Anda di halaman 1dari 16

Etika & Hukum Kesehatan

“Etika Dan Hukum Kesehatan Reproduksi”


“Hak-Hak Reproduksi”

Dosen Pengampu : Dian Utama Pratiwi Putri, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 2:


• Ajirnii Qalibun 235130012p
• Amirah Syafiqah Z 235130046p
• Anies Mahalalita Rifan 235130047p
Hak-Hak Reproduksi

 Hak-hak reproduksi mencakup hak asasi manusia yang berkaitan dengan keputusan dan
akses terkait dengan reproduksi. Ini melibatkan hak untuk memutuskan apakah, kapan, dan
bagaimana memiliki anak, akses terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi,
serta kebebasan dari diskriminasi berbasis reproduksi. Hak-hak reproduksi merupakan
bagian integral dari hak asasi manusia yang diakui secara internasional.
 Hukum mengenai hak-hak reproduksi mencakup berbagai aspek, seperti akses terhadap
layanan kesehatan reproduksi, informasi reproduksi, kebebasan berkeluarga, dan hak untuk
menghindari diskriminasi berbasis reproduksi. Beberapa negara memiliki undang-undang
yang melindungi hak-hak reproduksi, sementara yang lain mungkin memiliki ketentuan
yang lebih terbatas atau bahkan tidak mengakui sepenuhnya hak-hak ini. Organisasi
internasional juga telah mempromosikan norma-norma hak-hak reproduksi sebagai bagian
dari hak asasi manusia secara global.
ISI PRESENTASI

 Memberikan contoh kasus yang berbanding terbalik dan adanya pelanggaran tentang
“Kehidupan Reproduksi dan Kehidupan Seksual yang Sehat, Aman serta Bebas dari
Paksaan/Kekerasan dengan Pasangan yang Sah”
 Mencari Pasal/UU yang sesuai dengan contoh kasus.
Kehidupan Reproduksi dan Kehidupan Seksual
Yang Tidak Sehat dan Tidak Aman
 Hukum di Indonesia yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi dan seksual yang tidak sehat dan tidak aman melibatkan beberapa
undang-undang dan peraturan.

Beberapa undang-undang yang relevan adalah:

1. *Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:*

Salah satu bagian terpenting dari kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Pengertian kesehatan reproduksi hakekatnya telah
tertuang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan
keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan
sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan keturunan,
termasuk juga hak untuk tidak mendapatkan keturunan, hak untuk hamil, hak untuk tidak hamil, dan hak untuk menentukan jumlah
anak yang diinginkan. Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan
kesehatan reproduksi yang aman, efektif dan terjangkau.

UU ini memberikan dasar hukum terkait kesehatan reproduksi dan dapat digunakan untuk mencegah dan
menanggulangi masalah kehidupan reproduksi yang tidak sehat. Meskipun tidak secara khusus membahas kehidupan seksual
yang tidak aman, namun kesehatan reproduksi dapat menjadi aspek yang relevan dalam mencegah risiko dan masalah kesehatan yang
berkaitan dengan kehidupan seksual.

2. *Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:*

PP ini memberikan panduan dan ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan reproduksi, termasuk pencegahan dan
penanganan masalah kesehatan reproduksi yang dapat mempengaruhi kehidupan seksual. PP ini merinci aspek-aspek
kesehatan reproduksi, termasuk pelayanan kesehatan reproduksi dan penyuluhan mengenai kehidupan seksual yang
sehat
diantaranya;
a. mendukung ibu dalam merencanakan keluarga;

b. aktif dalam penggunaan kontrasepsi;

c. memperhatikan kesehatan ibu hamil;

d. memastikan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan;

e. membantu setelah bayi lahir;

f. mengasuhdanmendidikanaksecaraaktif;

g. tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga; dan

h. mencegah infeksi menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).

3. *Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi:*

Peraturan ini memberikan panduan praktis untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi yang mencakup upaya
pencegahan dan penanganan masalah kesehatan reproduksi.

Mengingat kebutuhan warga negara terhadap barang/jasa kesehatan sangat vital dan dengan karakteristik barang/jasa kesehatan yang
unik dan kompleks, maka peranan pemerintah di bidang kesehatan harus distandarisasi agar warga negara dapat memenuhi kebutuhannya di bidang
kesehatan.
Kehidupan Reproduksi dan Kehidupan Seksual Yang Tidak
Bebas Dari Paksaan dan Kekerasan Dari Pasangan Yang Sah

Hukum di Indonesia yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi dan seksual yang tidak bebas, termasuk
keberadaan unsur paksaan atau keterlibatan dalam kehidupan seksual tanpa persetujuan, melibatkan beberapa
undang-undang dan peraturan. Beberapa aspek yang relevan termasuk:
1. *Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT):*
UU ini secara khusus membahas kekerasan dalam rumah tangga, yang mencakup juga kekerasan seksual.
Kondisi yang melibatkan kehidupan seksual yang tidak bebas dapat masuk dalam lingkup undang-undang ini.
2. *Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak:*
Meskipun fokus utama adalah perlindungan anak, undang-undang ini juga mencakup ketentuan terkait
perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
3. *Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:*
UU ini menetapkan norma-norma dalam perkawinan, termasuk hak dan kewajiban pasangan. Keterlibatan dalam
kehidupan seksual tanpa persetujuan dapat terkait dengan aspek-aspek perkawinan yang diatur dalam undang-
undang ini. hukum-hukum tersebut dimaksudkan untuk melindungi individu dari segala bentuk kekerasan,
termasuk dalam konteks kehidupan reproduksi dan seksual
Kehidupan Reproduksi dan Kehidupan Seksual yang Tidak Sehat, Tidak
Aman serta Tidak Bebas dari Paksaan/Kekerasan dengan Pasangan yang Sah

Kegiatan reproduksi yang tidak sehat,tidak aman serta tidak bebas dari paksaan/kekerasan dengan pasangan yang sah dapat mencakup
beberapa hal yang contohnya termasuk:
1. Aborsi illegal / Pemaksaan untuk Melakukan Aborsi, Melibatkan prosedur aborsi yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih atau di tempat yang tidak memenuhi standar keamanan
2. Praktik prostitusi paksa:, Memaksa seseorang untuk terlibat dalam kegiatan seksual komersial tanpa persetujuan atau dengan
pemaksaan.
3. Pelecehan seksual, Tindakan pelecehan seksual yang mencakup pemaksaan aktivitas seksual tanpa persetujuan.
4. Praktik kontrasepsi yang tidak aman, Penggunaan metode kontrasepsi yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan panduan medis,
meningkatkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan atau penularan penyakit.
5. Pernikahan anak, Pernikahan di bawah usia yang diizinkan oleh hukum dapat membawa risiko kesehatan dan sosial bagi anak-anak
yang terlibat, terutama jika melibatkan paksaan, dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan dan eksploitasi.Semua bentuk kekerasan
dalam hubungan, termasuk dalam konteks reproduksi, adalah tidak dapat diterima dan melanggar hak asasi manusia.
6. Pemaksaan Seksual, Memaksa pasangan untuk melakukan aktivitas seksual tanpa persetujuan.
7. Kekerasan selama Kehamilan, Kekerasan fisik atau emosional yang terjadi selama kehamilan, yang dapat membahayakan
kesehatan ibu dan janin.
8. Kontrol Reproduksi, Memaksa pasangan untuk menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi tanpa persetujuan atau
mengendalikan keputusan reproduksi.
Contoh Kasus 1

Diketahui pelaku berinisial TP (51) ini merupakan warga Kabupaten Banyumas, Jawa
Tengah. Kasat Reskrim Polresta Banyumas Kompol Agus Supriadi berujar, tersangka
menyiramkan air keras pada mantan istri pertama yang berinisial IN (34)."Korban disiram
pakai air keras dan mengenai seluruh badan hingga mengakibatkan kedua tangannya cacat,"
kata Agus kepada wartawan.
Pelaku melakukan hal itu dengan alasan si istri pertama menolak dijual pada pria lain. "Korban
tidak mau dijual kepada lelaki hidung belang," ujar Agus. tersangka menyiramkan air keras
pada mantan istri pertama yang berinisial IN (34).
"Korban disiram pakai air keras dan mengenai seluruh badan hingga mengakibatkan kedua
tangannya cacat," kata Agus kepada wartawan di Mapolres Banyumas, Senin (26/9/2022).
Pelaku melakukan hal itu dengan alasan si istri pertama menolak dijual pada pria lain.
"Istrinya itu sempat masuk rumah sakit tiga kali dan korban dicelupkan dalam air. Dan itu
benar-benar sadis.“ "Istrinya itu ditawarkan secara langsung, yang bayar adalah orang dekat
tersangka.“ "Istrinya menolak tapi diancam dan dipukul.
PEMBAHASAN CONTOH KASUS 1
“KEKERASAN” PADA SANKSI HUKUM
CONTOH KASUS 1
 KDRT berupa pemukulan, mencelupkan  Tersangka dijerat Pasal 44 (2) dan Pasal
korban ke dalam air dan menyiramkan 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun
air keras sehingga kedua tangan korban 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
cacat Dalam Rumah Tangga dengan ancaman
 penjara paling lama 15 tahun.
Kasus prostitusi/ melakukan pemaksaan
terhadap korban untuk melakukan
prostitusi
 Pasal 44 ayat 2 :  Pasal 47 :
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud Setiap orang yang memaksa orang yang
pada ayat (1) mengakibatkan korban menetap dalam rumah tangganya melakukan
mendapat jatuh sakit atau luka berat, hubungan seksual sebagaimana dimaksud
dipidana dengan pidana penjara paling lama dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak pidana penjara paling singkat 4 (empat)
Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). tahun dan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling sedikit
Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
CONTOH KASUS 2
• Kejadian Seks Bebas

 Jumlah remaja Kabupaten Tulungagung yang mengidap Human Immunodeficiency Virus


(HIV) meningkat menjadi 359 orang. Jumlah ini setara dengan 10,6 persen dari total
pengidap HIV di Kabupaten Tulungagung, yaitu 3.381 orang. Jumlah ini juga mengalami
kenaikan 40 orang sejak Desember 2022 lalu. Menurut Sekretaris 1 Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Tulungagung, Ifada Nur Rohmania, mereka dalam rentang
usia 15-25 tahun. Pemicu utama penularan virus pemicu AIDS ini adalah hubungan seksual
bergonta-ganti pasangan. “Rata-rata mereka sudah melakukan hubungan seksual aktif sejak
kelas dua SMP. Aktivitas seksual ini dilakukan dengan pacarnya,” terang Ifada. Karena
masih usia dini, mereka sering kali putus dengan pacarnya, lalu ganti pacar yang baru.
Setiap kali mendapat pacar baru, aktivitas seks bebas ini terus dilakukan hingga tertular
HIV.
Artikel ini telah tayang di Tribunmataraman.com
PEMBAHASAN CONTOH KASUS 2

 Tindakan seks bebas yang dilakukan Hukum yang digunakan pada kasus tersebut adalah
oleh remaja merupakan contoh kegiatan RUU KUHP bagian Keempat tentang Perzinaan dalam
Bab XV tentang Tindak Pidana Kesusilaan memuat 3
reproduksi yang tidak sehat dan tidak pasal. Yaitu, pasal 411, 412, dan 413.
aman. Yang dapat menimbulkan banyak
• Pasal 411 berisi mengenai setiap orang yang
dampak negatif seperti penyakit melakukan persetubuhan dengan orang yang
menular seksual meningkat, kehamilan bukan suami atau istrinya, dipidana karena
tidak diinginkan dan dampak psikologis perzinaan. Mereka akan terkena hukuman
remaja yang terganggu. Di contoh kasus penjarapaling lama satu tahun atau pidana
paling banyak kategori II.
2 terjadinya peningkatan remaja
pengidap HIV merupakan contoh nyata • Pasal 412 menetapkan, ayat (1) setiap orang
yang melakukan hidup bersama sebagai suami
dampak yang terjadi karena seks bebas.
istri di luarperkawinan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda
paling banyak kategori II.
• Pasal 413 berisi Setiap orang yang melakukan
persetubuhan dengan seseorang yang
diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan
anggota keluarga, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun
Contoh Kasus 3
“Pengakuan R, Ayah yang Bunuh 7 Bayi Hasil Inses dengan Anaknya, Tersangka Mengaku "Dibisiki" Guru Spiritual”

KOMPAS.com - R (57), pria yang bunuh tujuh bayi hasil inses dengan anaknya di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, telah ditetapkan sebagai
tersangka. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas Kompol Agus Supriadi mengatakan, menurut
pengakuan R, ia melakukan perbuatan tersebut atas arahan guru spiritualnya. Oleh karena itu, polisi kini tengah mendalami peran guru spiritual R.
Polisi: Tersangka Bisa Lebih dari Satu Selain itu, polisi juga mendalami motif R menghamili anak kandung, lalu membunuh bayi-bayi hasil insesnya.
Berdasarkan informasi awal yang diterima polisi, perbuatan yang dilakukan R tidak menutup kemungkinan terkait praktik perdukunan. Agus
menuturkan, R dikenal sebagai dukun pengobatan. "Tersangka R ini sehari-hari sebagai dukun” Mengenai pembunuhan yang dilakukan R, Agus
menjelaskan bahwa tersangka merenggut nyawa bayi-bayi tersebut sesaat setelah mereka dilahirkan oleh E (26), anak kandungnya. Usai membunuh, R
membungkus jasad bayi dengan kain, lalu menguburnya di kebun. R mengaku telah mengubur tujuh jasad bayi. R diduga melakukan inses dengan
anaknya sejak 2013. Hubungan itu dilakukan di sebuah gubuk yang dulu didirikan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). "Penguburan dilakukan
dari tahun 2014 sampai 2021," ucap Agus. Kini, polisi kembali menggali kebun yang menjadi TKP untuk menemukan tiga kerangka bayi lainnya. Agus
menerangkan, R pernah memiliki tiga istri. Istri pertama dinikahi secara sah, sedangkan istri kedua dan ketiga dinikahi secara siri. Beberapa waktu
berselang, R menceraikan istri pertama dan kedua. "Anak perempuan berinisial E ini merupakan anak pertama dari istrinya yang ketiga," ungkapnya.
Menurut Agus, istri ketiga R sebenarnya mengetahui perbuatan sang suami. Namun, ia diancam oleh R agar tidak membocorkannya. "Istrinya
mengetahui, tapi dalam kondisi tidak bisa berbuat banyak, karena diancam pelaku untuk diam. Kalau lapor, akan dibunuh," tuturnya. Ketika E
melahirkan bayi-bayi hasil inses, istri R tersebut bahkan ikut membantu persalinannya. Dalam kasus ini, Agus mengungkapkan bahwa tersangka
mungkin bisa bertambah. "Tersangka bisa lebih dari satu," jelasnya. Soal status E, Agus menyebutkan bahwa anak kandung R itu menjadi saksi korban.
"Sekarang masih kami mintai keterangan di mapolres. Kondisi psikologisnya sudah baik, kemarin sempat syok," bebernya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Banyumas, Fadlan Mukhtar Zain | Editor: Robertus Belarminus, Dita Angga Rusiana, Ardi Priyatno
Utomo)
https://regional.kompas.com/read/2023/06/27/063000378/pengakuan-r-ayah-yang-bunuh-7-bayi-hasil-inses-dengan-anaknya-tersangka?page=all#page2.
Pembahasan Contoh Kasus 3

 Pada kasus tersebut terjadi hubungan  Hukum yang digunakan pada kasus
inses antara ayah dan anak sehingga tersebut adalah
terjadinya persalinan sebanyak 7 kali  Pasal 80 Ayat (1) Undang-undang
yang merupakan kekerasan terhadap
Nomor 35 Tahun 2014 tentang
anak yang merugikan secara fisik dan
Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun
emosional. Ancaman yang dilakukan
2022 Tentang Perlindungan Anak yang
kepada istri dan anak merupakan
didalamnya mencakup hal-hal seperti
kekerasan emosional dan psikologi
eksploitasi seksual anak, hak-hak anak
dan kewajiban perlindungan anak.
Saran

 Untuk memastikan pemenuhan hak reproduksi yang aman, sehat, dan bebas dari kekerasan dan
paksaanpasangan yang sah, penting untuk melakukan;
1. Pendidikan Seksual Komprehensif: Berikan pendidikan seksual yang komprehensif untuk
memberikan pemahaman yang baik tentang kesehatan reproduksi dan hak-hak terkait.
2. Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan Reproduksi: Pastikan akses mudah ke pelayanan kesehatan
reproduksi, termasuk pemeriksaan kesehatan, kontrasepsi, dan perawatan selama kehamilan.
3. Pencegahan Kekerasan Gender: Galakkan kesetaraan gender dan upaya pencegahan kekerasan,
sehingga individu dapat membuat keputusan yang aman terkait reproduksi tanpa takut akan
kekerasan.
4. Perlindungan Hukum: Memastikan adanya perlindungan hukum terhadap hak reproduksi,
termasuk hak untuk membuat keputusan bebas tekanan dan diskriminasi.
5. Pemberdayaan Perempuan: Dorong pemberdayaan perempuan dalam pengambilan keputusan
terkait reproduksi, termasuk hak untuk memilih jumlah dan jarak kelahiran anak.
6. Komitmen Masyarakat: Mendorong komitmen masyarakat terhadap penghormatan hak
reproduksi melalui promosi kesehatan, dialog, dan pendekatan partisipatif.
Terima Kasih
Presentasi oleh Kelompok 2

Anda mungkin juga menyukai