Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

Diagnosis dan Tatalaksana Abortus Inkomplit

Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan

Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Gorontalo

Disusun Oleh:

dr. Ignatia Nugrahi Hulukiti

Pembimbing:

dr. Zulkarnain Tambunan, M.Ked, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOALEMO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TANI DAN NELAYAN

PERIODE FEBRUARI 2019 – FEBRUARI 2020


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan Judul :

Diagnosis dan Tatalaksana Abortus Inkomplit

Telah dibacakan pada tanggal : 17 Desember 2019

Pembimbing,

dr. Zulkarnain Tambunan, M.Ked, Sp.OG


BAB I

Pendahuluan

Kata aborsi berasal dari bahas latin ( abortus ) yang berarti - keguguram ( to miscarry)

atau berakhirnya kehamilan. Menurut New Shorter Oxford Dictionary (2002), abortus adalah

persalinan kurang bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk hidup, dalam hal ini

bersinonim dengan keguguran. Durasi kehamilan juga digunakan untuk mendefinisikan dan

mengklasifikasikan abortus guna statistik dan legalitas.

Saat ini aborsi dapat dilakukan secara legal dan ilegal dengan beberapa prosedur yang

tidak aman. WHO mendefinisikan abortus yang tidak aman sebagai prosedur untuk mengakhiri

kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh individu maupun oleh bantuan orang lain tanpa

keterampilan yang diperlukan atau dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan standar medis

minimum, atau keduanya. Secara global, kehamilan yang tidak diinginkan menyebabkan sekitar

46 juta aborsi yang diinduksi setiap tahun . Dan perkiraan menunjukkan bahwa di seluruh dunia,

25 juta wanita melakukan aborsi ilegal dan tidak aman. Akses ke aborsi yang aman dianggap

penting untuk kesehatan wanita dan anak-anak Kurangnya akses ke aborsi legal dan aman

meningkatkan risiko penggunaan metode aborsi yang tidak aman dengan kemungkinan

komplikasi yang parah termasuk trauma, pendarahan,dan sepsis.

Lebih dari 80% abortus spontan terjadi pada 12 minggu pertama, separuhnya disebabkan

oleh anomali kromosom. juga terdapat rasio jenis kelamin wanita : pria sebesar 1,5 pada abortus

dini. Setelah trimester pertama, baik angka abortus maupun insiden anomali kromosom

menurun. Keguguran dini biasanya disertai dengan perdarahan ke dalam desidua basalis dan

disertai nekrosis jaringan sekitar, dalam kasus ini ovum terlepas, dan hal ini merangsang
kontraksi uterus yang menyebakan eksplusi. Sejumlah faktor mempengaruhi angka abortus

spontan, tetapi belum diketahui. kejadian abortus meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu

dan ayah. Reproduksi manusia relatif tidak efisien dan abortus adalah kompliksi tersering pada

kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.Prevalensi

abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita berusia 20 tahun adalah

12% dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50% .


BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Abortus

Abortus (aborsi, abortion) adalah berhentinya kehamilan sebelum janin mampu hidup di

luar kandungan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan.

WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa

acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang

dari 500 gram.

2.2 Epidemiologi Abortus

Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan

sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan aktif akibat

mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10%

dari seluruh kehamilan. Secara global, kehamilan yang tidak diinginkan menyebabkan sekitar 46

juta aborsi yang diinduksi setiap tahun . Dan perkiraan menunjukkan bahwa di seluruh dunia, 25

juta wanita melakukan aborsi ilegal dan tidak aman. Menurut WHO 2014 , Aborsi yang tidak

aman dapat menyebabkan delapan kematian ibu per jam dengan estimasi 13% kematian Ibu

disebabkan oleh hal ini. Perkiraan tingkat aborsi ilegal terbesar di lakukan ditemukan di wilayah

Amerika Latin dan Karibia di mana setiap tahun diperkirakan 4,2 juta aborsi yang dilakukan,dan

merupakan 12% dari penyebab kematian semua kematian ibu di wilayah tersebut.
Menurut CIA World Factbook di dunia pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan

ke-51 dari 183 negara di dunia dengan laju AKI sebesar 220 per 100.000 kelahiran hidup. Di

Indonesia laju AKI cenderung menurun, tetapi masih tinggi. Berdasarkan SDKI 2007, AKI di

Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Kemudian pada tahun 2010 menjadi 220 per

100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih belum sesuai dengan kesepakatan MDG pada

tahun 2015, yaitu 115 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Indonesia adalah

perdarahan (30%), Infeksi (12%), eklampsi (25%), abortus (5%), partus lama (5%), emboli

obstetrik (3%), komplikasi masa nifas (8%), dan penyebab lainnya (12%). Komplikasi terbanyak

pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan.

Menurut The Lancet tahun 2007, jumlah aborsi di dunia tahun 1995 sebesar 45,6 juta kasus,

tahun 2003 sebesar 41.6 juta kasus, dan tahun 2008 sebesar 43,8 juta kasus.

Menurut KPAI tahun 2011, dalam kurun tiga tahun selama tahun 2008 – 2010 terus

terjadi peningkatan kasus aborsi di Indonesia. Pada tahun 2008 tercatat kasus aborsi sebesar 2

juta kasus, tahun 2009 terjadi peningkatan menjadi 2,3 juta kasus, dan tahun 2010 menjadi 2,5

juta kasus aborsi. Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2000, diperoleh

bahwa terdapat 469 kasus abortus dari 6.323 total persalinan.Abortus sebenarnya mendekati

angka 50% sebagai penyumbang AKI, namun lebih sering dilaporkan dalam bentuk perdarahan

bukan dalam bentuk abortus. Badan Litbang Kesehatan, dalam laporan Riskesdas 2010

mengungkapkan bahwa angka kejadian keguguran secara nasional adalah 4%. Kalau dilihat per

provinsi, angka ini bervariasi mulai terendah 2,4% yang terdapat di Bengkulu sampai dengan

yang tertinggi 6,9% di Papua Barat. Ada 4 provinsi yang mempunyai angka kejadian lebih dari

6% dengan urutan dari yang tertinggi yakni provinsi Papua Barat, Kalimantan Tengah dan

Kalimantan Selatan masing-masing 6,3%, serta Sulawesi Selatan 6,1% .


Gambar 1. RISKESDAS 2010. Kejadian keguguran 5 tahun terakhir per provinsi di Indonesia

Aborsi yang tidak aman didefinisikan oleh WHO sebagai prosedur untuk mengakhiri

kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh individu maupun oleh bantuan orang lain tanpa

keterampilan yang diperlukan atau dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan standar medis

minimum, atau keduanya . Akses ke aborsi yang aman dianggap penting untuk kesehatan wanita

dan anak-anak Kurangnya akses ke aborsi legal dan aman meningkatkan risiko penggunaan

metode aborsi yang tidak aman dengan kemungkinan komplikasi yang parah termasuk trauma,

pendarahan,dan sepsis. 20 - 50% dari semua kasus aborsi yang tidak aman mendapatkan

perawatan di Rumah Sakit di mana komplikasi parah dari aborsi yang tidak aman menyebabkan

367 kematian per 100.000 kasus. Ini bisa dibandingkan dengan risiko kematian setelah aborsi

yang aman yaitu 0,7 kematian per 100.000 prosedur Legalisasi aborsi dikaitkan dengan

penurunan morbiditas dan mortalitas ibu.


Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut

kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom

menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama, kemudian

menurunmenjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga.Resiko abortus

spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas disamping dengan semakin lanjutnya

usia ibu serta ayah. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3

bulan. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for Disease Control

and Prevention (2003). Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun atau kurang, dan

sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum menikah. Hampir 60%

abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke 12

kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).

2.3 Klasifikasi Abortus

Hingga saat ini terdapat berbagai klasifikasi abortus, berikut ini merupakan klasifikasi abortus

berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan klinis

2.3.1. Abortus Spontan

Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus,

maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran

(Miscarriage). Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus

insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion,

abortus habitualis, abortus infeksiosus dan abortus septik.

a) Abortus Iminens (abortus mengancam


Abortus mengancam (Abortus Iminens) di tegakkan jika terjadi perdarahan atau

pengeluaran darah dari os serviks yang tertutup selama paruh pertama kehamilan. Hal ini

terjadi pada 20 sampai 25 persen wanita selama gestasi dini dan dapat menetap selama

beberapa hari sampai minggu. hasil konsepsi masih baik berada didalam kandungan,

mulas sedikit atau bahkan tidak ada keluhan lain selain perdarahan pervaginam, besar

uterus masih sesuai usia kehamilan, tes kehamilan urine masih positif.Sekitar separuh

dari kehamilan ini akan gugur, meskipun risiko ini jauh lebih rendah jika aktifitas janin

terdeteksi.

b) Abortus Insipien

Abortus yang sedang mengancam kondisi janin. Serviks yang telah mendatar, ostium

uteri telah membuka, hasil konsepsi masih berada didalam kavum uteri masih dalam

proses pengeluaran, mulas karena kontraksi uterus yang sering dan kuat, perdarahan

bertambah seiring pembukaan serviks dan usia kehamilan, besar uterus masih sesuai

usia kehamilan, gerak dan detak jantung janin masih jelas meskipun mungkin sudah

terganggu.

c) Abortus Inkomplit

Perdarahan terjadi jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagaian, terlepas dari

uterus. Pada abortus inkomplet, ostium Internum serviks membuka dan menjadi tempat

lewatnya darah. Janin dan plasenta mungkin seluruhnya tetap berada dalam uterus atau

mungkin sebagian keluar melalui ostium yang terbuka. Sebelum 10 minggu, janin dan

plasenta sering keluar bersama-sama tetapi kemudian mereka dilahirkan secara terpisah.

Pada sebagian wanita, diperlukan dilatasi serviks tambahan sebelum kuretase dapat
dilakukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertahan menggantung bebas di

kanalis servikalis, memungkinkan ekstraksi dengan mudah dari ostium eksternum yang

terpanjan dengan forceps cincin. Kuretase hisap, seperti dijelaskan kemudian, secara

efektif mengosongkan uterus. Pada wanita dengan inkomplet yang secara klinis stabil

penanganan dengan menunggu dapat menjadi pilihan. Perdarahan akibat abortus

inkomplet pada kehamilan tahap lebih Ianjut kadang lebih parah tetapi jarang mematikan.

karena itu, pada wanita dengan kehamilan tahap lebih lanjut atau dengan perdarahan

hebat, Evakuasi segera dilakukan . Jika térjadi demam maka pasien antibiotik yang sesuai

sebelum kuretase.

d) Abortus Komplit

Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah keluar

dari kavum uteri dan lahir dengan lengkap. Pada penderitaditemukan perdarahan sedikit,

ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.

e) Abortus Berulang ( Aborus Habitualis)

Hal ini juga disebut sebagai abortus spontan berulang dan keguguran berulang

(reccurent spontaneous abortion dan recurrent pregnancy loss-abortus habitualis). Secara

klasik hal ini di definisikan sebagai keguguran tiga kali berturut- turut atau lebih pada 20

minggu atau kurang atau dengan berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian besar wanita

dengan keguguran berulang mengalami kematian mudigah atau janin dini, dan sebagian

kecil keguguran setelah 14 minggu. Meskipun definisi ini menyatakan tiga atau lebih

keguguran, banyak yang sepakat bahwa evaluasi ini harus dipertimbangkan setelah dua
keguguran berturut-turut. Hal ini karena risiko keguguran berikutnya setelah dua kali

keguguran berturut-turut samadengan yang terjadi setelah keguguran tiga kali-sekitar 30

persen (Harger, dkk., 1983). Yang mencolok, kemungkinan kesuksesan kehamilan dapat

medekati 50 persen bahkan setelah enam kali keguguran (Poland, dkk., 1997; Warburton

dan Fraser, 1964).

f) Missed Abortus (Kegagalan Kehamilan Dini)

Istilah missed abortion adalah istilah yang kurang tepat karena di defiisikan

beberapa dekade sebelum uji kehamilan imunologis dan sonografi ditemukan. Istilah ini

digunakan untuk menjelaskan hasil konsepsi yang telah mati sebelum usia 20 minggu

yang tertahan selama beberapa hari, minggum bahkan bulan di dalam uterus dengan

ostium serviks tertutup. Karena keguguran spontan hampir selalu didahului dengan

kematian mudigah, maka sebagian besar secara tepat disebut dengan "missed". Pada

kasus tipikal, pasien mengalami kehamilan muda yang tampaknya normal dengan

amenorea, mual dan muntah, perubahan payudara, dan pembesaran uterus. Setelah

kematian mudigah, mungkin terjadi perdarahan vagina atau gejala abortus yang

mengancam lainnya. Dengan sonografi, gestasi tanpa mudigah atau kematian mudigah

atau janin dapat dipastikan. Banyak wanita memilih untuk melakukan terminasi medis

atau bedah pada saat diagnosis ini. Jika kehamilan tidak diakhir dan jika tidak terjadi

keguguran setelah beberapa hari atau minggu, maka ukuran uterus mula - mula tidak

berubah dan kemudian secara bertahap mengecil. Perubahan payudara biasanya

berkurang dan wanita yang bersangkutan mengalami penurunan berat badan ringan.

Banyak wanita yan tidak memperlihatkan gejala selama periode ini kecuali amenorea
menetap. Jika missed abortion berakhir secara spontan maka proses eksplusinya sama

dengan yang terjadi pada semua abortus.

g) Abortus Septik

Kematian ibu akibat abortus kriminal septik jarang terjadi di Amerika Serikat.

Namun. kadang keguguran dan abortus elektif mengalami penyulit infeksi berat.

Endomiometritis adalah manifestasi tersering infeksi pasca-abortus, tetapi parametritis,

peritonitis, septikemia, dan bahkan endokarditis kadang terjadi. Terapi infeksi mencakup

pemberian antibiotik spektrum-luas intravena diikuti oleh evakuasi uterus. Pada sindrom

sepsis yang parah, dapat timbul sindrom respirasi akut atau koagulopati intravascular

diseminata. dan pasien memerlukan perawat support.

Dahulu abortus kriminal dan abortus inkomplit yang dibiarkan terinfeksi oleh

bakteri komensal vagina yang sebenarnya tidak virulen, misalnya Clostridium perfringes.

Hal ini hampir tidak pernah ditemukan setelah abortus dilegalkan. Namun, tahun 2005.

Centers for Control and Prevention melaporkan empat kematian dengan abortus medis

akibat sindrom syok toksik yang disebabkan oleh infeksi Clostridium sordellii. infeksi.

manifestasi klinis dimulai dalam I minggu setelah abortus medisinalis terjadi.

Tandanya diawali dengan cedera endotel berat disertai kebocoran

hemokonsentrasi, hipotensi, clan leukositosis. sejak saat itu, Cohen, dkk. (2007)

melaporkan empat kasus dua dengan C. sordellii dan dua dengan C.perfringens yang

terjadisetelah abortus spontan atau induksi. bersifat mematikan. Daif, dkkl (2009)

melaporkan fasitis nekrotikans dan sindrom syok toksik akibat streptokokus grup A

setelah abortus medis elektif.


Gambar. 2. Gambaran perbedaan klinis abortus spontan

2.3.2. Abortus Provokatus

Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin

mampu hidup. Abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk

menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram. Abortus ini

terbagi lagi menjadi:

a) Abortus Therapeutic (Abortus medisinalis)

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat

membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat

persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

b) Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak

berdasarkan indikasi medis.

2.4` Penyebab dan faktor risiko abortus

Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :

a) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan

sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :

1. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X.

2. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna;

3. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol.

b) Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.

c) Faktor maternal

1. Infeksi : pneumonia, typus, toksoplasmosis

2. Kekurangan nutrisi , anemia berat, keracunan

d) Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester

kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus

2.4 Patofisiologi Abortus

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan

di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,

sehingga merupakan benda asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi

untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya

dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua terlalu dalam, sedangkan

pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan
secara utuh sehingga banyak terjadi perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang

umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul dengan pengeluaran janin dan plasentayang

telah lengkap terbentuk.

Perdarahan tidak banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap. Hasil konsepsi

pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk.Ada kalanya janin tidak tampak didalam

kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula janin telah mati lama disebut missed

abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ovum akan

dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isiuterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi

mola karneo saapabila pigmen darah diserap sehingga semuanya tampak seperti daging.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi:

janin mengering dan menjadi agak gepeng atau fetus compressus karena cairan amnion yang

diserap. Dalam tingkat lebih lanjut janin menjadi tipis seperti kertas perkamen atau fetus

papiraseus. Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin 20 yang meninggal tidak dikeluarkan

dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, dan seluruh

janin berwarna kemerah merahan.

2.5 Tanda dan Gejala Abortus

Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan pervaginam derajat

sedang sampai berat. Pada umumnya perdarahan disertai dengan kram pada perut bagian

bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin  kemungkinan  sudah  keluar  bersama -

sama plasenta pada abortus yang  terjadi sebelum minggu ke-10,  tetapi sesudah  usia kehamilan

10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta, seluruhnya atau

sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat atau lambat akan terjadi dan
memberikan gejala utama abortus inkompletus. Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan

yang lebih lanjut, sering  pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang 

masif sehingga terjadi hipovolemik berat.

Adapun manifestasi klinis abortus adalah:

 Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.

 Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,

tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan

normal atau meningkat.

 Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi

 Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang

akibat kontraksi uterus

Tabel.1. Perbedaan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada abortus spontan
2.6 Diagnosis Abortus

Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui anamnesis

dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lain, serta

dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis

meliputi pemeriksaan abdomen,inspikulo dan vaginal toucher.  Palpasi tinggi fundus uteri pada

abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah.

Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.Tidak ada

nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat padakehamilan ektopik yang

terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum akan memperlihatkan adanya dilatasi

serviks, mungkin disertai dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-

gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan

sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan

ukuran sondaseuterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai

2.7 Penatalaksanaan Abortus

2.7.1 Abortus Secara Umum

Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah ada tanda-

tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik

pembedahan maupun medikasi.

 Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital

(nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu). Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat,

takikardi, tekanan sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok
 Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong

melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan

cepat

 Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan

kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:

– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam

– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam

– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

 Segera rujuk ibu ke rumah sakit .

 Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling

kontrasepsi pasca keguguran.

 Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus

dengan adanya teknologi sonografik yang di gunakan untuk diagnosis saat ini,

penatalaksanaan dapat dlebih spesifik. Penanganan dengan menunggu, dan bedah semuanya

masuk akal, kecuali jika perdarahan serius atau infeksi. Terapi bedah bersifat 'definitif dan dapat

diperkirakan, tetapi invasif dan tidak semua wanita memerlukannya. Teknik pembedahan dapat

dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum.

Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain :oksitosin intravenus,

larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2a

dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi
vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau

berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas.

2.7.2 Tatalaksana Abortus Inkomplit

Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering

tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar

dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan

memakai forsep ovum atau forsep cincin. Penanganan dengan menunggu atau secara medis

mungkin dapat menghindari keharusan kuretase berkaitan dengan perdarahan yang tidak dapat

diperkirakan dan sebagian wanita akhirnya memerlukan bedah non elektif.

Berikut adalah beberapa pilihan penanganan abortus inkomplit

 Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16

minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang

mencuat dari serviks.

 Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi

uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam

sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera

dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).

 Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter

NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu

pengeluaran hasil konsepsi. Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia

kehamilan >16 minggu


 Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi

ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.

 Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi

urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil

pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang

2.8 Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Aborsi

Dalam Hukum Pidana Indonesia Pada dasarnya masalah aborsi (pengguguran

kandungan) yang dikualifikasikan sebagai perbuatan kejahatan atau tindak pidana hanya dapat

kita lihat dalam KUHP walaupun dalam Undang-undang No 36 tahun 2009 memuat juga sanksi

terhadap perbuatan aborsi tersebut.

KUHP mengatur berbagai kejahatan maupun pelanggaran. Salah satu kejahatan yang

diatur di dalam KUHP adalah masalah aborsi kriminalis . ketentuan mengenai aborsi kriminalis

dapat dilihat dalam bab XIV Buku ke II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa ( khususnya

Pasal 346 – 349). Adapun rumusan selengkapnya pasal-pasal tersebut :

Pasal 299

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya

diobati dengan sengaja memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena

pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama 4 tahun

atau denda paling banyak tiga ribu rupiah

2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan

perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika ia seorang tabib, bidan, atau

juru obat, pidananya tersebut ditambah sepertiga.


3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka

dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian.

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun

Pasal 347 :

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita

tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara

paling lama 15 tahun.

Pasal 349 :

Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut

pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang

diterangkan pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat

ditambah dengan sepertiga dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana

kejahatan dilakukan Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut

KUHP dalam kasus aborsi ini adalah :

 Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman

maksimal 4 tahun ditambah sepertiga dan bisa juga dicabut hak untuk berpraktek.
 Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun.

Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu

dihukum dengan hukuman bervariasi.

 Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu

dihukum dengan hukuman bervariasi

Undang – undang kesehatan No. 36 Tahun 2009. Mengatur mengenai masalah aborsi

yang secara substansial berbeda dengan KUHP.

Payung Hukum Abortus Provokatus Medisinalis/ Abortus Terapeutik

 UU Kesehatan No.23 Tahun 1992

- Mengatur indikasi dapat dilakukan abortus provokatus dan syaratnya

 UU Kesehatan No.36 Tahun 2009

- Ditambahkan mengenai diperbolehkannya abortus provokatus pada kasus kehamilan

akibat pemerkosaan

- Dilakukan sebelum usia kehamilan 6 minggu, kecuali pada kasus gawat darurat

Abortus Provokatus Menurut UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15

1. Dalam kedaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau

janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu

2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:

- Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakkan tersebut.


- Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan

dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim

ahli.

- Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Pada

sarana kesehatan tertentu

Abortus Provokatus Menurut UU No.36 Tahun 2009

Pasal 75 UU No.36 Tahun 2009 :

a. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

b. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

 indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,

baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita

penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak

dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar

kandungan; atau

 kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma

psikologis bagi korban perkosaan.

c. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah

melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan

konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan

berwenang.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan pasal 76.
Pasal 76 UU No 36 Tahun 2009

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan :

a. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid

terakhir,kecuali dalam kedaruratan medis

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang

memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh mentri.

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh

menteri.

Ancaman pidana yang diberikan terhadap pelaku aborsi provocatus kriminalis jauh lebih berat

dari pada ancaman pidana sejenis KUHP. Dalam Pasal 194 Undang-undang No 36 Tahun 2009

pidana yang diancam adalah pidana penjara paling lama 10 tahun. Dan pidana denda paling

banyak Rp.1.000.000.000.000,- (satu milyar)

ABORSI ATAS INDIKASI MEDIS

Pasal 12

1. Pelayanan Aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus

dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.

2. Pelayanan Aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab meliputi:

a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standard profesi, standar pelayanan, dan standar

prosedur operasional;
b. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan;

c. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;

d. tidak diskriminatif; dan

e. tidak mengutamakan imbalan materi.

3. Dalam hal izin suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dapat dipenuhi,

persetujuan dapat diberikan oleh keluarga perempuan hamil yang bersangkutan.

Faskes yang Dapat Melakukan Abortus Provokatus Medisinalis

a. puskesmas;

b. klinik pratama;

c. klinik utama atau yang setara; dan

d. rumah sakit.

4. Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan Puskesmas mampu

Pelayanan Obtestri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) yang memiliki dokter yang

telah mengikuti Pelatihan.

5. Klinik pratama sebagaimana dimaksud JHda ayat (3) huruf b merupakan Klinik yang

pelayanan medik dasar yang memiliki dokter yang telah mengikuti Pelatihan.

6. Klinik utama atau yang setara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan

khnik yang menyelengarakan pelayanan medik spesialistik obstetri dan ginekologi atau

pelayanan medik dasar dan spesialistik obstetri dan ginekologi, yang maniliki dokter

obstetri dan ginekologi yang telah mengikuti Pelatihan.

7. Rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c harus memiliki dokter spesiahs

obstetri dan vang telah mengikuti Pelatihan.

1.7. Komplikasi pada abortus


Komplikasi Abortus Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan,perforasi,

infeksi, syok, dan gagal ginjal akut.

a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan

jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila

pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiper

retrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda

bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk

perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus

yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus

biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan

adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan

untuk menentukan luas nyacedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan

seperlunya guna mengatasi komplikasi.

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya

ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus Infeksi. Infeksi dalam

uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada

abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa

memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah

peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.


d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syokhemoragik) dan infeksi berat

(syok endoseptik).

e. Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek infeksi

dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat sering

disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang

disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi.
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. SA
TTL : Gorontalo, 03-05-1980
Umur : 39 th
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Status : Menikah
Alamat : Ds Sali lama
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Indonesia
Tanggal MRS : 18 Oktober 2019

ANAMNESA
Keluhan Utama : Perdarahan dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan keluar darah sedikit demi sedikit dari jalan lahir -/+ sejak 1
Minggu SMRS. 3 hari lalu keluar darah lebih banyak dan bergumpal gumpalan seperti potongan
daging berwarna merah gelap. OS juga mengeluh nyeri perut bagian bawah , nyeri hilang timbul
dirasakan sudah 3 hari, OS juga merasa mual dan pusing serta lemas, nafsu makan berkurang.
OS tidak tahu jika sedang hamil, sehingga masih melakukan aktivitas yang berlebihan dan
menyebabkan kelelahan. Hubungan suami isteri (+) 1 minggu yang lalu. Muntah disangkal ,
demam disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. riwayat menstruasi sebelumya teratur,
riwayat minum obat - obatan atau jamu disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mempunyai riwayat sakit maag sejak kecil.

Riwayat Haid
1. Menarche umur 15 tahun
2. Siklus teratur 30 hari
3. Lamanya haid 6 sampai 7 hari
4. Banyaknya haid 3 pembalut/hari
5. Tanggal hari pertama haid terakhir : sudah tidak haid sejak bulan Agustus 2019
Riwayat Keluarga
Pasien sudah menikah selama 14 tahun

Riwayat Antenatal Care


Tidak pernah kontrol karena pasien tidak tahu jika sedang hamil

Riwayat Keluarga berencana :


Menggunakan KB suntik 3 bulan, selama -/+ 12 tahun

Riwayat Kehamilan terdahulu


Anak pertama lahir tahun 2004, JK laki – laki, lahir spontan, hidup
Anak kedua lahir tahun 2006, JK perempuan, lahir SC, hidup

PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesens

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis


Tekanan darah : 110/80mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 21 x/menit

Suhu badan : 36,4oC

Mata : Konjungtiva anemis-/-, skleraikterus -/-

Thoraks : Cor : SI-II regular, Bising (-)

Pulmo : Sp. vesikuler, Rh -/- , Wh -/-

Abdomen : Tinggi fundus uteri : tidak teraba , Massa

Cembung, BU (+) NT (+) regio epigastrium, umbilikal

Ekstremitas : Edema (-)

TB : 155 cm

BB : 50 kg

Status Ginekologi

Inspekulo : Vulva/uretra tenag, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh , OUE
terbuka, darah (+) dari OUE, discharge (-)

VT : Vulva/uretra tebabg, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, OUE
terbuka, cavum uteri sebesar telur bebek, darah (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium (18-10-19):

HEMATOLOGI
Leukosit : 8.620 /uL
Eritrosit : 4.66 10^6/uL
Hemoglobin : 10,7 g/dL
Hematokrit : 32,4 %
Trombosit : 166 10^3/uL
MCV : 77,2 FL
MCH : 25 Pg
MCHC : 33,4 g/dL
HbsAg : Non reaktif
:
Masa perdarahan (BT) 2,45 menit

:
Masa Pembekuan (CT) 3.00 menit

:
Tes Kehamilan (B-Hcg) (+)

Golongan darah : ”O"

EKG : dalam batas normal

USG Abdomen 18 Oktober 2019: Terdapat sisa hasil konsepsi (+)

RESUME MASUK

G3P2A0 49 tahun, masuk RS tanggal 18 Oktober 2019 jam 19.30 WITA, dengan keluhan
keluar darah sedikit demi sedikit dari jalan lahir -/+ sejak 1 Minggu SMRS. 3 hari lalu keluar
darah lebih banyak dan bergumpal gumpalan seperti potongan daging berwarna merah gelap. OS
juga mengeluh nyeri perut bagian bawah , nyeri hilang timbul dirasakan sudah 3 hari, OS juga
merasa mual dan pusing serta lemas, nafsu makan berkurang. OS tidak tahu jika sedang hamil,
sehingga masih melakukan aktivitas yang berlebihan dan menyebabkan kelelahan. Hubungan
suami isteri (+) 1 minggu yang lalu. HPHT sudah tidak ingat, tidak haid sejak bulan agustus
2019. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi
18x/menit, suhu badan 36,4. Pada pemeriksaan luar tinggi fundus uteri tidak teraba. Inspekulo :
Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh , OUE terbuka, darah (+)
dari OUE. Pada pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan hasil bermakna, pada pemeriksaan
EKG normal, dan pada pemeriksaan USG didapatkan sisa hasil konsepsi (+)

DIAGNOSIS

P2A1 39 tahun + Abortus Inkomplit

SIKAP

1. Observasi tanda-tanda perdarahan


2. Rencanakan Kuretase
3. Konseling, informed consent, sedia donor dan setuju operasi
4. Konsul anestesi

LAPORAN OPERASI (18/10/2019)


Jam 10.50 : Pasien dibawa ke kamar operasi

Jam 11.45 : Operasi dimulai dilakukan Kuretase

Obyektif Pre-Op : KU: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : CM

T : 110/90 mmHg

N : 88 x/mnt

R : 19 x/mnt

S : 36, 3 oC

Diagnosa Pre-Op : P2A1 39 tahun + Abortus Inkomplit

Jenis Operasi : Kuretase

Jalannya operasi :
 Pasien dibaringkan, posisi litotomi
 Dilakukan asepsis dan antisepis
 dilakukan pemasangan spekulum, tampak portio kemudian dijepit dengan
tenakulum
 dilakukan sondase untuk mengukur besar cavum dan posisi cavum uteri.
uterus letak antefleksi ukuran 8,5 cm
 Dilakukan kuratase hingga bersih
 Tenakulum dilepas, bersihkan portio dan sekitarnya dari sisa darah dan
jaringan
 Spekulum dilepas
 Kuretase selesai

Diagnosa Post Op : P2A1 39 tahun post kuretase a/i abortus inkomplit

Sikap Post Op :

– Cek DL post op
– IVFD RL 500 cc/24 jam : IVFD D5 % 1500 cc/24 jam
– Inj. Transamine 500 mg/8 jam IV
– Oxytosin drips 10 iu /24 jam
– Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam IV
– Inj. Methergin/8jam IV

Hari 0 - Tanggal 16 Mei 2019 Jam 19.00 NIFAS

S : darah dan lendir (+)

O : KU: Cukup Kesadaran : Compos mentis

T : 120/80 mmHg, N : 95 x/mnt, R : 17x/mnt, S : 36,2OC

Mata : Conjungtiva anemis (+/+)


Thorax : Cor & Pul : dbn

Abdomen : nyeti tekan (-), BU (-) TFU tidak teraba.

Genitalia : Perdarahan (-)

A : P2A1 39 th post kuretase a/i abortus inkomplit

P :

– IVFD RL 500 cc/24 jam : IVFD D5 % 1500 cc/24 jam


– Inj. Transamine 500 mg/8 jam IV
– Oxytosin drips 10 iu /24 jam
– Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam IV
– Inj. Methergin/8jam IV

Hasil Laboratorium (19 Oktober 2019– 18:00)


HEMATOLOGI
Leukosit : 15.010 /uL
Eritrosit : 4.56 10^6/uL
Hemoglobin : 8,7 g/dL
Hematokrit : 36.9 %
Trombosit : 222 10^3/uL
MCH : 24.4 Pg
MCHC : 30.9 g/dL
MCV : 65.8 fL

Hari I - Tanggal 20 oktober 2019 Jam 08:00 di Ruang Nifas

S : (-)

O : KU: Cukup Kesadaran : Compos mentis

T : 120/70 mmHg, N : 85 x/mnt, R : 16x/mnt, S : 36,3 OC


Mata : Conjungtiva anemis (+/+)

Thorax : Cor & Pul : dbn

Abdomen : nyeti tekan (-), BU (-) TFU tidak teraba

Genitalia : Perdarahan (-)

A : P2A1 39 th post kuretase a/i abortus inkomplit

P :

– IVFD RL 1500 cc/24 jam


– Rencana tranfusi 2 kantong PRC
– Cefadroxil 2 x 500 mg PO
– SF 2 x 1
– asam mefenamat 3 x 1 tab
– metergin 3 x 1 tab p.o

Hari II - Tanggal 18 Mei 2019 Jam 08.00 di Ruang Nifas

S : (-)

O : KU: Cukup Kesadaran : Compos mentis

T : 110/70 mmHg, N : 91 x/mnt, R : 18x/mnt, S : 36,0 OC

Mata : Conjungtiva anemis (+/+)

Thorax : Cor & Pul : dbn

Abdomen : nyeti tekan (-), BU (-) TFU tidak teraba

Genitalia : Perdarahan (-)

A : P2A1 39 th post kuretase a/i abortus inkomplit

P :
– IVFD RL 1500 cc/24 jam
– Rencana tranfusi 1 kantong PRC
– Cefadroxil 2 x 500 mg PO
– SF 2 x 1
– asam mefenamat 3 x 1 tab
– metergin 3 x 1 tab p.o

Hari III - Tanggal 19 Mei 2019 Jam 08.00 di Ruang Nifas

S : pasien minta pulang

O : KU: Cukup Kesadaran : Compos mentis

T : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 18x/mnt, S : 36,5 OC

Mata : Conjungtiva anemis (+/+)

Thorax : Cor & Pul : dbn

Abdomen : nyeti tekan (-), BU (-) TFU tidak teraba

Genitalia : Perdarahan (-)

A : P2A1 39 th post kuretase a/i abortus inkomplit

P :

- Aff infus

– Aff infus
– Cefadroxil 2 x 500 mg PO
– SF 2 x 1
– asam mefenamat 3 x 1 tab
– metergin 3 x 1 tab p.o
– informed concent tanda tanga form penolakan transfusi
– Rawat jalan
– Edukasi kontrol poli tanggal 25 oktober 2019

Hasil lab tanggal 22 oktober 2019


HEMATOLOGI
Leukosit : 15.010 /uL
Eritrosit : 4.56 10^6/uL
Hemoglobin : 9,5 g/dL
Hematokrit : 36.9 %
Trombosit : 222 10^3/uL
MCH : 25,8 Pg
MCHC : 31.9 g/dL
MCV : 70.8 fL
BAB IV

PEMBAHASAN

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum
20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus. beberapa faktor berpengaruh
terhadap kejadian abortus diantaranya faktor lingkungan,akitivitas fisik yang berlebihan serta
kurangnya nutrisi. Pada kasus ini pasien tidak tahu bahwa sedang hamil sehingga tetap
melakukan aktivitas berat serta kurang mengkonsumsi makanan serta vitamin yang dibutuhkan
untuk kesehatan ibu dan janin. selain itu asupan nutrisi ibu juga berkurang akibat adanya mual.
Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir bergumpal seperti potongan
daging. Gejala klinis yang dialami pasien cocok dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa
gejala klinis yang paling sering dijumpai pada abortus adalah perdarahan pervaginam derajat
sedang sampai berat. pada umumnya disertai dengan kram pada perut bagian
bawah, bahkan sampai ke punggung.

Pada pasien ini terdapat nyeri perut bagian bawah yang hilang timbul disertai rasa mual.
Diagnosis abortus inkomplit ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (usg). Pemeriksaan insepekulo pada pasien ini menunjukan adanya
perdarahan dari OUE yang terbuka. sedangkan pada pemeriksaan USG didapatkan sisa hasil
konsepsi (+), hal ini sudah sesuai dengan kepustakaan mengenai alur diagnosis dari abortus lebih
khusus kejadian abortus inkomplit.

Pada kasus-kasus abortus inkomplit,dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak


diperlukan, Jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan
dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau
forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi
medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk
mencegah terjadinya perdarahan lanjut. Tatalaksana pada pasien ini sudah sesuai dengan
protokol yaitu dilakukan kuretase karena masih terdapat sisa jaringan dan usia kehamilan
kemungkinan sudah >16 minggu,

Karena kemungkinan perdarahan yang di alami selama tindakan kuretase maka


diperlukan evaluasi tanda tanda perdarahan post operasi serta evaluasi nilai hemoglobin, yang
pada kasus ini evaluasi lanjut sudah dilakukan, dan diberikan penangan, pasien sudah menerima
transfusi dan dipulangkan dalam keadaan baik. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini
tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu.
BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan kasus ini terdiri dari:

1. Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum
20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus.

2. Diagnosis abortus inkomplit ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang (USG).

3. Gejala klinis yang dijumpai adalah perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat


disertai dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung.

4. Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering


tidak diperlukan.

5. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam
kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka
denganmemakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau
sebagiantetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase
untukmengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Clarke D, Mühlrad H. Abortion Laws and Women’s Health. IZA DP No. 11890

: 6-8 : 2018. www.iza.org

2. Cunningham F.G., 2012. Obstetri Williams. Cetakan 23, EGC, Jakarta. pp.229-

237.

3. Frederica M et all. Factors Influencing Abortion Decision-Making Processes

among Young Women. Int. J. Environ. Res. Public Health 2018, 15, 329

4. Anonim. 2012. “Demographic: Maternal Mortality Rate in World”.

www.indexmundi.com. Diakses pada tanggal 08 Februari 2013.

5. Depkes RI, 2008. “Profil Kesehatan Indonesia 2007”. Jakarta.

6. Franta S, Sadewo F.S. Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak di Rencanakan

dan Pengguguran di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15

No. 2 April 2012: 180–192

7. Salimah. M. B. Abortus Inkomplit. Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD

DR.R.M Pratomo Kabupaten Rokan Hilir.2019

8. BKKBN. 2009. “Tren Aborsi di Indonesia”. www.bkkbn.go.id. Diakses pada

tanggal 12 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai