ABORTUS
Oleh:
Pandela Gibran Sattari, S.Ked*
Pembimbing:
dr. Zul Andriahta, Sp.OG **
ABORTUS
Disusun Oleh :
Pandela Gibran Sattari, S.Ked
G1A222075
Pembimbing
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Clinical Science
Session (CSS) ini dengan judul “Abortus”. Laporan ini merupakan bagian dari
tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
dr. Zul Andriahta, Sp.OG, sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan arahan sehingga Clinical Science Session (CSS) ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup
semoga kiranya Clinical Science Session (CSS) ini dapat bermanfaat bagi kita
khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim dengan kriteria usia kehamilan kurang 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram. Lamanya kehamilan yang normal ialah 280 hari
atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terkadang kehamilan
berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Secara
umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus yaitu faktor fetus,
faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kirakira setengah dari kasus
abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester
pertama.1
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus antara 15-20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh
kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya
angka chemical pregnancy loss yang tidak diketahui pada 2-4 minggu setelah
konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet,
misalnya sperma dan disfungsi oosit. 1 Di Amerika Serikat, angka kejadian abortus
secara nasional berkisar antara 10–20%. Menurut Depkes RI di Indonesia abortus
menempati urutan kedua penyebab AKI (Angka Kematian Ibu) yaitu sebanyak
26%, di Indonesia terdapat 43 kasus abortus per 100 ribu kelahiran hidup. Kejadian
abortus di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar dua juta dari 4,2
juta kasus. 2 Berdasarkan SDKI 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. AKI Indonesia yang mencapai 305 per 100.000 pada
tahun 2015, Penyebab langsung kematian ibu tahun 2013 adalah pendarahan 30,3%,
hipertensi 27,1%, infeksi 7,3%, partus lama 0%, abortus 0%, lain-lain 40,8%.
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat
43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. 2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Abortus didefinisikan sebagai kehamilan yang berakhir pada usia kurang
dari 20 minggu atau berat bayi kurang dari 500 gr sehingga bayi tidak dapat
hidup diluar rahim.1 Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan.3
2.2 Epidemiologi
Abortus diperkirakan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan di dunia
dengan 80% terjadi pada trimester pertama.
Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan jarang terjadi (0,7 per
100.000), faktor resikonya meliputi: wanita usia lebih 35 tahun, ras selain
kulit putih, dan aborsi pada trimester kedua. Penyebab langsung dari kematian
meliputi: infeksi 59%, perdarahan 18%, emboli 13%, dan komplikasi dari
anesthesia 5%.
4 Berdasarkan data yang diambil dari data rekam medis pasien Rumah Sakit
Pindad Bandung periode Januari 2013 hingga Desember 2014, didapatkan
angka kejadian abortus adalah sebesar 130 kasus. Dari 130 kasus tersebut
didapatkan bahwa angka kejadian abortus sebagian besar berupa abortus
inkomplit yaitu sebesar 103 kasus (79,23%), diikuti dengan abortus imminens
sebesar 13 kasus (10%), abortus insipiens sebesar 12 kasus (9,23%) dan
missed abortion sebesar 2 kasus (1,54%). Pada penelitian ini tidak didapatkan
kasus abortus kompletus dan abortus infeksiosa (0%).4
2.3 Etiologi
2
3
rongga uterus. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera
setelah itu terjadi pendorongan benda asing keluar rongga uterus (ekspulsi).
Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi
paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan
untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan
banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum
minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam
desidua. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan
cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat sehingga bila terjadi
kematian saat tersebut,sisa-sisa korion sering tertinggal.5
Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan pada 4 cara:
1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan
sisa desidua.
2. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua.
3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin
ke luar, tetapi sisa amnion dan korion tetap bertahan di dalam (hanya janin
yang dikeluarkan).
4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan
atau infeksi lebih lanjut.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada
kalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas ( blighted ovum), mingkin pula janin telah mati lama ( missed aborted ).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Uterus seperti ini dinamakan molakrenta.
Bentuk ini menjadi molakarnosa apabila pigmen darah telah diserap sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah molatuberosa dimana amnion
tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion. 6
6
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin karena cairan amnion berkurang. Janin menjadi agak gepeng (fetus
kompresus), bila berlanjut makin lama akan semakin tipis seperti kertas perkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah
terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tenggorok menjadi lembek, perut membesar
karena cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.1
2.5. Klasifikasi
Macam-macam abortus dapat dibagi atas dua golongan : 1
2.5.1 Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari
luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran
kliniknya, abortus spontan dapat dibagi menjadi:
a. Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus
dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b. Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c. Abortus Inkomplit adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam
uterus.
d. Abortus Komplit adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan muda dimana
seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari cavum uteri.
e. Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih
berturut-turut.
f. Missed Abortion adalah kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi
janin mati itu masih ada di dalam rahim
7
2.6 Diagnosis
Perlu ditanamkan bahwa pada wanita usia reproduktif dengan
perdarahan spontan pervaginam yang aktif, sebaiknya dianggap hamil
sebelum terbukti lainnya. Abortus yang terjadi secara spontan memiliki
risiko jika tidak ditatalaksana dengan baik. Sedangkan untuk abortus yang
diinduksi secara medis biasanya bersifat lebih aman khususnya jika
8
2.7 Penatalaksanaan
a. Abortus imminens
Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka
dianjurkan pasien diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan
berhenti. Selain itu juga dapat diberikan spasmolitik agar uterus tidak
berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya
untuk mencegah terjadinya abortus. Bila perdarahan berlanjut dan
jumlahnya semakin banyak, atau jika timbul gangguan lain seperti tanda
infeksi, pasien harus dievaluasi ulang dengan segera. Pasien boleh
dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak
boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.
b. Abortus insipiens
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus
dilakukan dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral
10
e. Abortus infeksiosa/septik
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang
mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil
dari darah dan cairan yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat
diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah
gentamisin 2x80 mg dan metronidazol 2x1 gram. Selanjutnya, antibiotik
dilanjutkan dengan hasil kultur. Tindakan kuretase dilaksanakan bila
kondisi pasien sudah baik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah
diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus dilindungi dengan uterotonik
untuk menghindari terjadinya komplikasi. Antibiotik harus dilanjutkan
sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak
terdapat respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dan
kuat.Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan
irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.
f. Missed abortion
Informed consent pada tatalaksana missed abortion perlu dilakukan
kepada pasien dan keluraganya secara baik karena resiko tindakan operasi
dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak
bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Pada umur kehamilan
kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung
dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan
keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan
induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis.
Beberapa cara dapat dilakukan anatara lain dengan pemberian infus
intravena cairan oksitosin dimulai dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc
dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total
oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya
retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil pasien diistirahatkan satu hari dan
12
koagulopati.8
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada
uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim,
misalnya abortus provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan
atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang
dengan syok hemoragik. 8
c. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang
diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga
boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera. 8
d. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh
bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia
eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric
bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada
vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif
enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa
desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab
terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non
hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri
lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae,
Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes
14
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim dengan kriteria usia kehamilan kurang 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram. Lamanya kehamilan yang normal ialah 280 hari
atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terkadang kehamilan
berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Secara
umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus yaitu faktor fetus,
faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kirakira setengah dari kasus
abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester
pertama
Angka kejadian abortus secara nasional berkisar antara 10–20%. Menurut
Depkes RI di Indonesia abortus menempati urutan kedua penyebab AKI (Angka
Kematian Ibu) yaitu sebanyak 26%, di Indonesia terdapat 43 kasus abortus per 100
ribu kelahiran hidup.
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang
kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi
perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan
akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Konsepsi terlepas seluruhnya atau
sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga uterus. Hal ini
menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan
benda asing keluar rongga uterus (ekspulsi).
28
DAFTAR PUSTAKA
31