Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang suci, yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW
sebagai rahmat untuk semesta alam. Setiap mahkluk hidup memiliki hak untuk
memiliki kehidupan baik hewan, tumbuhan, maupun manusia. Ajaran islam sangat
mementingkan pemeliharaan terhadap lima hal yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta. Memelihara harta dan melindunginya dari berbagai ancaman. Memelihara
eksistensi kehidupan berarti umat manusia.
Tidak semua orang merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran karena
adanya faktor kemiskinan, hubungan di luar nikah, dan alasan-alasan lainnya. Hal ini
mengakibatkan ada sebagian wanita yang menggugurkan kandungannya setelah janin
tumbuh dalam rahimnya. Terdapat dua jenis cara pengguguran kandungan, pertama,
pengguguran alamiah, spontan, tidak sengaja. Kedua, pengguguran yang dilakukan
secara sengaja.
Dengan fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat kita seperti ini, maka
timbullah pertanyaan bagaimana Islam menyikapi tentang masalah abortus, sterilisasi
dan menstrual regulation? Maka disini pemakalah akan mencoba memaparkan sedikit
untuk menjadi bahan diskusi bersama nantinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian abortus sterilisasi dan menstrual regulation?
2. Bagaimana hukum abortus sterilisasi dan menstrual regulation?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian abortus sterilisasi dan menstrual regulation
2. Untuk mengetahui hukum abortus sterilisasi dan menstrual regulation

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Abortus Sterilisasi dan Menstrual Regulation


1. Pengertian Abortus

Abortus, berasal dari bahasa Latin: abortion, sedangkan dalam bahasa arab


disebut isqatul hamli atau alijhadu yang berarti gugur kandungan atau keguguran.
Sedangkan menurut istilah kedokteran pengakhiran kehamilan sebelum masa
gestasi (kehamilan) 28 minggu. Dalam istilah hukum aborsi berarti penghentian
kehamilan atau matinya janin sebelum waktunya kelahiran. Aborsi secara umum
adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah
kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan.1

Menurut Sardikin Ginaputra dan Maryono sebagaimana yang dikutip oleh


Zuhdi, abortus ialah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Menurut Maryono Reksodipura, abortus ialah
pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir
secara alamiah).2

Abortus (pengguguran) ada yang bersifat alamiah atau spontan dan


pengguguran yang disengaja. Abortus alamiah ini benar-benar di luar kehendak
dan kemampuan manusia. Penyebabnya bisa dikarenakan oleh penyakit.
Pengguguran bentuk pertama ini tidak dipermasalahkan hukumnya karena tidak
ada unsur kesengajaan di dalamnya, ulama menamakannya dengan al-isqath al-
afwu (aborsi yang dimaafkan). Yang perlu dibahas hukumnya adalah abortus
bentuk kedua, yaitu pengguguran disengaja karena jelas di dalamnya ada unsur
kesengajaan. Abortus yang dilakukan secara terencana tersebut dapat mengambil
bentuk:

a. Abortus artificialis theraficus, yaitu abortus yang dilakukan oleh


dokter atas dasar indikasi medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan
atau dipertahankan akan membahayakan keselamatan ibu yang

1
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 44
2
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), hal.83-84

2
mengandung. Abortus ini disebut juga dengan al-isqath al-dharuri atau
al-isqath al-‘ilaji.
b. Abortus provocatus criminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa
dasar indikasi medis. Misalnya abortus yang dilakukan untuk
meniadakan hubungan sekks akibat zina atau ingin mengakhiri
kehamilan yang dikehendaki karena alasan ekonomi dan sebagainya.
Abortus ini disebut oleh ulama dengan al-isqath al-ikhtiyari, yaitu
tindakan mengeluarkan janin dari rahim secara sengaja tanpa sebab
yang membolehkan.

Abortus dapat dilakukan dengan sengaja menggunakan berbagai macam


cara yang dapat dikelompokkan menjadi:

a. Cara tradisional yaitu pengguguran kandungan melalui bantuan jasa


dukun atau upaya sendiri dengan menggunakan alat-alat kasar.
b. Pengguguran kandungan yang dilakukan secara medis di rumah sakit.
Biasanya pengguguran semacam ini dilakukan menggunakan cara:
1) Curratage and Dilatage (C&D)
2) Dengan alat khusus.
3) Aspirasi, yaitu dengan cara disedot sisi rahim menggunakan
pompa kecil.
4) Hysterotomi (operasi).3

Ada beberapa faktor yang mendorong seorang dokter melakukan


pengguguran kandungan pada seorang ibu. Faktor-faktor itu antara lain:

a. Indikasi medis, yaitu seorang dokter menggugurkan kandungan


seorang ibu, karena pandangannya nyawa ibu yang bersangkutan tidak
dapat tertolong bila kandungannya dipertahankan. Hal ini karena
seorang ibu tersebut mengindap penyakit yang berbahaya.
b. Indikasi sosial, yaitu pengguguran kandungan itu dilakukan karena
didorong oleh faktor kesulitan finansial. Misalnya: (a) karena seorang
ibu sudah menghidupi beberapa orang anak, padahal ia tergolong
miskin; (b) kerena wanita yang hamil itu disebabkan hasil

3
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 48-49

3
pemerkosaan seorang pria yang tidak mau bertanggung jawab; (c)
karena malu dikatakan dihamili oleh pria yang bukan suaminya.4
2. Pengertian Sterilisasi

Kata mandul atau ta’qim (dalam bahasa Arab), dilihat dari penyebabnya
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama mandul yang bersifat alamiah
tanpa operasi yang disebut infertilitas dan kedua mandul buatan yang disebut
sterilisasi.5

Sterilisasi merupakan suatu tindakan/metode yang menyebabkan seorang


wanita tidak dapat hamil lagi. Meskipun sterilisasi merupakan tindakan untuk
memandulkan wanita atau pria, tetapi tidak dapat disamakan pengertiannya
dengan istilah infertilitas, karena istilah berikut dapat diartikan sebagai berikut:

Infertilitas (kemandulan) menyatakan berkurangnya kesanggupan untuk


berkembang biak, tanpa melalui proses operasi. Jadi perbedaannya adalah
sterilisasi merupakan pemandulan dengan cara disengaja, tetapi infertilitas
merupakan kemandulan yang tidak disengaja. Maka dapat diketahui bahwa
infertilitas (kemandulan) terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Infertilitas primer; adalah kemandulan yang sama sekali tidak pernah


hamil.
b. Infertilitas sekunder; adalah keadaan wanita yang sudah pernah hamil,
lalu menjadi mandul karena faktor umur yang sudah lanjut.6

Sterilisasi bagi laki-laki disebut dengan vasektomi atau vas ligation.


Caranya ialah dengan memotong saluran mani kemudian kedua ujungnya diikat
sehingga sel sperma tidak bisa mengalir keluar penis. Sterilisasi bagi laki-laki
termasuk operasi ringan yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit dan
tidak mengganggu kehidupan seksual. Ia tetap memiliki sifat kelelakian, nafsu
seks, ketika melakukan koitus terjadi juga ejakulasi tapi yang terpancar semacam
lendir yang tidak mengandung sel sperma.

Sterilisasi bagi perempuan disebut dengan tubektomi atau tubal ligation.


Caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur dan menutup kedua-
4
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), hal.85
5
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 36
6
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hal. 75

4
duanya hingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat masuk
bertemu dengan sel telur sehingga tidak terjadi kehamilan.7

Dilaksanakannya sterilisasi karena dilandasi oleh beberapa faktor; antara


lain:

a. Indikasi medis; yaitu biasanya dilakukan terhadap wanita yang


mengindap penyakit yang dianggap daper berbahaya baginya.
b. Sosio ekonomi; yaitu biasanya dilakukan, karena suami istri tidak
sanggup memenuhi kewajiban bila mereka melahirkan anak, karena
terlalu miskin.
c. Permintaan sendiri; yaitu dilakukan, karena permintaan oleh yang
bersangkutan, meskipun ia tergolong mampu ekonominya. Karena
mungkin istri atau suaminya ingin mengarahkan kegiatannya yang
lebih banyak di luar rumah tangganya, maka ia tidak ingin mempunyai
anak.

Ada beberapa cara yang sering dilakukan dalam proses sterilisasi wanita;
antara lain:

a. Cara radiasi; yaitu merusak fungsi ovarium, sehingga tidak dapat lagi
menghasilkan hormon-hormon yang mengakibatkan wanita menjadi
menupouse.
b. Cara operatif, yang terdiri dari beberapa teknik, antara lain:
1) Ovarektomi; yaitu mengangkat atau memiringkan kedua ovarium
yang efeknya sama dengna cara radiasi.
2) Tubektomi; yang mengangkat seluruh tuba agar wanita tidak bisa
lagi hamil, karena saluran tersebut sudah bocor.
3) Ligasi tuba; yaitu mengikat tuba sehingga tidak dapat lagi dilewati
ovum (sel telur).8

3. Pengertian Menstrual Regulation

7
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 38
8
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hal. 75-76

5
Menstrual regulation merupakan istilah bahasa Inggris yang telah
diterjemahkan oleh dokter Arab menjadi istilah wasail al-ijhadh (cara
pengguguran kandungan yang masih muda).9

Secara bahasa, menstrual regulation disingkat MR berarti mengatur


menstruasi/haid namun pada praktiknya pengertian tersebut malah
disalahgunakan. MR yang pada mulanya bertujuan mengatur haid, tapi dalam
praktik sering digunakan oleh wanita yang merasa terlambat haidnya dan terbukti
dari hasil laboratoris ia positif mengandung (hamil) lalu minta “dibereskan”
janinnya. Maka penggunaan MR seperti ini pada hakikatnya dapat disebut
abortus provocatus criminalis (pengguguran yang dilakukan tanpa indikasi
medis).10

B. Hukum Abortus Sterilisasi dan Menstrual Regulation


1. Hukum Abortus

Para ahli fikih sepakat bahwa pengguguran kandungan yang telah berusia
empat bulan (120 hari) yaitu setelah ditiupkan roh, haram hukumnya. Akan tetapi
mereka berbeda pendapat tentang hukum menggugurkan kehamilan yang kurang
dari empat bulan. Para ulama Hanafiyah, termasuk didalamnya Muhammad Romli
dalam kitabnya an-Nihayah, berpendapat bahwa pengguguran kandungan yang
belum berusia empat bulan dapat dibolehkan dengan alasan pada usia tersebut
janin belum mempunyai nyawa. Adapula yang memandangnya makruh karena
janin sedang dalam proses pertumbuhan. Adapun para ulama Syafi’iyyah terjadi
perbedaan pendapat diantara mereka. Ada yang mengharamkan, ada pula yang
menghalalkan. Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulum al-Din dan Ibnu Hajar dalam
kitabnya al-Tuhfah adalah ulama Syafi’iyyah yang mengharamkan. Ulama
kontemporer Mahmud Syaltut dan Yusuf Qardhawi adalah ulama yang
mengharamkan abortus, baik janin suda berusia empat bulan, terlebih jika sudah
lebih dari empat bulan, namun dalam keadaan darurat abortus boleh saja
dilakukan.

Terkait dengan keadaan darurat yang menyebabkan kebolehan melakukan


abortus digambarkan oleh Syaltut, yaitu jika berdasarkan hasil diagnosa medis

9
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hal. 83
10
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 43

6
profesional diyakini bahwa bertahannya kandungan yang telah hidup akan
mengakibatkan kematian sang ibu dan tidak ada jalan lain kecuali abortus, maka
syariat Islam memerintahkan untuk memilih melakukan yang teringan di antara
dua darurat.11

Hukuman bagi pelaku abortus terkadang belum sepenuhnya ditegakkan.


Padahal tindakan abortus tanpa alasan medis adalah suatu tindakan kejahatan yang
dilakukan dalam keadaan sadar. Tentunya hal ini pantas mendapatkan hukuman.
Berdasarkan KUHP pasal 299, 346, 348 dan 349, negara melarang abortus
termasuk menstrual regulation dan sanksi hukumannya cukup berat, bahkan
hukumannya tidak hanya ditunjukan kepada wanita yang bersangkutan, tetapi
semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut.

Kalau diperhatikan, pasal-pasal KUHP yang berkaitan dengan abortus


adalah sebagai berikut. Pasal 299:

a. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau


menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
b. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau
jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat; pidananya dapat ditambah
sepertiga.
c. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau


mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347: (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau


mematikan kandungan seseorang wanita tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu

11
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 49-50

7
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.

Pasal 348: (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan


atau mematikan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.

Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347
dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal-pasal tersebut merumuskan dengan tegas tanpa pengecualian


barang siapa memenuhi unsur-unsur kejahatan tersebut diancam dengan
hukuman sampai lima belas tahun; bahkan bagi dokter, bidan dan tukang obat
yang melakukan atau membantu melakukan abortus, pidananya bisa ditambah
sepertiga dan bisa dicabut haknya untuk melakukan praktek profesinya. 12

2. Hukum Sterilisasi

Dari berbagai cara yang dilakukan oleh dokter ahli dalam upaya sterilisasi,
baik yang dianggapnya aman pemakaiannya, maupun yang penuh resiko,
kesemuanya dilarang menurut ajaran Islam, karena mengakibatkan seseorang
tidak dapat mempunyai anak lagi.

Pemandulan yang dibolehkan dalam ajaran agama Islam, adalah yang


sifatnya berlaku pada waktu-waktu tertentu saja (temporer) bukan yang sifatnya
selama-lamanya.13

Sterilisasi menjadi sebuah perbuatan yang dilarang jika akibat yang


ditimbulkan akan mengakibatkan suami istri tidak bisa lagi memproduksi anak.
Keharaman sterilisasi baik bagi laki-laki maupun perempuan, memiliki alasan
rasional yang cukup kuat diantaranya:
12
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), hal.86-87
13
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hal. 77

8
a. Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) dapat berakibat pemandulan
langgeng (permanen)
b. Mengubah ciptaan Tuhan
c. Melihat aurat orang lain.

Dalam keadaan darurat seperti untuk menghindari menurunnya penyakit dari


bapak/ibu terhadap anak keturunannya atau terancamnya jiwa si ibu bila ia
mengandung atau melahirkan bayi maka sterilisasi dibolehkan oleh Islam.14

3. Hukum Menstrual Regulation

Menstrual regulation pada hakikatnya sama dengan abortus. Keduanya


sama-sama merusak/menghancurkan janin calon manusia yang dimuliakan Allah
SWT karenia berhak tetap survive dan lahir dalam keadaan hidup, sekalipun
eksistensinya hasil dari hubungan yang tidak sah.15

Mahmud Syaltut dalam bukunya Al-Fatawa mengomentari tentang hukum


menstrual regulation, Sejak bertemunya sel sperma dengan ovum, maka
pengguguran merupakan tindakan kejahatan dan haram hukumnya sekalipun si
janin belum diberi nyawa. Sebab ketika itu sudah terdapat benih kehidupan pada
kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi
makhluk baru yang bernama manusia yang jiwanya harus dimuliakan dan
dilindungi. Lebih jahat dan lebih besar lagi dosanya jika pengguguran itu
dilakukan setelah janin bernyawa yang berarti sudah sempurna menjadi makhluk
hidup.

Dari pernyataan Syaltut diatas, dapat diambil pemahaman bahwa MR


sebagai suatu tindakan pengguguran dini merupakan perbuatan terlarang karena
merusak benih yang akan berkembang menjadi bayi.16

14
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 39-40
15
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), hal. 90-91
16
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hal. 44

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Abortus ialah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Abortus (pengguguran) ada yang bersifat alamiah atau
spontan dan pengguguran yang disengaja. Para ahli fikih sepakat bahwa pengguguran
kandungan yang telah berusia empat bulan (120 hari) yaitu setelah ditiupkan roh,
haram hukumnya. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang hukum
menggugurkan kehamilan yang kurang dari empat bulan.

Sterilisasi merupakan suatu tindakan/metode yang menyebabkan seorang


wanita tidak dapat hamil lagi. Dari berbagai cara yang dilakukan oleh dokter ahli
dalam upaya sterilisasi, baik yang dianggapnya aman pemakaiannya, maupun yang
penuh resiko, kesemuanya dilarang menurut ajaran Islam, karena mengakibatkan
seseorang tidak dapat mempunyai anak lagi. Sterilisasi menjadi sebuah perbuatan
yang dilarang jika akibat yang ditimbulkan akan mengakibatkan suami istri tidak bisa
lagi memproduksi anak.

Menstrual regulation disingkat MR berarti mengatur menstruasi/haid namun


pada praktiknya pengertian tersebut malah disalahgunakan. Mahmud Syaltut dalam
bukunya Al-Fatawa mengomentari tentang hukum menstrual regulation, Sejak
bertemunya sel sperma dengan ovum, maka pengguguran merupakan tindakan
kejahatan dan haram hukumnya sekalipun si janin belum diberi nyawa. Sebab ketika
itu sudah terdapat benih kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami
pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernama manusia yang
jiwanya harus dimuliakan dan dilindungi.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, mungkin banyak terdapat kesalahan yang dilakukan
oleh penulis, oleh karena itu krikan, masukan dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan demi penulisan makalah yang lebih baik untuk kedepannya

10
DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Teras

Mahjuddin. 2007. Masailul Fiqhiyah. Jakarta: Kalam Mulia

Shidiq, Sapiudin. 2016. Fikih Kontemporer. Jakarta: Prenada Media Group

11

Anda mungkin juga menyukai