Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER

Dosen Penguji : Dr. B Resti Nurhayati, SH.,MHum


Disusun dalam memenuhi Ujian Hukum Reproduksi dan Kesehatan Mental

Disusun Oleh:
Elvika Chandra Pranata
20c20060

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KESEHATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIKA SOEGIJAPRANATA-SEMARANG
2022
KASUS:

Seorang mahasiswi ditemukan meninggal dunia di atas makam ayahnya, tengah


menjadi sorotan di media sosial. Mahasiswi berinisial NWR (23 th) ini ditemukan meninggal
dunia di pemakaman Dusun Sugihan, Desa Japan, Kecamatan Soko, Kabupaten Mojokerto,
Jawa Timur, Kamis (2 Desember 2021), sekitar pkl 15.30 WIB. Ada dugaan, mahasiswi
tersebut meninggal dunia setelah menenggak cairan berisi racun.

Juru kunci makam Dusun Sugihan, Sugito (60 th) mengatakan, sebelum kejadian ia
sempat melihat NWR mengendarai sepeda motor ke area pemakaman. Namun saat Sugito
sedang bersih-bersih pemakaman, ia melihat NWR sudah tergeletak di atas makam ayahnya
yang meinggal dunia 100 hari lalu. “Saya melihat dia sudah terlentang dan ternyata sudah
meninggal”. Sugito mengaku melihat sebuah botol berisi air berwarna cokelat diduga racun
di dekat NWR.

Ada dugaan, NWR mengakhiri hidup lantaran menderita depresi akibat persoalan
pribadi dengan kekasihnya. Saat meninggal dunia, NWR dalam keadaan hamil 4 bulan akibat
ulah kekasihnya yang seorang anggota polisi bernama RB.

Kehamilan ini adalah kehamilan kedua NWR. Kehamilan pertama (Maret 2020)
berakhir dengan digugurkan atas desakan Bripda RB.

Pada kehamilan kedua ini, saat NWR menyampaikan kepada RB dan keluarga RB,
keluarga RB berjanji akan menikahkannya dengan RB. Namun selang hari kemudian,
keluarga RB menyatakan bahwa tidak mengijinkan putranya untuk menikahi NWR.

Setelah penolakan keluarga RB, RB kemudian tidak bisa dihubungi lagi oleh NWR.
Karena kekasihnya tidak mau bertanggungjawab dan menghilang, tidak ada pilihan lain bagi
NWR selain mengakhiri hidupnya. Dia diduga depresi lantaran didesak kekasihnya untuk
mengaborsi janin yang dikandungnya.

PERTANYAAN/TUGAS:

Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan, seringkali berdampak terutama pada pihak
Perempuan sebagai korban. Ketiadaan status hukum yang sah menyebabkan tidak ada pilihan
lain selain melakukan aborsi atau bahkan menyebabkan Korban memilih bunuh diri.

Berikan Pandangan Saudara terkait dengan Kasus tersebut di atas.


1. Jika dikaji dari ICPD Kairo 1994, adakah hak yang dimiliki oleh perempuan yang
mengalami kondisi kehamilan yang tak diinginkan seperti NWR tersebut. Adakah hak
untuk mempertahankan kehamilannya?
Jawaban:
International Conference Population and Development (ICDP) Kairo 1994
menyatakan bahwa hak Reproduksi adalah hak-hak dasar setiap pasangan maupun
individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab memutuskan jumlah, jarak kelahiran
dan waktu untuk memiliki anak serta mendapatkan informasi mengenai cara
melakukannya termasuk hak untuk mendapatkan standar tertinggi kesehatan reproduksi
juga kesehatan seksual juga termasuk hak mereka untuk membuat keputusan menyangkut
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang, dan kekerasan.
Indonesia merupakan salah satu dari 178 negara yang ikut menandatangani dokumen
rencana aksi ICPD yang di dalamnya memuat hak reproduksi sehingga Indonesia
berkewajiban untuk memenuhi hak-hak reproduksi sebagaimana tertuang dalam rencana
aksi ICPD. Hak-hak reproduksi (Adopsi dari ICDP Kairo 1994) meliputi:
a. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi
b. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
c. Hak untuk kebebasan berpikir tentang kesehatan reproduksi
d. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan
dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual
e. Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan
kesehatan reproduksi
f. Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran
g. Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses
melahirkan)
h. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi
i. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya
j. Hak membangun dan merencanakan keluarga
k. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi
Sistem kesehatan negara yang berpatisipasi dalam ICDP 1994 wajib memberikan
pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas kesehatan primer yang mencakup: pemberian
konseling, informasi, edukasi, komunikasi, dan pelayanan perencanaan keluarga; edukasi
dan pelayanan untuk prenatal, persalinan yang aman, dan pelayanan post-natal, termasuk
pemberian ASI dan pelayanan kesehatan ibu dan anak; pencegahan dan penatalaksanaan
infertilitas; pencegahan aborsi dan manajemen konsekuensi aborsi; pengobatan infeksi
saluran reproduksi, infeksi menular seksual, dan kondisi kesehatan lain; pemberian
informasi, edukasi, dan konseling tentang seksualitas, kesehatan reproduksi, dan tanggung
jawab sebagai orang tua.
Sehingga bila kasus ini dikaji dari perspektif ICPD Kairo 1994, perempuan yang
mengalami kondisi kehamilan yang tak diinginkan (NWR) memiliki hak reproduksi yaitu
hak untuk mempertahankan kehamilannya yaitu hak atas kebebasan dan keamanan
berkaitan dengan kehidupan reproduksi serta hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak
kelahiran.
2. Adakah sanksi yang patut diterapkan bagi RB, yang telah berkontribusi terhadap kejadian
yang dialami oleh NWR (baik kehamilan maupun kenekadannya untuk akhirnya bunuh
diri tersebut)? Sebut dasar hukumnya.
Jawaban:
Ada sanksi yang patut diterapkan terhadap RB karena telah berkontribusi terhadap
kehamilan NWR serta pemaksaannya terhadap NWR untuk melakukan bunuh diri. Sanksi
tersebut mencakup:
 Pasal 348 KUHP, yang menyatakan bahwa: Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Jika perbuatan
itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun. Pada kasus ini RB dengan sengaja menggugurkan kandungan
NWR dengan persetujuan NWR sehingga RB dapat dipenjara paling lama lima
tahun enam bulan. Harus dibuktikan terlebih dahulu apakah benar NWR
melakukan tindakan bunuh diri karena depresi melakukan pengguguran kandungan
tersebut atau karena penyebab lain.
 Pada kasus ini, RB patut dipidana sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 55 KUHP (mereka yang melakukan, yang menyuruh
melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan
memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan). Dalam artikel lain tentang perbuatan yang dilakukan RB
sebagaimana dilansir oleh merdeka.com, disebutkan bahwa RB membeli obat
cykotek, obat aborsi, seharga Rp 1,5 juta di apotek sekitar Malang dibayar oleh RB
sehingga RB merupakan orang yang memberikan kesempatan, sarana bagi NWR
untuk melakukan aborsi. Selain itu, RB juga mendesak NWR untuk melakukan
tindakan aborsi sehingga RB dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana.
 Pasal 75 ayat (1) UU No 35 tahun 2009 tentang kesehatan secara tegas menyatakan
bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Pada pasal 194 UU kesehatan
disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. (Seandainya NWR masih hidup), adakah NWR berhak mendapatkan perlindungan
hukum? Cek pada berbagai aspek UU.
Jawaban:
Apabila NWR masih hidup, maka NWR dapat memeperoleh perlindungan hukum
sebagaimana disebutkan dalam:
 Pasal 72 UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap orang
berhak. menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi,
paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak
merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama; menentukan sendiri
kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak
bertentangan dengan norma agama; memperoleh informasi, edukasi, dan konseling
mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
 Pasal 75 ayat (1) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa aborsi dilarang terkecuali ada indikasi kedaruratan medis dan
kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan. Karena kehamilan NWR bukan akibat perkosaan dan tidak ada
indikasi kedaruratan medis, maka kehamilan NWR harus dipertahankan.
 PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi pasal 8 ayat (1)
menyebutkan bahwa setiap perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
ibu untuk mencapai hidup sehat dan mampu melahirkan generasi yang sehat dan
berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu. Berdasarkan PP ini perempuan
memiliki hak untuk mendapat pelayanan kesehatan demi melahirkan generasi yang
sehat.
 Pasal 15 ayat (1) PP No 61 tahun 2014 menyebutkan pelayanan antenatal diberikan
secara terpadu dengan pelayanan kesehatan lainnya untuk mendeteksi faktor risiko
dan penyulit yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu serta janin.
Sehingga dapat diketahui bahwa pemerintah mengupayakan kesehatan dan
melindungi keselamatan ibu serta janin.
 Pasal 27 ayat (5) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97
Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual menyebutkan bahwa diharapkan
remaja dan dewasa muda mengerti tentang keadaan seksualnya sehingga dapat
melindungi dirinya dari kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman.
Sehingga dapat diketahui bahwa peraturan menteri ini melindungi perempuan dari
tindakan aborsi yang tidak aman

Anda mungkin juga menyukai