Anda di halaman 1dari 24

URGENSI AKSES LAYANAN ABORSI

KOMPREHENSIF BAGI PEREMPUAN KORBAN


PERKOSAAN

Rahayu Purwa
Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM)
Jl. Srikoyo No. 20 Karangasem, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah
Phone/Fax : (+62 71) 714057
Email : spek-ham@indo.net.id, Website : http://www.spekham.org, IG: @spekhamsurakarta,
Twitter: @spek_ham, Youtube: SPEKHAM
TUJUAN KEGIATAN
1. Adanya pemahaman bersama tentang kebijakan pemerintah dalam
hal kesehatan reproduksi utamanya terkait dengan kebijakan
kedaruratan medis dan korban perkosaan.
2. Terbangun dukungan para pemangku kepentingan terkait dengan
implementasi PP 61 di Kota Surakarta.
SITUASI KABUPATEN KLATEN
Cerita Suram dari Jawa Tengah
• Januari-Agustus 2022 PPT Prov Jateng, menerima aduan perkosaan 13 kasus; 10 kasus pada anak (1
hamil), 3 kasus dewasa (2 hamil)
• RS Kariadi Semarang, pasien psikiatri hamil ( melakukan persetubuhan dalam kondisi tidak sadar), saat ini
dalam kondisi kejiwaan yang tidak baik, berpotensi bunuh diri. Tim dokter memutuskan meminta pasien
untuk dilanjutkan kehamilan dengan berbagai risiko.
• SPEK-HAM tahun 2021 menerima aduan kasus sebanyak 78 kasus, 12 KS 3 mengalami kehamilan  datang
melapor dalam kondisi hamil 6-7 bulan.
• Kabupaten Pati, kasus perkosaan remaja SMP usia 15 tahun, di bawa kabur dari rumah, hamil tiga bulan,
terkena IMS, depresi, kurang gizi, dan trauma focus pendampingan penanganan kekerasan korban.
https://bit.ly/3dgO6RN
• Januari-Agustus 2022, PTPAS/P2TP2A Kota Surakarta menerima 3 aduan perkosaan dan semua mengalami
kehamilan.
• Kabupaten Boyolali Januari – Agustus 2022 menerima aduan kasus perkosaan 3 kasus, 1 mengalami
kehamilan.
• Kasus Perkosaan pada remaja oleh majikan, korban depresi ingin bunuh diri, setuju dilakukan terminasi
tetapi sistem tidak tersedia.
• Masih adanya pemahaman apparat penegak hukum bahwa Kehamilan di anggap sebagai salah satu alat
bukti kekerasan seksual.
Aturan Aborsi Fakta di Lapangan
• KTD akibat perkosaan atau incest • Kebijakan tentang aborsi tidak di pahami oleh masyarakat umum
merupakan jenis kehamilan yang bahkan oleh apparat penegak hukum (terbatas akses informasi )
diperbolehkan oleh hukum untuk • Pendamping korban: penyedia layanan kekerasan pemerintah
diaborsi, pengaturan aborsi untuk (P2TP2A) dan NGO tidak semua memahami kebijakan ini.
korban perkosaan:
• Layanan Kesehatan bagi korban sangat parcial: Pemeriksaan hanya
• UU No. 36 tahun 2009 tentang visum et repertum tidak ada pemeriksaan komprehensif untuk korban
Kesehatan tidak ada ( tes IMS, tes kehamilan, profilaksi HIV dll )
• Peraturan Pemerintah No. 61 tahun • Preventif pencegahan kehamilan  Pemberian Kondar harus atas
2014 tentang Kesehatan Reproduksi. resep dokter, konfirmasi keluarga menjadikan system semakin
Panjang. Atau memberikan kondar secara diam diam. Aturan baku
• Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 kondar tidak ada.
tahun 2016 tentang Pelatihan dan
Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi • Kehamilan di anggap sebagai alat bukti kekerasan.
atas Indikasi Kedaruratan Medis dan • Bagi Korban yang menghendaki penghentian kehamilan tidak ada
Kehamilan akibat Perkosaan. layanan rujukan yang bisa di akses dengan mudah dan aman, bila
korban ingin mengakhiri pendamping akan merujuk secara diam diam
• Pembatasan usia kehamilan yang dapat mengakses aborsi.
• Perspektif dan pengetahuan yang minim serta dogma yang kuat di
masyarakat, pendamping korban --> tidak berani menyarankan untuk
pilihan terminasi.
• Stigma Sosial yang masih kuat
Dampak ketiadaan layanan Bagi Korban
• Penyintas kekerasan berisiko menjadi pelaku kekerasan (membuang bayi,
membunuh bayi dll )
• Kriminalisasi terhadap korban dan korban kehilangan control atas tubuhnya.
• Terpaksa melanjutkan kehamilan dan menjadi orang tua tunggal.
• Kekerasan yang terus menerus karena di paksa menikah dengan pelaku.
• Gangguan kesehatan secara mental/kejiwaan, trauma berat, depresi dll
• Risiko kematian karena akses aborsi tidak aman
• Kualitas Kesehatan anak yang tidak baik: stunting, tidak mampu melakukan
pengasuhan anak dengan baik, kematian bayi.
• Akses Pendidikan terputus.
• Kemiskinan.
Kriminalisasi:
• Sepanjang tahun 2019–2021, terdapat 108 putusan terkait dengan kriminalisasi aborsi di
Indonesia:
- 31 putusan yang mengkriminalisasi perempuan dan anak perempuan yang melakukan aborsi.
(kasus WA 15 tahun Jambi di perkosa kakak kandung, Pasal 77A ayat (1) UU tentang Perlindungan
Anak, yang menyebutkan bahwa "Setiap orang dilarang untuk melakukan aborsi kecuali untuk
alasan dan tata cara yang dibenarkan oleh UU”. Sanksi penjara 1 tahun dan denda 800 juta)
- 54 penyedia layanan dan penjual pil guna menghentikan kehamilan ( pidana, denda, pencabutan
ijin praktek )
- 46 orang yang memberikan dampingan, informasi, dan pil penghenti kehamilan kepada
perempuan mengalami kriminalisasi.
 Dari 108 putusan, 51 dikenai sanksi pidana UU Kesehatan, 36 dikenai sanksi pidana UU
Perlindungan Anak, dan 21 putusan langsung merujuk pada sanksi KUHP. (Laporan UPR
submission_SRHR 2022)
Rekomendasi
1. Sensitisasi pada masyarakat umum tentang keberadaan UU Kesehatan dan PP
61. Pemberitaan yang berpihak pada korban, informasi yang jelas tentang
kebijakan akses aborsi aman.
2. Peningkatan kapasitas dan membangun perspektif yang berpihak korban
perkosaan pada pendamping korban ( pemerintah dan non Pemerintah ),dan
aparat penegak hukum.
3. Memastikan Juklak dan Juknis Implementasi Kebijakan aborsi Aman bagi
korban perkosaan dan kedaruratan medis.
4. Revisi ttg batas usia kehamilan korban perkosaan (hingga batas usia aman bagi
korban)
5. Advokasi secara terus menerus kepada kemenkes dan Kemen PP atas
Implementasi kebijakan aborsi aman bagi perempuan korban perkosaan.
Mari Kita Berdiskusi tentang Payung Hukum
tentang ABORSI
• UU Kesehatan No 36 tahun 2009
• Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi
Secara mandatory, lahirnya PP tersebut adalah perintah langsung
UU Kesehatan No 36 tahun 2009, yakni sebagai berikut:

•UU 36/2009 Pasal 75 ayat (4) Ketentuan mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana syarat aborsi yang tidak dilarang sesuai ayat (2) dan (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
•Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan dengan
syarat yang ditetapkan dalam Pasal ini, dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri, dan penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
• Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak
aman, tidak bertanggung jawab, bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundangundangan.
• PP Nomor 61 Tahun 2014 tersebut merupakan bagian dari
pelaksanaan dari UU 36/2009 tentang Kesehatan. PP 61/2014
mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan
memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan.
• Pengaturan itu mengacu pada UU 36/2009 pasal 75 ayat 1 yang
menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan aborsi. Kecuali
berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban.
• PP ini bukan melegalkan aborsi di Indonesia melainkan mengatur
aturan dalam tata layanan aborsi. PP ini mengatur kejadian kehamilan
yang tidak diinginkan khususnya korban perkosaan karena
pertimbangan kondisi medis ibu dan anak.
Kenapa ada PP nomor 61 tahun 2014: Mengatur
tentang Tentang Pengaturan Aborsi Aman
Mengatur Pelaksaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
1. Pasal 74 ayat (3),
2. Pasal 75 ayat (4),
3. Pasal 126 ayat (4), dan
4. Pasal 127 ayat (2)  Sehingga Pemerintah perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi
PP 61 tahun 2014 tentang kesehatan

BAB IV
INDIKASI KEDARURATAN MEDIS DAN PERKOSAAN SEBAGAI PENGECUALIAN ATAS
LARANGAN ABORSI

Pasal 31
(1)Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis; atau
b. b. kehamilan akibat perkosaan.
(2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40
(empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Pasal 32
• (1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(1) huruf a meliputi: a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan
ibu; dan/atau b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin,
termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan. (2) Penanganan indikasi kedaruratan medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.
Pasal 34 Indikasi Perkosaan
(1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya
persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan: a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan
oleh surat keterangan dokter; dan b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau
ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
Pasal 35 Penyelenggaraan Aborsi
(1) Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat
perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung
jawab.
(2) Praktik aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b. dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri;
c. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang
bersangkutan;
d. d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e. e. tidak diskriminatif; dan
f. f. tidak mengutamakan imbalan materi.
Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) terdapat dua bentuk perbuatan pada aborsi yakni
perbuatan menggugurkan kandungan dan perbuatan mematikan
kandungan.

• Menurut KUHP, setiap tindakan aborsi dengan motif, indikasi dan cara
apa pun dalam usia kehamilan berapa pun adalah tindak pidana.
• Tindak pidana aborsi dimasukkan ke dalam Bab XII Buku II KUHP
tentang kejahatan terhadap nyawa yaitu pada Pasal 346, 347, 348,
349 KUHP, selain itu juga diatur dalam Pasal 299 KUHP.
• Tetapi Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
secara khusus mengatur tentang pengecualian larangan aborsi
Pernyataan Reflektif

Apa yang bisa kilakukan bersama untuk membantu Korban Perkosaan


yang mengalami Kehamilan, dan membantu Perempuan yang
Mengalami Kehamilan dengan Kedaruratan Medis di Kota Surakarta?
Terimakasih
dan
MARI BERDISKUSI BERSAMA
…….

Anda mungkin juga menyukai