Anda di halaman 1dari 9

FENOMENA KASUS

ABORSI ILEGAL
APA ITU ABORSI??
• Aborsi adalah tindakan menggugurkan
kandungan untuk mengakhiri kehamilan.
• Aborsi merupakan fenomena gunung es di
masyarakat Indonesia. Meskipun praktik
aborsi dilarang namun praktik tidak aman ini
tetap dilakukan di masyarakat.
•  Praktik aborsi tidak aman merupakan salah
satu faktor yang berkontribusi terhadap angka
kematian ibu. Yang dimaksud angka kematian
ibu adalah kematian perempuan pada masa
kehamilan hingga setelah masa nifas setelah
melahirkan.
• Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian mengatakan 7%
kematian ibu terjadi pada usia kehamilan di bawah 20 minggu.
• Penelusuran terkait aborsi ilegal dimulai ketika terjadi pertemuan
antara sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan yang dapat
menyebabkan kehamilan. Jika kehamilan terjadi di luar pernikahan
ataupun jika kehamilan itu terjadi di dalam pernikahan, tetapi salah
satu pihak tak menginginkan karena alasan tertentu, kehamilan itu
disebut sebagai kehamilan yang tidak diinginkan.
• Jika laki-laki bersedia bertanggung jawab, kehamilan dapat dilanjutkan.
Namun, apabila laki-laki tak bersedia bertanggung jawab, perempuan
cenderung berupaya menghentikan kehamilan itu.
• Dari sisi kesehatan, aborsi ilegal berkontribusi terhadap angka kematian
ibu di Indonesia. Aborsi ilegal dilakukan di tempat yang tersembunyi. Ini
tak didahului lewat proses konseling kesehatan, tidak dilengkapi alat-
alat kesehatan standar,mempergunakan obat-obatan ilegal, serta
menggunakan alat-alat tajam dan bukan dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Ini sangat rentan dan berisiko trauma fisik, infeksi,
pendarahan, serta kerusakan pada rahim dan vagina.
• Semakin muda dan semakin miskin seorang perempuan, risiko terjadinya
kesakitan akibat aborsi ilegal juga semakin besar. Seorang perempuan
yang mengalami komplikasi pendarahan hebat akibat aborsi ilegal
cenderung tidak mau dirujuk ke layanan kesehatan resmi sehingga pada
akhirnya akan mengalami kematian secara sia-sia akibat kehamilan.
• Dari sisi legal formal, Pemerintah Indonesia menganut kebijakan yang
mendukung kehidupan (pro life). Ini dengan meyakini bahwa proses
hidup manusia mulai berlangsung sejak pembuahan terjadi.
• Pasal 83 juncto Pasal 6 dan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
214 tentang Tenaga Kesehatan; Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; serta Pasal 55 dan 56
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan mudah menjerat
perempuan yang melakukan aborsi ilegal. Namun laki-laki yang sulit
untuk dilacak
•  Dalam peraturan perundang-undangan itu dinyatakan, aborsi hanya bisa
dilakukan untuk dua keadaan, yakni kehamilan akibat pemerkosaan atau
gawat darurat medis. Perempuan yang melakukan aborsi secara ilegal
tentunya tak memiliki jaminan hukum dan layanan kesehatan.
• Dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan, meskipun peraturan perundang-
undang- an tidak menetapkan persyaratan khusus, dalam praktiknya petugas
kesehatan biasanya meminta persetujuan hakim untuk melegalkan aborsi.
Proses legalisasi ini dapat memakan waktu lebih lama dari usia kehamilan.
• Petugas kesehatan sangat berhati-hati ketika melakukan aborsi, termasuk
untuk korban perkosaan. Ini untuk mencegah timbulnya tuduhan,
penyelidikan, dan tuntutan hukum di kemudian hari. Korban perempuan
cenderung enggan melakukan aborsi secara legal karena malu atau takut
dengan stigma negatif dari publik.
• Ada potensi trauma psikologis, ancaman hukum, dan stigma negatif dari
masyarakat. Ini karena opini aborsi ilegal adalah perbuatan dosa. Faktor ini
menyebabkan jumlah kejadian terkait aborsi ilegal di Indonesia sulit dipastikan.
Penelitian dari Guttmacher Institute (2000) di enam wilayah di Indonesia
memperkirakan terdapat 37 aborsi untuk setiap 1.000 perempuan hamil (usia
15-49 tahun). Angka ini diperkirakan lebih kecil dari kejadian sebenarnya. Ini
karena aborsi ilegal yang dilakukan di wilayah perdesaan ataupun di wilayah
terpencil lain cenderung dilakukan secara pribadi melalui metode tradisional.
Selain, praktik ini juga tidak terjamin keamanannya dan dapat melukai si ibu.
PENCEGAHAN
• Pemberian edukasi mengenai kesehatan reproduksi kepada remaja mutlak
dilakukan sejak sekolah menengah. Edukasi mengenai pencegahan aborsi
dapat disisipkan pada jam pelajaran Pendidikan, Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan (PJOK). Ini terutama bisa dilakukan waktu latihan di lapangan,
sehingga lebih santai dan mudah dipahami siswa.
• Apabila edukasi mengenai pencegahan aborsi dilakukan pada jam pelajaran
biologi, beban mata pelajarannya terlalu berat. Konseling terhadap para
remaja perempuan, terutama yang telah putus sekolah, perlu diberikan
secara teratur. Ini penting untuk meningkatkan wawasan mengenai berbagai
risiko yang dapat membahayakan dirinya apabila terjadi hubungan seksual
sebelum menikah. Edukasi soal risiko aborsi ilegal juga perlu.
• Bina Calon Pengantin terkait pemberian informasi kesehatan reproduksi dan
seksual kepada calon-calon pengantin juga perlu dilakukan, baik secara
tatap muka maupun melalui konseling secara daring. Para calon pengantin
harus diberikan informasi mengenai pentingnya mengomunikasikan jumlah
anak yang diinginkan dengan pasangan. Ini untuk memastikan bahwa setiap
kehamilan itu sudah diinginkan bersama.
• Informasi komprehensif mengenai berbagai jenis kontrasepsi
serta bagaimana mendapatkan akses layanan keluarga berencana
(KB) perlu dilakukan kepada seluruh pasangan usia subur di
Indonesia. Selama lebih dari 20 tahun, pil dan suntik KB
mendominasi penggunaan kontrasepsi di Indonesia. Pasangan
yang telah lama menikah cenderung jenuh serta rentan terhadap
penghentian pemakaian kontrasepsi. Ini berpeluang
memunculkan kehamilan tidak diinginkan dan mendorong aborsi
ilegal.
• Pasangan yang telanjur mengalami kehamilan yang tidak
diingankan dan berniat melakukan aborsi perlu diberikan wadah
konseling untuk mencegah terjadinya aborsi. Konseling tersebut
harus dilakukan terhadap laki-laki dan perempuan secara
terpisah dan terjamin kerahasiaannya.

Anda mungkin juga menyukai