Anda di halaman 1dari 19

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A222075


**Pembimbing/ dr. Zul Andriahta, Sp.OG

ABORTUS

Oleh:
Pandela Gibran Sattari, S.Ked*

Pembimbing:
dr. Zul Andriahta, Sp.OG **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

ABORTUS

Disusun Oleh :
Pandela Gibran Sattari, S.Ked
G1A222075

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Mei 2023

Pembimbing

dr. Zul Andriahta, Sp.OG

ii
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Clinical Science
Session (CSS) ini dengan judul “Abortus”. Laporan ini merupakan bagian dari
tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
dr. Zul Andriahta, Sp.OG, sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan arahan sehingga Clinical Science Session (CSS) ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup
semoga kiranya Clinical Science Session (CSS) ini dapat bermanfaat bagi kita
khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Mei 2023

Pandela Gibran Sattar

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim dengan kriteria usia kehamilan kurang 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram. Lamanya kehamilan yang normal ialah 280 hari
atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terkadang kehamilan
berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Secara
umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus yaitu faktor fetus,
faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kirakira setengah dari kasus
abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester
pertama.1
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus antara 15-20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh
kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya
angka chemical pregnancy loss yang tidak diketahui pada 2-4 minggu setelah
konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet,
misalnya sperma dan disfungsi oosit. 1 Di Amerika Serikat, angka kejadian abortus
secara nasional berkisar antara 10–20%. Menurut Depkes RI di Indonesia abortus
menempati urutan kedua penyebab AKI (Angka Kematian Ibu) yaitu sebanyak
26%, di Indonesia terdapat 43 kasus abortus per 100 ribu kelahiran hidup. Kejadian
abortus di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar dua juta dari 4,2
juta kasus. 2 Berdasarkan SDKI 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. AKI Indonesia yang mencapai 305 per 100.000 pada
tahun 2015, Penyebab langsung kematian ibu tahun 2013 adalah pendarahan 30,3%,
hipertensi 27,1%, infeksi 7,3%, partus lama 0%, abortus 0%, lain-lain 40,8%.
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat
43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. 2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Abortus didefinisikan sebagai kehamilan yang berakhir pada usia kurang
dari 20 minggu atau berat bayi kurang dari 500 gr sehingga bayi tidak dapat
hidup diluar rahim.1 Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan.3
2.2 Epidemiologi
Abortus diperkirakan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan di dunia
dengan 80% terjadi pada trimester pertama.
Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan jarang terjadi (0,7 per
100.000), faktor resikonya meliputi: wanita usia lebih 35 tahun, ras selain
kulit putih, dan aborsi pada trimester kedua. Penyebab langsung dari kematian
meliputi: infeksi 59%, perdarahan 18%, emboli 13%, dan komplikasi dari
anesthesia 5%.
4 Berdasarkan data yang diambil dari data rekam medis pasien Rumah Sakit
Pindad Bandung periode Januari 2013 hingga Desember 2014, didapatkan
angka kejadian abortus adalah sebesar 130 kasus. Dari 130 kasus tersebut
didapatkan bahwa angka kejadian abortus sebagian besar berupa abortus
inkomplit yaitu sebesar 103 kasus (79,23%), diikuti dengan abortus imminens
sebesar 13 kasus (10%), abortus insipiens sebesar 12 kasus (9,23%) dan
missed abortion sebesar 2 kasus (1,54%). Pada penelitian ini tidak didapatkan
kasus abortus kompletus dan abortus infeksiosa (0%).4
2.3 Etiologi

2
3

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan, namun pada


umumnya terdapat lebih dari satu penyebab. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan kejadian abortus diantaranya:3
1. Faktor janin
Sebagian dari kejadian abortus disebabkan oleh kehamilan anembrionik
yang merupakan kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk sejak awal
meskipun kantong gestasi tetap terbentuk. Bila terdapat janin dalam kantong
gestasi, pada umumnya terdapat kelainan zigot, embrio, janin, atau plasenta.
Embrio yang mengalami abortus 25% memiliki kelainan kromosom, biasanya
memiliki kromosom euploid.
2. Faktor maternal
a. Infeksi
Infeksi virus, bakteri, dan mikroorganisme lainnya dapat
menyebabkan kehamilan berakhir. Kebanyakan penyebarannya secara
sistemik melalui fetoplasenta, dapat juga secara lokal melalui infeksi
genitogenital. Mikrooranisme penyebab terbanyak adalah Brucella
Abortion, Complylobacter Fetus, dan Toxoplasma gondii.
b. Penyakit lain non infeksi
Penyakit cealiac dilaporkan menyebabkan aborsi yang rekuren dan
infertilitas pada laki-laki maupun perempuan. Penyakit jantung sianotik
yang tidak direpair merupakan salah satu faktor risiko yang
menyebabkan abortus. Penyakit lain yang berhubungan dengan
peningkatan kejadian abortus adalah inflamatory bowel diseasae dan
sistemic lupus erythematosus
c. Obat-obat
Hanya sedikit obat-obatan yang sudah dievaluasi berhubungan
dengan peningkatan kejadian abortus. Kontrasepsi oral atau agent
spermicidal yang terkandung pada cream kontrasepsi tidak berhubungan
dengan peningkatan kejadian aborsi. Sama halnya dengan penggunaan
anti inflamasi nonsteroid atau penggunaan ondansetron.
d. Diabetes melitus
4

Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat


kejadiaannya pada wanita dengan diabetes insulin dependen. Ini
berhubungan dengan glikemik perikopsional dan kontrol metabolik.
e. Penyakit tiroid
Defisiensi iodine berat, di beberapa negara berkembang berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya aborsi.
f. Nutrisi
Nutrisi yang extrem seperti defisiensi dan obesita berhubungan
dengan peningkatan kejadian aborsi. Kualitas diet juga penting, wanita
yang mengkonsumsi buah segar dan sayuran setip hari diduga
menurunkan risiko aborsi. Obesitas dihubungkan dengan kejadian
aborsi, juga termasuk meningkatkan kejadian aborsi berulang. . pada
penelitian terhadap 6500 wanita yang menjalani fertilisasi in vitro,
angka hidupnya berkurang secara progresif untuk setiap peningkatan
masa tubuh/ BMI.
g. Faktor lingkungan
Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus,
misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok
diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang
telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya
gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
2.4 Patogenesis
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang
kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi
perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel
peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Konsepsi terlepas
seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam
5

rongga uterus. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera
setelah itu terjadi pendorongan benda asing keluar rongga uterus (ekspulsi).
Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi
paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan
untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan
banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum
minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam
desidua. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan
cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat sehingga bila terjadi
kematian saat tersebut,sisa-sisa korion sering tertinggal.5
Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan pada 4 cara:
1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan
sisa desidua.
2. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua.
3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin
ke luar, tetapi sisa amnion dan korion tetap bertahan di dalam (hanya janin
yang dikeluarkan).
4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan
atau infeksi lebih lanjut.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada
kalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas ( blighted ovum), mingkin pula janin telah mati lama ( missed aborted ).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Uterus seperti ini dinamakan molakrenta.
Bentuk ini menjadi molakarnosa apabila pigmen darah telah diserap sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah molatuberosa dimana amnion
tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion. 6
6

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin karena cairan amnion berkurang. Janin menjadi agak gepeng (fetus
kompresus), bila berlanjut makin lama akan semakin tipis seperti kertas perkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah
terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tenggorok menjadi lembek, perut membesar
karena cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.1
2.5. Klasifikasi
Macam-macam abortus dapat dibagi atas dua golongan : 1
2.5.1 Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari
luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran
kliniknya, abortus spontan dapat dibagi menjadi:
a. Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus
dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b. Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c. Abortus Inkomplit adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam
uterus.
d. Abortus Komplit adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan muda dimana
seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari cavum uteri.
e. Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih
berturut-turut.
f. Missed Abortion adalah kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi
janin mati itu masih ada di dalam rahim
7

g. Abortus Infeksius dan Abortus Septik adalah keguguran yang disertai


infeksi genetalia. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum

2.5.2 Abortus Provokatus (Induced Abortion)


Abortus Provokatus merupakan abortus yang disengaja baik dengan memakai obat-
obatan atau memakai alat. Abortus ini terbagi menjadi :
a. Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan
alasan apabila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu.
b. Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan
secara sembunyi – sembunyi oleh tenaga tradisional.7

2.6 Diagnosis
Perlu ditanamkan bahwa pada wanita usia reproduktif dengan
perdarahan spontan pervaginam yang aktif, sebaiknya dianggap hamil
sebelum terbukti lainnya. Abortus yang terjadi secara spontan memiliki
risiko jika tidak ditatalaksana dengan baik. Sedangkan untuk abortus yang
diinduksi secara medis biasanya bersifat lebih aman khususnya jika
8

dilakukan pada 2 bulan pertama kehamilan.


Poin-poin diagnosis pada kasus abortus spontan adalah sebagai berikut; 1
1. Abortus iminens
Abortus iminens dicurigai terjadi ketika terdapat vaginal discharge
atau darah dari vagina yang muncul pada awal kehamilan. Biasanya
perdarahan dikeluhkan terlebih dahulu, yang kemudian diikuti nyeri kram
abdomen beberapa jam atau hari setelah perdarahan tersebut. Abortus
iminens sangat sering dijumpai, dimana satu dari empat sampai 5
perempuan mengalami perdarahan pada saat kehamilannya. Hampir sekitar
setengah dari perempuan yang mengalami ini akan berlanjut pada abortus.
Perempuan yang tidak aborsi setelah ini bisanya memiliki risiko terjadinya
hasil kehamilan yang tidak optimal seperti melahirkan preterm, berat lahir
rendah, dan kematian perinatal.
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan ukuran uterus yang masih
sesuai usia kehamilan, dan juga ostium uteri yang masih tertutup. Selain itu
juga perlu dilakukan pencarian terhadap penyulit seperti kehamilan ektopik
atau adanya torsi dari kista ovarium yang tidak diketahui sebelumnya.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens biasanya ditandai dengan ruptur membran
sekaligus adanya dilatasi dari serviks. Pada keadaan ini hampir dapat
dipastikan bahwa abortus terjadi. Kontraksi uterus akan segera terjadi.
Dengan adanya ruptur dari membran dan dilatasi dari serviks yang
signifikan, maka tindakan untuk menyelamatkan janinnya sudah tidak
memungkinkan lagi. Jika sudah tidak ada nyeri atau perdarahan lagi, maka
dilakukan observasi untuk melihat perdarahan, nyeri kram, atau demam.
Jika setelah 48 jam keluhan hilang dan kondisi pasien stabil maka pasien
dapat kembali beraktivitas seperti biasa, kecuali tindakan penetrasi ke dalam
vagina dalam bentuk apapun. Namun jika masih terdapat keluarnya cairan
atau darah yang disertai nyeri, ataupun pasien mengeluhkan adanya demam,
maka uterus kemudian harus dikosongkan.
3. Abortus inkomplit
9

Abortus inkomplit didiagnosis ketika plasenta, baik seluruhnya ataupun


sebagian, tertinggal dalam uterus tetapi janin telah keluar. Perdarahan
biasanya lebih banyak pada abortus inkomplit dan dapat sangat signifikan
jika usia kehamilan sudah lebih tua. Embrio-fetus dan plasenta mungkin
dikeluarkan bersama sama jika usia kehamilan masih kurang dari 10
minggu.
4. Missed abortion
Missed abortion didefinisikan sebagai retensi dari sisa konsepsi
yang telah mati di dalam uterus selama beberapa minggu. Setelah kematian
janin, mungkin dapat terjadi perdarahan atau tidak sama sekali ataupun tidak
menimbulkan gejala. Ukuran dari uterus biasanya tidak bertambah, dan
perubahan pada payudara biasanya malah kembali ke seperti semula.
Kebanyakan dari missed abortion dapat keluar sendiri, akan tetapi, jika
retensi dari janin yang mati tersebut telah berlangsung lama, maka mungkin
dapat terjadi gangguan koagulasi.

2.7 Penatalaksanaan
a. Abortus imminens
Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka
dianjurkan pasien diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan
berhenti. Selain itu juga dapat diberikan spasmolitik agar uterus tidak
berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya
untuk mencegah terjadinya abortus. Bila perdarahan berlanjut dan
jumlahnya semakin banyak, atau jika timbul gangguan lain seperti tanda
infeksi, pasien harus dievaluasi ulang dengan segera. Pasien boleh
dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak
boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.
b. Abortus insipiens
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus
dilakukan dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral
10

dapat diberikan. Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi


dari uterus dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil
konsepsi ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu,
infus 20 unit oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan
Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk
membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap
dipantau.
c. Abortus inkomplit
Pengelolaan pasien abortus inkomplit harus diawali dengan
memperhatikan keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik
yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan usg
hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis.pada
pemeriksaan usg dapat ditemukan besar uterus yang lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak
massa hiperkoik yang bentuknya tidak berarturan
Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan untuk segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang
mengganjal keluar, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan
bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase
harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan
besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dan plastik. Pasca tindakan perlu diberikan
uretrotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotik.
d. Abortus komplit
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi.Observasi untuk
melihat adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu
setelah penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet
sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat
diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan
pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.
11

e. Abortus infeksiosa/septik
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang
mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil
dari darah dan cairan yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat
diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah
gentamisin 2x80 mg dan metronidazol 2x1 gram. Selanjutnya, antibiotik
dilanjutkan dengan hasil kultur. Tindakan kuretase dilaksanakan bila
kondisi pasien sudah baik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah
diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus dilindungi dengan uterotonik
untuk menghindari terjadinya komplikasi. Antibiotik harus dilanjutkan
sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak
terdapat respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dan
kuat.Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan
irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.
f. Missed abortion
Informed consent pada tatalaksana missed abortion perlu dilakukan
kepada pasien dan keluraganya secara baik karena resiko tindakan operasi
dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak
bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Pada umur kehamilan
kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung
dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan
keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan
induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis.
Beberapa cara dapat dilakukan anatara lain dengan pemberian infus
intravena cairan oksitosin dimulai dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc
dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total
oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya
retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil pasien diistirahatkan satu hari dan
12

kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau


jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan
tindakan kuretase sebersih mungkin.
g. Abortus Habitualis
Pengobatan sesuai dengan penyebab, bila abortus habitualis akibat
reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte
trophoblast cross reactive dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau
heparinisasi. Salah satu penyebab yang sering ditemukan ialah
inkompetensi serviks. Pengelolaan penderita inkompetensia serviks adalah
anjurkan untuk pemeriksaan kehamilan seawal mungkin dan bila dicurigai
adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan
fiksasi serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya
kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12- 14 minggu dengan
cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis
servikaslis dengan benang mersilene yang tebal dan simpul baru dibuka
setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan .
h. Kehamilan anembrionik (Blighted Ovum)
Bila pada saat USG pertama tidak ditemukan gambaran mudigah
maka perlu dievaluasi dengan USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak
dijumpai struktur mudigah dan diamater kontong gestasi sudah mencapai
25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik.
Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan
dilatasi dan kuretase secara elektif.
2.8 Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari
sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau
sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi
cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga
13

koagulopati.8
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada
uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim,
misalnya abortus provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan
atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang
dengan syok hemoragik. 8
c. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang
diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga
boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera. 8
d. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh
bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia
eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric
bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada
vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif
enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa
desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab
terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non
hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri
lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae,
Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes
14

potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas. 8


2.9 Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus
yang rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita
keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan
kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah
pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada
wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.1
BAB III
KESIMPULAN

Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum
mampu hidup di luar rahim dengan kriteria usia kehamilan kurang 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram. Lamanya kehamilan yang normal ialah 280 hari
atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terkadang kehamilan
berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Secara
umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus yaitu faktor fetus,
faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kirakira setengah dari kasus
abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester
pertama
Angka kejadian abortus secara nasional berkisar antara 10–20%. Menurut
Depkes RI di Indonesia abortus menempati urutan kedua penyebab AKI (Angka
Kematian Ibu) yaitu sebanyak 26%, di Indonesia terdapat 43 kasus abortus per 100
ribu kelahiran hidup.
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang
kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi
perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan
akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Konsepsi terlepas seluruhnya atau
sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga uterus. Hal ini
menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan
benda asing keluar rongga uterus (ekspulsi).

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. 2014. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono.


2. Rahmani, Silmi Lisani. 2014. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus Di RS
Prikasih Jakarta Selatan Pada tahun 2013. Skripsi Publikasi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kedokteran
3. Cunningham, F. Gary. 2014. Williams Obstetrics 24th Edition. United States:
McGraw-Hill Education
4. Purwaningrum ED, Fibriana AI. Faktor Risiko Kejadian Abortus Spontan. Public
Heal Res Dev. 2017;1(3):84–94.
5. Rosita, Fika Oktaviani., (2018) . Rasio Prevalensi Anemia Ibu Hamil Terhadap
Kejadian Abortus Iminens di RSUD Wonosari Gunung Kidul Tahun 2017.
6. Manuaba, I.B.G (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
7. Studnicki, James., J. MacKinnon, Sharon., W. Fisher, John. 2016. Induced
Abortion, Mortality, and the Conduct of Science. Scientific Research Publishing,
Open Journal of Preventive Medicine, 2016, 6, 170-177
8. Alves C, Rapp A. Spontaneous Abortion. StatPearls [Internet]. 2022 Jul 18 [cited
2023 May 14];1–11. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560521/

31

Anda mungkin juga menyukai