tua. Perempuan tersebut kemudian tidak merasa
aman secara finansial dan takut sang suami akan meninggalkannya.
9
2.4 Hukum Aborsi Menurut Agama Islam
Dalam istilah syari’at, aborsi adalah kematian janin atau keguguran sebelum
sempurna, walaupun janin belum mencapai usia enam bulan. Dapat disimpulkan
bahwa aborsi secara syari’at tidak melihat kepada usia kandungan, namun melihat
kepada kesempurnaan bentuk janin tersebut. Hukum aborsi (al-Ijhaadh) dapat
diklasifikasikan menurut jenisnya yaitu:
1. Al-Ijhaadh at-Tilqaa’i atau al-’Afwi (Abortus spontanea)
Jenis aborsi yang pertama ini tidak masuk dalam kemampuan dan kehendak
manusia, sehingga tentunya masuk ke dalam firman Allah Ta’ala: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 286). Selain itu termasuk juga ke dalam sabda
Rasulullah SAW berikut: “Dimaafkan dari umatku kesalahan (tanpa
sengaja), lupa, dan keterpaksaan.” (HR. al-Baihaqi dalam Sunannya dan
di-shahih-kan Syail al-Albani dalam Shahihul-Jami' no. 13066).
10
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT dalam
Surat Al Ma'idah ayat 32 berikut:
Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain. atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi..” (QS. Al-Ma’idah [5]:32) .
Syaikh Ahmad al-Ghazali seorang Ulama Indonesia menyatakan:
“Adapun ulama Indonesia berpendapat keharaman aborsi kecuali apabila
ada sebab terpaksa yang harus dilakukan dan menyebabkan kematian sang
ibu. Hal ini karena syari’at Islam dalam keadaan seperti itu memerintahkan
untuk melanggar salah satu madharat yang teringan. Apabila tidak ada di
sana solusi lain kecuali menggugurkan janin untuk menjaga hidup sang ibu.”
(Al-Ijhadh wa Nazharatul-Islam Ilaihi -makalah yang disusun Ahmad
al-Ghazali dan diajukan kepada muktamar ar-Ribath yang diadakan dari
tanggal 24-29/11/1972 M).
11
al-Jina-i atau al-Ijrami (Abortus Provokatus Kriminalis). Hukum aborsi jenis
ini telah dimaklumi bahwa janin mengalami fase-fase pembentukan sebelum
menjadi janin yang sempurna dan lahir menjadi bayi. Di antara pembeda
yang banyak dilihat para ahli fikih yang berbicara dalam hal ini adalah
adanya ruh dalam janin tersebut.
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya “Emansipasi
Adakah Dalam Islam” halaman 127-128, menyebutkan bahwa aborsi dapat
dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan.
a. Aborsi yang dilakukan sebelum ruh (nyawa) ditiupkan
Para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum
ditiupkannya ruh, sebagian memperbolehkan dan sebagian
mengharamkannya. Melihat pendapat para Ulama Fikih dari berbagai
madzhab, dapat disimpulkan bahwa pendapat mereka mengenai aborsi
yang dilakukan sebelum ditiupkannya ruh menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Kelompok yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh. Ini
pendapat minoritas Ulama madzhab Syafi’iyah, Hambaliyah, dan
Hanafiyah.
2) Kelompok yang memperbolehkan aborsi sebelum dimulai
pembentukan bentuk janin yaitu sebelum empat puluh hari pertama. Ini
pendapat mayoritas mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah.
Pendapat ini dirajihkan Syaikh Ali Thanthawi rahimahullah.
3) Kelompok yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya pembuahan
dalam rahim. Mereka beranggapan bahwa apabila air mani telah
tersimpan di dalam rahim maka sudah ada proses kehidupan di
dalamnya. Ini pendapat yang rajih dalam madzhab Malikiyah,
pendapat Imam al-Ghazali, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab
al-Hambali dan Ibnu al-Jauzi. Juga pendapat madzhab Zhahiriyah.
Dalam ayat Al-Qur’an, tidak secara kontekstual dikatakan tentang
pelarangan aborsi. Namun, yang jelas dilarang adalah membunuh seorang
manusia. Jika dianalogikan bahwa janin yang belum ditiupkan ruh adalah
salah satu tahap sebelum terlahirnya manusia, bahkan memiliki
kemungkinan yang sangat besar untuk terbentuknya manusia, maka
12
pengguguran janin pun termasuk perbuatan yang dilarang. Menurut imam
Abu Hanifah dan Imam Syafi’i, pelaku dibebani pertanggungjawaban atas
sesuatu yang keluar dari rahim seorang perempuan, apabila sesuatu itu
telah jelas bentuknya walaupun belum lengkap (belum sempurna).
Menurut pernyataan di atas, pengguguran janin yang belum sempurna
menuntut pertanggungjawaban bagi pelakunya. Janin yang belum
sempurna adalah fase embrio, fase dimana ruh belum ditiupkan terhadap
janin tersebut. Pengguguran di fase ini, menuntut adanya
pertanggungjawaban, hal tersebut mengimplikasikan bahwa pengguguran
janin walaupun belum ditiupkan ruh adalah suatu tindak kejahatan
(jinayah).
13
hal ini hanya dibenarkan untuk dilakukan terhadap kehamilan yang belum
berumur empat bulan.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram apabila usia janin 40
hari atau 40 malam adalah hadits Rasulullah SAW: “Jika nutfah
(gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut,
dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan
tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), “Ya
Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau
perempuan?” Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim
dari Ibnu Mas’ud r.a.).
Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh
dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan
janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan
hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Larangan
Allah SWT mengenai aborsi terdapat dalam ayat berikut:
14
Artinya: “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan sesuatu yang benar ".
Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami.”
(QS. Al-An’am : 151).
15
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.” (QS. Al-Israa’ : 31).
16
b) Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang
berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban,
dokter, dan ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf (b) harus dilakukan
sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi yang dibolehkan karena uzur sebagaimana dimaksud pada point nomor
dua hanya boleh dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh
pemerintah.
4. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
17
3. Sebagai upaya pengobatan. Abortus Profocatus Therapeuticum yaitu untuk
kepentingan medis dan terapi serta pengobatan, karena janin yang dikandung
sudah tidak dapat dipertahankan dan diselamatkan lagi, jika hal ini diteruskan
maka akan membahayakan nyawa yang bersangkutan. Dimana terdapat
indikasi kedaruratan medis dalam Peraturan Peemerintah yang menyatakan
bahwa keadaan dimana kehamilan yang terjadi dapat mengancam nyawa juga
kesehatan ibu dan janin serta berpotensi menyebabkan penyakit genetik berat
atau cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki.
4. Perempuan yang diperkosa dan menderita depresi luar biasa sehingga
membahayakan janinnya. Pihak Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU)
menegaskan bahwa aborsi hukumnya halal dalam kondisi tertentu.
"Berdasarkan hasil rapat pengurus kami memang keputusannya aborsi
diperbolehkan bagi perempuan yang diperkosa dan menderita depresi luar
biasa," kata Ketua Syuriah PBNU Masdar Farid Mas’udi saat dihubungi CNN
Indonesia, Senin (17/11). Keputusan tersebut disepakati dalam Musyawarah
Nasional PBNU pada awal November ini. Pemerintah melakukan terobosan
hukum dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014
mengenai pengecualian aborsi atas dasar indikasi darurat medis dan
pemerkosaan perempuan yang diperkosa boleh melakukan aborsi asalkan
tindakan disertai dengan surat keterangan dokter, penyidik, psikolog atau ahli
lain mengenai dugaan adanya perkosaan.
18
umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka
berobatlah kalian!” (HR. Ahmad). Kaidah fiqih dalam masalah ini
menyebutkan: “Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan
birtikabi akhaffihima” yang artinya: “Jika berkumpul dua madharat (bahaya)
dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya” (Abdul
Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al
Fiqhiyah, halaman 35).
19
Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di luar pernikahan, terutama
para pelajar dan mahasiswa sudah sampai batas yang sangat mengkhawatikan.
Pacaran sudah menjadi aktivitas yang lumrah meskipun Allah SWT sudah
melarang hamba-Nya untuk tidak mendekati zina. Seperti Firman Allah SWT
dalam QS. Al-Isra’: 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan
yang buruk”. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya melakukan hubungan
seks di luar pernikahan dan hamil, kemudian berakhir dengan pengguguran
kandungan secara paksa. Padahal dalam fatwa MUI sudah jelas disebutkan
bahwa aborsi pada kehamilan yang diakibatkan karena zina adalah haram
hukumnya.
2. Aborsi setelah ditiupkan ruh pada janin (setelah empat bulan) tanpa alasan
indikasi medis
Setelah peniupan ruh, para ahli fikih sepakat bahwa janin telah menjadi
manusia dan bernyawa yang memiliki kehormatan dan kemuliaan, sehingga
aborsi yang dilakukan tanpa alasan indikasi medis, setelah ditiupkannya ruh
pada janin hukumnya adalah haram.
3. Aborsi karena takut jatuh miskin atau karena masalah ekonomi
Sebagian dari mereka yang melakukan aborsi karena masalah ekonomi
beranggapan bahwa menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga. Banyak calon ibu yang masih muda pun beralasan bahwa karena
penghasilannya masih belum stabil atau tabungan belum memadai, kemudia ia
merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Umat Islam dilarang
melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut
kekurangan uang. Ayat Al-Qur'an mengingatkan akan firman Allah berikut:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar." (QS. Al Isra: 31).
20
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS.
Al An’am : 151)
4. Eugenic abortion
Aborsi jenis ini merupakan pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang
cacat. Alasan aborsi ini tentu diharamkan dalam Islam karena manusia,
berapun kecilnya, merupakan makhluk mulia ciptaan Allah. Agama Islam
sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam
Al-Qur’an yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan
sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.” (QS Al Isra: 70).
21
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar." (QS. Al Isra: 31)
4. Aborsi adalah tindakan membunuh. Membunuh berarti melawan perintah
Allah dan merupakan tindakan kriminal. Allah berfirman:
22
Seringkali wanita yang melakukan aborsi merupakan kehamilan yang tidak
diinginkan seperti akibat hamil di luar nikah, karena sudah memiliki banyak anak
atau karena faktor ekonomi. Sementara negara Indonesia hanya melegalkan aborsi
apabila dalam kondisi kedaruratan medis dan akibat korban perkosaan yang dapat
mengganggu psikis korban. Oleh karena itu, banyak yang melakukan aborsi
secara ilegal bahkan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
Tindakan aborsi dapat terjadi dengan aman apabila dilakukan:
1. Oleh petugas kesehatan terlatih dan berpengalaman.
2. Menggunakan alat yang benar.
3. Dalam kondisi yang bersih. Apapun yang akan dimasukkan ke dalam vagina
dan rahim harus dalam kondisi steril (tanpa kuman).
4. Usia kehamilannya sampai 3 bulan (12 minggu) setelah menstruasi terakhir.
Sedangkan tindakan aborsi dikatakan tidak aman apabila dilakukan:
1. Oleh seseorang yang tidak terlatih.
2. Menggunakan alat dan obat-obatan yang salah.
3. Tidak dalam kondisi bersih.
4. Usia kehamilan di atas 3 bulan (12 minggu), kecuali bila dilakukan di tempat
pelayanan kesehatan atau rumah sakit yang memiliki peralatan khusus.
Tindakan aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan dampak negatif bagi
wanita yang melakukan aborsi. Hal ini dapat terjadi akibat tangan atau alat yang
kurang bersih yang dimasukkan ke dalam rahim atau ada sisa jaringan yang tersisa
di dalam rahim dan terinfeksi.
Menurut Tina Asmarawati (2013), dua macam resiko kesehatan terhadap
wanita yang melakukan aborsi adalah sebagai berikut:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (uterine perforation)
e. Kelainan pada placenta/ ari-ari (placenta previa) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan
berikutnya
23
f. Menjadi mandul dan tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic
pregnancy)
g. Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease)
h. Infeksi pada lapisan rahim (enfometriosis)
i. Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya
j. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon esterogen)
k. Kanker indung telur (ovarium cancer)
l. Kanker leher rahim (cervical cancer)
2. Resiko gangguan psikologis
Dampak secara mental dikenal dalam dunia psikologi sebagai post-abortion
syndrome (Sindrom Paska Aborsi). Seorang wanita yang melakukan aborsi
akan mengalami hal-hal sebagai berikut:
a. Berteriak-teriak histeris
b. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
c. Ingin mencoba bunuh diri
d. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang
e. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual
f. Kehilangan harga diri
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Aborsi adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan
mengeluarkan janin dari kandungan sebelum tiba masa kelahiran secara
alami.
2. Ilmu Kedokteran membedakan abortus menjadi dua yaitu abortus yang
terjadi dengan sendirinya yang disebut abortus spontaneous dan abortus
yang terjadi dengan kesengajaan yang disebut abortus provocatus. Abortus
provocatus dapat dibedakan menjadi dua yaitu: abortus yang dilakukan
oleh dokter atas dasar indikasi vital dan abortus yang dilakukan pada
kehamilan yang tidak diinginkan tanpa dasar medis.
3. Menurut Perspektif Fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima macam yaitu:
aborsi spontan, aborsi karena darurat atau pengobatan, aborsi karena khilaf
atau tidak disengaja, aborsi yang menyerupai kesengajaan, serta aborsi
sengaja dan terencana.
4. Hukum Abortus spontanea adalah halal, karena jenis aborsi yang pertama
ini tidak masuk dalam kemampuan dan kehendak manusia (tanpa
kesengajaan). Hukum Abortus Provokatus Medisinalis atau Artificialis
atau Therapeuticus adalah tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan
darurat yang menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya
mempertahankannya dapat membahayakan kehidupan sang ibu. Hukum
Abortus Provokatus Kriminalis hukumnya adalah haram.
5. Jenis aborsi yang dihalalkan dalam Islam adalah: 1) Keadaan darurat yang
menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya mempertahankannya
dapat membahayakan kehidupan sang ibu; 2) Apabila ibu yang sedang
mengandung berusia di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun, maka
tingkat resiko kematiannya lebih tinggi; 3) Apabila tempo waktu
melahirkan sang ibu kurang dari dua tahun maka sang ibu akan mengalami
25
peningkatan resiko terhadap terjadinya pendarahan; 4) Ibu yang telah
memiliki empat orang anak atau lebih, beresiko untuk melahirkan kembali;
5) Sebagai upaya pengobatan; 6) Perempuan yang diperkosa dan
menderita depresi luar biasa sehingga membahayakan janinnya.
6. Jenis aborsi yang diharamkan dalam Islam adalah: 1) Dilakukan dengan
alasan terjadinya kehamilan di luar nikah; 2) Aborsi setelah ditiupkan ruh
pada janin (setelah empat bulan) tanpa alasan indikasi medis; 3) Aborsi
karena takut jatuh miskin atau karena masalah ekonomi; 4) Pengguguran
yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
7. Wanita yang melakukan aborsi memiliki dua macam resiko kesehatan
yaitu resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik seperti kematian
mendadak karena pendarahan hebat, dan resiko gangguan psikologis
seperti berteriak-teriak histeris.
8. Ada beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk menurunkan
angka abortus pada kasus hamil pra-nikah yakni dengan memberikan
pendidikan seks pada anak-anak maupun remaja sehingga mereka lebih
selektif.
3.2 Saran
Allah SWT telah melarang kita sebagai umat manusia untuk membunuh jiwa
yang diharamkan Allah melainkan dengan sesuatu yang benar, oleh karena
baiknya kita menjauhi hal-hal yang Allah larang tersebut termasuk salah satunya
adalah tindakan aborsi tanpa alasan yang diperbolehkan. Selain itu, hendaknya
kita sebagai kaum remaja senantiasa menjauhi hal-hal yang mengarah pada
perbuatan zina agar tidak mengalami kejadian hamil di luar nikah yang pada
26
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Budi. 2014. Hukum Aborsi di Indonesia: Studi Komparasi antara Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi dan
Undang-Undang no 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.
http://digilib.uin-suka.ac.id/11396/2/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20P
USTAKA.pdf diakses pada tanggal 27 September 2015 pukul 08.30.
Alia, Nur. 2004. Konflik dan Pengambilan Keputusan Wanita yang Melakukan
Aborsi. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta.Yusra, Nelly. 2012. Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam.
Universitas Islam Negeri Suska. Riau.
_______. 2013. Aborsi dalam Pandangan Islam. Akademi Kebidanan Paramata
Raha. Raha
Alwi, Zulfahmi. 2013. Abortus dalam Pandangan Hukum Islam. Vol. 10. Nomor
2. Desember. UIN Alauddin.
Anonim. Aborsi dan Komplikasinya. http://hesperian.org/wp-content. diakses pada
tanggal 22 September 2015 pukul 20.17.
Ensiklopedi Indonesia. 1980. Aborsi. Jakarta: Ikhtisar Baru Van Hoeve. h. 60.
Dewi, Ratna Winahyu Lestari dan Suhandi. 2011. Aborsi Bagi Korban
Pemerkosaan Dalam Perspektif Etika Profesi Kedokteran, Hukum Islam, dan
Peraturan Perundang-Undangan. Perspektif Volume XVI. Edisi April.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201207110921226263/1.pdf. diakses pada
tanggal 27 September 2015, 09.30.
John M. Echols dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Cet.XXV.
Jakarta: PT Gramedia.
Lidiany, Nurul Hikmah. 2010. Aspek Sosiologis Aborsi Provokatus Criminalis
dalam Perspektif Hukum Islam.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18610/1/NURUL%2
0HIKMAH%20LIDIANY-FSH.pdf. Diakses 27 September 2015 pukul 08.00.
27
M. Nu’aim Yasin. 2008. Abhats Fiqhiyyah Fi Qadlaya Thibbiyah Mu’ashiroh ”
diterjemahkan Munirul Abidin. Fikih Kedokteran. Cetakan IV. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar. h. 229.
Majelis Ulama Indonesia.
http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/35.-Aborsi.pdf
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm. 209-217.
Romli, Dewani. 2011. Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam.
http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/adalah/article/download/170/129
diakses pada tanggal 26 September 2015 pukul 18.00
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. H. 209-217.
Saifullah. 1996. Aborsi dan Permasalahannya: Suatu Kajian Hukum Islam dalam
Chuzaimah T. Yanggo (ed.) et. al. Buku Kedua: Problematika Hukum Islam
Kontemporer. Cet.2. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. h. 115.
Singgih D. Gunarso. 2008. Gaya Hidup Sehat. http://www.gayahidupsehat.com.
diakses pada 18 September 2015.
Sulistio, Arif. 2012. Aborsi Akibat Pemerkosaan Ditinjau Dari Hukum Islam,
KUHP, dan Undang-Undang no 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Tutik, Titik Triwulan. 2009. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Aborsi Bagi
Kehamilan Tidak Diharapkan (KTD) Akibat Perkosaan Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
http://eprints.undip.ac.id/7293/1/ANALISIS_HUKUM_ISLAM_TERHA
DAP_ABORSI_KTD.pdf. diakses pada tanggal 26 September 2015 pukul
18:10.
28