Anda di halaman 1dari 82

Kehamilan yang Tidak Diinginkan Picu

Aborsi
AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

 
Ilustrasi (Foto: directnews)
Jakarta, Jumlah kehamilan yang tidak diinginkan bukan kasus yang sedikit. Tak
cuma remaja yang mengalaminya karena kurangnya pengetahuan tentang
reproduksi, ibu-ibu pun banyak yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.

Data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) mencatat tahun 2007
terdapat 9,1 persen kehamilan yang tidak diinginkan atau terjadi pada hampir sekitar
9 juta perempuan.

Kehamilan yang tidak diinginkan ini memicu praktik aborsi mulai dari remaja yang
tidak siap, hingga ibu-ibu yang kebobolan KB dan juga tidak siap secara ekonomi,
atau karena anak-anaknya masih kecil.

Data SDKI tahun 1997 mencatat upaya pengguguran dilakukan oleh 12,3 persen
remaja usia 15-19 tahun yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Sedangkan aborsi spontan pada remaja akibat KTD sebesar 2,8 persen.

Sedangkan ibu-ibu usia 20-49 tahun yang melakukan pengguguran sebesar 11,6
persen dan terjadi aborsi spontan 2,9 persen.

Memang sebanyak 85 persen dari kehamilan yang tidak diinginkan oleh remaja atau
ibu-ibu akhirnya diteruskan. Namun kehamilan yang tidak diinginkan telah memicu
orang untuk mengambil jalan pintas seperti aborsi.

dr Suryono S.I. Santoso Sp.OG dalam seminar "Masalah Kependudukan di


Indonesia: Potensi atau Ancaman?" (22/4/2010) menyampaikan, aborsi
menyumbang kurang lebih 10 persen angka kematian ibu. Prevalensinya di
Indonesia mencapai 2,3 juta tindakan aborsi pertahun.

UU Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 menegaskan, aborsi tidak boleh dilakukan


kecuali pada kondisi darurat medis dan akibat perkosaan. Proses pendampingan
dan konseling juga harus dilakukan sebelum dan sesudah diambil tindakan.

Aborsi hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan 6 minggu. Tindakan harus diambil
atas izin ibu hamil maupun suaminya. Tidak boleh sembarangan, aborsi harus
dilaukan oleh tenaga yang kompeten dan di fasilitas kesehatan yang telah
ditentukan.

Aborsi merupakan upaya penghentian kehamilan ketika janin belum dapat hidup di
luar kandungan. Usia kehamilan umumnya ditentukan maksimal 20 minggu untuk
bisa diambil tindakan aborsi.

Menurut dr Suryono, terjadinya banyak kehamilan yang tidak diinginkan juga karena
kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan penggunaan alat KB.
Pemahaman dan akses untuk menggunakan alat KB yang kurang akhirnya memicu
kehamilan yang tidak diingink
(ir/ir) 
Penanganan Kehamilan Tak
Diinginkan
Pelayanan Penanganan Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)
Berdasarkan SDKI 2003, Indonesia mencatat angka kematian ibu
sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, dan merupakan yang tertinggi
di Asia Tenggara. Salah satu penyumbang kematian ibu adalah
penanganan kehamilan yang tidak diinginkan melalui aborsi tidak aman,
yang seringkali berakhir dengan kematian. Hingga saat ini, telah
seperempat abad lamanya PKBI berkontribusi dalam pencegahan aborsi
yang tidak aman. Pelayanan penanganan kehamilan yang tidak
diinginkan dimulai sejak tahun 1980, yang dimaksudkan sebagai
perlindungan atau pengamanan terhadap kegagalan kontrasepsi. Saat
ini tercatat tak kurang dari 8000 klien per tahun telah mengakses
layanan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan melalui klinik
PKBI di 9 kota di Indonesia.
Pemberian pelayanan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan
sering mendapatkan hambatan atau kendala dari UU, maupun KUHAP
yang terkait dan tekanan sosial. PKBI berupaya untuk memberikan
pelayanan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan secara
komprehensif dan berkualitas seperti konseling pra dan pasca
penanganan, tindakan penanganan dengan metode mutakhir yang
aman, pemberian kontrasepsi pascatindakan, pelayanan komplikasi dan
membangun sistim rujukan pelayanan kesehatan reproduksi yang
diperlukan masyarakat. Upaya yang dilakukan diatas termasuk
pencatatan data/profil klien, pelayanan penanganan kehamilan yang
tidak diinginkan yang meliputi metode/fasilitas/ketrampilan provider,
digunakan untuk melakukan advokasi ke parlemen dan pemerintah agar
UU atau KUHP yang menghalangi perempuan dapat mengakses
pelayanan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada pada masyarakat.
Studi Aborsi
Hasil penelitian PKBI tahun 2004 terhadap 37.685 klien (tahun 2000 –
2004) yang mencari pertolongan aborsi aman, 74 % nya adalah
perempuan yang sudah menikah, dan 31 % dari mereka mengalami
gagal KB. Sebagian besar klien sudah melakukan upaya aborsi tak
aman karena mereka tidak tahu kemana harus mencari pertolongan dan
terlambat menyadari bahwa dirinya hamil. Pada studi tersebut
ditemukan bahwa tindakan aspirasi dengan Aspirasi vakum listrik
maupun manual yang dilakukan pada kehamilan dibawah 10 minggu
terbukti merupakan tindakan aborsi aman dan merupakan alternatif
solusi masalah KTD.
Dengan dukungan the Ford Foundation, pada tahun 2004 – 2007 PKBI
kembali melaksanakan studi aborsi di 11 daerah, yaitu Aceh, Sumatera
Utara, DKI, Jawa Barat, Jawa tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali,
NTB, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara. Studi tentang aspek
psikososial klien yang mendasari keinginan klien untuk mendapatkan
pelayanan aborsi serta studi tentang observasi tindakan aborsi dan
keadaan jaringan pasca evakuasi dari klien yang sudah melakukan
sendiri usaha aborsi
Setahun Ada 1-2 Juta Kasus Aborsi
di Indonesia

Jakartapress.com - Seks bebas di kalangan remaja seakan


sebagai sebuah hal yang biasa. Tidak sedikit perempuan
Indonesia yang mengalami kehamilan tak diinginkan akibat hal
tersebut.

     Akibatnya, banyak wanita yang melakukan aborsi. Sebanyak 1


hingga 2 juta perempuan Indonesia melakukan aborsi setiap
tahun.

"Aborsi di Indonesia menurut ahli demografi kesehatan


masyarakat, lebih dari 1 juta bahkan ada yang mengatakan
hingga 2 juta per tahun," ujar Prof. Dr. Muhadjir Darwin, MPA,
Ketua Panitia 'The 6th Asia Pacific Conference on Reproductive
and Sexual Health and Right 2011', saat konferensi pers di Grha
Sabha Pramana, Yogyakarta, Rabu (19/10).
     Menurut Prof Muhadjir, sebagian besar dari jumlah tersebut
merupakan aborsi yang dilakukan oleh remaja. Dan sebagian
besar lagi dilakukan secara tidak aman karena tidak ada
pelayanan aborsi legal di Indonesia.

"Di beberapa klinik ada pelayanan aborsi tapi untuk pasangan


menikah dengan alasan kegagalan kontrasepsi. Tapi tidak ada
untuk remaja," lanjut Prof Muhadjir.

Tidak semua remaja yang mengalami kehamilan tak diinginkan


melakukan aborsi. Ada beberapa remaja yang ingin melanjutkan
kehamilan dengan berbagai cara.

"Ada remaja yang ingin melanjutkan kehamilan dengan meminta


si pria bertanggungjawab. Tapi itu kan tidak mudah dan waktu
terus berjalan. Sambil menunggu waktu itu kehamilannya semakin
besar dan ternyata ingin digugurkan tapi sudah terlambat dan
berisiko," jelas Prof Muhadjir.

Menurut Prof Muhadjir, harus ada jasa pelayanan kesehatan


yang dikhususkan untuk remaja, meski status mereka tidak
menikah dan ingin melanjutkan kehamilan.

"Banyak remaja yang malu ke dokter karena takut dianggap aib.


Harus ada jasa pelayanan khusus, tidak perlu ada klinik khusus
remaja tapi secara umum ada jam khusus untuk remaja sehingga
tidak malu. Termasuk untuk remaja yang mengalami kehamilan
tidak diinginkan," lanjut Prof Muhadjir.
     Aborsi bukanlah suatu prosedur medis yang sederhana. Jika
dilakukan secara sembarangan dapat menimbulkan risiko
kesehatan yang serius. Bahkan bagi beberapa perempuan hal ini
dapat mempengaruhi fisik, emosional dan spiritualnya.

Komplikasi serius yang bisa timbul akibat aborsi adalah:

1. Pendarahan hebat.
Jika leher rahim robek atau terbuka lebar akan menimbukan
pendarahan yang dapat berbahaya bagi keselamatan ibu.
Terkadang dibutuhkan pembedahan untuk menghentikan
pendarahan tersebut.

2. Infeksi.
Infeksi dapat disebabkan oleh alat medis tidak steril yang
dimasukkan ke dalam rahim atau sisa janin yang tidak
dibersihkan dengan benar.

3. Aborsi tidak sempurna.


Adanya bagian dari janin yang tersisa di dalam rahim sehingga
dapat menimbulkan perdarahan atau infeksi.

4. Sepsis (keracunan darah)


Biasanya terjadi jika aborsi menyebabkan infeksi tubuh secara
total yang kemungkinan terburuknya menyebabkan kematian.
5. Kerusakan leher rahim.
Kerusakan ini terjadi akibat leher rahim yang terpotong, robek
atau rusak akibat alat-alat aborsi yang digunakan.

6. Kerusakan organ lain.


Saat alat dimasukkan ke dalam rahim, maka ada kemungkinan
alat tersebut menyebabkan kerusakan pada organ terdekat
seperti usus atau kandung kemih.

7. Kematian.
Meskipun komplikasi ini jarang terjadi, tapi kematian bisa
terjadi jika aborsi menyebabkan perdarahan yang berlebihan,
infeksi, kerusakan organ serta reaksi dari anestesi yang dapat
menyebabkan kematian.

8 Gangguan kesehatan mental


Aborsi dapat mempengaruhi emosional dan spiritual pelakunya.
Gangguan mental kadang muncul seperti kecemasan, depresi atau
mungkin mencoba melakukan bunuh diri.

  

sumber:
http://www.jakartapress.com/detail/read/5886/setahun-ada-1-
2-juta-kasus-aborsi-di-indonesia 

review:
     Maraknya kasus aborsi yang terjadi di Indonesia dikarenakan
rendahnya pengetahuan tentang berbahayanya aborsi bila
dilakukan oleh para remaja. Penyebab aborsi dikarenakan
maraknya seks bebas dikalangan para remaja. Janin yang
dikandung adalah anugerah Tuhan, Tuhan percaya kepada kita
untuk merawatnya, namun apa yang dilakukan mereka? mereka
malah melakukan aborsi. Banyak pasangan suami-istri yang sudah
menikah bertahun-tahun namun belum memiliki keturunan,
sedangkan mereka malah membunuh janin hasil perbuatan
mereka.

        Untuk mencegah terjadinya hal ini pemerintah harus


mangawasi rumah sakit yang menjalankan praktek aborsi ilegal.
Beri penyuluhan kepada rumah sakit terkait agar menolak
permintaan aborsi. Serta berikan pengetahuan kepada remaja
bahayanya melakukan hubungan seks di usia muda serta dampak
dari aborsi yang dilakukan para remaja.

http://yulianti09.blogspot.com/2012/03/setahun-ada-1-2-juta-kasus-aborsi-di.html
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….                i             
DAFTAR ISI………………………………………………                 ii   
BAB 1     PENDAHULUAN…………………………………………                         1

                 1.1       Latar Belakang Masalah…………………………….                         1

                 1.2       Rumusan Masalah…………………………………..                         1

                 1.3       Tujuan Makalah..………...........................................                         2

                 1.4       Sistematika Penulisan………………………………                          2

BAB 2     PEMBAHASAN…...………………………………………                        4

2.1              Pengertian Kehamilan….………………....................                         4

`               2.2       Faktor-Faktor yang mempengaruhi kehamilan……..                            4

2.3           Akibat yang timbul pada kehamilan yang diinginkan


dan tidak diinginkan………………………………..                           5

2.4              Upaya pencegahan dan penaggulangan kehamilan

yang tidak diinginkan………………………………..                         7

2.5              Cara petugas kesehatan menangani kasus unwanted

pregnancy (KTD)…………………………………                            8

2.6              Peran bidan dalam menanggulangi kehamilan tidak

Diinginkan……………………………………………                       9

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………                     10

                 3.1       Kesimpulan……………………………………………                     10

                 3.2       Saran…………………………………………………..                    11

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….                        12

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah


            Aborsi menjadi masalah di Indonesia karena memperkirakan pertahunya ada 2,3 juta
tindakan aborsi yang dilakukan. Menurut data yang dilakukan (YKP, 2002), aborsi banyak
dilakukan oleh mereka yang sudah menikah (89%), usia produktif antara 20-29 tahun (51%),
yang belum menikah 11%.
            Pelaksana tindak aborsi terbagi menjadi dikota dan didesa. Di kota tindakan aborsi
banyak dilakukan oleh dokter (24-57%), sedangkan di desa lebih banyak dilakuakan oleh
dukun (31-47%).
            Teknik aborsi digunalkan oleh tenaga kesehatan antara lain adalah dengan obat,
prostaglandin, dan tindakan medis seperti kiret isap, kiret tajam dan laminaria. Sementara
yang dilakukan oleh tenaga tradisional dengan jamu, pijat, dan alat tertentu.

1.2     Rumusan Masalah
          1. Apa yang diamksud dengan Kehamilan?
          2. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi Kehamilan?
          3. Apa saja Akibat yang ditimbulkan?
          4. Bagaimana Upaya pencegahan dan penanggulangan kehamilan yang tidak
diinginkan?
          5. Bagaimana Peran Bidan dalam menanggulangi kehamilan tidak diinginkan?
          6. Bagaimana Cara Petugas Kesehatan menangani kasus unwanted pregnancy (KTD)?
          7. Bagaimana Peran Bidan dalam Kesehatan Reproduksi?

1.3     Tujuan Makalah
          Penulisan Makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dan
dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa. Secara terperinci tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah :
1.  Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi.
2.  Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kehamilan.
3.  Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Kehamilan.
4. Mengetahui Akibat yang ditimbulkan pada kehamilan yang diinginkan dan tidak diinginkan.
5. Mengetahui Upaya pencegahan dan penanggulangan kehamilan yang tidak diinginkan.
6. Mengetahui Cara Petugas Kesehatan menangani kasus unwanted pregnancy (KTD)
7. Mengetahui Peran Bidan dalam menanggulangi kehamilan tidak diinginkan.

1.4     Sistematika Penulisan
          Pada pembuatan makalah ini, penulis akan menjelaskan hasil penelitian dimulai dari:
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan Masalah
1.4  Sistematika Penulisan
BAB 2 : PEMBAHASAN
2.2  Definisi Kehamilan
          2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kehamilan
          2.3 Akibat yang ditimbulkan pada kehamilan yang diinginkan dan tidak diinginkan.
          2.4 Upaya pencegahan dan penanggulangan kehamilan yang tidak diinginkan
          2.5 Cara Petugas Kesehatan menangani kasus unwanted pregnancy (KTD)
          2.6  Peran Bidan dalam menanggulangi kehamilan tidak diinginkan
BAB  3 : PENUTUP
1.1  Kesimpulan
1.2  Saran

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus didalam
tubuhnya. Membutuhkan 2 sel untuk membentuk manusia, dari 200-300 juta sperma yang
masuk kedalam saluran reprosuksi wanita dan hanya 300-500 sperma yang mampu mencapai
tempat pembuahan, tetapi hanya sperma yang masuk kedalam ovum sehingga terjadilah suatu
proses pembuahan (fertrilisasi) yang menandai awal dari kehamilan.
Menurut Prof. dr. H. Moch Anwar, MMed. Sc, SpoG,KFer. Bahwa diperkirakan
sekitar 75 juta/33 % kehamilan didunia adalah kehamilan yang diinginkan. Terbukti ternyata
tidak semua kehamilan didunia ini dikehendaki oleh suami istri tersebut. Tentunya hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Disisi lain, banyak pula pasangan suami istri yang sudah hidup berpuluh tahun harus
menghadapi ujian yang berat untuk mendapatkan keturunan atau bahkan mengeluarkan
ratusan juta untuk mendapatkan keturunan. Misalnya dengan inseminasi bayi tabung atau
adopsi.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehamilan


Kehamilan  yang direncanakan serta diharapkan pasangan suami istri tidak lain untuk
meneruskan generasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa suami istri
menginginkan kehamilan yaitu :
-           Mempunyai kesiapan dalam sosial ekonomi
-           Mempunyai kesiapan mental dan emosi secara psikologis
-           Mempunyai kesiapan fisik
Berbeda dengan pasangan suami istri yang melangsungkan pernikahan namun tidak
mempunyai kesiapan apapun. Sehingga ketika mereka diberi keturunan akan menyebabkan
kontra terhadap hadirnya kehamilan tersebut (unwanted Pregnancy).  Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi mengapa suami istri tidak menginginkan kehamilan yaitu :
  Ketidaksiapan social ekonomi
  Lingkungan tidak sesuai
  Pendidikan seks yang kurang
  Pengawasan orang tua yang kurang
  Pernikahan usia dini
  Ketidaknyamanan dirumah
  Ketidak matangan mental dan emosi
  Kegagalan kontrasepsi
  Perjodohan
  Penundaan dan peningkatan usia perkawinan,serta semakin dininya usia menstruasi
pertama(menarche).
  Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan
kehamilan.
  Kehamilan yang disebabkan oleh pemerkosaan.
  Persoalan ekonomi(biaya untuk melahirkan dan membesarkan anak).
  Alasan karir atau masih sekolah(karena kehamilan dan konsekuensi lainnya yang dianggap
dapat menghambat karir atau kegiata belajar.
  Kehamilan karena incest.

2.3 Akibat yang ditimbulkan pada kehamilan yang diinginkan dan tidak diinginkan.
Dalam hal ini tentunya kehamilan yang diinginkan/direncanakan akan menimbulkan
perasaan senang dan bahagia, pasangan suami istri tersebut akan merasa bahwa kehidupan
mereka menjadi sempurna dengan kehadiran seorang anak, serta akan terciptanya keluarga
sakinah, mawaddah, warohmah dan terbentuknya generasi yang tidak diinginkan. Dalam
kasus ini akan menimbulkan dampak negatif antara lain.
a.         Obstetri
  Abortus
  BBLR
  Prematus
  Malnutrisi
  Kurangnya ANC
  Tindakan Medis yang terlambat
b.         Psikologi
  Kesepian
  Perasaan malu
  Perasaan bersalah
  Depresi
  Menimbulkan Konflik
  Kecewa terhadap keluarga
c.         Sosial
  Dikeluarkan dari sekolah
  Perceraian dini
  Penerimaan keluarga  yang kurang
  Tidak mampu mensupport diri dan bayinya
  Dikucilkan
  Kurang mampu mengatur waktu antara kerja dan merawat bayi
d.         Berbagai Penyakit
e.         Meningkatnya AKI dan AKB

2.4 Upaya pencegahan dan penanggulangan kehamilan yang tidak diinginkan


 Adapun beberapa upaya pencegahan terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,
antara lain.
a.       Pedidikan Seks yang kuat
Pendidikan seks harus diberikan sedini mungkin kepada remaja dengan tetap
memperhatikan tingkat perkembangannya. Salah satu fator dominan dalam seks education
selain guru dan petugas kesehatan. Peran orang tua sangat potensial dalam pengembangan
kualitas kepribadaian remaja terutama masalah kesehatan reproduksi dan tanpa harus lepas
dari makna religious.
Keberhasilan pendidikan seks tergantung pada sejauh mana  orang tua bersikap
terbuka dan mempu menjalin komunikasi efektif, tanpa harus melarang remaja melakukan
interaksi, penting juga dalam memberikan rambu-rambu dalam rangka membangun
“Pergaulan yang Sehat”, dengan demikian kehamilan tidak diinginkan dapat dicegah.
b.      Menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma
Dengan mengajarkan serta menerapkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat akan menciptakan kehidupan yang tentram, aman dan sejahtera tanpa adanya
suatu masalah akibat penyimpangan nilai-nilai dan norma-norma.
c.       Tradisi Masyarakat
Kebiasaan dan adat istiadat yang harus menjadi salah satu faktor pendukung dalam
upaya pencegahan kehamilan tidak diinginkan.
Sebaliknya, adat dan kebiasaan masyarakat yang kurang baik hendaknya ditinggalkan,
seperti orang tua yang mengharuskan anaknya untuk menikah diusia muda, adanya
perjodohan, serta tradisi masyarakat yang beranggapan bahwa membicarakan seks adalah
sesuatu yang kotor, tidak pantas, dan dianggap tabu. Padahal hal tersebut dapat menghambat
proses pengajaran seks education.
d.      Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
e.       Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti berolahraga, seni dan
keagamaan
f.       Hidari perbuatan-perbuatan yang akan menimbulkan dorongan dorongan seksual, seperti
meraba-raba tubuh pasangannya dan menonton video porno.
Adapun beberapa cara penanggulangan terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,
antara lain.
a)      Penggunaan alat kontrasepsi seperti, IUD, spiral, susuk, pil, kondom, dll. Dimana
penggunaan kontrasepsi  ini harus tepat agar tidak terjadi kegagalan kontrasepsi
b)      Peran media dalam membentuk karakter seseorang. Sinetron atau film yang merupakan
metode reversible yang biasa dipakai pasangan untuk mencegah terjadinya kehamilan tidak
diinginkan.
c)      Peran Lingkungan sekitar. Peranan orang tua, teman, saudara, tetangga, petugas kesehatan
dan masyarakat untuk tetap mensupport ibu hamil untuk merawat janinnya baik secara social,
ekonomi, psikologis, maupun pelayanan kesehatan yang memadai.

2.5 Cara Petugas Kesehatan menangani kasus unwanted pregnancy (KTD)


            Saat menemukan kasus unwanted pregnancy pada remaja, sebagai petugas kesehatan
harus:
1.      Bersikap bersahabat dengan remaja.
2.      Memberikan konseling pada remaja dan keluarganya.
3.      Apabila ada masalah yang serius agar diberikan jalan keluar yang terbaik dan apabila belum
bisa terselesaikan supaya dikonsultasikan kepada dokter ahli.
4.      Memberikan alternative penyelesaian masalah apabila terjadi kehamilan pada remaja yaitu:
a.       Diselesaikan secara kekeluargaan
b.      Segera menikah
c.       Konseling kehamilan, persalinan dan keluarga berencana
d.      Pemeriksaan kehamilan sesuai standar
e.       Bila ada gangguan kejiwaan, rujuk ke psikiater
f.       Bila ada resiko tinggi kehamilan, rujuk ke SpOG
g.      Bila tidak diselenggarakan dengan menikah, anjurkan pada keluarga supaya menerima
dengan baik.
h.      Bila ingin melakukan aborsi, berikan konseling resiko aborsi

2.6 Peran Bidan dalam menanggulangi kehamilan tidak diinginkan


a)      Memberikan penyuluhan kepada para remaja tentang seks education khususnya dan kepada
masyarakat umumnya       
b)      Memberikan penyuluhan kepada para orang tua yang mempunyai anak untuk mengawasi
mereka agar tidak memberikan kesempatan untuk memasuki pergaulan bebas. Serta untuk
tetap memperhatikan setiap perkembangan anak dan pembentukan kepribadiannya.
c)      Memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang sudah berumah tangga untuk
menggunakan kontrasepsi secara tepat guna agar tidak terjadikegagalan kontrasepsi.

BAB 3
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Kehamilan adalah masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus didalam
tubuhnya. Membutuhkan 2 sel untuk membentuk manusia, dari 200-300 juta sperma yang
masuk kedalam saluran reprosuksi wanita dan hanya 300-500 sperma yang mampu mencapai
tempat pembuahan, tetapi hanya sperma yang masuk kedalam ovum sehingga terjadilah suatu
proses pembuahan (fertrilisasi) yang menandai awal dari kehamilan. Pada kehamilan yg
dinginkan memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa suami istri menginginkan
kehamilan yaitu :
            Mempunyai kesiapan dalam sosial ekonomi
            Mempunyai kesiapan mental dan emosi secara psikologis
            Mempunyai kesiapan fisik
Dalam hal ini memiliki akibat yang tidak inginkan terdiri dari : dampak negatif antara lain.
a.         Obstetri
b.         Psikologi
c.         Sosial
d.         Berbagai Penyakit
e.         Meningkatnya AKI dan AKB
Upaya pencegahan dan penanggulangan kehamilan yang tidak diinginkan terdiri dari :
         Pedidikan Seks yang kuat
         Menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma
         Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
         Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti berolahraga, seni dan
keagamaan
         Hidari perbuatan-perbuatan yang akan menimbulkan dorongan dorongan seksual,
Adapun beberapa cara penanggulangan terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,
antara lain.
         Penggunaan alat kontrasepsi seperti, IUD
         Peran media dalam membentuk karakter seseorang.
         Peran Lingkungan sekitar.
         Peranan orang tua, teman, saudara, tetangga, petugas kesehatan dan masyarakat
3.2       Saran
Dalam Makalah ini terdapat penjelasan tentang “ kehamilan yang
diinginkan dan tidak diinginkan” berharap agar mahasiswi dapat mengetahui
kehamilan yang baik sesuai dengna keinginan dan tidak diinginkan dalam
membina rumah tangga yang baik. Selain itu dapat sebagai pedoman dalam
kehidupan yang baru kelak.
Daftar Pustaka
Wisudawati,Yani, dkk.2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya : Jakarta
http://www.google.com//
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo :
Jakarta

http://7langkahvarney.blogspot.com/2012/04/kehamilan-yang-diinginkan-dan-tidak.html

1
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK ABORSI BAGI
KEHAMILAN TIDAK DIHARAPAKAN (KTD) AKIBAT
PERKOSAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN
2009 TENTANG KESEHATAN
Titik Triwulan Tutik
(Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya)
A. PENDAHULUAN
Dampak kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) khususnya korban
perkosaan, pada dasarnya membawa akibat buruk – selain korban mengalami
trauma
yang panjang bahkan seumur hidup, dia tidak dapat melanjutkan pendidikan,
tidak
dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Begitu juga jika anaknya lahir,
masyarakat tidak siap menerima kehadirannya bahkan mendapat stigma
sebagai anak
haram yang tidak boleh bergaul dengan anak-anak lain di lingkungannya serta
menerima perlakuan negatif lainnya. Sementara jika digugurkan (aborsi),
selain tidak
ada tempat pelayanan yang aman dan secara hukum dianggap sebagai
tindakan
kriminal, pelanggaran norma agama, susila dan sosial.
Kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) yang berakhir dengan aborsi
tidak aman, hanyalah salah satu kasus yang terjadi di Indonesia. Pusat
Penelitian
Kesehatan Universitas Indonesia menemukan, pertahun rata-rata terjadi
sekitar 2 juta
kasus aborsi tidak aman.
1
Sementara WHO memperkirakan 10-50% dari kasus aborsi
tidak aman berakhir dengan kematian ibu.
2
Angka aborsi tak aman (unsafe abortion)
memang tergolong tinggi, diperkirakan setiap tahun di dunia terjadi sekitar 20
juta
aborsi tak aman, 26% dari jumlah tersebut tergolong legal dan lebih 70.000
aborsi
tak aman di negara berkembang berakhir dengan kematian ibu.
3

1
Budi utomo dkk. 2002. Angka Aborsi dan Aspek Psiko-sosial di Indonesia:
Studi di 10 kota
Besardan 6 kabupaten. Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia, hal. 7
2
WHO dalam Gulardi Wignyosastro. Masalah Kesehatan Perempuan Akibat
Reproduksi.
Makalah Seminar Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, diselenggarakan
PP Fatayat NU, pada 1
September 2001
3
The Alan Guttmacher Institute (AGI), “Sharing Responsibility: Women,
Society and
Abortion Worldwide”, New York: AGI, p. 35, dalam Martha S. Ismail. Promosi
Kesehatan
Reproduksi: Pencegahan Kehamilan yang Tidak Diinginkan/Kehamilan yang
Tidak Direncanakan2
Muhajir Darwin dari Pusat Penelitian Kependudukan UGM dalam Round
Table Discussion, tentang Aborsi, Usia Kawin dan Pengaruhnya terhadap
Fertilisasi yang diadakan BKKBN, mengatakan:
... ketika hukum tidak memberi tempat bagi pelayanan aborsi yang aman,
maka para perempuan yang mengalami kehamilan tanpa dikehendaki
terpaksa per ke bidan atau dukun aborsi yang tak kompten. Akibatnya,
kompliaksi kesehatan atau bahkan kematian mengancamnya
4
.
Selanjutnya menurut Muhajir Darwin, bahwa angka kematian maternal di
Indoonesia adalah tertinggi di Asia yaitu sekitar 11% di antaranya karena
pertolongan aborsi yang tidak aman
5
.
Aborsi pada dasarnya adalah fenomena yang hidup dalam masyarakat
Indonesia. Aborsi dapat dikatakan sebagai fenomena "terselubung" karena
praktik
aborsi sering tidak tampil ke permukaan, bahkan cenderung ditutupi oleh
pelaku
utaupun masyarakat, bahkan negara. Ketertutupan ini antara lain dipengaruhi
oleh
hukum formal dan nilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam
masyarakat
serta politik.
Secara hukum, aborsi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal 283, 299, 346, 348, 349, 535 dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
Pasa1 2 dan 1363. Pada intinya pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa
tuntutan
dikenakan bagi orang-orang yang melakukan aborsi ataupun orang-orang
yang
membantu melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
6
Pada intinya hukum formal yang mengatur masalah aborsi menyatakan
bahwa pemerintah Indonesia menolak aborsi. Pengecualian diberikan jika ada
indikasi medis sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan
Nomor
23 Tahun 1992 Pasal 15 dan Pasal 80. Selain itu, masalah aborsi juga terkait

4
2 Juta Perempuan Per Tahun Lakukan Aborsi. Harian Terbit Jum’at 23 Mei
2003, hal. 8
kolom 1-5
5
Data tahun 1995 menunjukkan dari 600.000 perempuan meninggal karena
kehamilan dan
persalinan. Dari angka itu 66.000 perempuan meninggal karena aborsi.
Sementara Zarfel Tafal dari
FKM UI dan aktif di PKBI mencatat dari pengalaman praktiknya di sebuah
klinik di Jakarta ada
kecenderungan permintaan aborsi semakin meningkat. Tahun 1999 sekitar
100.000 perempuan,
namun tahun 2000-an sudah menjadi 200.000-an lebih di 8 klinik. Ibid.
6
Dewi dalam Indraswati, ”Fenomena Kawin Muda dan Aborsi: Gambaran
Kasus” dalam
Hasyim, S. 1999. Menakar ’Harga’ Perempuan”. Jakarta: Mizan, h. 132 3
dengan Sumpah Dokter Indonesia yang antara lain menyatakan bahwa dokter
akan menghormati setiap kehidupan
7
.
Keberadaan praktik aborsi kembali mendapat perhatian dengan disyahkannya
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Meski demikian
UU ini
menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan masyarakat karena adanya
pasal-pasal
yang mengatur mengenai aborsi dalam praktek medis mengandung berbagai
reaksi.
Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, kembali
menegaskan
bahwa pada dasarnya UU melarang adanya praktik aborsi (Pasal 75 ayat 1).
Meski
demikian larangan tersebut dikecualikan apabila ada:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan (Pasal 75 ayat 2).
Terlepas dari hukum formal yang mengatur, aborsi merupakan fenomena
yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang hidup dalam
masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong sebagai aib
sosial
daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi merupakan
masalah
yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan politik. Aturan
normatif
legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang untuk hal-hal khusus.
Aturan
normatif sosial-hudaya-agama yang "informal" pada umumnya juga menolak
aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-sini.
Persoalan aborsi penting untuk dibahas karena fenomena ini berkaitan erat
dengan persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Untuk kasus Indonesia,
seperti diketahui, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu (MMR)
adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia sebagai akibat
salah pergaulan ataupun belum siap memiliki anak, selain persoalan
pelayanan
kesehatan yang tidak memadai dan faktor struktural lain yang lebih luas.
Selain
keterkaitan dengan nilai-nilai sosial, politik, budaya, dan agama, secara lebih
spesifik fenomena aborsi tersebut terkait erat dengan isu gender.

7
Ibid. 4
Kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) yang berakhir dengan aborsi,
selain tidak ada tempat pelayanan yang aman dan secara hukum dianggap
sebagai
tindakan kriminal, pandangan agama (fikih) yang berkembang di masyarakat
pun
cenderung tunggal yaitu melarang aborsi. Padahal dalam hal tersebut,
pemikiran
fikih yang berkembang di masa kejayaan para imam madzhab tempo dulu
cukup
beragam dan dapat memberikan solusi secara syar’iy.
B. PRAKTIK ABORSI BAGI KEHAMILAN TIDAK DIHARAPAKAN
(KTD) AKIBAT PERKOSAAN MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
1. Aborsi Kehamilan Tidak Diharapakan (KTD) Akibat Perkosaan
Menurut Kesehatan Reproduksi
Secara medis, aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum
kandungan mencapai usia 20 minggu atau berat bayi kurang dari 500 g, yaitu
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri. Angka kejadian
aborsi
meningkat dengan bertambahnya usia dan terdapatnya riwayat aborsi
sebelumnya.
Proses abortus dapat berlangsung secara :
1. Spontan/alamiah (terjadi secara alami, tanpa tindakan apapun)
2. Buatan/sengaja (aborsi yang dilakukan secara sengaja),
3. Terapeutik/medis (aborsi yang dilakukan atas indikasi medik karena
terdapatnya suatu permasalahan atau komplikasi).
Frekuensi terjadinya aborsi di Indonesia sangat sulit dihitung secara akurat
karena banyaknya kasus aborsi buatan/sengaja yang tidak dilaporkan.
Berdasarkan
Abortus
abortus spontaneous abortus provokatus
abortus provokatus
terapikus
abortus provokatus
kriminalis
Gbr. 1 Kategorisasi Abortus 5
perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap
tahunnya.
Pada penelitian di Amerika Serikat terdapat 1,2 – 1,6 juta aborsi yang
disengaja
dalam 10 tahun terakhir dan merupakan pilihan wanita Amerika untuk
kehamilan
yang tidak diinginkan. Secara keseluruhan, di seluruh dunia, aborsi adalah
penyebab
kematian yang paling utama dibandingkan kanker maupun penyakit jantung.
Tindakan aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan
tidak sesuai standar profesi medis. Berikut ini berbagai cara melakukan aborsi
yang
sering dilakukan:
(1) Manipulasi fisik, yaitu dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar
janin terlepas dari rahim. Biasanya akan terasa sakit sekali karena pijatan
yang dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi oragan dalam tubuh;
(2) Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim.
Ramuan
tersebut seperti nanas muda yang dicampur dengan merica atau obatobatan
keras lainnya;
(3) Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat
mengakibatkan infeksi. Tindakan ini juga membahayakan organ dalam
tubuh
8
.
Adapun alasan mereka melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis
adalah:
(1) Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak
sekolah bagaimana supaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang
hamil kalau terlanjur;
(2) Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan
keluarga. Hal ini juga perlu legawa orang tua karena psikologis anak
sangat besar;
(3) Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya;
(4) Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai
anak;
8
http://www.rajawana.com/artikel.html/227-aborsi.pdf.htm
Gbr. 2 Beberapa metode aborsi (Sbr.: Utomo, B., 2000) 6
(5) Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah
sebelum waktu tertentu karena terikat kontrak; dan
(6) Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan
9
.
Aborsi yang dilakukan secara sembarangan sangat membahayakan
kesehatan
dan keselamatan ibu hamil bahkan sampai berakibat pada kematian.
Perdarahan yang
terus menerus serta infeksi yang terjadi setelah tindakan aborsi merupakan
sebab
utama kematian wanita yang melakukan aborsi. Selain itu aborsi berdampak
pada
kondisi psikologis dan mental seseorang dengan adanya perasaan bersalah
yang
menghantui mereka. Perasaan berdosa dan ketakutan merupakan tanda
gangguan
psikologis.
Beberapa akibat yang dapat timbul akibat perbuatan aborsi, yaitu:
(1) Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan neurologis/syaraf
di kemudian hari, akibat lanjut perdarahan adalah kematian;
(2) Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat dari
tindakan ini adalah kemungkinan remaja mengalami kemandulan di
kemudian hari setelah menikah;
(3) Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan dinding
rahim akibat kuretasi. Akibatnya dapat juga kemandulan karena rahim
yang robek harus diangkat seluruhnya;
(4) Terjadinya fistula genital traumatis, yaitu timbulnya suatu saluran yang
secara normal tidak ada yaitu saluran antara genital dan saluran kencing
atau saluran pencernaan
10
.
Resiko komplikasi atau kematian setelah aborsi legal sangat kecil
dibandingkan dengan aborsi ilegal yang dilakukan oleh tenaga yang tak
terlatih.
Beberapa penyebab utama resiko tersebut antara lain: Pertama, sepsis yang
disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap, sebagain atau seluruh produk
pembuahan
masih tertahan dalam rahim. Jika infeksi ini tidak segera ditangani akan terjadi
infeksi yang menyeluruh sehingga menimbulkan aborsi septik, yang
merupakan
komplikasi aborsi ilegal yang fatal. Kedua, perdarahan. Hal ini sebebakan oleh
aborsi
yang tidak lengkap, atau cedera organ panggul atau usus. Ketiga, efek
samping
jangka panjang berupa sumbatan atau kerusakan permanen ti tuba fallopi
(saluran
telur) yang menyebabkan kemandulan
11
.

9
Ibid.
10
Ibid.
11
Erica Royston dan Sue Arnstrong (Eds), Preventing Maternal Deaths, Terj.
RF Maulany,
1994, Pencegahan Kematian Ibu Hamil, Jakarta: Binaputra Aksara, hal. 122-
123 7

2. Praktik Aborsi Kehamilan Tidak Diharapakan (KTD) Akibat


Perkosaan Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
Ketentuan tentang hukum aborsi di dalam hukum pidana positif Indonesia
diatur di dalam KUHP (Lex Generalis) dan Undang-Undang Kesehatan (Lex
Spesialis). Menurut Supriyadi
12
, KUHP tidak membolehkan aborsi dengan alasan apa
pun juga dan oleh siapapun juga
13
. Ketentuan ini sejalan dengan diundangkannya di
zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan sekarang ini tidak
pernah
berubah., dan ketentuan ini berlaku umum bagi siapa pun yang melakukan,
bahkan
bagi dokter yang melakukan dikenakan pemberatan pidana. Namun
berdasarkan
UUK, apabila terdapat indikasi medis dalam keadaan darurat dan untuk
menyelamatkan jiwa ibu, maka tenaga kesehatan tertentu yang mempunyai
kewenangan bertindak, dapat melakukan aborsi
14
. Berdasarkan ketentuan UUK,
meskipun bahasa yang digunakan untuk aborsi adalah samar-samar, secara
umum
hukum tersebut mengijinkan aborsi bila perempuan yang akan melakukan
aborsi
mempunyai surat dokter yang mengatakan, bahwa kehamilannya
membahayakan

12
Supriyadi, 2001, ”Politik Hukum Kesehatan terhadap Pengguguran
Kandungan”, Makalah
disampaikan dalam Diskusi Ilmiah, ”Aborsi Dari kajian Ilmu Politik Hukum”
(Hukum Kesehatan dan
Hukum Pidana), Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana, FH-UAJY, tanggal 2 Juli
2002, h. 12
13
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 283, 299, 346, 348, 349,
535 dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasa1 2 dan 1363.
14
Lihat Pasal 15 dan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan.
Gbr. 3 Bebarapa faktor penyebab kematian Ibu (sbr., Out
Look, 1999) 8
kehidupannya, surat dari suami atau anggota keluarga yang mengijinkan
pengguguran kandungan, test laboratorium yang menyatakan perempuan
tersebut
positif dan pernyataan yang menjamin, bahwa setelah melakukan aborsi
perempuan
tersebut akan menggunakan kontrasepsi
15
.
Walaupun secara jelas dan tegas aborsi dilarang oleh undang-undang, dalam
realita kehidupan sehari-hari, hal tersebut banyak sekali terjadi atau dilakukan
karena
berbagai alasan sebagaimana dikemukakan oleh Ekotama, dkk.
16
dan Tafal, dkk.
17
,
(1999). Bahkan Dewi
18
mengatakan, bahwa jumlah aborsi di dalam kehidupan
masyarakat cenderung meningkat karena berbagai faktor sehingga dia
menyimpulkan
bahwa motivasi perempuan melakukan aborsi berkaitan erat dengan akseptor
KB dan
kehamilan di luar nikah.
Berbeda dengan pendapat di atas, menurut Indraswari, kasus aborsi tidak
menunjukkan karakteristik khusus terutama bila dilihat dari segi pendidikan
dan
status pernikahan. Ada kecenderungan, aborsi adalah suatu fenomena yang
menimpa
masyarakat lintas strata sosial ekonomi, pendidikan, budaya, dan agama
19
.
Selanjutnya Indraswati mengatakan:
... terdapat kecenderungan peningkatan praktik aborsi yang dilakukan oleh
pelajar SMP dan SMA, alumnus SMA (pekerja), dan mahasiswa. Hal ini
sejalan
dengan perubahan pola interaksi dan pola gaya hidup yang melanda
kalangan
remaja dan dewasa muda.
20
Apa yang dikemukan tersebut cukup beralasan, di wilayah perkotaan dan
semi perkotaan hubungan antar individu secara pelan namun pasti
bertransformasi
dari hubungan berpola paguyuban (gemeinschaft) ke hubungan berpola
patembayan
(gesselschaft)
21
. Pola hubungan paguyuban yang berciri kebersamaan dan saling
peduli pada masalah sesama anggota komunitas mulai digeser oleh pola
patembayan
yang berciri hubungan transaksional. Dalam derajat tertentu, pola
patembayan diikuti

15
Guttmacer Institute, Aborsi di Indonesia, Seri 2008, No. 2, hal. 1
16
Ekotama, dkk., 2001, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan: Perspektif
Viktimologi,
Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta: Universitas Atmajaya, h. 26
17
Tafal, dkk., eds., 1999, Keguguran, Jakarta: ITF Netherlands, IPPF, dan
PKBI, hal. 34
18
Dewi, 1997, Aborsi: Pro dan Kontra di Kalangan Petugas Kesehatan,
Yogyakarta: Pusat
penelitian Kependudukan UGM dan Ford Foundation, hal. 40
19
Indraswati, ”Fenomena Kawin Muda dan Aborsi: Gambaran Kasus” dalam
Hasyim, S.
1999. Menakar ’Harga’ Perempuan”. Jakarta: Mizan, h. 150
20
Ibid.
21
Khisbiyah dalam Ibid. 9
dengan lemahnya kontrol sosial masyarakat terhadap sesama. Dengan pola
interaksi
seperti ini yang diikuti perubahan pola gaya hidup yang cenderung "serba
permisif" mengakibatkan meningkatnya kasus kehamilan pranikah. Di satu
sisi,
pola "serba permisif" banyak pula dipengaruhi oleh stimulasi seksual dari
lingkungan berupa tayangan media rnassa dan hiburan komersial dengan
beragam
bentuk dan intensitas. Secara umum budaya pop dan komersialisasi hiburan
secara gencar lebih mengkampanyekan aspek kenikmatan seks daripada
aspek
tanggung jawabnya
22
. Dalam kondisi ini – dalam derajat tertentu – dapat
dipahami "runtuhnya" daya tahan remaja dalam menghadapi kebanjiran
stimulasi
seksual yang mengakibatkan kehamilan pranikah dan selanjutnya diikuti oleh
tindakan aborsi.
Meski demikian, secara kritis bisa ditarik generalisasai bahwa aborsi
dilakukan tidak hanya dikarenakan kehamilan di luar perkawinan (kehamilan
pranikah, dilakukan gadis), tetapi juga terjadi di dalam perkawinan, oleh
perempuan yang berstatus istri. Baik abortus dikarenakan kehamilan di luar
perkawinan ataupun dalam perkawinan keduanya memiliki beberapa alasan
yang
berbeda, dan keduanya merupakan fenomena terselubung yang cenderung
ditutupi
oleh pelakunya. Tabel 1 berikut memberikan gambaran beberapa alasan
aborsi.
Tabel 1 Jenis/Alasan Aborsi
Jenis/Alasan Melakukan Abortus %
Abortus Spontaneous 25
Abortus Provokatus Terapikus 10
Abortus Spontaneous Kriminalis -
Malu, takut 15
Sudah memiliki anak, tidak ingin hamil lagi 40
Belum ingin memiliki anak 5
Disuruh suami 1
Jumlah 100
Sumber: Penelitian laparon, 1997
Dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan (UU Kesehatan) menggantikan undang-undang kesehatan
sebelumnya
yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992. Dalam UU Kesehatan,
permasalahan

22
Ibid., h. 34 10
aborsi memperoleh legitimasi dan penegasan. Secara eksplisit, dalam
undang-undang
ini terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi, meskipun dalam
praktek
medis mengandung berbagai reaksi dan menimbulkan kontroversi diberbagai
lapisan
masyarakat. Meskipun, undang-undang melarang praktik aborsi – tetapi
dalam
keadaan tertentu terdapat kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam UU
Kesehatan dituangkan dalam Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77.
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak
aman, dan
tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan
ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan UU Kesehatan tersebut jika kita kaitkan dengan
aborsi KTD akibat perkosaan, maka dapat menyimpulkan: Pertama, secara
umum
paraktik aborsi dilarang; Kedua, larangan terhadap praktik dikecualikan pada
beberapa keadaan, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma 11
psikologis bagi korban perkosaan. Selain itu tindakan medis terhadap aborsi
KTD
akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila: (1) setelah melalui konseling
dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang; (2) dilakukan
sebelum
kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis; (3) oleh tenaga kesehatan yang
memiliki
keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
(4) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; dan (5) penyedia
layanan
kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Kesimpulannya, bahwa UU Kesehatan memperbolehkan praktik aborsi
terhadap kehamilan akibat perkosaan dengan persyaratan dilakukan oleh
tenaga yang
kompeten, dan memenuhi ketentuan agama dan perundang-undangan yang
berlaku.
C. ANALISIS HUKUM ISLAM
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Hal ini
dibuktikan dengan sejumlah ayat-ayat dalam al-Qur’an yang bersaksi
terhadap hal
tersebut. Ketentuan-ketentuan dapat kita lihat dalam surat 5 ayat 23, bahwa:
Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab
yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena membuat kerusuhan di
muka bumi, maka seakan-akan telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka
seolah-olah ia telah memelihara keselamatan seluruh manusia semuanya..

Sementara dalam surat al-Isro’ (17) ayat 31 dan 33, juga dijelaskan:
Dan janganlah kamu membunh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah
yang memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesunguhnya
membunuh mereka adalah dosa yang besar.
Dan janganlah kamu membunuh nyawa seseorang yang dilarang Allah,
kecuali
dengan alasan yang benar.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Islam memberikan landasan hukum yang
jelas bahwa kehidupan manusia itu suci sehingga haruslah dipelihara dan
tidak
boleh dihancurkan (diakhiri) kecuali dilakukan untuk suatu sebab atau alasan
yang
benar, seperti dalam eksekusi hukuman mati atau dalam perang, atau dalam
pembelaaan diri yang dibenarkan. Berikutnya akab dianalisis pandangan-
pandangan 12
ulama fikh tentang aborsi, argumentasi methodologis (usul fikh), solusi fikh,
dan
argumentasi fikh aborsi.
1. Pandangan Ulama Fikih Tentang Aborsi
Yusuf Qardhawi mengatakan, bahwa pada umumnya merujuk pada
ketentuan hukum Islam, praktik aborsi adalah dilarang dan merupakan
kejahatan
terhadap makhluk hidup oleh sebab itu hukuman sangat berat bagi mereka
yang
melakukannya
23
. Hal yang sama dikemukakan oleh Muhammad Mekki Naciri,
bahwa semua literatur hukum Islam dari mazhab-mazhab yang ada sepakat
untuk
mengatakan, bahwa aborsi adalah perbuatan aniaya dan sama sekali tidak
diperbolehkan kecuali jika aborsi didukung dengan alasan yang benar.
24
Meski
demikian pendapat para ulama berkaitan dengan kasus di atas yang berakhir
dengan
aborsi sangat beragam, khusunya dalam hal penentuan bilakah
dibolehkannya
pengguguran kandungan dengan alasan yang dibenarkan tersebut.
Ulama dari madzhab Hanafi membolehkan pengguguran kandungan sebelum
kehamilan berusia 120 hari dengan alasan belum terjadi penciptaan
25
. Pandangan
sebagian ulama lain dari madzhab ini hanya membolehkan sebelum
kehamilan
berusia 80 hari dengan alasan penciptaan terjadi setelah memasuki tahap
mudghah
atau janin memasuki usia 40 hari kedua.
26
Mayoritas ulama Hanabilah membolehkan
pengguguran kandungan selama janin masih dalam bentuk segumpal darah
(‘alaqah)
karena belum berbentuk manusia.
27
Syafi’iyah melarang aborsi dengan alasan
kehidupan dimulai sejak konsepsi, di antaranya dikemukakan oleh Al-Ghazali
dalam
Ihya Ulumuddin, tetapi sebagian lain dari mereka yaitu Abi Sad dan Al-
Qurthubi
membolehkan. Namun Al-Ghazali dalam Al-Wajiz pendapatnya berbeda
dengan
tulisannya dalam Al-Ihya, beliau mengakui kebenaran pendapat bahwa aborsi
dalam
bentuk segumpal darah (‘alaqah) atau segumpal daging (mudghah) tidak
apa-apa

23
Yusuf al-Qardhawi, 1980, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, Kairo: Maktabah
al-Wabah,
hal. 169
24
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, 1997, Biomedical Issues, Isamic Perspektive.
Terj. Aborsi,
Kontrasepsi, dan Mengatasi Kemandulan, Jakarta: Mizan, hal. 156
25
Ibnu Abidin. Tt. Hasyiyah Rad al-Mukhtar ‘ala al-Dur al-Mukhtar. Beirut: Daar
al-Fikr, jilid
2 hal. 411.
26
Ibid. hal. 302
27
Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah. Tt. Al-
Mughni. Cairo:
Hajar, jilid 12, hal. 210.13
karena belum terjadi penyawaan.
28
Kecuali mayoritas ulama Malikiyah melarang
aborsi. Landasan hukum yang digunakan sebagai argumentasi bagi ulama-
ulama
tersebut adalah dua hadis Nabi berikut:
“Dari Abi Abd Rahman Abdillah bin Mas’ud RA berkata: Rasulullah
menceritakan kepada kami sesungguhnya seseorang dari kamu kejadiannya
dikumpulkan dalam perut ibumu selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian
menjadi segumpal darah (‘alaqah) dalam waktu yang sama, kemudian
menjadi
segumpal daging (mudghah) juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu
malaikat diutus untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diutus untuk
melakukan
pencatatan empat perkara, yaitu mencatat rizkinya, usianya, amal
perbuatannya dan celaka atau bahagia” (HR. Muslim)”.
29
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila nutfah telah
melewati empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat untuk membentuk
rupanya, menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya,
dan tulangnya, kemudian malaikat bertanya: Wahai Tuhanku, apakah
dijadikan
laki-laki atau perempuan? Lalu Allah menentukan apa yang dikehendaki, lalu
malaikat itu pun menulisnya”.(HR. Muslim)
30
Namun demikian pandanagn ahli fikh yang membolehkan aborsi tersebut
dalam realitas sosial tidak dapat dijadikan alternatif bagi perempuan yang
tidak
menghendaki kehamilannya. Meskipun demikian, dalam konteks Indonesia
berdasarkan Keputusan Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama
Indonesia
(MUI) Nomor: I/MUNAS VI/MUI/2000 tanggal 29 Juli 2000 ditetapkan:
(1) Melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya
adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk
menyelamatkan jiwa si ibu;
(2) Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum
nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau
alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam;
(3) Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu atau
mengizinkan aborsi.
Ketetapan MUI tersebut, apabila dicermati bahwa pada dasarnya
sebagaimana ahli fikh umumnya, MUI mengharamkan praktik aborsi termasuk
di
dalamnya pihak yang turut serta melakukan, membantu dan mengizinkan
aborsi.
Meski demikian terdapat kebolehan aborsi apabila memenuhi beberapa
unsur:
Pertama, melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh (nafkh al-ruh); Kedua,

28
Al-Ghazali. Tt. Al-Wajiz. Beirut: Daar Al-Ma’rifah, hal. 158.
29
Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairy Al-Naisabury. 1992. Sahih
Muslim.
Libanon, Beirut: Daar Al-Fikr, hadis nomor 2643, jilid 2, hal. 549.
30
Ibid, hadis nomor 2645, hal. 550.14
melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh (nafkh al-ruh), hanya boleh
dilakukan
apabila: (1) jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu;
dan (2)
ada alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam.
Perdebatan di antara ahli fikih dalam hal aborsi tersebut, jika kita amati, akar
perdebatannya adalah pada batas kehidupan. Sejak kapan sesungguhnya
kehidupan
itu dimulai? Bahasa yang digunakan teks sulit sekali diklarifikasi, hanya
menyatakan
“sebelum tercipta” atau “sebelum menjadi manusia” (qabla takhalluq). Al-
Qur’an
menyebutkan proses pentahapan penciptaan manusia terdiri dari nutfah,
‘alaqah dan
mudghah, kemudian Allah menjadikan makhluk dalam bentuk lain,
sebagaimana
diinformasikan Q.S. Al-Mukminun/23:12-14) berikut:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari saripati tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu menjadi air mani yang tersimpan di tempat
yang aman dan kokoh. Dalam perkembangan selanjutnya, air mani itu Kami
olah menjadi segumpal darah, dan segumpal darah itu Kami olah menjadi
segumpal daging. Lalu segumpal daging itu Kami olah menjadi tulang
belulang. Selanjutnya tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Selanjutnya Kami jadikan makhluk yang berbentuk lain dari yang sebelumnya.
Maha Suci Allah Pencipta yang Paling Baik”.
Dalam ayat tersebut tidak menjelaskan secara tegas kapan sesungguhnya
memasuki kehidupan sebagai manusia, apakah sejak tersimpan dalam rahim
atau
istilah kedokteran sejak zigot melekat dalam endometrium yang disebut
dengan
nidasi (implantasi) atau apakah sejak Tuhan menjadikannya sebagai makhluk
yang
berbentuk lain dari yang sebelumnya (khalqan aakhar).
Kata khalqan berasal dari khalaqa artinya penciptaan. Di dalam Al-Qur’an
ditemukan makna yang sama antara khalaqa dan ja’ala, seperti khalaqa
minha
zaujaha (An-Nisa/4:1) dan ja’ala minha zaujaha (Al-A’raf/7:189), keduanya
memiliki arti yang sama. Tetapi dalam hal penciptaan ini, kata khalaqa
menunjukkan
kemahakuasaan dan kehebatan Allah yang tiada tara, sedangkan kata ja’ala
hanya
menunjukkan bahwa penciptaan itu dari materi yang sudah ada, yakni nafs
waahidah
(satu jenis dari bahan baku yang sama). Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa
penciptaan dengan kata khalq bersifa gradual, seperti manusia berasal dari
percampuran antara spermatozoa laki-laki dan ovum perempuan, kemudian
menjadi 15
zigot, embrio dan seterusnya.
31
Sedangkan kata khalqan aakhar, artinya binafkhi
alruh fiih, dengan meniupkan ruh ke dalam penciptaannya.
32
Mengenai batas awal kehidupan manusia kapan persisnya roh ditiupkan, di
dalam hadis pun tidak dijelaskan, hanya disebutkan bahwa proses sperma
(nutfah)
berlangsung selama 40 hari pertama, 40 hari kedua berupa segumpal darah
(‘alaqah)
dan 40 hari ketiga berupa segumpal daging (mudghah), setelah itu baru
ditiupkan
roh. Tetapi roh itu apa? Tidak ada penjelasan secara rinci, hanya disebut
bahwa roh
adalah urusan Tuhan. Tetap misterius hingga sekarang, karena hanya Tuhan
yang
mengetahui, sebagaimana disebutkan Al-Qur’an surat Al-Israa’/ 17:85 tadi.
Teks tersebut adalah fakta yang menginformasikan bahwa roh adalah otoritas
Tuhan, kapan ditiupkan ke dalam jiwa manusia menjadi kehidupan dan kapan
dilepaskan dari dalam jiwa manusia menjadi sebuah kematian tidak ada
seorang pun
yang mengetahui. Meskipun proses kehidupan dan kematian tersebut
seluruhnya
merupakan hukum alam (sunnatullah), tetapi tidak seluruhnya transparan
dapat
diketahui manusia karena ada rahasia alam yang menjadi domain Tuhan yang
disebut
metafisik (gha’ib), hanya bisa dirasakan tetapi tidak dapat diinderakan.
Secara eksplist dari hadis di atas tertangkap informasi bahwa roh ditiupkan
ke dalam janin setelah 40 hari ketiga atau setelah kehamilan berusia 120 hari.
Sementara dalam Al-Qur’an, dengan kata khalqan aakhar yang memiliki arti
ditiupkan roh kedalam janin (binafkhi al-ruuh fiih) menunjukan bahwa proses
pembentukan manusia sudah berakhir saat roh ditiupkan kedalam janin.
Setelah itu,
janin disebut menjadi makhluk yang lain yang secara substansial telah
memiliki akal
dan raga. Berbeda dengan sebelumnya yang secara substansi hanya memiliki
raga
tetapi belum berakal. Mengenai waktunya, saat kehamilan usia berapa hari
peniupan
roh tersebut terjadi, menjadi rahasia Tuhan sejak ayat tersebut turun hingga
sekarang.
Hal tersebut diakui oleh Gulardi Wignjosastro
33
, pakar kebidanan dan kandungan
dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa tidak ada satu alat pun
yang
dapat mendeteksi kapan kehidupan manusia itu dimulai.

31
Quraish Shihab. 1997. Ensiklopedi Al-Qur’an Kajian Kosakata an Tafsirnya.
Jakarta:
Yayasan Bimantara, hal. 210.
32
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahally dan Jalaluddin Abd Rahman
bin Abi Bakr
Al-Suyuuthy. Tt. Tafsir Al-Jalalain. Surabaya: Al-Hidayah, hal. 1617.
33
Gulardi H. Wignjosastro dalam Maria Ulfah Anshor, Op. Cit.16
2. Argumentasi Methodologis (Ushul fiqh)
Fikih sebagai sebuah ilmu yang berisi seperangkat hukum-hukum Islam yang
bersifat praktis (amaliyah) harus mampu menjembatani antara hakikat hukum
yang
dikehendaki Tuhan (Syari’) dengan realitas kehidupan yang dialami manusia
sebagai
pelaksana hukum. Seluruh tindakan manusia baik berupa transaksi antar
sesama
manusia (mu’amalah) maupun yang bersifat transendental hanya
berhubungan
dengan Tuhan (ibadah) di dalam syari’at Islam telah diatur hukum-hukumnya.
Ketentuan normatif tersebut secara umum (universal) telah diatur di dalam
AlQur’an berupa teks (nash) sebagai sumber utama pembentukan hukum
Islam yang
dijadikan pedoman hidup bagi umat Islam. Namun tidak seluruh teks Al-
Qur’an
menjelaskan secara tegas dan mudah ditangkap maksudnya tetapi
membutuhkan
penjelasan untuk memahami isinya yang sebagian ada di dalam hadis dan
sebagian
lain membutuhkan penafsiran karena hadis tidak menjelaskannya.
Nash di dalam Al-Qur’an maupun hadis ada dua macam: pertama, bersifat
pasti (qath’iy) yaitu dikemukakan dengan bahasa yang tegas, memiliki arti
yang
jelas, tidak ada makna lain yang terkandung di dalamnya kecuali yang tersurat
dan
tidak membutuhkan penafsiran, atau disebut dengan ayat-ayat muhkamat.
Teks-teks
tersebut mengandung prinsip-prinsip universal, bersifat mutlak, tidak terbatas
pada
ruang dan waktu. Kedua, bersifat menduga-duga (dzanny) yaitu dikemukakan
dengan
bahasa yang tidak tegas, memiliki banyak arti yang memungkinkan untuk
ditafsirkan
dengan makna lain (interpretable), atau disebut dengan ayat-ayat
mutasyabihat.
Teks-teks tersebut terbatas pada ruang dan waktu tertentu, bersifat khusus.
34
Teksteks yang tidak tegas inilah yang menjadi lahan penggalian hukum dalam
menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan manusia yang tidak ditemukan
jawabannya di dalam Al-Qur’an maupun hadis.
Untuk mengeluarkan hukum dari teks-teks yang bersumber dari Al-Qur’an
maupun hadis baik secara tekstual (dzahir nash) maupun yang tersirat dari
jiwa dan
semangat teks (kontekstual) di masa Rasulullah masih hidup tidak ada
persoalan,
karena beliau langsung memandunya dan apabila menemukan ketidak
jelasan hukum
para sahabat dapat menanyakan langsung kepada beliau. Tradisi penggalian
hukum

34
Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah hukum Islam (Ushul Fiqh). Bandung:
Penerbit
Risalah, 1985, hal. 4417
terhadap persoalan-persoalan kehidupan yang tidak ditemukan hukumnya di
dalam
teks Al-Qur’an maupun hadis sudah dilakukan oleh para sahabat Nabi.
Bahkan
Rasulullah memotivasi keberanian para sahabat dan umatnya yang memiliki
kemampuan untuk menggali hukum (ijtihad) supaya diperoleh ketetapan
hukum
yang dinamis sesuai dengan situasi dan kondisi zaman, sebagaimana sabda
beliau:
“Apabila seorang hakim hendak menetapkan sesuatu hukum dengan
berijtihad
kemudian ijtihadnya tepat, maka baginya mendapat dua pahala. Dan apabila
ia
hendak menetapkan suatu hukum dengan berijtihad kemudian ijtihadnya
salah,
maka baginya mendapat satu pahala”
35
Selain itu, Nabi juga mengajarkan dan melatih kepada para sahabatnya
mengenai bagaimana cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya yang
bersifat
universal tersebut supaya dapat diterjemahkan ke dalam realitas kehidupan
nyata.
Sikap tersebut dapat dilihat dalam dialog antara Nabi dengan Mu’adz bin
Jabal
ketika hendak diutus beliau ke Yaman, beliau bersabda:
“Bagaimana anda memutuskan suatu hukum ketika anda diminta untuk
menentukan suatu keputusan?” Jawab Mu’adz: “Aku akan memutuskan
dengan
kitab Allah”. Rasulullah bertanya lagi; “jika anda tidak menemukan di dalam
kitab Allah?” Mu’adz menjawab: “dengan sunnah Rasulullah”. Rasul bertanya
lagi; ”jika anda tidak menemukan di dalam sunnah Rasul-Nya?” Jawab
Mu’adz; “aku akan melakukan ijtihad dengan pendapatku, dan aku tidak akan
menyempitkan ijtihadku”. Mu’adz lalu berkata; Rasulullah kemudian
menepuknepuk dadaku dengan tangan beliau sambil mengucapkan; “segala
puji bagi
Allah yang telah memberikan petunjuk terhadap utusan Rasul dengan jalan
yang direstui oleh Rasulullah”.
36
Begitu juga dengan kondisi sekarang di mana banyak kejadian yang
ditimbulkan oleh tuntutan zaman yang terus berubah seringkali membutuhkan
kepastian hukum, bahkan sama sekali tidak pernah terjadi dalam kehidupan di
masa
Rasulullah dan para sahabatnya. Di sinilah peran fikih untuk menentukan
ketetapan
dan penjelasan terhadap masalah-masalah tersebut berdasarkan pada dalil-
dalil
agama (syar’iyyah).
Dalil-dalil agama secara umum bersumber pada empat landasan pokok, yaitu:
1) Al-Qur’an, 2) Hadis (As sunnah), 3) Kesepakatan para ulama (Ijma’) dan 4)

35
Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairy Al-Naisabury. 261 H. Shahih
Muslim.
Beirut: Daar Al-Fikr, 1992, jilid 2, hal. 123, hadis nomor 15.
36
Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakr. 1980. A’laam al-
Muwaqqi’iin ‘an
Rabb al-‘Aalamiin. Cairo: Maktabah Al-Kulliyaat Al-Azhar, jilid 1, hal. 202.
Lihat juga Ibrahim
Hoesen, Fikih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rujuk dan Hukum
Kewarisan. Jakarta:
Balai Penerbitan dan Perpustakaan Islam Yayasan Ihya Ulumuddin Indonesia,
1971, hal. 4.18
Analogi hukum (Qiyas). Menurut mayoritas ulama (jumhur al-ulama), keempat
landasan tersebut disepakati sebagai dalil. Selain itu, mereka sepakat bahwa
cara
penggunaan dalil tersebut secara kronologi sebagaimana urutan yang
tersebut di
atas.
37
Dengan kata lain, jika terjadi suatu permasalahan yang membutuhkan
pemecahan hukum Islam maka upaya yang dilakukan adalah mencari dalil
atau
hukum di dalam Al-Qur’an. Jika di dalam Al-Qur’an itu ditemukan hukumnya
maka
hukum tersebut yang dilaksanakan. Tetapi jika di dalam Al-Qur’an tidak
ditemukan
hukumnya, maka mencarinya di dalam hadis. Bila ditemukan hukumnya di
dalam
hadis maka hukum itu yang harus dilaksanakan. Bila di dalam hadis ternyata
tidak
ditemukan hukumnya maka harus melihat pada hasil kesepakatan para
penggali
hukum (mujtahid), apabila ketentuan hukum tersebut ditemukan maka hukum
itu
harus dilaksanakan. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan
penggalian
hukum (ijtihad)
38
sendiri dengan cara menganalogikan terhadap persoalan yang
sudah ada hukumnya (qiyas).
39
Jadi, karakter fikih pada prinsipnya adalah dapat diterapkan (applicable),
menawarkan solusi terhadap persoalan-persoalan kehidupan yang dialami
manusia
dan mengantarkan pada kesejahteraan atau kemaslahatan umum (al-
mashalih al-
‘ammah). Hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam kaidah pembentukan
hukum
Islam bahwa tujuan utama pembentukan hukum Islam (maqashid al-syari’ah)
adalah
merealisir kemaslahatan bagi kehidupan manusia dengan mendatangkan
kesejahteraan dan menjauhkan bahaya dalam kehidupan mereka.
Kemaslahatan
manusia itu dapat terwujud apabila terjamin kebutuhan pokok (dharuriyah),
kebutuhan sekunder (hajiyah) maupun kebutuhan pelengkapnya (tahsiniyah).
40
3. Mencari Solusi dengan Fikih Alternatif
Dalam konteks aborsi tak aman yang menimbulkan tingginya angka kematian
ibu, bukan merupakan persoalan sederhana, tetapi memiliki dimensi sosial
yang
kompleks baik secara fisik, psikis bagi yang bersangkutan maupun psiko-
sosial bagi

37
Abdul Wahab Khallaf. Op cit, hal. 17.
38
Ijtihad secara bahasa berarti kesungguhan, menurut istilah ulama ushul
dalam Abdul Wahab
Khallaf adalah mencurahkan daya kemampuan secara sungguh-sungguh
untuk mengeluarkan hukum
Islam (syari’ah) dari dalil-dalil agama (syara’) secar rinci.
39
Abdul Wahab hallaf. Op cit, hal. 18.
40
Ibid, bagian kedua, hal. 137. 19
lingkungannya. Fikih dalam hal ini harus berorientasi pada etika sosial yang
produk
hukumnya tidak sekedar halal atau haram, boleh dan tidak boleh, tetapi harus
memberikan jawaban berupa solusi hukum terhadap persoalan-persoalan
sosial yang
dihadapi perempuan. Dengan kata lain, diakui pula oleh K.H. Sahal Mahfudz
(2003):
“Fikih sosial bertolak dari pandangan bahwa mengatasi masalah sosial yang
kompleks dipandang sebagai perhatian utama syari’at Islam”.
41
Dalam konteks menetapkan kepastian hukum mengenai tingginya angka
kematian ibu akibat aborsi tak aman yang merupakan dua kondisi yang sama-
sama
membahayakan, dapat dianalisa dengan menggunakan beberapa kaidah fikih,
antara
lain: pertama, “Bahaya itu menurut agama harus dihilangkan (al-dlarar
yuzaalu
syar’an)”; kedua, “Bahaya yang lebih berat dapat dihilangkan dengan
memilih
bahaya yang lebih ringan (al-dharar al-asyadd yuzaalu bi al-dharar al-akhaff)”
atau
“Jika dihadapkan pada dua kondisi yang sama-sama membahayakan, maka
pilihlah
bahaya yang lebih kecil risikonya (Idza ta’aaradlat al-mafsadataani ruu’iya
a’dhamuhuma dlararan)”; ketiga, “Keterpaksaan dapat memperbolehkan
untuk
melakukan hal-hal yang dilarang (al-dlaruraatu tubiihul mahdzuraat)”;
keempat,
perubahan hukum Islam dapat dilakukan dengan adanya perubahan zaman,
perubahan tempat, perubahan kondisi, perubahan niat dan kultur atau adat
(taghayyir
al-ahkam bitaghayyur al-azminah wal-amkinah wal-ahwal wan-niyaat wal-
‘awaaid)”.
42
Ada argumentasi klasik di kalangan ulama bahwa pencegahan atau
mendahulukan prevensi (syaddu al-dzari’ah) lebih baik. Dalam hal hukum
aborsi,
melarang aborsi dianggap lebih aman, karena ada kehawatiran kalau aborsi
dibolehkan akan dijadikan sebagai peluang bagi pelaku seks di luar nikah
mencari
jalan keluar. Bila aborsi dibolehkan sama dengan memberikan kesempatan
untuk
melakukan perzinahan atau seks bebas. Pertanyaannya adalah bagaimana
fikih
menjawab realitas yang sudah terjadi berupa tingginya angka aborsi tak aman
yang
jelas-jelas mengancam kematian, apakah masih relevan menjawab dengan

41
Sahal Mahfudh, M.A. 2003. Fikih Sosial: Upaya Pengembangan Madzhab
Qauli dan
Madzhab Manhaji. Pidato Promovendus pada Penerimaan Gelar Doktor
Honoris Causa dalam Bidang
Fikih Sosial di UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 18 juni. Jakarta: Universitas
Islam Negeri, hal. 18.
42
Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakr (terkenal dengan
panggilan Ibnu
Qayyim Al-Juuziyyah). 1980. ‘Alaam al-Muwaqqi’iin ’an Rabbi al-‘Alamiin.
Cairo: Mathabi’ AlIslam, jilid 3, hal. 3. 20
argumentasi preventif. Pandangan tersebut nampak sangat tekstual karena
hanya
berorientasi pada teks tanpa melihat realitas sosial bahwa ada kondisi yang
mengancam kematian perempuan yang perlu dijembatani supaya aborsi tak
aman
tidak terjadi. Di sinilah letak kesenjangannya antara teks fikih dan kenyataan
di
lapangan.
Argumentasi klasik tersebut terpatahkan dengan ditemukannya fakta bahwa
dari jumlah rata-rata 2 juta kasus aborsi pertahun, 76.6% dilakukan oleh
perempuan
berstatus menikah.
43
Penelitian terakhir oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (2003),
87% klien aborsi berstatus menikah.
44
Mereka memutuskan aborsi ternyata ada
sejumlah persoalan kemanusiaan yang mempengaruhinya. Beberapa faktor
penentu
di antaranya perkosaan dan incest, kegagalan alat kontrasepsi, kemiskinan,
kesehatan
fisik maupun mental dan sebagainya. Dari jumlah aborsi tersebut diperkirakan
10-
50% nya berakhir dengan kematian ibu.
45
Dari sudut pandang apapun fakta tersebut adalah merupakan problem sosial
yang sangat memprihatinkan, harus dicarikan solusinya, tidak cukup hanya
dengan
wacana, etis atau tidak etis maupun kontroversi lainnya. Kita dihadapkan
pada fakta
yang sudah ada di depan mata, menuntut siapapun untuk segera bersikap
dan
bertindak. Terlepas dari takdir, kesakitan dan kematian akibat aborsi tak aman
tersebut sesungguhnya dapat cegah setidaknya dikurangi.
Mengingat fikih adalah dimaksudkan untuk mengatur seluruh prilaku
kehidupan manusia supaya dapat hidup lebih bermanfaat dan maslahat,
begitu juga
hukum positif dibuat untuk mengatur seluruh prilaku warga negara supaya
berbuat
sesuai hokum. Maka perlu dilakukan kompromi dalam proses pembentukan
hokum
antara realitas kehidupan dengan nilai-nilai yang dikehendaki oleh teks.
Dengan
demikian, kesenjangan antara hukum Islam (fikih) yang memilik karakter
lentur dan
dinamis dengan hukum positif yang kaku dan melarang tindakan aborsi
sebagaimana
dalam Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan khususnya
pasal

43
Budi Utomo. Op cit, hal. 30.
44
Ninuk Widyantoro. 2003. Pengakhiran Kehamilan Tak Diinginkan yang Aman
Berbasis
Konseling. Jakarta: Yayasan Kesehatan Perempuan.
45
WHO dalam Gulardi Wignyosastro. Masalah Kesehatan Perempuan Akbat
Reproduksi,
Makalah Seminar Penguatan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, PP Fatayat
NU dan Ford Foundation,
Jakarta, 1 September 2001 21
15
46
dapat dijembatani. Sehingga upaya penguatan terhadap hak-hak reproduksi
perempuan dapat terlaksana sesuai dengan kesepakatan ICPD tanpa harus
larut atau
terpengaruh dengan budaya negara lain.
Pendapat-pendapat para ulama mengenai aborsi tersebut dapat dijadikan
sebagai ilustrasi bahwa karakter fikih adalah dinamis dan realistis dapat dikaji
secara
terus menerus sesuai dengan perkembangan masyarakat, termasuk di
dalamnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hal tersebut sejalan
dengan
tujuan pembentukan hukum Islam (maqaashid al-ahkam al-syar’iyyah),
sebagaimana
dikatakan Hasbi Ash-Shiddieqy yaitu mencegah terjadinya kerusakan dalam
kehidupan manusia dan mendatangkan kemaslahatan kepada mereka,
mengendalikan
dunia dengan kebenaran, keadilan dan kebajikan serta menerangkan cara
yang harus
dilaluinya dengan menggunakan akal manusia.
47
26 Dalam hal ini, yang terpenting
kuncinya adalah fikih itu harus bisa mencegah terjadinya kerusakan dan
mendatangkan kemaslahatan secara proporsional terhadap kehidupan
manusia.
Prinsip-prinsip di dalam kaidah pembentukan hukum Islam tersebut dalam
praktik hampir sama dengan prinsip-prinsip dasar moral dalam ilmu filsafat,
yang
harus berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu
48
; pertama, prinsip sikap baik yaitu
bersikap positif dan baik. Sikap ini menjadi kesadaran inti utilitarianisme
bahwa kita
harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan
mengusahakan untuk
sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita dengan
tanpa
merugikan pihak lain; kedua, prinsip keadilan yaitu perlakuan yang sama
terhadap
semua orang sesuai dengan haknya masing-masing. Prinsip ini menuntut kita
agar
tidak mencapai tujuan-tujuan, termasuk yang baik, dengan melanggar hak
orang
lain.; ketiga, prinsip hormat terhadap diri sendiri, yaitu selalu memperlakukan
diri
sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.

46
Pasal 15, ayat (1): Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Ayat (2):
Tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a)
berdasarkan indikasi medis yang
mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. b) Oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi
serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli. c) Dengan pesetujuan ibu hamil yang bersangkutan
atau suami atau keluarga.
d) Pada sarana kesehatan tertentu. Ayat (3): Ketentuan lebih lanjut mengenai
tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
47
Ash Shiddieqy, Hasbi. Op cit, hal. 177.
48
Franz Magnis-Suseno. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral.
Yogyakarta: Kanisius, hal. 130-13422
1. Argumantasi Fikih Aborsi KTD akibat Perkosaan
a. Aborsi KTD
Upaya pencegahan terhadap KTD adalah paling ideal, jauh lebih baik secara
normatif maupun dari sisi hukum apapun dan agama manapun dibanding
dengan
aborsi. Namun jika alat kontrasepsi yang digunakan ternyata gagal tidak
berhasil
menghalangi bertemunya sperma dan ovum hingga terjadi KTD, maka harus
dicarikan jalan keluar yang proporsional, rasional dan tidak bertentangan
dengan
agama. Perdebatan antara Pro dan kontra mengenai aborsi tidak memberikan
solusi
apapun dalam mengatasi masalah kematian ibu akibat aborsi tak aman.
Untuk merumuskan aborsi alternatif yang aman baik dari sisi agama,
kesehatan maupun psikologi perlu dilakukan bersama antara pembuat hukum
(legislatif dan eksekutif) dengan para pakar dan praktisi di bidangnya masing-
masing
mengenai batasan-batasan aman dari segi kesehatan, aman dari segi
kejiwaan
(psikologis), aman dari sosio-ekonomis dan aman menurut agama (syara’).
Begitu
juga batasan-batasan darurat dan maslahat yang sesuai dengan kaidah
agama harus
mengacu pada situasi dan kondisi fisik maupun psikis, tempat dan kultur yang
kontekstual. Melalui proses tersebut, diharapkan ada ketentuan mengenai
aborsi
aman yang berorientasi pada solusi untuk penguatan hak reproduksi
perempuan dan
upaya pencegahan terhadap kematian ibu.
Persoalan lain yang terus menerus menyertai perdebatan berkaitan dengan
aborsi adalah mengenai batasan darurat, meskipun secara agama (syar’i)
sangat jelas
yaitu apapun yang dapat mengancam kebinasaan terhadap agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta (ad-dlaruuriyyat al-Khamsah) disebut darurat. Artinya,
segala
situasi dan kondisi apapun yang dapat mengantarkan atau mengakibatkan
pada
rusaknya lima perkara tersebut dapat dilakukan meskipun harus bertentangan
dengan
hal-hal yang dalam situasi normal dilarang, misalnya memakan sesuatu yang
diharamkan untuk obat diperbolehkan.
Dalam hal ini, ketika dihadapkan pada dua kondisi yang sama-sama
membahayakan, maka dapat memilih salah satu kondisi yang tingkat
bahayanya
paling ringan, sebagaimana kaidah fikih mengatakan: “yang lebih ringan di
antara
dua bahaya bisa dilakukan demi menjaga yang lebih membahayakan
(yartakibu 23
akhaff al-dhararaiin li ittiqaa’i asyaddahuma)”.
49
Kaidah lain menyebutnya: “Jika
dihadapkan pada sebuah dilema yang sama-sama membahayakan, maka
ambillah
risiko yang paling kecil dengan menghindari sesuatu risiko yang lebih besar
(idzaa
t’aaradhat al-mafsadataani ruu’iya a’dzamuhuma dhararan”.
50
Namun pemahaman-pemahaman mengenai batasan bahaya (dlarurat)
tersebut dalam hal aborsi seringkali terjebak pada ukuran-ukuran fisik,
padahal
dalam konteks manusia antara fisik dan psikis itu tidak dapat dipisahkan.
Seseorang
yang kondisi fisiknya sehat belum tentu secara psikis sehat, begitu juga
sebaliknya.
Oleh karena itu, faktor fisik dan psikis tidak dapat dipisahkan, keduanya harus
menjadi ukuran dalam mempertimbangkan bahaya atau tidaknya seseorang.
Termasuk di dalamnya seluruh situasi dan kondisi yang menjadi latar
belakang,
menjadi perantara atau penyebab yang mengantarkan (washilah) terjadinya
kondisi
darurat menjadi bagian yang juga harus dianalisa dalam menetapkan hukum.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut sebagai dasar pembentukan hukum
tidak dapat dipisahkan dengan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan30
51
terhadap
ibunya, karena ibu merupakan induk (al-ashl) dari janin sehingga harus
dipertahankan dan harus dilindungi. Ibu telah memiliki tanggung jawab
kemanusiaan
terhadap keluarganya maupun masyarakatnya. Sementara janin belum
memiliki
tanggung jawab apapun. Dalam hal ini sifatnya memang relatif sekali, tidak
bisa
digeneralisir secara hitam putih karena kondisi yang dianggap dlarurat dan
maslahat
bagi seseorang belum tentu sama dengan kondisi darurat dan maslahat bagi
orang
lain.
Tetapi di situlah sebenarnya justru terletak keunikan fikih, bersifat relatif,
memiliki fleksibilitas, sangat tergantung pada situasi dan kondisi bahkan
motivasi
(niat) yang melatar belakangi, sebagaimana kaidah klasik yang dikemukakan
oleh
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah di atas. Kaidah lain menyebutkan bahwa hukum
sangat
tergantung pada adanya ‘illat dan tidak adanya ‘illat (al-hukm yaduuru ma’a
al-‘illah
wujuudan wa-‘adaman)
52

49
Abdul Wahab Khallaf. Op cit, hal. 151
50
Al-Suyuthi. Tt. Al-Asybah Wa Al-Nadza’ir, hal. 62
51
Pengertian maslahat adalah mengambil kemanfaatan dan menolak bahaya
(jalbul manfa’ah
wa daf’ul madlaarah)
52
Sulaiman, Jaml Fath Al-Wahab (Cairo: Daar Al-Ihya, tt), jilid 4, hal. 183. 24
Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut dengan mempertimbangkan aspek-
aspek
kebaikan dan kemanfaatan (mashlahat) dan bahaya (madlarat) baik secara
fisik
maupun psikis dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi KTD, maka fikih
aborsi
alternatif dapat dirumuskan. Hal tersebut sebagai salah satu upaya penguatan
hak-hak
reproduksi perempuan untuk menghindari terjadinya kematian ibu akibat
aborsi tak
aman. Pengertian alternatif di sini adalah sebagai pilihan terakhir bagi
perempuan
yang situasi dan kondisi fisik maupun psikisnya memang tidak memungkinkan
kalau
kehamilannya dilanjutkan. Dalam proses pengambilan keputusan tersebut
harus
berdasarkan ukuran-ukuran yang ditentukan oleh perempuan yang
bersangkutan
bukan oleh pihak lain termasuk suami atau keluarganya, karena dia dalam hal
KTD
adalah pihak yang paling mengetahui dan memiliki otonomi terhadap dirinya.
Adapun fikih aborsi alternatif yang dimaksudkan sebagai solusi yang
diusulkan di sini adalah dilakukan segera setelah diketahui terjadi KTD hingga
sebelum usia kehamilan melewati 8 minggu atau janin berusia 6 minggu (42
hari).
Berdasarkan pertumbuhan embrio, pada kehamilan usia 0-8 minggu embrio
dalam proses pertumbuhan sel yang belum sempurna dan diduga kuat
peniupan roh
belum terjadi. Kondisi embrio pada usia tersebut nyaris sama dengan yang
diinformasikan hadis Nabi bahwa Allah mengutus malaikat untuk
menyempurnakan
proses pembentukan manusia adalah setelah embrio melewati usia 42 hari.
Secara
lengkap hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila nuthfah telah
melewati empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat untuk membentuk
rupanya, menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya,
dan tulangnya, kemudian malaikat bertanya: Wahai Tuhanku, apakah
dijadikan
laki-laki atau perempuan? Lalu Allah menentukan apa yang dikehendaki, dan
malaikat itupun menulisnya.” (Hadis Riwayat. Muslim).
53
Jadi, berdasarkan hadis tersebut didukung dengan kaidah-kaidah fikih,
dengan mempertimbangkan pertumbuhan embrio dan hak-hak reproduksi,
maka
aborsi alternatif dapat dilakukan sebagai pilihan terakhir dalam kondisi darurat
setelah upaya lain berupa pencegahan KTD tidak berhasil dilakukan. Dengan
syarat,
dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) profesi kesehatan
serta melalui

53
Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairy Al-Naisabury. 1992. Shahih
Muslim.
Beirut: Daar Al-Fikr, hadis 2645, jilid 2, hal. 550 25
proses konseling sebelum maupun sesudah aborsi dilakukan (pre abortion
and post
abortion). Dengan demikian, fikih aborsi alternatif dapat mendukung upaya
penguatan hak reproduksi perempuan dalam menghindari KTD maupun
mencegah
terjadinya kematian ibu.
b. Aborsi KTD akibat perkosaan
Meskipun perkosaan merupakan kejahatan seksual, jika ditinjauan dari sisi
wanitanya perkosaan sama sekali tidak sama dengan perzinahan dan
pergaulan
seks bebas, karena perkosaan melibatkan pemaksaan dan kekerasan.
Dimana
salah satu pihak, terutama wanita tidak memiliki kemauan untuk
melakukannya.
Hal inilah yang membedakan dengan perzinahan ataupun pergaulan bebas
yang
pada umumnya sebagai didorong oleh perasaan mau sama mau.
Islam memiliki prinsip, bahwa pencegahan lebih diutamakan, begitupun
dalam kasus pemerkosaan. Pemecahan secara Islami terhadap kasus
perkosaan
adalah mengakhiri segala bentuk pengeksposan tubuh di depan publik;
melarang
film-film pornografi, buku dan nyanyian; membatasi pergaulan bebas antara
pria
dan wanita; dan tidak menggunakan wanita sebagai daya tarik iklan untuk
menjual segala macam produk atau barang. Di atas segalanya, orang yang
bersalah melakukan perkosaan harus dihukum di depan publik. Tetapi, bila
langkah-langkah pencegahan telah diambil tetapi perkosaan tetap terjadi,
maka
Islam menganjurkan agar korban segera mendapatkan pertolongan medis
untuk
mencegah segala kemungkinan terjadinya kehamilan. Pendapat ini diperkuat
dengan pandangan Qurthubi yang mengatakan bahwa air mani bukanlah
sesuatu
yang pasti (yaqinan), dan tidak ada konsekuensinya jika wanita segera
'mengeluarkannya sebelum ia menetap dalam rahim
54
. Dan juga, secara medis,
segera setelah tindakan seksual terjadi, seperti dalam kasus perkosaan, tidak
mungkin mengetahui apakah kehamilan telah terjadi. Karena itu,
diperbolehkan
pada saat itu mendapat pengobatan untuk mencegah kehamilan. Tetapi, jika
tidak
ada tindakan yang diambil untuk melaporkan perkosaan dan juga tidak
diambil

54
Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, 1967, Al-Jami’ fi
Ahkan alQur’an, Kairo: Maktabah al-Wabah, hal. 8 26
tindakan medis untuk mencegah kemungkinan hamil, maka tampaknya tidak
dibenarkan untuk menganjurkan aborsi setelah beberapa hari atau bulan
berlalunya
perkosaan. Karena nantinya, secara medis akan sulit menentukan apakah
perkosaan
memang benar-benar terjadi. Dan hal ini bisa mengarah pada
penyalahgunaan
tujuan.
Menurut Ebrahim, dalam rangka pencegahan terhadap KTD akibat
perkosaan dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan antara lain: Pertama,
menciptakan lingkungan Islami yang di dalamnya masyarakat membersihkan
segala bentuk godaan untuk menjamin tidak terjadinya perkosaan tentu saja
sikap
yang patut dipuji. Tetapi ini tidak begitu saja menjamin bahwa perkosaan tidak
terjadi. Selalu saja ada pengecualian. Benar bahwa hukuman keras yang
dijatuhkan
Islam kepada mereka yang bersalah melakukan seks bebas dan perzinaan
dapat
menjadi langkah pencegahan terhadap tindak perkosaan. Tetapi hukum Islam
tersebut hanya dapat diterapkan dalam negara Islam. Dengan demikian,
menganjurkan pelaksanaan hukum tersebut sebagai pencegahan terhadap
tindakan
perkosaan tidak akan menyelesaikan persoalan. Karena hukum tersebut tidak
pernah diterapkan di negara-negara bukan Islam. Tetapi, bahkan di negara
Islam,
kecuali Arab Saudi, Iran dan Pakistan, hukum Islam ini tidak ditegakkan.
Kedua, jika setiap wanita segera meminta pertolongan medis setelah
diperkosa, maka tindakan ini tentu saja akan menyelesaikan persoalan aborsi,
yaitu
mengakhiri kehamilan akibat perkosaan. Tetapi, di negara atau wilayah Islam
tidaklah mudah bagi korban perkosaan untuk melaporkan perkosaan karena
mereka takut akan diasingkan. Mengasingkan wanita yang mengalami
perkosaan tentu saja perbuatan yang tidak Islami, tetapi masyarakat
cenderung
menganggap rendah mereka dan bahkan peluang mereka untuk menikah
akan
terancam. Karena itu, yang umum terjadi adalah bahwa setelah kehamilan
tampak barulah dipikirkan tindakan apa yangharus dilakukan
55
.
Tidak ada keraguan bahwa akan mustahil secara medis untuk
menentukan apakah perkosaan memang benar-benar terjadi. Tetapi, adilkah

55
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Op. Cit., hal. 148-149 27
baginya untuk terus hamil sampai tiba saatnya melahirkan dan anak yang
dilahirkan, diberi label sebagai anak haram? Joseph Fletcher mengatakan
bahwa
pada prinsipnya adalah kehamilan seharusnya terjadi karena pilihan, bukan
karena paksaan.
56
Memaksanya agar tetap hamil sampai tiba waktunya tentu saja
bertentangan dengan pendapat mengenai AID. Dikatakan bahwa kasus
sperma
donor adalah haram dan karena itu tidak dapat diterima sebagai cara untuk
hamil. Dengan demikian kasus kehamilan akibat perkosaan pun bisa
tergolong
haram.
Dalam kasus KTD akibat perkosaan itupun terjadi pada seorang wanita,
apakah aborsi dibenarkan? Dalam kasus ini sebagian orang cenderung
mengatakan setuju dengan memandang, bahwa perbuatan seksusal
dilakukan
pada wanita sengan paksaan, tidak atas kemauannya. Karena itu harus
dikatakan
bahwa wanita mempunyai hak untuk tidak mengandung anak seseorang yang
tidak memiliki ikatan emosional dengannya.
Pernah terjadi seorang istri diperkosa sewaktu suaminya berada di
negara lain untuk melakukan bisnis. Apakah dia akan menerima bahwa
istrinya
mengandung anak dari laki-laki lain? Tentu tidak, istrinya sendiri akan gelisah
menunggu sampai lahirnya anak dari orang yang telah merasukinya dengan
suatu pengalaman yang traumatis. Ini kejadian nyata. Penulis cenderung
untuk
berpendapat bahwa dalam kasus kehamilan akibat perkosaan, aborsi boleh
dibenarkan. Tetapi adilkah ini? Lagi pula, janin ini tidak melakukan kejahatan
apa pun, mengapa dia tidak diizinkan untuk hidup?
D. PENUTUP
Aborsi pada dasarnya adalah fenomena yang hidup dalam masyarakat
Indonesia. Aborsi dapat dikatakan sebagai fenomena "terselubung" karena
praktik
aborsi sering tidak tampil ke permukaan, bahkan cenderung ditutupi oleh
pelaku
utaupun masyarakat, bahkan negara. Ketertutupan ini antara lain dipengaruhi
oleh

56
Joseph Fletcher, 1979, Humanhood: Essays in Biomedical Ethics, Tt.:
Prometheus
Books, hal. 138 28
hukum formal dan nilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam
masyarakat
serta politik.
Hukum Islam maupun Undang-Undang Nomor 39 tahun 2009 sama-sama
memandang bahwa aborsi adalah suatu kejahatan (tindak pidana), sehingga
memberikan hukuman bagi siapa saja yang melakukannya.
Meskipun demikian Hukum Islam maupun Undang-Undang Nomor 39 tahun
2009 memberikan ’kebolehan’ aborsi pada kasus:
(1) apabila kehamilan tersebut akan membahayakan bagi ibu dan janin;
(2) kehamilan tidak diharapakan akibat perkosaan.
Kebolehan aborsi tersebut harus memrujuk pada ketentuan-ketentuan medis,
sehingga dalam praktiknya tidak mebawa akibat yang lebih buruk bagi si ibu,
dan
terutama dalam hukum Islam haruslah merujuk pada syar’i yang telah
ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khallaf. 1985. Kaidah-kaidah hukum Islam (Ushul Fiqh).
Bandung:
Penerbit Risalah.
Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairy Al-Naisabury. 1992. Sahih
Muslim. Libanon, Beirut: Daar Al-Fikr.
Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairy Al-Naisabury. 1992. Shahih
Muslim. Beirut: Daar Al-Fikr
Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairy Al-Naisabury. 261 H. Shahih
Muslim. Beirut: Daar Al-Fikr, 1992.
Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah. Tt. Al-
Mughni.
Cairo: Hajar.
Al-Ghazali. Tt. Al-Wajiz. Beirut: Daar Al-Ma’rifah.
Al-Suyuthi. Tt. Al-Asybah Wa Al-Nadza’ir.
Anshor, M.U. 2000. Fikih Aborsi dan Penguatan Hak Kesehatan Reproduksi.
Makalah disampaikan pada Forum Fatayat NU, Jakarta 21 Maret 2000.
Anshor, M.U. 2001. Penguatan Hak Kesehatan Reproduksi dalam Komunitas
Islam.
Makalah disampaikan pada Forum Fatayat NU, Jakarta 1 September 2001. 29
Departemen Agama RI. 2003. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Jakarta:
Departemen Agama RI.
Dewi, M. U. H. 1997, Aborsi: Pro dan Kontra di Kalangan Petugas
Kesehatan,
Yogyakarta: Pusat penelitian Kependudukan UGM dan Ford Foundation
Ebrahim, A.F.M. Biomedical Issues, Islamic Perspective. Terj. Meutia, Sari.
1997.
Aborsi, Kontrasepsi, dan Mengatasi Kemandulan. Jakarta: Mizan.
Ekotama, dkk., 2001, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan: Perspektif
Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta: Universitas
Atmajaya
Franz Magnis-Suseno. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral.
Yogyakarta: Kanisius
Guttmacher Institute. 2008. Aborsi di Indonesia. Guttmacher Institute. Seri
2008, No.
2
Harian Terbit Jum’at 23 Mei 2003
http://www.rajawana.com/artikel.html/227-aborsi.pdf.htm, diakses 1 Maret
2010
Ibnu Abidin. Tt. Hasyiyah Rad al-Mukhtar ‘ala al-Dur al-Mukhtar. Beirut: Daar
alFikr.
Ibrahim Hoesen. Tth. Fikih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq,
Rujuk dan
Hukum Kewarisan. Jakarta: Balai Penerbitan dan Perpustakaan Islam
Yayasan Ihya Ulumuddin Indonesia.
Indraswari. ”Fenomena Kawin Muda dan Aborsi: Gambaran Kasus”, dalam
Hasyim,
Syafiq. 1999. Menakar Harga Perempuan, Eksplorasi atas Hak-Hak
Reproduksi Perempuan dalam Islam. Jakarta: Mizan.
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahally dan Jalaluddin Abd Rahman bin
Abi
Bakr Al-Suyuuthy. Tt. Tafsir Al-Jalalain. Surabaya: Al-Hidayah.
Ninuk Widyantoro. 2003. Pengakhiran Kehamilan Tak Diinginkan yang Aman
Berbasis Konseling. Jakarta: Yayasan Kesehatan Perempuan.
Out Look. Keselamatan Ibu: Keberhasilan dan Tantangan. Out Look, Vol. 16,
Edisi
Khusus, Januari 1999.
Quraish Shihab. 1997. Ensiklopedi Al-Qur’an Kajian Kosakataan Tafsirnya.
Jakarta:
Yayasan Bimantara. 30
Royston, E., dan Armstrong, S. (Eds). Preventing Maternal Deaths. Terj.
Maulany,
R. F. 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Jakarta: Binarupa Aksara.
Sahal Mahfudh, M.A. 2003. Fikih Sosial: Upaya Pengembangan Madzhab
Qauli
dan Madzhab Manhaji. Pidato Promovendus pada Penerimaan Gelar Doktor
Honoris Causa dalam Bidang Fikih Sosial di UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta, 18 juni. Jakarta: Universitas Islam Negeri.
Soge, P. 2008. ”Pengaruh Perkembangan Kehidupan Masyarakat Terhadap
Pengaturan Hukum Tentang Aborsi di Indonesia”. Yogyakarta: Universitas
Gagjah Mada. Disertasi. Tidak Dipublikasikan.
Sulaiman. Tt. Jaml Fath Al-Wahab. Tth. Cairo: Daar Al-Ihya.
Supriyadi, 2001, ”Politik Hukum Kesehatan terhadap Pengguguran
Kandungan”,
Makalah disampaikan dalam Diskusi Ilmiah, ”Aborsi Dari kajian Ilmu Politik
Hukum” (Hukum Kesehatan dan Hukum Pidana), Yogyakarta: Bagian
Hukum Pidana, FH-UAJY, tanggal 2 Juli 2002
Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakr. 1980. ‘Alaam al-
Muwaqqi’iin
’an Rabbi al-‘Alamiin. Cairo: Mathabi’ Al-Islam.
Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakr. 1980. A’laam al-
Muwaqqi’iin
‘an Rabb al-‘Aalamiin. Cairo: Maktabah Al-Kulliyaat Al-Azhar.
Tafal, dkk., eds., 1999, Keguguran, Jakarta: ITF Netherlands, IPPF, dan PKBI
The Alan Guttmacher Institute (AGI), “Sharing Responsibility: Women, Society
and
Abortion Worldwide”, New York: AGI dalam Martha S. Ismail. Promosi
Kesehatan Reproduksi: Pencegahan Kehamilan yang Tidak
Diinginkan/Kehamilan yang Tidak Direncanakan
Utomo, B., dkk. 2002. Angka Aborsi dan Aspek Psiko-sosial di Indonesia:
Studi di
10 kota Besardan 6 kabupaten. Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan
Universitas Indonesia
Wignyosastro, G. 2001. Masalah Kesehatan Perempuan Akbat Reproduksi,
Makalah
Seminar Penguatan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, diselenggarakan PP
Fatayat NU dan Ford Foundation, Jakarta, 1 September 2001. 31
Curriculum Vitae
Nama : Titik Triwulan Tutik, SH., MH.
Instansi : Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya
Pendidikan Terakhir : Program Magister Ilmu Hukum PPs Universitas
Airlangga
Surabaya dengan BPPS
Sekarang sedang menempuh penyelesaian Disertasi di
Program Doktor Ilmu Hukum PPs Universitas Airlangga
Surabaya melalui BPPS
Alamat :
Instansi : Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya
Jl. Jend. A. Yani No. 117 Surabaya
No. Telp. : (031) 8417418
Rumah : Tirta raya II/93 Graha Tirta Waru-Sidoarjo
No. Hp. : 085731599737
Karya Terpublikasi
a. Buku
(1) Pemilihan Kepala daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dalam
Sistem
Pemilu Menurut UUD 1945 (Prestasi Pustaka, 2005);
(2) Pokok-Pokok Hukum Tata negara (Prestasi Pustaka, 2005);
(3) Pengantar Ilmu Hukum (Prestasi Pustaka, 2006);
(4) Tinjauan Yuridis Hak serta Kewajiban Pendidik Menurut Undang-Undang
Guru dan Dosen [Prestasi Pustaka, 2006];
(5) Pengantar Hukum Perdata Indonesia [Prestasi Pustaka, 2006],
(6) Poligami Perspektif Perikatan Nikah [Prestasi Pustaka, 2007],
(7) Sertifikasi Guru [Prestasi Pustaka, 2007],
(8) Hakekat Keilmuan Ilmu Hukum [Prestasi Pustaka, 2007],
(9) Falsafah Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan [Prestasi Pustaka,
2007],
(10) Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial [Prestasi
Pustaka, 2007];
(11) Misteri Hati [Lintas Pustaka, 2007],
(12) Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam [Lintas Pustaka, 2008],
(13) Pengembangan Sains & Teknologi Berwawasan Lingkungan Perpsepktif
Islam [Lintas Pustaka, 2008],
(14) Membaca Peta Politik NU [Lintas Pustaka, 2008],
(15) Mendesains Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) di Kelas [Editor, Cerdas Pustaka, 2008], 32
(16) Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pascaamandemen UUD
1945
[Cerdas Pustaka, 2008];
(17) Dimensi Transenden dalam Akselerasi Transformasi Sosial Budaya
[Lintas
Pustaka, 2008].
(18) Perkawinan Adat Wologoro Suku Tengger (Prestasi Pustaka, 2008);
(19) Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional (Prenada Media Group,
2009);
(20) Perlindungan Hukum bagi Pasien (Prestasi Pustaka, 2010);
(21) Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia dalam Sistem Hukum Nasional
Pascareformasi (Prenada Media Gorup, 2010);
(22) Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara
Indonesia (Prestasi Pustaka, 2010).
b. Arikel dalam Jurnal
(1) Poligami dalam Islam: Antara Diizinkan dan Diperintahkan (Jurnal Al
Qonun Fak. Syari’ah IAIN Sunan Ampel, ISSN 0123-765, 2004)
(2) Pemilihan Kepala daerah secara Langsung dalam Perspektif Islam (Jurnal
Paramadina Lemlit IAIN Sunan Ampel Surabaya, Vol. 6, No. 4, Oktober
2005, h. 351-365);
(3) Refleksi Sosio Kultural dan Religiusitas Ritual Adat Lokal (Jurnal of
Indonesia
Islam Comumunity Research ’Qualita Ahsana’, Lemlit IAIN Sunan Ampel
Surabaya, Vol. IX, No. 1, April 2007, h. 351-365);
(4) Eksistensi dan Kedudukan Komisi Yudisial dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia (Jurnal Yuridika Fak. Hukum Universitas Airlangga Vol. 2, No. 2
Agustus 2007).
c. Artikel Ilmiah dalam Majalah
Tidak kurang dari 25 tulisan ilmiah populer dimuat dalam berbagai majalah
seperti Majalah Pendidikan Agama ’MIMBAR’ Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi Jawa Timur (sekarang Kantor Kementrian Agama Propinsi
Jawa Timur); Majalah Pendidikan ’MEDIA’ Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Jawa Timur (sekarang Kantor Kementrian Pendidikan
Propinsi Jawa Timur); Majalah Seni Budaya ’BENDE” Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Jawa Timur (sekarang Kantor Kementrian Pendidikan
Propinsi Jawa Timur), dll.
Prestasi
(1) Nominator Dosen Teladan IAIN Sunan Ampel 2007;
(2) Penerima Hibah Penulis Terbaik ’Juara Harapan III’ Lomba Buku Daras
Tingkat
Nasional 2007 dari Departemen Agama RI;
(3) Penerima Academic Award Karya Buku Publikasi ’Juara III’ Tingkat IAIN
Sunan
Ampel Surabaya 2008;
(4) Penerima Hibah Penelitian Individual dari Lemlit IAIN Sunan Ampel 2006,
dan
2007.
(5) Penerima Hibah Penelitian Individual dari Fakultas Syari’ah IAIN Sunan
Ampel
2004, dan 2005.

http://eprints.undip.ac.id/7293/1/ANALISIS_HUKUM_ISLAM_TERHADAP_ABORSI_KTD.pdf

Kehamilan yang Tidak


Diinginkan Remaja
REP | 21 January 2012 | 17:15 Dibaca: 1287    Komentar: 25    2 dari 3 Kompasianer
menilai bermanfaat

ilustrasi - b4tea.com
Pertanyaann kritisnya, kalau putri atau sanak saudara anda yang masih
berusia remaja mengalami “kecelakaan”, hamil di usia muda, apa yang
anda sarankan ? Dipertahankan kehamilannya atau digugurkan ?

Kalau dipertahankan, anda tentu harus membuang jauh “rasa malu”, walau
dinilai sebagai “aib” keluarga.  Ok, anda mungkin mampu untuk
menanggulanginya, namun bagaimana dengan pendidikannya dan
keselamatan jiwanya disaat melahirkan nanti ? Ini merupakan resiko yang
tidak bisa dihindarkan. Namun kalau anda siap untuk menghadapinya
terutama sang anak, tentu semua dampak negative akan dihadapi
bersama.

Bagaimana kalau digugurkan ? Perang batin akan anda alami. Norma dan
agama yang berlaku akan menjadi pertimbangan utama untuk
memutuskan hal ini.  Belum lagi kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) di Indonesia meyatakan bahwa tindakan aborsi  dikategorikan
sebagai tindakan kriminal. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah
pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349.  Di lain hal ancaman
jiwa dalam beberapa kasus aborsi pada remaja juga dapat menyebabkan
kematian.  Keputusan yang berat bukan ?

Nah, sekarang pertanyaan kritis berikutnya. Apabil anda seorang remaja,


tinggal dan merantau jauh dari orang tua untuk menuntut ilmu. Ketika
hamil, apa yang anda lakukan ? Memberitahukan orang tua lalu meminta
pertanggungjawaban sang pacar ataukah menggugurkan secara diam-
diam ?

Saya tahu kebanyakan remaja akan panik ketika mengetahui dirinya hamil.
Ketakutan dan rasa malu menimbulkan kekalutan tersendiri yang
menghantarnya pada keputusan “nekad”, aborsi dipilih sebagai jalan pintas
tanpa memikirkan resiko yang ada.

Pada sebuah kasus yang pernah saya  dengar langsung dari seorang
teman ketika adik kandungnya harus dirawat di rumah sakit karena
mengalami perdarahan hebat. Dia sangat terpukul saat menerima laporan
pemeriksaan medis yang menyebutkan  bahwa adikya telah melakukan
aborsi tidak aman. Sang adik  yang baru duduk di kelas 3 SMA pada saat
itu kemudian mengaku bahwa ia terpaksa melakukan aborsi di tangan
seorang “dukun” karena merasa ketakutan dan malu. Apalagi sang pacar
tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kasus seperti ini bukan hanya sekali saja saya dengar, bahkan pernah
berbicara langsung dengan beberapa mahasiswi yang melakukan aborsi
tidak aman. Kebanyakan dari mereka mengaku bahwa kehamilan dan
aborsi merupakan resiko gaya pacaran dewasa ini. Pegaulan bebas sudah
menjadi pemandangan dan pembicaraan biasa di tengah pergaulan anak
muda. Lebih memprihatinkan lagi, para remaja ini pernah melakukan aborsi
lebih dari sekali. Artinya mereka tidak lagi takut akan resiko besar yang
akan mereka hadapi.

Aborsi kelihantannya merupakan pilihan “terbaik” oleh para remaja ini,


namun mereka tidak tahu resiko besar yang akan mereka hadapi. Menurut
hasil penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang dilansir oleh
BBC, pada 19 Januari 2012 kemarin di sini,  menyatakan bahwa tingkat
aborsi global memiliki perbandingan 28 dari 1.000 perempuan pertahun.
Sedangkan aborsi tidak aman meningkat dengan indikasi kenaikan
persentase aborsi yang dilakukan tanpa bantuan tenaga medis terlatih,
naik dari 44% pada 1995 menjadi 49% pada 2008.

Di Indonesia sendiri angka aborsi sudah mengkhawatirkan,  melalui


tulisan Aborsi dan Pergaulan Bebas Remaja yang Mengkwatirkan, saya
sempat menunjukan angka-angka fantastis dari kasus aborsi di Indonesia
yang diperkirakan mencapai 2 juta hingga 2,5 juta per tahun ! Dalam
tulisan yang sama, juga disebutkan bahwa 750.000 kasus aborsi dilakukan
oleh remaja (Medical-Journal, Soetjiningsih, 2004).

Berbeda dengan laporan tahun 2004 diatas, menurut Komisi Nasional


Perlindungan Anak (Komnas PA), yang dilansir oleh radar-bogor pada 21
Desember yang lalu, menyebutkan bahwa dari tahun 2008 hingga 2010
terus meningkat dengan persentase aborsi yang dilakukan oleh remaja
mencapai 62%. Kalau benar apa yang dikatakan oleh Komnas PA  bahwa
pada tahun 2008 terdapat 2 juta kasus aborsi pada remaja dengan
kenaikan 15% per tahun, maka di tahun 2011 dapat diperkirakan mencapai
3.041.750 kasus. Banyak bukan  ?

Apabila menggunakan angka-angka diatas dan menggunakan perkiraan


WHO bahwa dari kasus aborsi 750.000 mengakibatkan kematian sebanyak
2.500 atau 0,33%, maka dapat diperkirakan kasus aborsi pada remaja
yang  berakibat pada kematian dapat mencapai 10.139 di tahun 2011.  Ini
baru perkirakan, fenomena gunung es masih menyimpan fakta
sebenarnya  yang mungkin jauh dari hanya perhitungan angka-angka.

Bagi kita yang belum mengalami cobaan seperti ini, mungkin akan terus
berusaha agar keluarga kita dapat  terhindar dari masalah pergaulan
bebas. Akan tetapi perlu disadari bahwa resiko seperti ini dapat terjadi
pada siapa saja. Ketika masalah tersebut menimpa keluarga kita, saya
tidak tahu keputusan mana yang menurut anda tepat. Banyak orang juga
mungkin akan mudah berpendapat dan memberikan saran. Namun
sebagai orang tua  terlebih lagi sang anak akan menghadapi masa-masa
yang sulit, karena merekalah yang akan menghadapi dampak dan
resikonya secara langsung. Walau sulit, saya percaya setiap orang tua
dapat mengambil keputusan yang tepat.

Marilah kita bentengi sanak keluarga kita dengan upaya yang maksimal
dengan cara-cara yang kita anggap tepat dan bermanfaat.

Dan bagi remaja putri pertimbangkan sekali lagi ketika anda tergoda
dengan gaya pacaran yang tidak sehat dewasa ini. Jangan takut untuk
mengatakan tidak ! Katakan selagi anda memiliki kesadaran sebelum larut
dalam bujuk rayuan. Seks bebas bukan ukuran gengsi dan gaya modern,
tanpa itupun anda bisa menjadi modern dalam pemikiran dan prestasi di
sekolah. Cinta tidak bisa diukur dengan mengorbankan kehormatan, cinta
sesungguhnya adalah mempertahankan kehormatan itu sendiri.

http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2012/01/21/kehamilan-yang-tidak-diinginkan-remaja/

Scribd 

 Upload 

 Search

Explore
 Sign Up
 |
 Log In
 
BAB
IPENDAHU
LUANA.
 
LATAR BELAKANG

Kehamilan tidak diinginkan merupakan proses yang sehat dan jika kehamilan itutidak
diinginkan, ia merupakan suatu penyakit.Kehamilan merupakan proses faal yang secara
normal terjadi pada manusia sebagaiinsting untuk mempertahankan keturunannya di bumi.
Oleh karenanya kehamilan sebagaitanda akan hadirnya anggota baru dan penerus keturunan,
pada umumnya akan disambutdengan gembira. Kegembiraan itu sendiri yang sering
menutupi resiko yang dihadapioleh perempuan hamil. Mereka pada umumnya tidak sadar
bahwa kehamilan dapatmempengaruhi kesehatan bahkan dapat mengancam jiwa si calon ibu.
Dan ternyata tidak semua kehamilan disambut dengan kegembiraan oleh orang tuanya.
Beberapa kehamilanjustru tidak diinginkan.Biasanya untuk mengatasi masalah kehamilan
yang tidak diinginkan tersebutmereka menempuh jalan aborsi. Meskipun arah ini penuh
resiko dan mahal. Untuk itudalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai alasan
yang membuat kehamilanitu tidak diinginkan dan aborsi.Unwanted Pregnancy yaitu
kehamilan yang terjadi akibat perkosaan. Perkosaanmerupakan peristiwa yang traumatis dan
meninggalkan aib pada perempuan yangdiperkosa. Dampak psikologis dalam perkosaan ini
cukup dalam dan akan menetapseumur hidup, jika perkosaan juga mengakibatkan kehamilan,
aib itu tidak hanya akandialami si korban saja tetapi juga seluruh keluarganya. Seandainya
kehamilan ituditeruskan, maka anak yang dilahirkan kelak yang akan mengalami tekanan
social baik dari keluarga, orang tuanya sendiri maupun dari masyarakat sekitarnya. Bahkan
ibunyasendiri mungkin akan melihat anak itu sebagai penjelmaan laki-laki
yangmemperkosanya atau mungkin juga menjadi sasaran balas dendam yang sebenarnya
iatujukan kepada laki-laki yang memperkosanya.Kehamilan datang pada saat yang belum
diharapkan. Hal ini dapat terjadi padapekerjaan wanita yang sudah terlanjur menandatangani
kontrak bahwa selama beberapawaktu setelah bekerja ia tidak boleh hamil. Hal semacam itu
dapat juga terjadi pada

mereka yang masih meneruskan sekolah atau mereka yang belum ingin hamil lagi atasalasan-
alasan yang sah, misalnya karena alasan anak yang terdahulu belum lagi berusia 1tahun atau
alasan tidak ingin punya anak lagi atau juga karena kesehatan ibu yang lemah.

B.

TUJUAN

1.

Tujuan UmumAgar mahasiswa memahami tentang unwanted pregnancy (kehamilan yang


tidak diinginkan) dan aborsi2.

Tujuan Khususa.

Agar mahasiswa memahami pengertian unwanted pregnancy dan aborsib.

Agar mahasiswa dapat mengetahui penyebab atau alasan unwantedpregnancyc.

Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami secara jelas pengertianaborsid.

Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis dan teknik aborsie.


 

Agar mahasiswa dapat mengetahui alasan dilakukannya aborsif.

Agar mahasiswa dapat mengetahui penanganan unwanted pregnancy danaborsi

BAB IIPEMBAHASANA.

Pengertian1.

UNWANTED PREGNANCY

Unwanted pregnancy adalah kehamilan yang tidak diinginkan oleh orang tuasi janin baik
ayah maupun ibu karena alasan psikologis maupun fisik (Doenges,Marlynm, 2000)Unwanted
pregnancy yaitu kehamilan yang terjadi akibat perkosaan.Perkosaan merupakan peristiwa
yang traumatis dan meninggalkan aib padaperempuan yang diperkosa (Kusmaryanto, 2002)

. ABORSI

Aborsi adalah hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungansecara paksa
(Doenges, Marlynm, 2000)Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan dibawah 20
minggu atau saatberat janin kurang dari 500 gram (William Obstetric, 1997)Aborsi adalah
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin bapat hidup diluar kandungan atau biasa disebut
keguguran, kehamilan yang tidak diinginkansebagian besar diselesaikan dengan aborsi.
Meskipun ada sebagian besar yangmelanjutkan kehamilannya perdebatan tentang aborsi pada
umumnya didasarianggapan bahwa aborsi adalah identik dengan pembunuhan karena
jininndianggap sebagai makhluk hidup yang bernyawa.Menurut definisi, aborsi adalah
pengeluaran buah kehamilan dimana buahkehamilan itu tidak mempunyai kemungkinan
hidup di luar kandungan.Sedangkan dunia kedokteran berbendapat bahwa janin yang lahir
dengan beratbadan yng sama atau kurang dari 500 gram tidak mungkin hidup
diluar kandungan, meskipun ada laporan kedokteran yang menyatakan bahwa ada
janindibawah 500 gram yang dapat hidup. Karena janin dengan berat badan 500 gramsama
dengna usia kehamilan 20 minggu, maka kelahiran janin di bawah 20mingggu tersebut
sebagai aborsi.
KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD)

a.         Pengertian

Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak


diinginkan merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki
adanya proses kelahiran darim suatu kehamilan. Kehamilan ini bisa
merupakan akibat dari suatu perilaku seksual/hubungan seksual baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja (Widyastuti, 2009; h.50-51) .

Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) adalah kehamilan yang tidak


diharapkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi (BKKBN, 2008; h.
41) .

KTD adalah singkatan dari kehamilan yang tidak diinginkan. Merupakan


suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran
dari suatu kehamilan. Kehamilan ini bisa merupakan akibat dari perilaku
seksual/hubungan seksual baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja
(Depkes RI, 2003; h.78) .

b.         Penyebab

1)     Penundaan dan peningkatan usia kawin, serta semakin dininya usia


menstruasi pertama (menarche). Usia menarche yang semakin dini dan usia
kawin yang semakin tinggi menyebabkan “masa-masa rawan” semakin
panjang. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus hamil diluar nikah.

2)     Ketidak tahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang


dapat menyebabkan kehamilan.
3)     Tidak menggunakan alat kontrasepsi, terutama untuk perempuan yang telah
menikah.

4)     Kegagalan alat kontrasepsi.

5)     Kehamilan yang diakibatkan aleh pemerkosaan.

6)      Persoalan ekonomi (biaya untuk melahirkan dan membesarkan anak).

7)     Alasan karir atau masih sekolah (karena kehamilan dan konsekuensi lainnya
yang dianggap dapat menghambat karir atau kegiatan belajar).

8)     Kehamilan karena incest.

9)     Kondisi janin yang dianggap cacat berat atau berjenis kelamin tidak
diinginkan.

c.         Dampak dari Kehamilan Tidak Diinginkan

Menurut Soetjiningsih (2004; h. 142), ada dua hal yang biasa dilakukan

oleh remaja jika mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan beserta resikonya

adalah :

1)     Bila kehamilan dipertahankan

a)      Resiko fisik

Bila kehamilan ini diteruskan dalam usia relatif muda dari sudut ilmu
kebidanan dapat menyebabkan penyulit (komplikasi), pertumbuhan janin
dalam rahim yang kurang sempurna, kehamilan dengan keracunan yang
memerlukan pananganan khusus, persalinan sering berlangsung dengan
tindakan operasi, perdarahan setelah melahirkan makin meningkat,
kembalinya alat reproduksi yang terlambat setelah persalinan, mudah terjadi
infeksi setelah persalinan, pengeluaran ASI yang tidak cukup (Manuaba,
2000)
Kehamilan pada usia dini bisa menimbulkan kesulitan dalam persalinan
seperti perdarahan, bahkan bisa sampai pada kematian.

b)      Resiko psikis

Ada kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan


tidak mau menikahinya atau tidak mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kalau mereka menikah, hal ini juga bisa mengakibatkan perkawianan
bermasalah dan penuh konflik karena sama-sama belum dewasa dan siap
memikul tanggung jawab sebagai orang tua. Selain itu, pasangan muda
terutama pihak perempuan, akan dibebani oleh berbagi perasaan yang tidak
nyaman seperti dihantui rasa malu yang terus menerus, rendah diri, bersalah
atau berdosa, depresi atau tertekan, pesimis dan lain-lain. Bila tidak ditangani
dengan baik, maka perasaan-perasaan tersebut bisa menjadi gangguan
kejiwaan yang lebih parah.

c)      Resiko sosial

Berhenti atau putus sekolah atas kemauan sendiri dikarenakan rasa malu
atau cuti melahirkan. Kemungkinan lain dikeluarkan dari sekolah. Hingga saat
ini masih banyak sekolah yang tidak mentolelir siswi yang hamil. Resiko sosial
yang lain, menjadi obyek pembicaraan, kehilangan masa remaja yang
seharusnya dinikmati, dan terkena cap buruk karena melahirkan anak “di luar
nikah”. Kenyataannya di Indonesia, kelahiran anak di luar nikah masih sering
menjadi beban orang tua maupun anak yang lahir.

d)      Resiko ekonomi

Merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan bayi/anak


membutuhkan biaya besar.

2)     Bila kehamilan diakhiri


Banyak remaja memilih untuk mengakhiri kehamilan (aborsi) bila hamil.

Jika di negara maju yang melegalkan aborsi, bisa dilakukan secara aman 

oleh dokter atau bidan berpengalaman. Di negara kita lebih sering dilakukan

dengan cara tidak aman bahkan tidak lazim dan oleh dukun aborsi bisa

mengakibatkan dampak negatif secara fisik, psikis, dan sosial terutama bila

dilakukan secara tidak aman.

a)      Resiko fisik

Perdarahan dan komplikasi lain merupakan salah satu resiko aborsi.

Aborsi yang berulang selain bisa mengakibatkan komplikasi juga bisa

menyebabkan kemandulan. Aborsi yang dilakukan secara tidak aman bisa

berakibat fatal yaitu kematian.

b)      Resiko psikis

Pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan takut, panik,

tertekan atau stres, trauma mengingat proses aborsi dan kesakitan.

Kecemasan karena rasa bersalah, atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung
lama. Selain itu pelaku aborsi juga sering kehilangan kepercayaan diri.

c)      Resiko sosial

Ketergantungan kepada pasangan seringkali menjadi lebih besar karena

perempuan merasa tidak perawan, pernah mengalami kehamilan tidak

diinginkan atau aborsi. Selanjutnya remaja perempuan lebih sulit menolak

ajakan seksual pasangannya. Resiko lain adalah pendidikan menjadi terputus

atau masa depan terganggu.

d)      Resiko ekonomi
Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi

semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. Kurikulum dan modul pelatihan pemberian informasi kesehatan reproduksi


remaja oleh pendidik sebaya. Jakarta: BKKBN; 2007. h. 17-23
BKKBN. Buku pedoman konseling kesehatan reproduksi remaja (KRR). Jakarta:
BKKBN; 2008. h. 35-43

Romauli S, Vindari AV. Kesehatan reproduksi buat mahasiswi kebidanan.


Yogyakarta: Nuha medika; 2009.
Soetjiningsih. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung seto; 2004.
h. 1-10; 139-142

Pro Choice Obat
Aborsi
 Beranda
 Saya telat bulan, What should i do?
 Contact Us
 Pro Choice
 Daftar Isi
Konsultasi
Pra-Pasca
ABORSI
Obat Aborsi Usia Satu 1 Bulan. 

Obat yang kami kirim kepasien ada (empat) 4 jenis (macam) obat dalam setiap
paket obat borsi yaitu obat untuk menghancurkan janin,obat untuk mengeluarkan
janin, obat untuk mengurangi rasa sakit, obat pembersih rahim setelah janin keluar.

Obat Aborsi Usia 2-3 Bulan. 

Obat yang kami kirim kepasien ada (empat) 4 jenis (macam) obat dalam setiap
paket obat borsi yaitu obat untuk menghancurkan janin,obat untuk mengeluarkan
janin, obat untuk mengurangi rasa sakit, obat pembersih rahim setelah janin keluar.

Obat Aborsi Usia 4-5 Bulan 

Obat yang kami kirim kepasien ada (empat) 4 jenis (macam) obat dalam setiap
paket obat borsi yaitu obat untuk menghancurkan janin,obat untuk mengeluarkan
janin, obat untuk mengurangi rasa sakit, obat pembersih rahim setelah janin keluar.
Jumat

Layanan Aborsi Aman Sebagai


Pemenuhan Hak Perempuan
DIARY OF LOSS : Penuturan Aborsi Tidak Aman

Saya masih muda dan penuh keingintahuan ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jogja.
Apa yang saya tahu tentang seks hanya terbatas dari cerita teman, film porno, majalah atau
internet. Apa yang saya tahu tentang seks adalah bahwa seks itu indah, asyik, enak dan
menyenangkan. Dan sebagai perempuan, lingkungan saya seakan memberi tahu bahwa
itulah cara untuk memuaskan pasangan agar ia tidak lari ke pangkuan perempuan lain.

Saya tidak terfikir bahwa seks itu beresiko, saya tidak pernah memikirkan konsekuensi
sosial dari seks pra-nikah. Saya hanya tahu bahwa kondom bisa membantu saya
menghindari kehamilan. Namun keyakinan saya pada kondom selalu kalah oleh keluhan
pasangan bahwa kondom itu tidak enak.

Akhirnya, pada tahun 2004 saya mengalami kehamilan tidak diinginkan. Tanpa informasi
yang cukup tentang efek dan resiko aborsi, konsekuensi sosial dan hukum, saya akhirnya
melakukan aborsi tidak aman. Saya mengalami perdarahan berat selama 2 minggu, belum
lagi rasa sakit berkepanjangan pasca aborsi. Dan yang terberat adalah mengalami post
abortion syndrome. Gejala dari PAS yang saya alami adalah : sulit konsentrasi, insomnia,
kenaikan berat badan, emosional, mudah menangis/tertawa tanpa alasan, mimpi buruk,
psikosomatis, numbness dan menarik diri dari lingkungan. Efek terburuk dari PAS adalah
karena saya menjadi orang yang sangat ’negatif’.

Kehamilan Tidak Diinginkan dan Aborsi Tidak Aman merupakan masalah global.

Kehamilan tidak aman merupakan kejadian umum yang dialami oleh perempuan baik
mereka yang sudah menikah ataupun ibu rumah tangga. Estimasi global menyebutkan
bahwa 4 dari 10 kehamilan adalah kehamilan tidak diinginkan . Dari 45 juta aborsi yang
terjadi setiap tahunnya di dunia, 19 juta merupakan aborsi tidak aman dengan 5 juta
diantaranya dirawat di rumah sakit akibat komplikasi . Bahkan di beberapa negara afrika,
50% kematian perempuan berhubungan dengan kehamilan yang berakhir dengan aborsi
tidak aman. 20% dari perempuan yang melakukan aborsi tidak aman mengalami infeksi
saluran reproduksi . Aborsi yang tidak aman juga menyumbangkan 11% dari Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.

Perkiraan jumlah aborsi di Indonesia setiap tahunnya cukup beragam. Hull, Sarwono dan
Widyantoro (1993) memperkirakan antara 750.000 hingga 1.000.000 atau 18 aborsi per 100
kehamilan. Saifuddin (1979 di dalam Pradono dkk, 2001) memperkirakan sekitar 2,3 juta.
Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia memperkirakan angka kejadian aborsi di
Indonesia per tahunnya sebesar 2 juta (Utomo dkk, 2001).

Penelitian Yayasan Kesehatan Perempuan pada tahun 2003 menyebutkan 87% yang
melakukan aborsi adalah istri dan ibu, hanya 12% oleh remaja putri . Data WHO tahun 2006
menyebutkan angka aborsi di Indonesia menjadi 2,6 juta kasus pertahun. Angka ini didapat
dari rumah sakit, rumah bersalin, klinik dan puskesmas. Dimana hanya ibu rumah tangga
yang dapat mengakses tempat-tempat tersebut. Hanya sedikit dari jumlah tersebut yang
berasal dari perempuan pra-nikah, angka yang tercatat dari kelompok pra-nikah adalah
mereka yang mengalami komplikasi sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Menurut Alan Guttmacher Institute pada 2003, di Eropa di mana aborsi legal justru angka
aborsi rendah. Namun di negara-negara berkembang seperti Indonesia di mana aborsi
ilegal, angka aborsi justru tinggi. Rendahnya angka aborsi di Eropa karena adanya
kesadaran masyarakat akan pendidikan seks dan angka pemakaian kontrasepsi yang tinggi.
Pelegalan aborsi kemudian hanya mengurangi resiko terjadinya aborsi tidak aman.

Aborsi dan Perempuan

Perempuan selalu menjadi korban, tersubordinasi dalam hukum, budaya bahkan dalam hak-
hak reproduksinya sendiri. Rahim, dimana janin tumbuh berada di bawah kendali
perempuan sebagai pemilik alat reproduksi. Itu sebabnya aborsi selalu dikaitkan sebagai
masalah perempuan, kesalahan perempuan. Lelaki seakan menjadi bagian yang
terpisahkan dalam permasalahan ini. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) terjadi karena
adanya hubungan seksual antara lelaki dan perempuan. Dalam hal ini lelaki turut berperan
serta mengakibatkan terjadinya KTD yang berbuntut pada aborsi. Lelaki dan perempuan
memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam hal aborsi.

Perempuan muda, tidak menikah, berpenghasilan rendah, berpendidikan rendah dan


berada di daerah pedesaan adalah mereka yang paling terkena dampak paling parah ketika
menghadapi pilihan aborsi. Pada kelompok ini, aborsi tidak aman adalah pilihan yang
tersedia dengan mudah dan murah.

Selain itu, layanan aborsi ilegal dan tidak aman menjadi lahan yang sangat subur bagi para
penyedia layanan aborsi yang tidak bertanggung jawab dan hanya mencari untung dari
kesulitan bertumpuk yang dialami perempuan. Penjualan obat aborsi yang meminta transfer
uang banyak berakhir dengan penipuan. Dalam posisi ini, perempuan tidak memiliki
perlindungan hukum untuk menuntut hak mereka.

Pengakuan hak perempuan untuk membuat keputusan tentang tubuh mereka sendiri -
termasuk hak atas integritas fisik, hak untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung
jawab jumlah dan jarak antar kehamilan - ditemukan dalam dokumen internasional. Maka
menjadi kewajiban pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut.
Sebagai upaya memenuhi hak tersebut, sudah seharusnya pemerintah memberikan akses
yang terbuka dalam pendidikan, informasi dan layanan konseling yang berhubungan dengan
seksualitas dan kesehatan reproduksi. Ketika layanan kontrasepsi dan pendidikan tersebut
terpenuhi, maka angka Kehamilan Tidak Dinginkan yang memicu terjadinya aborsi bisa
ditekan. Layanan aborsi aman hanya menjadi pilihan terakhir.

Hak perempuan untuk mengakhiri kehamilan diimplikasikan dan didukung dalam berbagai
perjanjian dan instrumen internasional. Akses terhadap layanan aborsi yang aman adalah
bagian penting untuk melindungi hak perempuan terhadap kesehatan dan hak mereka untuk
hidup. Termasuk di dalamnya adalah hak perempuan untuk menikmati hasil kemajuan ilmu
pengetahuan dan aplikasinya yang tercantum dalam Kovenan ekonomi, sosial dan budaya
dimana perempuan tidak hanya mendapat akses terhadap aborsi yang aman, namun juga
terhadap metode-metode aborsi terbaru yang dianggap aman dan efektif . Oleh karena itu,
pembatasan atau pelarangan terhadap layanan aborsi yang aman merupakan diskriminasi
terhadap perempuan .

Read more: http://pro-choices.blogspot.com/2012/04/layanan-aborsi-aman-sebagai-
pemenuhan.html#ixzz21DyiYRUk

Anda mungkin juga menyukai