Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FARMAKOLOGI

KELOMPOK 15
NEFROTOKSIK OBAT NAPROXEN

dr. Ave Olivia Rahman, M.Sc

NADHILAH AULIA PUTRI G1A118074


MAUDY ROMINAR BR. TOBING G1A118075
M. HANZEN WILLIAM SIHITE G1A118076
MUTHI’AH IRBAH G1A118077
ILHAM PRATAMA PUTRA G1A118078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS JAMBI
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya berupa kesempatan
dan pengetahuan sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Farmakologi .

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Farmakologi
secara lebih dalam lagi. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang dating dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa/i Universitas Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Prodi Kedokteran. Kami sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Jambi , 13 September 2019

Penulis
EFEK NEFROTOKSIK PADA PENGGUNAAN OBAT NAPROXEN

Abstrak

Naproxen adalah obat NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drug).


Naproxen bekerja dengan menurunkan hormon yang menyebabkan peradangan dan nyeri
pada tubuh. Naproxen digunakan untuk mengatasi rasa nyeri atau peradangan yang
disebabkan karena arthtitis, ankylosing sponfylitis, tenditis, bursitis, asam urat atau kram
perut akibat datang bulan. Salah satu cara kerja obat NSAID adalah dengan melebarkan
pembuluh darah. Namun efeknya akan mengurangi aliran darah ke ginjal dan berpotensi
menimbulkan kerusakan pada ginjal sehingga naproxen bisa diindikasikan memiliki efek
nefrotoksik.

Kata kunci : naproxen, nefrotoksik

PENDAHULUAN

Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu golongan obat yang paling
banyak dan paling sering diresepkan di Indonesia maupun di negara-negara lain. Penggunaan
OAINS dapat berlangsung dalam waktu yang panjang. Sebab, obat ini digunakan sebagai
pereda gejala inflamasi pada pasien-pasien dengan penyakit inflamasi kronik seperti
osteoartritis dan artritis reumatik.1

NSAIDs atau Non Seteroid Anti Inflamation Drugs merupakan salah satu obat yang sering
digunakan dalam mengatasi inflamasi pada pasien dengan penyakit arthritis (Lanza et al.,
2009; Indonesian Reumatology Association, 2014). NSAIDs bekerja dengan cara
menghambat enzim cyclooxygenase-1 dan 2 (COX-1 dan COX-2) sehingga menurunkan
produksi prostaglandin (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) yang merupakan mediator inflamasi
sehingga mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi. Selain mengakibatkan vasokonstriksi,
penghambatan produksi prostaglandin ini berefek pada meningkatnya retensi natrium (Lovell
and Ernst, 2017). Berdasarkan mekanisme tersebut maka penggunaan NSAIDs ini dapat
berdampak pada timbulnya beberapa komplikasi seperti hipertensi, edema, gangguan fungsi
ginjal, dan pendarahan gatrointestinal (Landefeld et al., 2016; Lovell and Ernst, 2017).
NSAIDs dengan mekanismenya sebagai obat antiinflamasi juga memiliki efek samping
terhadap meningkatkan tekanan darah (Landefeld et al., 2016; Lovell and Ernst, 2017).
Sehingga akan menjadi suatu masalah ketika pasien dengan riwayat penyakit hipertensi
tersebut mengkosumsi NSAIDs untuk mengatasi inflamasi karena penyakit arthritis atau
penyakit lainnya yang juga dimilikinya dan efek selanjutnya bisa menimbulkan nefrotoksik.2

PEMBAHASAN

Non Steroidal Anti Inflamation Drugs

NSAIDs merupakan obat antiiflamasi yang sering digunakan dalam penatalaksanaan nyeri
muskuloskeletal, namun memiliki risiko berupa gangguan saluran cerna (ulkus peptikum),
pendarahan, hipertensi dan nefrotoksik. Selain memiliki efek sebagai antiinflamasi, NSAIDs
juga memiliki efek sebagai analgesik dan antipiretik. Berdasarkan selektifitasnya terhadap
COX-1 dan COX-2, NSAIDs dibagi menjadi dua jenis yaitu selektif COX-2 dan non selektif
(Indonesian Reumatology Association, 2014). NSAIDs bekerja sebagai obat antiinflamasi
dengan cara menghambat enzim cyclooksigenase pada jalur asam arakidonat. Penghambatan
tersebut mengakibatkan terjadinya penghambatan sintesis prostaglandin, tromboxan, dan
prostasiklin yang merupakan mediator inflamasi (Landefeld et al., 2016).2

Efek Samping Pemberian NSAIDs pada Ginjal

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa NSAIDs mengakibatkan penghambatan sintesis


prostaglandin dan prostasiklin, sedangkan prostaglandin dan prostasiklin berfungsi sebagai
agen vasodilasi ginjal. Selain itu prostaglandin juga memiliki efek terhadap penghambatan
resorbsi natrium dan air pada ginjal. Sedangkan prostasiklin juga memiliki efek menstimulasi
pengeluaran natrium pada ginjal. Ketika sintesis keduanya dihambat oleh pemberian NSAIDs
maka tidak hanya menyebabkan vasokonstriksi ginjal, namun juga terjadi peningkatan
resorbsi natrium dan air dan penurunan ekskresi natrium pada ginjal. Terjadinya peningkatan
resorbsi natrium dan air dan penurunan ekskresi natrium pada ginjal ini mengakibatkan
peningkatan tekanan darah pada seseorang (White W., 2009; Landefeld et al., 2016). Dalam
keadaan normal, penghambatan sintesis prostaglandin tidak begitu mempengaruhi fungsi
fisiologis ginjal, namun ketika terjadi gangguan hemodinamik seperti pada pasien lanjut usia,
pasien dengan riwayat penyakit ginjal kronik, gagal jantung, sirosis dan pasien diabetes maka
pemberian NSAIDs haruslah berhati-hati (Indonesian Reumatology Association, 2014;
Landefeld et al., 2016).2

Obat Naproxen

Salahsatu obat NSAID yaitu naproxen, Naproxen adalah inhibitor COX nonselektif. Obat ini
termasuk dalam kelas obat asam propionat . Sebagai NSAID, naproxen tampaknya
mengerahkan tindakan anti-inflamasi dengan mengurangi produksi mediator inflamasi yang
disebut prostaglandin . Ini dimetabolisme oleh hati menjadi metabolit tidak aktif.4

Naproxen bisa menjadi penyebab pada kerusakan ginjal. Sebagian orang yang mengalami
kerusakan ginjal akibat mengonsumsi obat NSAID tidak memiliki gejala, tapi saat dilakukan
tes darah diketahui jika mereka memiliki kelainan pada fungsi ginjalnya. Sedangkan
beberapa orang lainnya mengalami gejala dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah mengonsumsi
NSAID seperti jarang buang air kecil, demam, mual, muntah, kehilangan naifs makan,
adanya darah dalam urin, ruam, pembengkakan, rasa kantuk yang berlebihan dan
kebingungan.3

Interaksi obat
Naproxen dapat berinteraksi dengan antidepresan , litium , metotreksat , probenecid ,
warfarin dan obat pengencer darah lainnya, obat tekanan jantung atau tekanan darah,
termasuk diuretik , atau obat steroid seperti prednison .
NSAID seperti naproxen dapat mengganggu dan mengurangi kemanjuran antidepresan SSRI
[23]
, serta meningkatkan risiko perdarahan yang lebih besar daripada risiko perdarahan
[24]
individu dari masing-masing kelas agen ketika dikonsumsi bersamaan. Naproxen tidak
dikontraindikasikan dengan adanya SSRI, meskipun penggunaan obat secara bersamaan
harus dilakukan dengan hati-hati. 5

Interaksi obat-makanan
Konsumsi alkohol meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal ketika dikombinasikan
dengan NSAID seperti naproxen dengan cara yang tergantung pada dosis (yaitu, semakin
tinggi dosis naproxen, semakin tinggi risiko perdarahan). [25] Risiko tertinggi bagi orang yang
peminum berat. 5
Mekanisme tindakan
Naproxen bekerja dengan menghambat enzim COX-1 dan COX-2 secara reversibel sebagai
coxib non-selektif. Hal ini menghasilkan penghambatan sintesis prostaglandin . Prostaglandin
bertindak sebagai molekul pemberi sinyal dalam tubuh, yang memicu peradangan. Jadi,
dengan menghambat COX-1/2, naproxen menginduksi efek anti-inflamasi.5

Farmakokinetik
Naproxen adalah substrat minor CYP1A2 dan CYP2C9 . Ini dimetabolisme secara luas di
hati menjadi 6-O-desmethylnaproxen, dan kedua obat induk dan metabolit desmethyl
menjalani metabolisme lebih lanjut untuk masing-masing metabolit terkonjugasi
[31]
asilglucuronide masing-masing. Analisis dua uji klinis menunjukkan bahwa waktu
naproxen untuk memuncak konsentrasi plasma terjadi antara 2-4 jam setelah pemberian oral,
meskipun natrium naproxen mencapai konsentrasi plasma puncak dalam 1-2 jam. 6

Farmakogenetik
Farmakogenetik naproxen telah dipelajari dalam upaya untuk lebih memahami efek
buruknya. Pada tahun 1998, sebuah studi farmakokinetik (PK) kecil gagal menunjukkan
bahwa perbedaan dalam kemampuan pasien untuk membersihkan naproxen dari tubuh dapat
menjelaskan perbedaan dalam risiko pasien mengalami efek samping dari perdarahan
gastrointestinal serius saat mengambil naproxen. Namun, penelitian ini gagal menjelaskan
perbedaan aktivitas CYP2C9 , enzim yang memetabolisme obat yang bertanggung jawab
untuk membersihkan naproxen. Studi tentang hubungan antara genotipe CYP2C9 dan
perdarahan gastrointestinal yang diinduksi NSAID telah menunjukkan bahwa varian genetik
dalam CYP2C9 yang mengurangi clearance substrat CYP2C9 utama (seperti naproxen)
meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal yang diinduksi NSAID, terutama untuk
varian defek yang disebabkan oleh homozigot yang rusak. Sampai Oktober 2017, tidak ada
rekomendasi untuk pengujian CYP2C9 rutin untuk naproxen. Naproxen adalah anggota
keluarga NSAID 2-arylpropionic acid (profen). Asam bebas adalah zat kristal yang tidak
berbau, putih hingga putih. Ini adalah lipid -larut dan praktis tidak larut dalam air. Memiliki
titik leleh 152-155 ° C. 6
Sintesis
Naproxen telah diproduksi secara industri oleh Syntex mulai dari 2-naphthol sebagai berikut:
height=470>
DAFTAR PUSTAKA

1. Radhiyatam Mardhiyah, Achmad Fauzi, Ari Fahrial Syam. Diagnosis dan Tata
Laksana Enteropati akibat Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Jurnal penyakit
dalam Indonesia 2015;2(3):190.

2. Fadhila Putri Imananta, Sulistiyaningsih. Penggunaan nsaids (non steroidal anti


inflamation drugs) menginduksi peningkatan tekanan darah pada pasien arthritis.
Artikel tinjauan 2018;16(1):73-74.

3. Swari,Candra R. 2017. beberapa obat yang bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Di


https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/obat-penyebab-kerusakan-ginjal/ (akses
17 oktober 2019)

4. Naproxen Monograph for Professionals". Drugs.com . AHFS . (Diakses pada 17 Okt.


19)

5. Turner MS, Mei DB, Arthur RR, Xiong GL (Maret 2007). "Dampak klinis terapi
serotonin reuptake inhibitor selektif dengan risiko perdarahan". Jurnal Ilmu Penyakit
Dalam . 261 (3): 205–13.

6. Rodrigues AD (November 2005). "Dampak genotipe CYP2C9 pada farmakokinetik:


apakah semua inhibitor siklooksigenase sama?" Metabolisme dan Disposisi Obat . 33
(11): 1567–75.

Anda mungkin juga menyukai