Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ESSAY KAPITA SELEKTA

Saskia Marentika Wardana

201610110311133/A

Dalam Pasal 346 KUHP menyatakan ancaman penjara selama 4 tahun bagi
perempuan yang dengan sengaja atau menyuruh orang lain mematikan atau
menggugurkan kandungannya. Dimana hal tersebut menunjukkan bahwa
perbuatan aborsi dilarang oleh KUHP sesuai dengan ketentuan Pasal 346 KUHP.
Selain yang diatur dalam Pasal 346 KUHP, larangan mengenai perbuatan aborsi
atau dengan istilah penggugran kandungan juga diatur dalam Pasal 347 KUHP
sampai dengan Pasal 349 KUHP yang masing-masing mengatur mengenai
larangan bagi setiap orang yang hendak melakukan perbuatan aborsi. 1 Sehingga
berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa KUHP secara jelas melarang akan
adaya perbuatan aborsi. pemidanaan yang terdapat dalam RKUHP tidak
mengalami perbedaan yang signifikan dengan KUHP yang berlaku seakarang.
Rancangan KUHP tetap tidak mengatur mengenai pengecualian pelaksanaan
aborsi bagi kehamilan akibat perkosaan2 Dalam tema ini saya mengambil tema
yang berkaitan pasal yang berhubungan tentang aborsi Pasal 469 yang berbunyi :
1. Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
2. Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun.
3. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya
perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.

Pasal 470 berbunyi :


1
Putri Ayu Sega Tripiana & I Gusti Ngurah Prawata “Tindak Pidana Aborsi Dalam Konteks
Pembaharuan Hukum Pidana” Kertha Wicara : Jurnal Ilmu Hukum, Vol 07 No 04 , Agustus
2018 hal 6
2
Ibid hal 9
1. Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun.
2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun.

Ini adalah salah satu pasal RKUHP yang dianggap kontroversial adalah
"kriminalisasi" terhadap perempuan korban perkosaan yang "terpaksa" melakukan
aborsi. Disini ketentuan mengenai aborsi dalam RKUHP merupakan saduran dari
KUHP lama dan UU Kesehatan yang hanya mengubah ancaman pidananya.
Dengan kata lain, larangan aborsi bukan merupakan hal yang baru. Ditambahkan
bahwa tidak ada pidana bagi perempuan korban perkosaan untuk melakukan
aborsi dalam terminasi dan alasan medis tertentu. Pertama, pasal aborsi dalam
RKUHP terdapat pada Pasal 469. Pasal tersebut merupakan pasal yang sama dan
tetap dipertahankan dari Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP lama serta UU
kesehatan.3

Perubahan pada pasal-pasal tersebut hanya terletak pada ancaman sanksi


pidana yang lebih rendah daripada sebelumnya. Oleh karenanya, penyebutan
"kriminalisasi" tidak lagi tepat disematkan terhadap perempuan korban perkosaan
yang mengaborsi kandungannya, mengingat bahwa pasal aborsi ini hanyalah pasal
lama yang masih dipertahankan. Dalam konteks kebijakan hukum pidana,
kriminalisasi merupakan pernyataan terhadap suatu perbuatan yang sebelumnya
bukan tindak pidana menjadi tindak pidana. Keinginan pembentuk undang-
undang untuk menerapkan "depenalisasi" terhadap perempuan korban perkosaan
sebenarnya sedikit terakomodir dalam UU Kesehatan dan PP Kesehatan
Reproduksi. UU kesehatan, dengan kekhususannya mentoleransi setiap orang
dengan syarat tertentu untuk melakukan aborsi, termasuk perempuan korban
perkosaan atas adanya trauma psikis.

Dengan kata lain, jerat pidana dapat dikecualikan terhadap perempuan


korban perkosaan yang memenuhi syarat tertentu untuk dilakukan aborsi. Tentu
3
https://news.detik.com/kolom/d-4739470/rumusan-aborsi-dalam-rkuhp
saja ini bertentangan dengan ketegasan di dalam KUHP dan RKUHP yang
menghendaki semua perempuan tidak melakukan aborsi.4

Kemudian apabila pasal aborsi di KUHP dan RKUHP dipahami secara


gramatikal, maka terkandung di dalamnya doktrin pro-life. Tidak ada celah sedikit
pun terhadap semua orang yang melakukan aborsi lepas dari jerat pidana, kecuali
kandungan yang digugurkan memang sudah mati. Penjelasan Pasal 469 RKUHP
juga menyebutkan bahwa larangan aborsi bertujuan untuk "melindungi kandungan
perempuan". Doktrin pro-life ini beranjak dari pandangan-pandangan yang
didasarkan atas semua manusia memiliki hak untuk hidup, sekalipun janin yang
masih di dalam kandungan. Doktrin ini juga beranjak dari norma-norma agama
yang memang tidak dapat dikesampingkan dari kehidupan masyarakat.
Kontradiksi dari doktrin pro-life adalah doktrin pro-choice yang lebih
mengutamakan hak ibu yang mengandung.

Jika memang pemerintah dan DPR ingin menempatkan diri sebagai


pendukung doktrin pro- life moderat, harusnya pasal-pasal aborsi di RKUHP
menyelipkan pasal yang tegas menghapuskan ancaman pidana kepada perempuan
korban perkosaan dengan frasa yang disesuaikan agar tidak bertentangan dengan
UU Kesehatan. Seharusnya pembentuk undang-undang harus melakukan kajian
mendalam sebelum merumuskan pasal tersebut. Salah satunya adalah dengan
memperhitungkan bagaimana manfaat penghapusan pidana bagi perempuan
korban perkosaan dengan trauma psikologinya. Hukum pidana harus memberi
kepastian, jelas dan tegas agar tidak multitafsir dan membatasi kesewenangan
bertindak aparat. Apabila rumusan pasal aborsi tetap sedemikian rupa, tidak ada
kebaruan di dalamnya, maka hanyalah pasal lama yang dipindahkan ke wadah
yang baru dan tetap penuh dengan perdebatan. 5

Jadi Dalam perspektif pembaharuan hukum pidana pengaturan aborsi


diatur dalam Rancangan KUHP pada Pasal 481 Bab XVI tentang Tindak Pidana

4
Ibid
5
Ibid
Kesusilaan Bagian Ketiga tentang Mempertunjukkan Pencegah Kehamilan dan
Pengguguran Kandungan dan Pasal 586 sampai dengan Pasal 589 Bab XXII
tentang Tindak Pidana Terhadap Nyawa Bagian Kedua tentang Pengguguran
Kandungan. Namun rumusan pasal mengenai aborsi dalam Rancangan KUHP
bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang melegalkan kegiatan
aborsi akibat perkosaan yakni, Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 tahun 2016 tentang Pelatihan
dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan
Kehamilan Akibat Perkosaan, karena Rancangan KUHP 2015 yang akan segera
rampung tersebut mimiliki potensi yang dapat mengkriminalisasi, perempuan
hamil korban pemerkosaan termasuk pendamping hukumnya6 dan Aborsi dan seks
bebas di kalangan pelajar merupakan fenomena yang mempriatinkan bagi dunia
pendidikan di Indonesia.

Untuk kasus tindak pidana aborsi tersebut diatas dapat dirumuskan unsur-
unsur sebagai berikut:

Ayat 1

Unsur subjektif :

a. Dengan disengaja
Bahwa sengaja ditujukan pada unsur diketahui umum, artinya juga bahwa si
pembuatan dalam melakukan perbuatan menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang, dengaan dilakukan secara sadar dan yang dilakukan dapat
diketahui oleh umum.

Unsur Objektif :

1. Menggugurkan atau mematikan

Mematikan janin dalam kandungan, yang merupakan delik materiil.


Dalam hal ini diperlukan adanya akibat, bukan hanya perbuatan. Dalam

6
Putri Ayu Sega Tripiana & I Gusti Ngurah Prawata, Op.cit hal 11
kasus ini terdapat tindak pidana aborsi yang mengakibatkan kematian bagi
janin dalam kandungan. Maka dengan demikian unsur-unsur tersebut
telah terpenuhi.7

2. Kandungan atau janin


Tindak pidana ini menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah
berbentuk manusia maupun kandungan yang belum berbentuk manusia
3. Setiap Perempuan
4. Dengan menyuruh orang lain
Baik orang yang menyuruh maupun yang disuruh menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang perempuan sama-sama dapat dipidana. Dalam
hal ini orang yang menyuruh menggugurkan atau mematikan kandungan
dipidana berdasarkan Pasal ini, sementara bagi orang yang disuruh
menggugurkan atau mematikan kandungan dipidana berdasarkan Pasal ini.8
5. Dengan adanya persetujuan
Adanya persetujuan antara pelaku 1 dan pelaku 2 untuk menggurkan
kandungan pelaku 2.

Ayat 2

Unsur Subyektif

1. Dengan Sengaja
Bahwa sengaja ditujukan pada unsur diketahui umum, artinya juga bahwa si
pembuatan dalam melakukan perbuatan menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang, dengaan dilakukan secara sadar dan yang dilakukan dapat
diketahui oleh umum.

2. Tanpa Persetujuan

7
Marisa Frisila, Jurnal, Tindakan Aborsi Yang Dilakukan Sebelum Menikah Menurut Kuhp, Lex
Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017 Hal 48
8
Ibid
Perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dilakukan oleh
orang lain bukan oleh wanita yang mengandung sendiri. Berbeda dengan
perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan dalam Pasal 349 Ayat 1
di mana pelakunya dapat perempuan yang mengandung itu sendiri maupun
orang lain. Dalam hal orang lain itu disuruh oleh perempuan yang
mengandung, maka perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan
dalam Pasal 349 Ayat 2 pelakunya adalah orang lain bukan perempuan yang
mengandung itu sendiri.9

Unsur Objektif

3. Barangsiapa
4. Menggugurkan dan mematikan kandungan
Mematikan janin dalam kandungan, yang merupakan delik materiil. Dalam
hal ini diperlukan adanya akibat, bukan hanya perbuatan. Dalam kasus ini
terdapat tindak pidana aborsi yang mengakibatkan kematian bagi janin dalam
kandungan. Maka dengan demikian unsur-unsur tersebut telah terpenuhi.

Pasal 470

Ayat 1

Unsur Subyektif
5. Dengan Sengaja
Bahwa sengaja ditujukan pada unsur diketahui umum, artinya juga bahwa si
pembuatan dalam melakukan perbuatan menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang, dengaan dilakukan secara sadar dan yang dilakukan dapat
diketahui oleh umum.

6. Dengan Persetujuan

9
Ibid hal 49
Bahwa wanita yang mengandung itu menyetujui atau menghendaki terhadap
gugurnya atau matinya kandungannya. Dalam hal ini tidak dipersoalkan dari
mana inisiatif pengguguran atau pembunuhan kandungan itu berasal. Dari
manapun inisiatif itu, dari wanita yang mengandung sendiri atau dari orang
lain, sepanjang inisiatif itu kemudian menjadi kehendak bersama antara
wanita yang mengandung itu dan orang lain, maka dalam hal ini berarti
adanya persetujuan dari wanita mengandung itu. Dalam hal ini harus
dibuktikan adalah, apakah gugurnya atau matinya kandungan perempuan itu
dikehendaki oleh wanita yang mengandung itu sendiri atau tidak. Jadi dalam
hal ini wanita yang mengandung itu hanya menyetujui terhadap gugurnya
atau matinya kandungannya sendiri. Dengan demikian, terhadap wanita yang
mengandung itu sendiri bersalah melakukan tindak pidana10

Unsur Objektif :

7. Barangsiapa
8. Menggugurkan Dan Mematikan
Mematikan janin dalam kandungan, yang merupakan delik materiil. Dalam
hal ini diperlukan adanya akibat, bukan hanya perbuatan. Dalam kasus ini
terdapat tindak pidana aborsi yang mengakibatkan kematian bagi janin dalam
kandungan. Maka dengan demikian unsur-unsur tersebut telah terpenuhi.
9. Kandungan Wanita
Tindak pidana ini menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah
berbentuk manusia maupun kandungan yang belum berbentuk manusia.11

Mengapa pasal ini dikategorikan sebagai tindak Pidana ?

10
Ibid hal 50
11
Ibid hal 46
Landasan Filosofis

Dibolehkannya aborsi berdasarkan alasan medis dalam kondisi


darurat, misalnya dalam kasus untuk menyelamatkan jiwa ibu harus
memenuhi standar yang dapat diukur dengan ide yaitu justice. Untuk
memahami ide ini, mengacu kepada Notonagoro (1974) yang mengambil
teori filsafat Yunani Kuno untuk menjelaskan hakikat Pancasila yaitu
Teori Abstraksi. Dia menganalisis istilahistilah yang digunakan dalam
merumuskan pokok-pokok Pancasila, yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan, dan Keadilan. Kata dasar Tuhan,
manusia, rakyat, dan adil mendapat awalan ke- an akhiran -an yang
menjadikan kata dasar itu menjadi kata benda abstrak, sedangkan awalan
per- dan akhiran -an dalam persatuan menyatakan peristiwa atau hasil
perbuatan. Maka dari itu untuk memahami Pancasila ia menganalisis
hakikat dari Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.12

Landasan Yuridis

Secara hukum, aborsi merupakan perbuatan yang dilarang di


Indonesia. Hukum tentang aborsi diatur di dalam Pasal 469,470,471 Kitab
Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana. Pada intinya pasal-pasal
tersebut menyatakan bahwa tuntutan hukum akan dikenakan bagi orang-
orang yang melakukan aborsi ataupun orang-orang yang membantu
melakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Hukum formal yang mengatur tentang aborsi menyatakan bahwa


perbuatan aborsi diancam dengan hukuman pidana.13

Landasan Sosiologis

12
Singgih Sulaksana, Thess, Implementasi Regulasi Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis Dan
Kehamilan Akibat Perkosaan Sebagai Bagian Dari Kebijakan Hukum Pidana, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 2018 hal 102
13
Ibis hal 106
Secara sosiologis hal tersebut merupakan pilihan yang berat mengingat
kondisi sosio kultural masyarakat kita yang masih memandang rendah
bahkan menabukan, seorang perempuan yang hamil atau mempunyai anak
tanpa suami yang sah. Dalam pilihan yang lain, perempuan korban
perkosaan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, dalam
hukum yang berlaku di Indonesia diizinkan untuk dilakukan tindakan
aborsi namun dengan syarat dan ketentuan tertentu.14

14
Ibid hal 93-94

Anda mungkin juga menyukai