ANGGOTA KELOMPOK 1
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kami Panjatkan kehadapan Allah yang maha kuasa karena berkat rahmat
serta petunjuk –Nya kami dapat menyalesaikan Tugas Makalah ini guna pemenuhan tugas
mata kuliah Interaksi Obat dan Makanan, dengan judul “Interaksi Obat dan Makanan pada
penyakit Gastrointestinal” tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini tentu kami melakukan berbagai literasi mengenai
interaksi obat dan makanan khusunya pada penyakit gastrointestinal atau penyakit gangguan
pencernaan. Selain pemenuhan tugas mata kuliah tentu ini merupakan proses pengembangan
pengetahuan kami terhadap mata kuliah ini serta jenis-jenis penyakit gastrointestinal.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih sangat kurang , olah karena
itu kami sangat mengharapkan masukan dari pembaca sebagai bahan koreksi kami untuk
penyusunan makalah pada tugas-tugas selanjutnya. Akhirnya kami mengharapkan semoga
makalah ini bisa memberikan sumbangan ilmiah bagi dunia kesehatan dan manfaat bagi
masyarakat. Terima kasih
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1. Pengertian........................................................................................................................3
2.1.1. Gastrointestinal.........................................................................................................3
2.1.2. Obat Anti Muntah.....................................................................................................3
2.1.3. Tukak Lambung........................................................................................................5
2.1.4. Diare..........................................................................................................................7
BAB III.....................................................................................................................................10
PENUTUP................................................................................................................................10
Daftar Pustaka..........................................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan
obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain
tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan
(Ganiswara, 2000).
Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep,maka mungkin
terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapatmemperkuat atau memperlemah,
memperpanjang atau memperpendek kerja obatkedua. Interaksi obat harus lebih diperhatikan,
karena interaksi obat pada terapiobat dapat menyebabkan kasus yang parah dan tingkat
kerusakan-kerusakan padapasien, dengan demikian jumlah dan tingkat keparahan kasus
terjadinya interaksiobat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).
Kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi diperkirakan berkisar antara2,2% sampai
30% dalam penelitian pasien rawat inap di rumah sakit, dan berkisarantara 9,2% sampai
70,3% pada pasien di masyarakat. Kemungkinan tersebutsampai 11,1% pasien yang benar-
benar mengalami gejala yang diakibatkan olehinteraksi obat (Fradgley, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) di RSUD dr. Soebandi Jember
tahun 2011 ditemukan kasus interaksi obat sebanyak 9 pasien dari total 47 pasien rawat inap
tukak peptik. Interaksi yang terjadi antara antasida dan lansoprazol sebanyak 6 pasien,
kemudian antara sukralfat dan lansoprasol sebanyak 3 pasien. Selain itu berdasarkan
penelitian awal yang diperoleh di Rumah Sakit “X” terdapat sekurang-kurangnya 15 pasien
rawat inap dengan diagnosa tukak peptik setiap 3 bulannya, terlebih ada beberapa potensi
1
interaksi obat yang membahayakan seperti terjadinya pendarahan, dan mengurangi kekuatan
absorbsi dari gastrointestinal.
Berdasarkan dari uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa mampu
mengidentifikasi interaksi obat dan makanan pada penyakit gastrointestinal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
2.1.1. Gastrointestinal
Gastrointestinal atau Gastroenteritis atau dikenal juga dengan sebutan flu perut,
adalah infeksi yang terjadi pada usus atau perut yang disebabkan oleh beberapa jenis virus.
Penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya mual, muntah, diare, kram perut, dan terkadang
demam. Penyebaran gastroenteritis dapat terjadi melalui kontak jarak dekat dengan orang
yang sudah terinfeksi atau karena mengonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi. Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat mudah di fasilitas umum yang
tertutup. Seperti di dalam ruang kelas, tempat perawatan anak, dan ruang perawatan umum.
Pada orang dengan kondisi tubuh sehat gastroenteritis tidak berakibat fatal. Namun, pada
pada bayi, orang tua, dan orang yang bermasalah dengan sistem kekebalan tubuhnya dapat
berakibat fatal.
b. Antasida + Ranitidin
Omeprazol dapat menghambat distribusi obat nitrat oral. Efek samping antiangina
mungkin akan berkurang, tetapi ini dapat memperburuk iskemik miokard. Alternatifnya dapat
mempertimbangkan terapi acid-suppresant (Kajinami, 1994).
d. Antasida + Ondansetron
3
Ondansetron dapat menyebabkan irama jantung tidak teratur. Resiko meningkat ketika
magnesium didalam darah sedikit yang bisa terjadi ketika penggunaan obat pencahar
secaranberlebihan. Jika ditemui gejala rendah magnesium seperti kelelahan, mengantuk,
pusing, kesemutan, nyeri otot, mual, dan muntah alangkah baiknya untuk segera
memeriksakan kedokter (Chin, 1998).
e. Omeprazol + Alprazolam
f. Omeprazol + Diazepam
Sama halnya dengan alprazolam, omeprazol juga meningkatkan efek farmakologis dari
diazepam karena berada pada satu golongan. Omeprazol dapat meningkatkan efek
farmakologis benzodiazepin melalui penghambatan enzim hepatik. Penghambatan dilakukan
pada sitokrom P450, dan P-glikoprotein. Penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan
mengurangi dosis benzodiazepin terutama pada orang tua, atau bisa menggunakan obat
golongan benzodiazepin lain yang tidak dimetabolisme melalui proses oksidasi seperti
lorazepam, oxazepam, temazepam (Andersson, 1990; Wei, 2013).
Omeprazol + Clopidogrel
Mekanismenya adalah PPI dapat menghambat bioaktivasi CYP450 2C19 yang dimediasi
oleh klopidogrel yang berakibat aktifitas enzim berkurang dan bahkan tidak ada. Dampaknya
dapat meningkatkan resiko serangan jantung, strok, serta angina yang tidak stabil
(Pezzalla,2008).
Interaksi obat harus ditangani secara tepat didasarkan pada identifikasi interaksi obat
potensial, sehingga bisa segera diberi tindakan yang tepat seperti therapeutic drug monitoring
atau penyesuaian dosis untuk mengurangi dampak klinis akibat interaksi obat. Beberapa
interaksi obat yang berdampak klinis bisa jadi tetap diberikan karena mungkin bermanfaat
untuk terapi penyakit tertentu walaupun kombinasi tersebut menghasilkan dampak yang
kurang menguntungkan. Pemantauan dan follow-up pengobatan penting dilakukan dalam
4
kondisi ini untuk meminimalkan outcome yang buruk terutama obat yang efek terapinya
dapat meningkat atau menurun jika digunakan bersamaan. Interaksi obat yang dapat
mempengaruhi hasil laboratorium mungkin dapat diterima jika tidak berdampak signifikan
secara klinis. Peran farmasis bersama dokter dan perawat sangat penting dalam manajemen
interaksi obat. Peran farmasis yang terlatih dalam lingkup kesehatan dapat mengurangi resiko
efek samping obat seperti interaksi obat. Pengaturan dosis, interval pemberian obat, durasi
pengobatan dan penyakit penyerta tidak dapat dikontrol dengan software interaksi obat.
Farmasis memiliki keunggulan dalam hal manajemen interaksi obat dibandingkan dengan
software interaksi obat (Hasan et al., 2012).
Anggur putih dan bir telah ditunjukkan dalam sebuah penelitian menyebabkan refluks
gastro-esofagus pada pasien GERD dengan penelitian yang merekomendasikan pasien untuk
menghindari minum lebih dari 300ml bir atau anggur putih.
Tukak lambung terjadi apabila produksi lapisan lendir tebal yang melindungi lambung
dari cairan saluran cerna mengalami penurunan. Hal ini membuat asam lambung merusak
jaringan yang melapisi lambung, yang kemudian menyebabkan timbulnya suatu ulkus.
Terjadinya ulkus pada lambung sebaiknya ditangani secara dini guna mencegah semakin
memburuknya gejala.
a. Penyebab tukak lambung dapat terjadi oleh beberapa hal di bawah ini:
Infeksi oleh bakteri Helicobacter pylori (H. pylori)
Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) jangka panjang
b. Gejala
5
Tukak lambung dapat menyebabkan timbulnya serangkaian gejala, dengan derajat
keparahan yang bergantung dari derajat keparahan ulkus yang timbul.
Salah satu gejala tukak lambung yang paling sering diamati adalah rasa seperti terbakar
atau nyeri pada bagian tengah abdomen, di antara dada dan pusar. Umumnya, nyeri akan
semakin berat saat lambung tidak terisi, dan dapat berlangsung dari beberapa menit hingga
beberapa jam.
Beberapa tanda dan gejala tukak lambung yang juga dapat dijumpai adalah:
Untuk menyingkirkan infeksi H. pylori, dapat dilakukan pemeriksaan darah, feses, atau
pemeriksaan napas (breath test). Dengan breath test, seseorang akan disarankan untuk
meminum cairan jernih lalu bernapas ke suatu kantong, yang kemudian ditutup rapat. Bila
terdapat H. pylori, sampel napas tersebut dapat mengandung kadar karbon dioksida yang
melebihi normal.
6
Beberapa pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
tukak lambung adalah:
Pengobatan tukak lambung bergantung dari penyebab yang mendasarinya. Sering kali,
tukak lambung dapat membaik dengan beberapa obat-obatan yang diresepkan oleh dokter.
Namun, pada kasus yang lebih jarang, dapat dibutuhkan tindakan pembedahan.
Untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri yang dapat menjadi penyebab tukak lambung,
cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun secara rutin. Selain itu, juga
penting untuk memastikan bahwa semua makanan yang dikonsumsi telah dibersihkan terlebih
dahulu dan dimasak sesuai kebutuhan.
Untuk mencegah terjadinya tukak lambung yang disebabkan oleh obat OAINS, penting
untuk membatasi konsumsi obat golongan ini. Apabila Anda perlu mengonsumsi OAINS,
pastikan bahwa untuk mengikuti dosis yang direkomendasikan dan hindari alkohol saat
7
mengonsumsi obat-obatan tersebut. Konsumsi obat juga sebaiknya disertai dengan makanan
dan cairan yang adekuat.
Contoh obat OAINS untuk mengurangi efek dari tukak lambung adalah Mefenamic Acid
dan Ibuprofen. Mefenamic Acid cepat diserap setelah pemberian oral. Konsentrasi plasma
puncak biasanya dicapai dalam 2-4 jam. Interaksi Obat dengan makanan pada tingkat
penyerapan sampai saat ini belum diketahui, sedangkan Ibu profen Diserap dengan baik
setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak biasanya dicapai dalam waktu 1-2 jam.
Makanan dapat mengurangi konsentrasi plasma puncak sekitar 30-50% dan menunda waktu
untuk mencapai konsentrasi plasma puncak sekitar 30-60 menit tetapi tidak mempengaruhi
tingkat penyerapan.
2.1.4. Diare
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum di Indonesia, terutama
pada bayi dan anak-anak. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, jumlah
kasus diare di seluruh Indonesia adalah sekitar 7,2 juta jiwa.Diare biasanya berlangsung tidak
lebih dari 14 hari (diare akut). Namun, pada sebagian kasus, diare dapat berlanjut hingga
lebih dari 14 hari (diare kronis).
Umumnya, diare tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi,
diare yang tidak kunjung membaik atau memburuk dapat menyebabkan komplikasi yang
fatal, jika tidak ditangani dengan tepat.
Gejala diare bervariasi. Namun, gejala yang paling sering dialami oleh penderita diare
adalah:
Perut mulas
Buang air besar cair (tinja encer) atau bahkan berdarah
Sulit menahan buang air besar
Pusing, lemas, dan kulit terasa kering
Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri di usus besar yang berasal
dari makanan atau minuman yang dikonsumsi. Namun, diare yang berlangsung lama dapat
terjadi akibat peradangan di saluran pencernaan.
8
Pengobatan utama diare adalah untuk mencegah dehidrasi. Penderita dapat meminum cairan
elektrolit, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat diare. Selain itu, konsumsi
makanan lunak, suplemen probiotik, dan obat antidiare yang bisa didapatkan di apotek, juga
disarankan untuk mempercepat pemulihan diare.
Pada kondisi yang lebih serius, dokter akan memberikan obat-obatan, seperti:
Obat antibiotik
Obat pereda nyeri
Obat yang dapat memperlambat gerakan usus
Untuk mencegah diare, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan diri dan makanan,
misalnya dengan mencuci buah dan sayur, tidak mengonsumsi makanan atau minum air yang
belum dimasak sampai matang, dan rajin mencuci tangan.
Drugs related Problems (DRPs) didefinisikan sebagai peristiwa yang tidak diinginkan
yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau kemungkinan melibatkan terapi obat dan
berpotensi bertentangan dengan hasil yang diinginkan pasien. Kategori DRPs antara lain
adalah butuh obat, tidak perlu obat, obat tidak tepat, dosis kurang, dosis berlebih, interaksi
obat, ketidaktaatan pasien (Cipolle Strand, dan Morley, 1998) Rekam medik menurut surat
keputusan direktur jenderal pelayanan medik adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas, anamnesia, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang diberikan kepada seorang penderita selama rawat dirumah sakit, baik
rawat jalan maupun rawat inap (siregar dan lia, 2003 :17-18).
Tahun 2009 adalah sejak 1 januari sampai dengan 31 desember, obat anti diaere terdiri
dari lacto B dan Zink. Penggunaan obat meliputi golongan dan macam obat yang digunakan,
jalur pemberian, DRPs serta menjalani perawatannya. Pasien anak yang menjalani perawatan
instalasi rawat inap adalah pasien anak yang berusia antara 0-14 tahun.
Pada pengobatan anti diare yang diberikan kepada pasien anak yang menderita diare oleh
tenaga medik, pengobatan yang diberikan merupakan pengobatan dasar meliputi
lactobaccilus, zinc dan rehidrasi, yang mempunyai cara kerja, fungsi dan efek terpisah satu
sam lain, dan memberi manfaat kepada tubuh secara simultan antara lactobaccilus, zinc dan
rehidrasi. Pada obat-obatan lain yang diberikan kepada pasien diare karena adanya penyakit
penyerta atau gejala penyakit lain yang muncul bersamaan dengan diare, setelah ditelusuri
9
dengan mengacu pada buku IONI (Depkes, 2000) dan Buku Drug interaction Facts (D.S
Tatro) tidak ditemukan adanya interaksi obat. Contoh Obat untuk mengurangi efek diare
adalah Loperamide Konsentrasi plasma puncak dicapai masing-masing sekitar 5 atau 2,5 jam
setelah pemberian kapsul atau larutan oral.
10
BAB III
PENUTUP
Interaksi obat harus ditangani secara tepat didasarkan pada identifikasi interaksi obat
potensial, sehingga bisa segera diberi tindakan yang tepat seperti therapeutic drug monitoring
atau penyesuaian dosis untuk mengurangi dampak klinis akibat interaksi obat.
11
Daftar Pustaka
Ganiswara, S.G., 2000, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, 800, Bagian Farmakologi FKUI,
Jakarta.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, 88, Penerbit ITB, Bandung.
Fradgley, S., 2003, Interaksi Obat dalam Aslam, M., Tan., C., K., dan Prayitno, A., Farmasi
Klinis, 119-130, Penerbit PT. Elex Media Komputindo kelompok Gramedia, Jakarta
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Greenblatt DJ,et al.Diazepam absorption: effect of antacids and food. ClinPharmacol Ther 24
(1978): 600-9.
Bachmann, T. (1994). Psychophysiology of visual masking. The fine structure of conscious
experience. Commack, New York: Nova Science Publishers.
Kajinami K, Mabuchi, H. 1994.Omeprazole and diminished antianginal drug delivery. Ann
Intern Med 121: 385-6
Chin, W. W. 1998. The partial least squares approach for structural equation modeling. In
George A. Marcoulides (Ed.), Modern Methods for Business Research, Lawrence
Erlbaum Associates,
12
13