Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia diciptakan Allah SWT berpasang-pasangan yakni laki-laki dan
perempuan. Penciptaan manusia yang berpasang-pasangan tersebut menghasilkan
kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan biologis guna melahirkan
keturunan yang akan meneruskan kelangsungan eksistensi umat manusia. Namun
tidak semua manusia merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran,
terutama apabila kelahiran itu merupakan kelahiran yang tidak diinginkan
(unwanted pregnancy). Hal tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti
faktor kemiskinan, faktor kegagalan kontrasepsi, akibat hubungan seks di luar
nikah, dan lain sebagainya.
Hasil riset Allan Guttmacher Institute (1989) melaporkan bahwa setiap tahun
sekitar 55 juta bayi digugurkan. Angka ini memberikan bukti bahwa setiap hari
150.658 bayi dibunuh atau setiap menit 105 nyawa bayi direnggut sewaktu masih
dalam kandungan. Tindakan tersebut tidak hanya melenyapkan keberadaan janin
dalam rahin sehingga menghilangkan kemungkinan bagianya untuk menikmati
kehidupan dunia, namun sekaligus mengancam jiwa sang ibu yang
mengandungnya.
Mengingat besarnya bahaya yang timbul dari tindakan tersebut, di samping
abortus itu sendiri adalah perbuatan asusila apabila dipandang dari sudut moral
dan etika, maka para ulama berusaha menjelaskan keberadaan abortus dalam
perspektif hukum Islam. Petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadist dijadikan dasar dan
hujah oleh para ulama dalam menyelesaikan berbagai problematika hukum
Islam termasuk hukum abortus yang dari waktu ke waktu terus menyeruak ke
berbagai belahan bumi. Masalah tersebut tidak hanya melahirkan pandangan pro
dan kontra, bahkan telah menjadi kasus moral yang tidak menutup kemungkinan
akan menjadi norma baru dalam tatanan masyarakat.
Dalam makalah ini, kelompok kami akan membahas lebih jelas mengenai
pandangan Islam mengenai aborsi, jenis aborsi yang dihalalkan dan diharamkan
dalam Islam, serta upaya pencegahan diri agar tidak melakukan perbuatan
tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aborsi?
2. Apa saja jenis dari aborsi?
3. Apa saja macam-macam alasan dilakukannya aborsi?
4. Bagaimana hukum aborsi menurut agama Islam?
5. Bagaimana fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai aborsi?
6. Apa saja jenis aborsi yang dihalalkan dalam Islam dan apa alasannya?
7. Apa saja jenis aborsi yang diharamkan dalam Islam dan apa alasannya?
8. Apa saja bahaya atau efek samping dari aborsi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian aborsi.
2. Untuk mengetahui jenis dari aborsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam alasan dilakukannya aborsi.
4. Untuk mengetahui hukum aborsi menurut agama Islam.
5. Untuk mengetahui fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai
aborsi.
6. Untuk mengetahui jenis aborsi yang dihalalkan dalam Islam dan apa
alasannya.
7. Untuk mengetahui jenis aborsi yang diharamkan dalam Islam dan apa
alasannya.
8. Untuk mengetahui bahaya atau efek samping dari aborsi.

1.4 Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan
mengenai aborsi menurut pandangan agama Islam. Dengan begitu, pembaca dapat
menjauhkan diri dari perilaku aborsi yang diharamkan oleh Allah SWT, serta
senantiasa menjaga diri terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aborsi


Kata aborsi berasal dari bahasa Inggris yaitu abortion dan bahasa Latin yaitu
abortus yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Kata tersebut kemudian
diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti, yaitu: 1) terpencarnya embrio
yang tidak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari keadaan
terhentinya kehamilan), keguguran, keluron; 2) keadaan terhentinya pertumbuhan
yang normal (tentang makhluk hidup); 3) guguran (janin).
Pengertian aborsi secara etimologi adalah menggugurkan anak, sehingga dia
tidak hidup. Sedangkan secara terminologis, aborsi adalah pengguguran janin
yang dikandung perempuan dengan tindakan tertentu sebelum sempurna masa
kehamilannya, namun telah terbentuk sebagian anggota tubuhnya, baik dalam
keadaan hidup atau mati sebelum si janin dapat hidup di luar kandungan. Dalam
Ensiklopedi Indonesia, dijelaskan bahwa abortus diartikan sebagai pengakhiran
kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat
1000 gram. Sedangkan menurut Obstetri Williams (2006), abortus adalah
berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup
pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama
haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram.
Dalam istilah kesehatan yakni Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s
Health oleh Institute For Social, Studies and Action, Maret 1991, aborsi
didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum)
yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20
minggu, bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan
darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu. Aborsi
provocatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin
sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Aborsi atau menggugurkan kandungan dalam bahasa Arab disebut dengan
ijhadh yang artinya perempuan yang melahirkan anaknya secara paksa dalam
keadaan belum sempurna penciptaannya. Secara bahasa, aborsi juga dapat

3
dikatakan sebagai lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan
sendirinya. Sedangkan makna gugurnya kandungan ini, menurut para fuqaha tidak
keluar jauh dari makna lughawinya, akan tetapi kebanyakan mereka
mengungkapkan istilah ini di beberapa tempat dengan istilah Arab seperti isqath
(menjatuhkan), tharh (membuang), ilqa’ (melempar), dan imlash (melahirkan
dalam keadaan mati) atau juga dengan menggunakan kata ijhadh atau inzal.
Kata-kata tersebut menurut Abdullah bin Abd al-Mukhsin al-Thariqi mengandung
pengertian yang berdekatan. Dengan demikian salah satunya dapat digunakan
untuk menyatakan tindakan abortus. Pengertian aborsi menurut kedokteran dan
para fuqaha berbeda, karena para fuqaha tidak menetapkan usia maksimal
kehamilan, baik pengguguran kandungan dilakukan pada usia kehamilan nol
minggu, 20 minggu, maupun lebih dari itu.
Tidak semua aborsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan moral
dan kemanusiaan dengan kata lain tidak semua aborsi merupakan kejahatan.
Aborsi yang terjadi secara spontan akibat kelainan fisik pada perempuan (ibu dari
janin) atau akibat penyakit biomedis internal disebut “keguguran”, yang dalam hal
ini tidak terjadi kontroversi dalam masyarakat atau dikalangan fuqaha, sebab
dianggap terjadi tanpa kesengajaan yang terjadi di luar kehendak manusia. Aborsi
yang merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia jelas
merupakan suatu dosa besar. Merujuk pada surat Al-Maidah ayat 32 yang artinya:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, Kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS. Al-Maidah [5]:
32).

4
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa aborsi adalah
suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin
dari kandungan sebelum tiba masa kelahiran secara alami

2.2 Klasifikasi Aborsi


Ilmu Kedokteran membedakan abortus menjadi dua yaitu abortus yang terjadi
dengan sendirinya atau tanpa kesengajaan, yang disebut abortus spontaneous dan
abortus yang terjadi dengan kesengajaan yang disebut abortus provocatus. Berikut
adalah penjelasannya.
1. Abortus Spontaneous adalah proses keluarnya embrio atau fetus akibat
kecelakaan, ketidaksengajaan, atau penyebab alami lainnya yang
mengakibatkan terhentinya kehamilan sebelum minggu ke-22. Aborsi spontan
juga dapat didefinisikan sebagai aborsi yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis ataupun medis, tetapi disebabkan semata-mata oleh
faktor-faktor alamiah. Abortus macam ini dapat terjadi akibat keracunan,
kecelakaan, kaget, terpukul atau penyakit yang diderita oleh calon ibu, seperti
penyakit cacar, sifilis, dan kencing manis. Akan tetapi, penyebab yang paling
dominan (50-60%) adalah cacatnya bibit, yakni telur atau sperma yang tidak
sempurna. Dengan demikian, abortus spontaneous terjadi dengan sendirinya
dan di luar kemampuan orang yang bersangkutan untuk menghindarinya.

Menurut Rustam Mochtar dalam Muhdiono, pengeluaran hasil konsepsi


abortus spontaneous terbagi menjadi enam, yaitu:
a. Abortus completes (keguguran lengkap), yang artinya seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan sehingga rongga rahim kosong.
b. Abortus inkompletus (keguguran bersisa), yang artinya hanya ada sebagian
dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah deci dua dan
plasenta.
c. Abortus iminen, yaitu keguguran yang membakat dan akan terjadi, dalam
hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat
hormonal dan anti pasmodica.
d. Missed abortion, yaitu keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.

5
e. Abortus habitualis atau keguguran berulang adalah keadaan dimana
penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
f. Abortus infeksious dan abortus septic, adalah abortus yang disertai infeksi
genital.

2. Abortus provocatus adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan. Abortus


provocatus dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Abortus artificialis therapicus adalah abortus yang dilakukan oleh dokter
atas dasar indikasi vital. Tindakan itu harus disetujui oleh tiga orang dokter
yang merawat ibu hamil, yakni dokter yang sesuai dengan indikasi
penyakitnya, dokter anestesi, dokter ahli obstetri dan ginekologi.
Indikasi vital yang dimaksudkan adalah: penyakit ginjal, penyakit jantung,
penyakit paru berat, diabetes mellitus berat, dan karsinoma. Abortus jenis
ini dilakukan untuk menjaga kepentingan ibu, baik fisik maupun mental.
Sebagai contoh: calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit
darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat
membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Namun
semua tindakan harus didasarkan pada pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesa-gesa.
b. Abortus provocatus criminalis adalah abortus yang dilakukan pada
kehamilan yang tidak diinginkan tanpa dasar medis. Abortus jenis ini
dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga sering menimbulkan
trias komplikasi yaitu: perdarahan, trauma alat genitalia atau jalan lahir,
dan infeksi hingga syok sepsis. Abortus jenis ini terkadang dilakukan
orang untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar pernikahan atau
untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki karena alasan
ekonomi dan lain-lain. Banyak pihak tidak menyetujui abortus jenis
terakhir berdasarkan pertimbangan etika, namun di beberapa negara
banyak yang melakukannya.

6
Sedangkan menurut Perspektif Fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima
macam, di antaranya adalah:
1. Aborsi spontan (al-isqâth al-dzâty).
Janin gugur secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar, atau gugur
dengan sendirinya. Biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom. Hanya
sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim atau kelainan
hormon. Kelainan kromosom tidak memungkinkan mudhghah tumbuh
normal. Kalaupun tidak gugur, ia akan tumbuh dengan cacat bawaan.
2. Aborsi karena darurat atau pengobatan (al-isqâth al-dharry/al-‘ilâjiy).
Aborsi jenis ini dilakukan karena ada indikasi fisik yang mengancam nyawa
ibu bila kehamilannya dilanjutkan. Dalam hal ini yang dianggap lebih ringan
resikonya adalah mengorbankan janin, sehingga menurut agama aborsi jenis
ini diperbolehkan. Kaidah fiqih yang mendukung adalah: “Yang lebih ringan
diantara dua bahaya bisa dilakukan demi menghindari resiko yang lebih
membahayakan”.
3. Aborsi karena khilaf atau tidak disengaja (Khatha’).
Pada kasus ini, aborsi dilakukan tanpa sengaja. Misalnya seorang pemburu
yang hendak menembak binatang buruannya tetapi meleset mengenai seorang
ibu yang sedang hamil ketika ibu itu sedang berjalan di persawahan sehingga
mengakibatkan ibu tersebut keguguran. Tindakan pemburu tersebut tergolong
tidak sengaja. Menurut fiqih, pihak yang terlibat dalam aborsi seperti itu
harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dan jika, janin keluar
dalam keadaan meninggal ia wajib membayar denda bagi kematian janin atau
uang kompensasi bagi keluarga janin.
4. Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh ‘amd).
Aborsi dilakukan menyerupai kesengajaan. Misalnya seorang suami yang
menyerang isterinya yang sedang hamil hingga mengakibatkan keguguran.
Serangan itu tidak diniatkan kepada janin melainkan kepada ibunya, tetapi
kemudian karena serangan tersebut, janin yang dikandung oleh ibu tersebut
meninggal karena sang ibu megalami keguguran. Pada kasus ini menurut
fiqih pihak penyerang harus diberi hukuman, dan hukuman semakin berat
jika janin yang keluar dari perut ibunya sempat menunjukkan tanda-tanda

7
kehidupan. Menurut fiqih penyerang dikenai diyat kamilah jika ibunya
meninggal yaitu setara dengan 50 ekor unta ditambah dengan 5 ekor unta
(ghurrah kamilah) atas kematian bayinya.
5. Aborsi sengaja dan terencana (al-‘amd).
Aborsi ini dilakukan dengan sengaja oleh seorang perempuan yang sedang
hamil, baik dengan cara minum obat-obatan yang dapat menggugurkan
kandungannya maupun dengan cara meminta bantuan orang lain (seperti
dokter, dukun dan sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya. Aborsi
jenis ini dianggap berdosa dan pelakunya dikenai hukuman karena dianggap
sebagai tindak pidana yaitu menghilangkan nyawa anak manusia dengan
sengaja. Sanksinya menurut fiqih sepadan dengan nyawa dibayar dengan
nyawa (qishash).

2.3 Macam-Macam Alasan Dilakukannya Aborsi


Aborsi memang belum disahkan secara hukum di Indonesia, namun bukan
berarti kasus aborsi tidak ada di tanah air. Ada beberapa alasan mengapa
perempuan melakukan aborsi, yakni dikarenakan alasan medis maupun alasan
pribadi. Berikut adalah penjelasannya.
1. Alasan Medis
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
dijelaskan pada Pasal 75 mengenai legalitas aborsi karena alasan medis yaitu
sebagai berikut:
a. Kondisi rahim perempuan hamil yang tidak kondusif untuk perkembangan
janin. Dalam kasus ini aborsi dapat dilakukan.
b. Dalam beberapa kasus medis, terdapat perempuan yang mengalami
kerusakan atau kelainan pada organ reproduksi sehingga berbahaya bagi
janin. Jika dokter mendiagnosis adanya kerusakan, maka aborsi dapat
dilakukan.
c. Kelainan genetik yang akan menyebabkan kelainan pada anak setelah
lahir. Kelainan genetik ini dapat diketahui dengan bantuan tes darah. Jika
hasilnya tidak memuaskan maka aborsi dapat dilakukan.

8
d. Kadang-kadang, pertumbuhan janin dapat membahayakan kesehatan ibu
yang membawanya kepada kematian. Dalam kasus ini, perempuan dapat
melakukan aborsi untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
e. Apabila seorang perempuan menderita penyakit seperti penyakit jantung,
AIDS atau penyakit menular seksual, maka dia dapat melakukan aborsi.
2. Alasan Pribadi
Hasil studi Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998), menunjukkan
bahwa 93% kasus aborsi dilakukan karena alasan-alasan yang sifatnya untuk
kepentingan pribadi. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Aborsi yang dilakukan akibat pemerkosaan. Pada umumnya, perempuan
yang hamil akibat kasus pemerkosaaan akan menggugurkan kandungan
karena ingin menghilangkan trauma, sebab anak yang dikandungnya dapat
menjadi pengingat pengalaman mengerikan di masa lalu.
b. Aborsi yang dilakukan akibat hamil di luar nikah. Adanya desakan dari
orang tua dan kecaman sosial terhadap perempuan yang hamil di luar
nikah adalah alasan lain mengapa banyak perempuan memilih aborsi.
Banyak sekali orang tua yang memaksa anak perempuannya yang hamil di
luar nikah untuk melakukan aborsi hanya untuk menyelamatkan nama baik
keluarga di depan masyarakat dan kerabat lainnya.
c. Aborsi yang dilakukan karena perempuan tersebut merasa tidak yakin
secara finansial untuk merawat dirinya dan bayi yang dikandungnya. Hal
tersebut dikarenakan sang suami tidak mau bertanggung jawab dengan
meninggalkan istrinya atau pun sang suami tidak memiliki pekerjaan
(mengganggur). Karena alasan ekonomi, sangat mungkin perempuan
tersebut melakukan aborsi.
d. Aborsi yang dilakukan karena suami tidak mau membesarkan anak
bersama sebagai orang tua. Perempuan tersebut kemudian tidak merasa
aman secara finansial dan takut sang suami akan meninggalkannya.

9
2.4 Hukum Aborsi Menurut Agama Islam
Dalam istilah syari’at, aborsi adalah kematian janin atau keguguran sebelum
sempurna, walaupun janin belum mencapai usia enam bulan. Dapat disimpulkan
bahwa aborsi secara syari’at tidak melihat kepada usia kandungan, namun melihat
kepada kesempurnaan bentuk janin tersebut. Hukum aborsi (al-Ijhaadh) dapat
diklasifikasikan menurut jenisnya yaitu:
1. Al-Ijhaadh at-Tilqaa’i atau al-’Afwi (Abortus spontanea)
Jenis aborsi yang pertama ini tidak masuk dalam kemampuan dan kehendak
manusia, sehingga tentunya masuk ke dalam firman Allah Ta’ala: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 286). Selain itu termasuk juga ke dalam sabda
Rasulullah SAW berikut: “Dimaafkan dari umatku kesalahan (tanpa
sengaja), lupa, dan keterpaksaan.” (HR. al-Baihaqi dalam Sunannya dan
di-shahih-kan Syail al-Albani dalam Shahihul-Jami' no. 13066).

2. Al-Ijhaadh al-’Ilaaji (Abortus Provokatus Medisinalis atau Artificialis atau


Therapeuticus)
Jenis aborsi yang kedua tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan
darurat yang menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya
mempertahankannya dapat membahayakan kehidupan sang ibu. Pada
keadaan tersebut, aborsi menjadi satu-satunya cara mempertahankan jiwa
sang ibu, dalam keadaan tidak mungkin bisa mengupayakan kehidupan sang
ibu dan janinnya bersama-sama. Dalam keadaan seperti inilah para medis
spesialis kebidanan harus mengedepankan nyawa ibu daripada janinnya.
Memang nyawa janin sama dengan nyawa sang ibu dalam kesucian dan
penjagaannya, namun apabila tidak mungkin menjaga keduanya kecuali
dengan kematian salah satunya, maka hal ini masuk dalam kaidah
“Melanggar yang lebih ringan dari dua madharat untuk menolak yang lebih
berat lagi.” (Irtikabul Akhaffi ad-Dhararain Lidaf'i A'lahuma). Disini,
jelaslah kemaslahatan mempertahankan nyawa sang ibu didahulukan dari
pada kehidupan sang janin, karena ibu adalah induk dan tiang keluarga.
Dengan takdir Allah SWT, ia bisa melahirkan berulang kali, sehingga
didahulukan nasib sang ibu dari janinnya. Menyelamatkan kehidupan adalah

10
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT dalam
Surat Al Ma'idah ayat 32 berikut:

Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain. atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi..” (QS. Al-Ma’idah [5]:32) .
Syaikh Ahmad al-Ghazali seorang Ulama Indonesia menyatakan:
“Adapun ulama Indonesia berpendapat keharaman aborsi kecuali apabila
ada sebab terpaksa yang harus dilakukan dan menyebabkan kematian sang
ibu. Hal ini karena syari’at Islam dalam keadaan seperti itu memerintahkan
untuk melanggar salah satu madharat yang teringan. Apabila tidak ada di
sana solusi lain kecuali menggugurkan janin untuk menjaga hidup sang ibu.”
(Al-Ijhadh wa Nazharatul-Islam Ilaihi -makalah yang disusun Ahmad
al-Ghazali dan diajukan kepada muktamar ar-Ribath yang diadakan dari
tanggal 24-29/11/1972 M).

3. Al-Ijhaadh al-Ijtimaa-i dinamakan juga al-Ijhaadh al-Jinaa-i atau al-Ijraami


(Abortus Provokatus Kriminalis).
Permasalahan yang penting dalam pembahasan ini adalah hukum aborsi
jenis ketiga, yaitu Al-Ijhadh al-Ijtima-i yang dinamakan juga al-Ijhadh

11
al-Jina-i atau al-Ijrami (Abortus Provokatus Kriminalis). Hukum aborsi jenis
ini telah dimaklumi bahwa janin mengalami fase-fase pembentukan sebelum
menjadi janin yang sempurna dan lahir menjadi bayi. Di antara pembeda
yang banyak dilihat para ahli fikih yang berbicara dalam hal ini adalah
adanya ruh dalam janin tersebut.
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya “Emansipasi
Adakah Dalam Islam” halaman 127-128, menyebutkan bahwa aborsi dapat
dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan.
a. Aborsi yang dilakukan sebelum ruh (nyawa) ditiupkan
Para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum
ditiupkannya ruh, sebagian memperbolehkan dan sebagian
mengharamkannya. Melihat pendapat para Ulama Fikih dari berbagai
madzhab, dapat disimpulkan bahwa pendapat mereka mengenai aborsi
yang dilakukan sebelum ditiupkannya ruh menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Kelompok yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh. Ini
pendapat minoritas Ulama madzhab Syafi’iyah, Hambaliyah, dan
Hanafiyah.
2) Kelompok yang memperbolehkan aborsi sebelum dimulai
pembentukan bentuk janin yaitu sebelum empat puluh hari pertama. Ini
pendapat mayoritas mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah.
Pendapat ini dirajihkan Syaikh Ali Thanthawi rahimahullah.
3) Kelompok yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya pembuahan
dalam rahim. Mereka beranggapan bahwa apabila air mani telah
tersimpan di dalam rahim maka sudah ada proses kehidupan di
dalamnya. Ini pendapat yang rajih dalam madzhab Malikiyah,
pendapat Imam al-Ghazali, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab
al-Hambali dan Ibnu al-Jauzi. Juga pendapat madzhab Zhahiriyah.
Dalam ayat Al-Qur’an, tidak secara kontekstual dikatakan tentang
pelarangan aborsi. Namun, yang jelas dilarang adalah membunuh seorang
manusia. Jika dianalogikan bahwa janin yang belum ditiupkan ruh adalah
salah satu tahap sebelum terlahirnya manusia, bahkan memiliki
kemungkinan yang sangat besar untuk terbentuknya manusia, maka

12
pengguguran janin pun termasuk perbuatan yang dilarang. Menurut imam
Abu Hanifah dan Imam Syafi’i, pelaku dibebani pertanggungjawaban atas
sesuatu yang keluar dari rahim seorang perempuan, apabila sesuatu itu
telah jelas bentuknya walaupun belum lengkap (belum sempurna).
Menurut pernyataan di atas, pengguguran janin yang belum sempurna
menuntut pertanggungjawaban bagi pelakunya. Janin yang belum
sempurna adalah fase embrio, fase dimana ruh belum ditiupkan terhadap
janin tersebut. Pengguguran di fase ini, menuntut adanya
pertanggungjawaban, hal tersebut mengimplikasikan bahwa pengguguran
janin walaupun belum ditiupkan ruh adalah suatu tindak kejahatan
(jinayah).

Dalam studi hukum Islam, terdapat perbedaan pendapat tentang aborsi di


dalam empat mazhab besar Islam, yaitu:
1) Mazhab Hanafi, mazhab ini merupakan paham yang paling fleksibel.
Sebelum masa empat bulan kehamilan, aborsi bisa dilakukan apabila
mengancam kehidupan perempuan yang mengandung tersebut.
2) Mazhab Maliki melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan.
3) Mazhab Syafii berpendapat bahwa setelah terjadi fertilisasi, zygote
tidak boleh diganggu dan intervensi terhadapnya adalah sebagai
kejahatan.
4) Mazhab Hambali menetapkan bahwa aborsi adalah suatu dosa, dengan
adanya pendarahan yang menyebabkan miskram sebagai petunjuk
bahwa aborsi itu haram.
Dengan melihat perbandingan mazhab di atas, secara garis besar bahwa
perbuatan aborsi tanpa alasan yang jelas, dalam pandangan hukum Islam
tidak diperbolehkan dan merupakan suatu dosa besar karena dianggap
telah membunuh nyawa manusia yang tidak bersalah dan terhadap
pelakunya dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya tersebut.
Sedangkan menurut Mazhab Hanafi, ketentuannya lebih fleksibel yang
mana aborsi hanya dapat dilakukan apabila kehamilan tersebut
benar-benar mengancam atau membahayakan nyawa si wanita hamil dan

13
hal ini hanya dibenarkan untuk dilakukan terhadap kehamilan yang belum
berumur empat bulan.

b. Aborsi yang dilakukan setelah ruh (nyawa) ditiupkan


Pendapat yang disepakati fuqoha adalah haram hukumnya melakukan
aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan
bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya setiap kamu
terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk
‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian
dalam bentuk ‘mudghah’selama itu pula. kemudian ditiupkan ruh
kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi).

Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram apabila usia janin 40
hari atau 40 malam adalah hadits Rasulullah SAW: “Jika nutfah
(gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut,
dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan
tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), “Ya
Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau
perempuan?” Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim
dari Ibnu Mas’ud r.a.).

Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh
dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan
janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan
hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Larangan
Allah SWT mengenai aborsi terdapat dalam ayat berikut:

14
Artinya: “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan sesuatu yang benar ".
Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami.”
(QS. Al-An’am : 151).

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah,


melainkan dengan suatu yang benar . Dan barangsiapa dibunuh secara
zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
(QS. Al- Israa’: 33).
Kata “la taqtulu” berasal dari kata “qatala”, yang artinya janganlah
kamu membunuh. Tapi, dalam bahasa Arab “qatala” memiliki beberapa
makna:
1) “Jadikanlah ia seperti orang yang terbunuh dan mati”
2) “Batalkanlah dan jadikanlah seperti orang yang sudah mati”
3) “Menghilangkan”
Apabila dipakai arti “menghilangkan” dan “membatalkan” yang kedua
kata tersebut bersinonim, maka surat Al-An’am dan Al-Israa’ tersebut
dapat diartikan: “Dan janganlah kamu menghilangkan jiwa yang Allah
telah haramkan (mengharamkannya), melainkan dengan (jalan) hak”.
Aborsi (menggugurkan) bermakna menghilangkan dari rahim. Oleh
karena itu, aborsi dapat dimasukkan ke dalam ayat berikut:

15
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.” (QS. Al-Israa’ : 31).

b.6 Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mengenai Aborsi


Majelis ulama Indonesia (MUI) memutuskan Fatwa mengenai aborsi yakni
sebagai berikut. 
1. Pertama : Ketentuan Umum
a. Darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan
sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampi mati.
b. Hajat adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan
sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan berat.
2. Kedua : Ketentuan Hukum
a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding
rahim ibu (nidasi).
b. Aborsi dibolehkan karena ada uzur, baik bersifat darurat ataupun hajat.
1) Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan
aborsi adalah:
a) Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium
lanjut, TBC dengan caverna dan penyakitpenyakit fisik berat
lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter.
b) Dalam keadaan dimana kehamilan mengancam nyawa sang ibu.
2) Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat
membolehkan aborsi adalah:
a) Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau
lahir kelak sulit disembuhkan.

16
b) Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang
berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban,
dokter, dan ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf (b) harus dilakukan
sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi yang dibolehkan karena uzur sebagaimana dimaksud pada point nomor
dua hanya boleh dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh
pemerintah.
4. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

b.7 Jenis Aborsi yang Dihalalkan dalam Islam


Ada berbagai situasi dan kondisi tertentu yang menghalalkan tindakan aborsi
dilakukan, diantaranya adalah :
1. Keadaan darurat yang menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya
mempertahankannya dapat membahayakan kehidupan sang ibu. Misalnya:
sang ibu menderita penyakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC
dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus
ditetapkan oleh tim dokter.
2. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa pengguguran kandungan atau
aborsi diperbolehkan (mubah) dalam Islam karena alasan kesehatan atau
keselamatam jiwa, seperti :
a. Usia ibu hamil
Apabila ibu yang sedang mengandung berusia di bawah 20 tahun atau di
atas 35 tahun, maka tingkat resiko kematiannya lebih tinggi. Untuk
mencegah kematiannya sang ibu pada saat persalinan karena adanya suatu
masalah, maka tindakan aborsi boleh dilakukan.
b. Jarak kehamilan
Apabila tempo waktu melahirkan sang ibu kurang dari 2 tahun maka sang
ibu akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya pendarahan
akibat belum pulihnya rahim, plasenta previa, anemia dan ketuban pecah
dini, pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama atau sulit, serta
melahirkan bayi dengan berat rendah.

17
3. Sebagai upaya pengobatan. Abortus Profocatus Therapeuticum yaitu untuk
kepentingan medis dan terapi serta pengobatan, karena janin yang dikandung
sudah tidak dapat dipertahankan dan diselamatkan lagi, jika hal ini diteruskan
maka akan membahayakan nyawa yang bersangkutan. Dimana terdapat
indikasi kedaruratan medis dalam Peraturan Peemerintah yang menyatakan
bahwa keadaan dimana kehamilan yang terjadi dapat mengancam nyawa juga
kesehatan ibu dan janin serta berpotensi menyebabkan penyakit genetik berat
atau cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki.
4. Perempuan yang diperkosa dan menderita depresi luar biasa sehingga
membahayakan janinnya. Pihak Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU)
menegaskan bahwa aborsi hukumnya halal dalam kondisi tertentu.
"Berdasarkan hasil rapat pengurus kami memang keputusannya aborsi
diperbolehkan bagi perempuan yang diperkosa dan menderita depresi luar
biasa," kata Ketua Syuriah PBNU Masdar Farid Mas’udi saat dihubungi CNN
Indonesia, Senin (17/11). Keputusan tersebut disepakati dalam Musyawarah
Nasional PBNU pada awal November ini. Pemerintah melakukan terobosan
hukum dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014
mengenai pengecualian aborsi atas dasar indikasi darurat medis dan
pemerkosaan perempuan yang diperkosa boleh melakukan aborsi asalkan
tindakan disertai dengan surat keterangan dokter, penyidik, psikolog atau ahli
lain mengenai dugaan adanya perkosaan.

Dalam perspektif Ilmu Fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima macam


sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, namun aborsi yang
diperbolehkan hanya ada dua yaitu:
1. Al-Isqath Al-Dharury (aborsi karena darurat atau karena pengobatan)
Aborsi jenis ini dilakukan karena adanya indikasi fisik yang mengancam
nyawa ibu bila kehamilan dilanjutkan. Dalam hal ini yang dianggap lebih
ringan resikonya adalah mengorbankan janin, sehingga menurut agama aborsi
ini diperbolehkan. Kaidah fiqih yang mendukung adalah “yang lebih ringan
diantara dua bahaya bisa dilakukan demi menghindari resiko yang lebih
membahayakan”. Di samping itu, aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk
pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan

18
umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka
berobatlah kalian!” (HR. Ahmad). Kaidah fiqih dalam masalah ini
menyebutkan: “Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan
birtikabi akhaffihima” yang artinya: “Jika berkumpul dua madharat (bahaya)
dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya” (Abdul
Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al
Fiqhiyah, halaman 35).

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita diperbolehkan menggugurkan


kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya,
meskipun hal ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan
kandungan adalah suatu mafsadat, begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika
tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak
lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan mudharatnya
daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya
terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi,
1998).
2. Al-Ishqoth Al-Dzaty (aborsi spontan)
Janin gugur secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar atau gugur
dengan sendirinya, biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom, hanya
bagian kecil yang disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim atau kelainan
hormon. Kelainan kromosom tidak memungkinkan mudgah tumbuh normal,
kalaupun tidak tumbuh dengan gugur, ia akan tumbuh dengan cacat bawaan.

b.8 Jenis Aborsi yang Diharamkan dalam Islam


Beberapa kondisi atau situasi yang haram untuk dilakukannya aborsi adalah
sebagai berikut.
1. Aborsi yang dilakukan dengan alasan terjadinya kehamilan di luar nikah

19
Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di luar pernikahan, terutama
para pelajar dan mahasiswa sudah sampai batas yang sangat mengkhawatikan.
Pacaran sudah menjadi aktivitas yang lumrah meskipun Allah SWT sudah
melarang hamba-Nya untuk tidak mendekati zina. Seperti Firman Allah SWT
dalam QS. Al-Isra’: 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan
yang buruk”. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya melakukan hubungan
seks di luar pernikahan dan hamil, kemudian berakhir dengan pengguguran
kandungan secara paksa. Padahal dalam fatwa MUI sudah jelas disebutkan
bahwa aborsi pada kehamilan yang diakibatkan karena zina adalah haram
hukumnya.
2. Aborsi setelah ditiupkan ruh pada janin (setelah empat bulan) tanpa alasan
indikasi medis
Setelah peniupan ruh, para ahli fikih sepakat bahwa janin telah menjadi
manusia dan bernyawa yang memiliki kehormatan dan kemuliaan, sehingga
aborsi yang dilakukan tanpa alasan indikasi medis, setelah ditiupkannya ruh
pada janin hukumnya adalah haram.
3. Aborsi karena takut jatuh miskin atau karena masalah ekonomi
Sebagian dari mereka yang melakukan aborsi karena masalah ekonomi
beranggapan bahwa menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga. Banyak calon ibu yang masih muda pun beralasan bahwa karena
penghasilannya masih belum stabil atau tabungan belum memadai, kemudia ia
merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Umat Islam dilarang
melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut
kekurangan uang. Ayat Al-Qur'an mengingatkan akan firman Allah berikut:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar." (QS. Al Isra: 31).

Selain itu, Allah SWT berfirman:

20
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS.
Al An’am : 151)
4. Eugenic abortion
Aborsi jenis ini merupakan pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang
cacat. Alasan aborsi ini tentu diharamkan dalam Islam karena manusia,
berapun kecilnya, merupakan makhluk mulia ciptaan Allah. Agama Islam
sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam
Al-Qur’an yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan
sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.” (QS Al Isra: 70).

Berikut adalah berbagai alasan disertai dalil Al-Qur’an yang melarang


tindakan aborsi (Aila, 2004), yaitu:
1. Manusia, berapun kecilnya, merupakan makhluk mulia ciptaan Allah. Agama
Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat
dalam Al-Qur’an yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah Subhanahu
wa ta’ala berfirman:

Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia." (QS.


Al-Isra:70).
2. Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan suatu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua
orang. Di dalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang
lain memiliki dampak yang sangat besar.
3. Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang
yang cukup atau takut akan kekurangan uang. Banyak calon ibu yang masih
muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau
tabungan belum memadai, kemudia ia merencanakan untuk menggugurkan
kandungannya. Ayat Al-Qur'an mengingatkan akan firman Allah sebagai
berikut:

21
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar." (QS. Al Isra: 31)
4. Aborsi adalah tindakan membunuh. Membunuh berarti melawan perintah
Allah dan merupakan tindakan kriminal. Allah berfirman:

Artinya: “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena


orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka
seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya." (QS.
Al-Maidah: 32).
5. Sejak janin berada dalam kandungan, Allah sudah mengenalnya.
6. Tidak ada kehamilan yang merupakan "kecelakaan" atau kebetulan. Setiap
janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
7. Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam
kasus hamil diluar nikah sekalipun, karena Nabi sangat menjunjung tinggi
kehidupan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda: “Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam
perutibumu selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian dalam bentuk
alaqah selama itu pula, kemudian dalam bentuk mudghah selama itu pula,
kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Ahmad, dan Tirmidzi)

b.9 Bahaya atau Efek Samping dari Aborsi

22
Seringkali wanita yang melakukan aborsi merupakan kehamilan yang tidak
diinginkan seperti akibat hamil di luar nikah, karena sudah memiliki banyak anak
atau karena faktor ekonomi. Sementara negara Indonesia hanya melegalkan aborsi
apabila dalam kondisi kedaruratan medis dan akibat korban perkosaan yang dapat
mengganggu psikis korban. Oleh karena itu, banyak yang melakukan aborsi
secara ilegal bahkan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
Tindakan aborsi dapat terjadi dengan aman apabila dilakukan:
1. Oleh petugas kesehatan terlatih dan berpengalaman.
2. Menggunakan alat yang benar.
3. Dalam kondisi yang bersih. Apapun yang akan dimasukkan ke dalam vagina
dan rahim harus dalam kondisi steril (tanpa kuman).
4. Usia kehamilannya sampai 3 bulan (12 minggu) setelah menstruasi terakhir.
Sedangkan tindakan aborsi dikatakan tidak aman apabila dilakukan:
1. Oleh seseorang yang tidak terlatih.
2. Menggunakan alat dan obat-obatan yang salah.
3. Tidak dalam kondisi bersih.
4. Usia kehamilan di atas 3 bulan (12 minggu), kecuali bila dilakukan di tempat
pelayanan kesehatan atau rumah sakit yang memiliki peralatan khusus.
Tindakan aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan dampak negatif bagi
wanita yang melakukan aborsi. Hal ini dapat terjadi akibat tangan atau alat yang
kurang bersih yang dimasukkan ke dalam rahim atau ada sisa jaringan yang tersisa
di dalam rahim dan terinfeksi.
Menurut Tina Asmarawati (2013), dua macam resiko kesehatan terhadap
wanita yang melakukan aborsi adalah sebagai berikut:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (uterine perforation)
e. Kelainan pada placenta/ ari-ari (placenta previa) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan
berikutnya

23
f. Menjadi mandul dan tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic
pregnancy)
g. Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease)
h. Infeksi pada lapisan rahim (enfometriosis)
i. Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya
j. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon esterogen)
k. Kanker indung telur (ovarium cancer)
l. Kanker leher rahim (cervical cancer)
2. Resiko gangguan psikologis
Dampak secara mental dikenal dalam dunia psikologi sebagai post-abortion
syndrome (Sindrom Paska Aborsi). Seorang wanita yang melakukan aborsi
akan mengalami hal-hal sebagai berikut:
a. Berteriak-teriak histeris
b. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
c. Ingin mencoba bunuh diri
d. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang
e. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual
f. Kehilangan harga diri

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Aborsi adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan
mengeluarkan janin dari kandungan sebelum tiba masa kelahiran secara
alami.
2. Ilmu Kedokteran membedakan abortus menjadi dua yaitu abortus yang
terjadi dengan sendirinya yang disebut abortus spontaneous dan abortus
yang terjadi dengan kesengajaan yang disebut abortus provocatus. Abortus
provocatus dapat dibedakan menjadi dua yaitu: abortus yang dilakukan
oleh dokter atas dasar indikasi vital dan abortus yang dilakukan pada
kehamilan yang tidak diinginkan tanpa dasar medis.
3. Menurut Perspektif Fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima macam yaitu:
aborsi spontan, aborsi karena darurat atau pengobatan, aborsi karena khilaf
atau tidak disengaja, aborsi yang menyerupai kesengajaan, serta aborsi
sengaja dan terencana.
4. Hukum Abortus spontanea adalah halal, karena jenis aborsi yang pertama
ini tidak masuk dalam kemampuan dan kehendak manusia (tanpa
kesengajaan). Hukum Abortus Provokatus Medisinalis atau Artificialis
atau Therapeuticus adalah tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan
darurat yang menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya
mempertahankannya dapat membahayakan kehidupan sang ibu. Hukum
Abortus Provokatus Kriminalis hukumnya adalah haram.
5. Jenis aborsi yang dihalalkan dalam Islam adalah: 1) Keadaan darurat yang
menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya mempertahankannya
dapat membahayakan kehidupan sang ibu; 2) Apabila ibu yang sedang
mengandung berusia di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun, maka
tingkat resiko kematiannya lebih tinggi; 3) Apabila tempo waktu
melahirkan sang ibu kurang dari dua tahun maka sang ibu akan mengalami

25
peningkatan resiko terhadap terjadinya pendarahan; 4) Ibu yang telah
memiliki empat orang anak atau lebih, beresiko untuk melahirkan kembali;
5) Sebagai upaya pengobatan; 6) Perempuan yang diperkosa dan
menderita depresi luar biasa sehingga membahayakan janinnya.
6. Jenis aborsi yang diharamkan dalam Islam adalah: 1) Dilakukan dengan
alasan terjadinya kehamilan di luar nikah; 2) Aborsi setelah ditiupkan ruh
pada janin (setelah empat bulan) tanpa alasan indikasi medis; 3) Aborsi
karena takut jatuh miskin atau karena masalah ekonomi; 4) Pengguguran
yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
7. Wanita yang melakukan aborsi memiliki dua macam resiko kesehatan
yaitu resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik seperti kematian
mendadak karena pendarahan hebat, dan resiko gangguan psikologis
seperti berteriak-teriak histeris.
8. Ada beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk menurunkan
angka abortus pada kasus hamil pra-nikah yakni dengan memberikan
pendidikan seks pada anak-anak maupun remaja sehingga mereka lebih
selektif.

3.2 Saran
Allah SWT telah melarang kita sebagai umat manusia untuk membunuh jiwa

yang diharamkan Allah melainkan dengan sesuatu yang benar, oleh karena

baiknya kita menjauhi hal-hal yang Allah larang tersebut termasuk salah satunya

adalah tindakan aborsi tanpa alasan yang diperbolehkan. Selain itu, hendaknya

kita sebagai kaum remaja senantiasa menjauhi hal-hal yang mengarah pada

perbuatan zina agar tidak mengalami kejadian hamil di luar nikah yang pada

umumnya akan berujung pada tindakan aborsi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Budi. 2014. Hukum Aborsi di Indonesia: Studi Komparasi antara Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi dan
Undang-Undang no 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.
http://digilib.uin-suka.ac.id/11396/2/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20P
USTAKA.pdf diakses pada tanggal 27 September 2015 pukul 08.30.

Alia, Nur. 2004. Konflik dan Pengambilan Keputusan Wanita yang Melakukan
Aborsi. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta.Yusra, Nelly. 2012. Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam.
Universitas Islam Negeri Suska. Riau.
_______. 2013. Aborsi dalam Pandangan Islam. Akademi Kebidanan Paramata
Raha. Raha
Alwi, Zulfahmi. 2013. Abortus dalam Pandangan Hukum Islam. Vol. 10. Nomor
2. Desember. UIN Alauddin.
Anonim. Aborsi dan Komplikasinya. http://hesperian.org/wp-content. diakses pada
tanggal 22 September 2015 pukul 20.17.
Ensiklopedi Indonesia. 1980. Aborsi. Jakarta: Ikhtisar Baru Van Hoeve. h. 60.
Dewi, Ratna Winahyu Lestari dan Suhandi. 2011. Aborsi Bagi Korban
Pemerkosaan Dalam Perspektif Etika Profesi Kedokteran, Hukum Islam, dan
Peraturan Perundang-Undangan. Perspektif Volume XVI. Edisi April.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201207110921226263/1.pdf. diakses pada
tanggal 27 September 2015, 09.30.
John M. Echols dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Cet.XXV.
Jakarta: PT Gramedia.
Lidiany, Nurul Hikmah. 2010. Aspek Sosiologis Aborsi Provokatus Criminalis
dalam Perspektif Hukum Islam.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18610/1/NURUL%2
0HIKMAH%20LIDIANY-FSH.pdf. Diakses 27 September 2015 pukul 08.00.

27
M. Nu’aim Yasin. 2008. Abhats Fiqhiyyah Fi Qadlaya Thibbiyah Mu’ashiroh ”
diterjemahkan Munirul Abidin. Fikih Kedokteran. Cetakan IV. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar. h. 229.
Majelis Ulama Indonesia.
http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/35.-Aborsi.pdf
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm. 209-217.

Romli, Dewani. 2011. Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam.
http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/adalah/article/download/170/129
diakses pada tanggal 26 September 2015 pukul 18.00
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. H. 209-217.
Saifullah. 1996. Aborsi dan Permasalahannya: Suatu Kajian Hukum Islam dalam
Chuzaimah T. Yanggo (ed.) et. al. Buku Kedua: Problematika Hukum Islam
Kontemporer. Cet.2. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. h. 115.
Singgih D. Gunarso. 2008. Gaya Hidup Sehat. http://www.gayahidupsehat.com.
diakses pada 18 September 2015.
Sulistio, Arif. 2012. Aborsi Akibat Pemerkosaan Ditinjau Dari Hukum Islam,
KUHP, dan Undang-Undang no 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Tutik, Titik Triwulan. 2009. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Aborsi Bagi
Kehamilan Tidak Diharapkan (KTD) Akibat Perkosaan Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
http://eprints.undip.ac.id/7293/1/ANALISIS_HUKUM_ISLAM_TERHA
DAP_ABORSI_KTD.pdf. diakses pada tanggal 26 September 2015 pukul
18:10.

Yanggo, Chuzimah T. dan Anshary A.Z. 1996. Problematika Hukum Islam


Kontemporer Jilid II. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Yusra, Nelly. 2012. Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam. Universitas Islam
Negeri Suska. Riau.

28

Anda mungkin juga menyukai