Anda di halaman 1dari 6

Pusat Penelitian BIDANG HUKUM

Badan Keahlian DPR RI


Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. XII, No.19/I/Puslit/Oktober/2020

PERMASALAHAN PENEGAKAN HUKUM


TINDAK PIDANA ABORSI
1 Monika Suhayati dan Noverdi Puja Saputra

Abstrak
Praktik aborsi ilegal masih marak terjadi meskipun ancaman pidana terhadap pelaku
aborsi ilegal telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tulisan ini bermaksud
menganalisis pengaturan tindak pidana aborsi dan permasalahan penegakan hukum
tindak pidana aborsi. Ancaman aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan
dan Pasal 299, 346-349 KUHP. Permasalahan penegakan hukum aborsi ilegal
yaitu tumpang tindih pengaturan aborsi ilegal, penegak hukum kurang memahami
ketentuan aborsi ilegal, tidak tersedia layanan aborsi aman, kondisi ekonomi
masyarakat, dan budaya seks pranikah serta seks bebas. Dalam hal ini, Komisi III
DPR RI perlu mengatur pengecualian larangan aborsi dalam perubahan KUHP
dan meminta Kepolisian melakukan penindakan terhadap pelaku yang terbukti
melakukan aborsi ilegal. Selain itu Komisi IX DPR RI perlu meminta Kementerian
Kesehatan melakukan pengawasan fasilitas kesehatan yang terindikasi melakukan
aborsi ilegal, menyediakan layanan aman aborsi dan kesehatan pascaaborsi, serta
langkah antisipatif mencegah praktik aborsi ilegal.

Pendahuluan Saleh, Jakarta Pusat, berhasil


Praktik kilinik aborsi ilegal diungkap oleh pihak kepolisian
kembali terjadi di Indonesia. Polda pada bulan Agustus 2020. Kepolisian
Metro Jaya pada 9 September menemukan 2.638 pasien aborsi
2020 menggeledah klinik aborsi mendatangi klinik tersebut antara
ilegal di Jalan Percetakan Negara Januari 2019 hingga 10 April
III, Jakarta Pusat. Klinik yang 2020 (Ibrahim, 18 Agustus 2020).
dipasarkan menggunakan media Sebelumnya, Polda Metro Jaya
sosial tersebut telah menggugurkan mengungkap klinik aborsi ilegal di
32.760 janin sejak Maret 2017, sekitar Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat
PUSLIT BKD pada 11 Februari 2020. Selama 21
6 pasien setiap harinya. Klinik ini
diperkirakan mendapat keuntungan bulan beroperasi, klinik ilegal ini
Rp10 miliar lebih selama berpraktik didatangi 1.632 pasien dan melakukan
(Yamananda, 26 September 2020). pengguguran janin sebanyak 903 kali
Praktik serupa di kawasan Raden (Republika.id, 26 September 2020).
Anggota Komisi IX DPR RI, janin yang menderita penyakit genetik
Kurniasih Mufidayati, menyatakan berat dan/atau cacat bawaan, maupun
kasus aborsi ilegal merupakan yang tidak dapat diperbaiki sehingga
kasus yang menyedihkan. Kurniasih menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
Mufidayati menyayangkan kasus kandungan; atau (b) kehamilan akibat
aborsi ilegal terulang lagi dan menilai pemerkosaan yang menyebabkan trauma
kasus ini melanggar undang-undang psikis bagi korban pemerkosa. Tindakan
karena sebuah nyawa sangat berharga aborsi ini hanya dapat dilakukan
sehingga aborsi dianggap tidak setelah melalui konseling dan/atau
menghargai nyawa manusia (Vinta, 18 penasehatan pratindakan dan diakhiri
Februari 2020). Anggota Komisi IX DPR dengan konseling pascatindakan yang
RI lainnya, Saleh Partaonan Daulay, dilakukan oleh konselor yang kompeten
kecewa dengan pengawasan yang dan berwenang (Pasal 75 ayat (3) UU
dilakukan pemerintah terhadap klinik Kesehatan). Peraturan pelaksanaan
yang ada di Indonesia. Kasus aborsi
di klinik terverifikasi di DKI Jakarta
ketentuan ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014
2
menggambarkan lemahnya pengawasan tentang Kesehatan Reproduksi.
pemerintah (Alfons, 19 Agustus 2020). Aborsi yang diatur dalam Pasal
Larangan aborsi dan ancaman 75 ayat (2) UU Kesehatan merupakan
pidana aborsi ilegal telah diatur dalam jenis aborsi provocatus therapeuticus, yaitu
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pengakhiran kehamilan dengan sengaja
tentang Kesehatan (UU Kesehatan) dan dari luar, biasanya dilakukan untuk
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menolong nyawa ibu oleh dokter karena
(KUHP). Demikian pula penegakan kehamilan membahayakan nyawa si ibu
hukum terhadap tindak pidana ini telah (Ibnu dan Arianto, 2005: 3-4). Jenis aborsi
dilaksanakan, namun praktik aborsi ini tidak dapat dikategorikan sebagai
ilegal masih marak terjadi. Oleh karena tindak pidana karena telah dikecualikan
itu, tulisan ini hendak menganalisis dari larangan aborsi dalam UU Kesehatan.
secara singkat pengaturan tindak Aborsi yang dikategorikan sebagai tindak
pidana aborsi dan permasalahan dalam pidana merupakan abortus provocatus
penegakan hukum tindak pidana aborsi. criminalis, yaitu tindakan pengguguran
janin yang disengaja dan melawan
Pengaturan Tindak Pidana Aborsi hukum. Melawan hukum dalam arti
Aborsi dalam medis berarti tidak termasuk unsur pengecualian
terhentinya kehamilan dengan dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan
kematian dan pengeluaran janin pada sehingga merupakan suatu kejahatan
usia kurang dari 20 minggu dengan atau tindak pidana yang diatur ancaman
berat janin kurang dari 500 gram, hukumannya dalam undang-undang.
yaitu sebelum janin dapat hidup Ancaman pidana bagi pelaku
di luar kandungan secara mandiri aborsi ilegal diatur dalam UU Kesehatan
(Susanti, 2013: 295). Pasal 75 ayat (1) dan KUHP. Pasal 194 UU Kesehatan
UU Kesehatan mengatur larangan mengatur setiap orang dengan sengaja
bagi setiap orang melakukan aborsi. melakukan aborsi tidak sesuai dengan
Pengecualian larangan ini diatur dalam Pasal 72 ayat (2) dipidana dengan
Pasal 75 ayat (2) yaitu berdasarkan: pidana penjara paling lama 10 tahun dan
(a) indikasi kedaruratan medis yang denda paling banyak Rp1 miliar rupiah.
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik Ketentuan ini dapat dikenakan kepada
yang mengancam nyawa ibu dan/atau dokter, tenaga kesehatan lainnya, dan
wanita mengandung yang dengan sanksi pidana bagi pelaku-pelaku yang
sengaja melakukan aborsi ilegal. terlibat dalam tindak pidana aborsi.
KUHP mengatur tindak pidana
aborsi dalam Pasal 299 dan Pasal 346 Permasalahan Penegakan Hukum
sampai dengan Pasal 349. Berdasarkan Aborsi Ilegal
ketentuan tersebut, yang dapat dikenakan Dalam pelaksanaannya,
pidana yaitu wanita yang mengandung, penegakan hukum aborsi ilegal
pelaku selain wanita mengandung, dan menemui beberapa permasalahan.
orang yang sengaja mengobati atau Menurut Soerjono Soekanto, faktor-
menyuruh melakukan aborsi. Bagi wanita faktor yang mempengaruhi penegakan
mengandung yang melakukan aborsi, hukum yaitu hukum itu sendiri,
baik dilakukan sendiri atau menyuruh aparat penegak hukum, sarana dan
orang lain untuk melakukan, dapat prasarana, masyarakat, dan faktor
dikenakan Pasal 346 KUHP. Bagi pelaku budaya (Soekanto, 2007: 8). Dari faktor
3 selain wanita mengandung dengan hukum, terdapat tumpang tindih
sengaja menggugurkan kandungan pengaturan pengenaan pidana aborsi
tanpa persetujuan wanita mengandung ilegal dalam UU Kesehatan dan KUHP.
diancam Pasal 347 ayat (1) KUHP dan Sanksi pidana kejahatan aborsi yang
apabila wanita mengandung mengalami diatur dalam KUHP dikenakan bagi
kematian diancam Pasal 347 ayat (2) semua jenis aborsi, termasuk aborsi
KUHP. yang telah dikecualikan dalam UU
Apabila perbuatan menggugurkan Kesehatan. Adapun, UU Kesehatan
kandungan dilakukan oleh pelaku selain merupakan lex specialis dari KUHP
wanita mengandung dengan persetujuan sehingga berdasarkan asas lex specialis
wanita mengandung, dikenakan Pasal derogat legi generali maka UU Kesehatan
348 ayat (1) KUHP. Apabila aborsi yang bersifat khusus (lex specialis)
menimbulkan kematian bagi wanita mengesampingkan KUHP yang
mengandung diancam Pasal 348 ayat bersifat umum (lex generalis). Hal ini
(2) KUHP. Perbedaan dari penerapan berarti ketentuan pidana aborsi ilegal
Pasal 347 dan 348 KUHP terdapat pada dalam KUHP tidak berlaku dalam
persetujuan wanita mengandung serta hal penegakan hukum aborsi yang
hukumannya. Apabila pelaku selain dikecualikan oleh UU Kesehatan.
wanita mengandung merupakan tenaga Dalam praktiknya, menurut
kesehatan (dokter, perawat, bidan, Kepala Badan Kependudukan dan
apoteker, dan lain-lain) dapat dikenakan Keluarga Berencana Nasional, Hasto
Pasal 349 KUHP. Pasal 349 lebih berat Wardoyo, petugas kesehatan sangat
hukumannya, yaitu ditambah sepertiga berhati-hati ketika melakukan aborsi,
dari hukuman yang diatur dalam Pasal termasuk untuk korban perkosaan. Ini
347 dan Pasal 348 KUHP. Bagi orang untuk mencegah timbulnya tuduhan,
yang mengobati atau menyuruh untuk penyelidikan, dan tuntutan hukum
mengobati sehingga terjadi aborsi dapat di kemudian hari. Petugas kesehatan
dikenakan Pasal 299 KUHP. biasanya meminta persetujuan hakim
Pengaturan dalam UU Kesehatan untuk melegalkan aborsi yang dapat
dan KUHP sudah memberikan ancaman memakan waktu lebih lama dari
pidana yang tegas dan terbilang tinggi usia kehamilan. Selain itu, korban
jika dilihat dari durasi hukuman bagi perempuan cenderung enggan
pelaku tindak pidana aborsi. Aturan melakukan aborsi secara legal karena
tersebut juga telah mengakomodasi malu atau takut dengan stigma negatif
dari publik (Wardoyo, 24 Maret terhadap klinik-kilinik yang ada di
2020). Akibatnya, perempuan korban Indonesia dan mendata ulang klinik
perkosaan yang terpaksa melakukan ilegal yang harus ditindaklanjuti dan
aborsi mendatangi klinik aborsi ilegal ditutup. Jika terdapat klinik ilegal
untuk menggugurkan kandungannya. maupun legal tetapi melakukan
Dalam hal ini revisi KUHP (RKUHP) aborsi ilegal diharapkan pemerintah
perlu mengatur pengecualian larangan langsung menutupnya. Tim medis
aborsi sebagaimana diatur dalam UU yang berkontribusi pada praktik aborsi
Kesehatan demi mengatasi maraknya harus dicabut SKnya dan ditindak tegas
praktik aborsi ilegal. (Vinta, 18 Februari 2020).
Permasalahan dari faktor Dari faktor masyarakat, kondisi
penegak hukum yaitu aparat penegak ekonomi masyarakat yang kurang
hukum kurang memahami ketentuan mampu meningkatkan praktik aborsi
yang mengatur tindak pidana ilegal. Banyak pasangan usia subur yang
aborsi. Menurut Koalisi Kesehatan
Seksual dan Reproduksi Indonesia
tidak mampu kurang memerhatikan
masalah reproduksi sehingga
4
(KSRI), aparat penegak hukum kerap mengalami kehamilan tidak diinginkan
mengkriminalisasi perempuan sebagai dan menggugurkan kandungan karena
pihak yang melakukan aborsi, dan alasan tidak mampu membiayai
pendamping perempuan, pemberi kehidupan anaknya apabila dilahirkan
informasi, dokter, bidan, ataupun (Asse, 2010: 58). Dari faktor budaya,
perawat sebagai pemberi layanan. meningkatnya perilaku seks pranikah
KSRI mencatat setidaknya terdapat 8 dan seks bebas akibat perkembangan
kasus berkaitan dengan aborsi yang budaya modern dan meningkatnya usia
dikriminalisasi oleh aparat penegak pasangan nikah. Budaya modern ini
hukum selama Februari-Agustus 2020. dipengaruhi gaya hidup budaya barat.
Dengan mengkriminalisasi petugas Akibatnya, banyak terjadi tindakan
kesehatan, artinya negara menutup aborsi ilegal karena terjadi kehamilan
layanan aborsi aman dan mengarahkan yang tidak diinginkan. Aborsi dilakukan
perempuan mengakses layanan aborsi pada umumnya sebagai suatu cara
tidak aman. Aparat penegak hukum untuk menghilangkan rasa malu atau
tidak menggali lebih dalam alasan menutupi aib karena kehamilan yang
kesehatan pihak-pihak terkait aborsi tidak dikehendaki (Zalbawi, 2002 :
(Adinda, 17 September 2020). Dalam hal 22). Dalam hal ini, pemberian edukasi
ini, pemerintah perlu menyosialisasikan mengenai kesehatan reproduksi
pengecualian larangan aborsi yang kepada remaja mutlak dilakukan sejak
diatur dalam UU Kesehatan bagi aparat sekolah menengah. Selain itu, Bina
penegak hukum, sehingga tidak semua Calon Pengantin juga perlu dilakukan
pelaku aborsi harus dipidanakan. terkait pemberian informasi kesehatan
Berkaitan dengan sarana reproduksi dan seksual serta pentingnya
prasarana, pemerintah perlu mengomunikasikan jumlah anak yang
menyediakan layanan aborsi aman diinginkan dengan pasangan (Wardoyo,
dan layanan kesehatan pasca-aborsi 24 Maret 2020).
untuk mencegah berkembangnya  
klinik aborsi ilegal. Selain itu, Penutup
menurut Anggota Komisi IX DPR RI, Praktik klinik aborsi ilegal masih
Kurniasih Mufidayati, pemerintah terjadi di Indonesia. Pengaturan
perlu melakukan pengawasan ketat tindak pidana aborsi terdapat dalam
Pasal 194 UU Kesehatan, Pasal 299 Aborsi 2.638 Janin: Izin Harus
KUHP, dan Pasal 346 sampai dengan Dicabut!”, https://news.detik.com/
Pasal 349 KUHP. Permasalahan berita/d-5138600/komisi-ix-soal-
dalam penegakan hukum tindak klinik-di-jakpus-aborsi-2638-
pidana aborsi yaitu tumpang tindih janin-izin-harus-dicabut, diakses 5
pengaturan pengenaan pidana aborsi Oktober 2020.
ilegal dalam UU Kesehatan dan Asse, Dwi Nur Amar Ma’ruf. 2010.
KUHP; aparat penegak hukum kurang “Eksistensi KUHP dan UU 36
memahami ketentuan yang mengatur Tahun 2009 Terhadap Tindak
tindak pidana aborsi; tidak tersedianya Pidana Aborsi di Makasar (Analisis
layanan aborsi aman; kondisi ekonomi Yuridis dan Sosiologis)”. Skripsi.
masyarakat, dan meningkatnya Fakultas Syariah dan Hukum UIN
perilaku seks pranikah dan seks bebas. Alaudin, hal. 58.
Komsi III DPR RI melalui Ibrahim, Igman. 18 Agustus 2020.
5 pelaksanaan fungsi legislasi perlu
mengatur pengecualian larangan
“Praktik Klinik Aborsi Terungkap
di Jakarta Pusat, 2.638 Pasien
aborsi dalam perubahan KUHP. Dalam Telah Gugurkan Kandungan”,
hal pelaksanaan fungsi pengawasan, https://www.tribunnews.com/
Komisi III DPR RI perlu meminta metropolitan/2020/08/18/praktik-
Kepolisian melakukan penindakan klinik-aborsi-terungkap-di-jakarta-
bagi pelaku yang terbukti melakukan pusat-2638-pasien-telah-gugurkan-
aborsi ilegal. Komisi IX DPR RI melalui kandungan?page=2, diakses 12
pelaksanaan fungsi pengawasan perlu Oktober 2020.
meminta Kementerian Kesehatan Ibnu, Herdiyan dan Henry Arianto.
melakukan pengawasan bagi fasilitas 2005. “Abortus dalam Hukum
kesehatan yang terindikasi melakukan Pidana Indonesia”. Jurnal Lex
aborsi ilegal, menyediakan layanan Jurnalica. Vol. 3 Nomor 1. hal. 1-15.
aborsi aman dan layanan kesehatan Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-faktor
pascaaborsi, serta melakukan langkah yang Mempengaruhi Penegakan
antisipatif demi mencegah berulangnya Hukum, Jakarta: Rajawali Pers.
praktik aborsi ilegal melalui pemberian Soenanti, Zalbawi. 2002. “Masalah
edukasi kesehatan reproduksi kepada Aborsi Di Kalangan Remaja”. Media
remaja serta pemberian informasi Litbang Kesehatan. Vol. XII No 3. hal.
kesehatan reproduksi dan seksual 18-45.
dalam Bina Calon Pengantin. Susanti, Yuli. 2013. “Perlindungan
Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana
Referensi Aborsi (Abortus Provocatus) Korban
Adinda, Permata. 17 September 2020. Perkosaan”. Syiar Hukum. Vol.
“Koalisi Kesehatan Seksual dan XIV No. 2 September 2012-Februari
Reproduksi Indonesia Desak 2013, hal. 290-311.
Pemerintah Sediakan Layanan “Tempat ‘Berobat’ yang Ternyata
Aborsi Aman”, https://asumsi. Klinik Aborsi Ilegal”. https://
co/post/koalisi-kesehatan-seksual- www.republika.id/posts/4726/
dan-reproduksi-indonesia-desak- tempat%E2%80%98berobat%E2%
pemerintah-sediakan-layanan-aborsi- 80%99-yang-ternyata-klinik-aborsi-
aman, diakses 12 Oktober 2020. ilegal, diakses 9 Oktober 2020.
Alfons, Matius. 19 Agustus 2020. Vinta. 18 Februari 2020. “Anggota
“Komisi IX soal Klinik di Jakpus DPR RI: Praktik Aborsi Jadi Kasus
Menyedihkan”, https://rri.co.id/ Yamananda, Irsan. “Fakta Aborsi
nasional/peristiwa/788514/ Ilegal di Jakarta Pusat, 3 Tahun
anggota-dpr-ri-praktik-aborsi- beroperasi Sudah Gugurkan
jadi-kasus-menyedihkan, diakses 32.760 Janin”, https://newsmaker.
5 Oktober 2020. tribunnews.com/2020/09/26/
Wardoyo, Hasto. “Gunung Es Aborsi populer-fakta-aborsi-ilegal-
Ilegal”, https://www.bkkbn. di-jakarta-pusat-3-tahun-
go.id/detailpost/gunung-es- beroperasi-sudah-gugurkan-
aborsi-ilegal, diakses 12 Oktober 32760-janin?page=all, diakses 26
2020. September 2020.

Monika Suhayati Noverdi Puja Saputra


monika.suhayati@dpr.go.id noverdi.saputra@dpr.go.id

Monika Suhayati, S.H., M.H., menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Fakultas


Hukum Universitas Indonesia (2003) dan S2 Magister Hukum Ekonomi pada Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2006). Saat ini menjabat sebagai
Peneliti Madya, kepakaran Hukum Perdata pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR
RI. Beberapa karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan melalui jurnal dan buku antara
lain: "Pengaturan Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Badan Usaha Milik Desa dan
Implementasinya" (2018), "Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban International
Child Abduction" (2019), dan "Pelindungan Hukum Terhadap Pekerja pada Masa Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)" (2020).

Noverdi Puja Saputra, S.H., M.H, menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Lampung tahun 2013 dengan program kekhususan Pidana dan
S2 Program Studi Magister Hukum di Universitas Lampung pada tahun 2015 dengan
progran kekhususan Pidana Ekonomi. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Pertama
dengan Kepakaran Hukum Pidana pada Pusat Penelitian Sekretariat Jenderal dan Badan
Keahlian DPR RI.

Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.

Anda mungkin juga menyukai