Anda di halaman 1dari 8

1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Aborsi

Aborsi (abortion; Inggris, abortus: latin) keguguran kandungan. Dalam kamus Bahasa
Indonesia, aborsi adalah pengguguran kandungan. Dalam bahasa arab, aborsi disebut isqat
alhaml atau ijhad, yaitu pengguguran kandungan janin dan rahim. Majma al-lughah al-
Arabiyah membedakan makna ijhad dengan keluarnya janin sebelum bulan keempat,
sementara isqat adalah menggugurkan janin antara bulan keempat ketujuh.

Definisi medis mengartikan bahwa aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan


sebelum viability, sebelum janin mampu hidup sendiri diluar kandungan, yang diperkirakan
usia kehamilannya dibawah usia 20 minggu (WHO). Definisi ini jelas mengandung makna
bahwa perbuatan aborsi dilakukan terhadap janin yang tidak dapat hidup diluar kandungan.
Aborsi sebagai keluarnya atau dikeluarkannya hasil konsepsi dari kandungan seorang ibu
sebelum waktunya. Aborsi atau abortus dapat terjadi secara spontan dan aborsi buatan
(Notoatmodjo, 2010).

Secara definitif aborsi adalah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan


sebelum 20 minggu (dihitung dari hari terakhir) atau berat janin kurang dari 500 gr, Panjang
kurang dari 25 cm. Aborsi merupakan tindakan penghentian, pengakhiran dan pengeluaran
kehamilan yang sudah terkonsepsi sebelum waktunya. Dan aborsi juga didefinisikan sebagai
langkah dalam mengugurkan kandungan.

2.2 Faktor- Faktor Aborsi

Pada kasus-kasus yang melakukan aborsi, faktor perubahan gaya hidup akibat
kemajuan teknologi informasi serta pergaulan yang tidak dibarengi oleh pengetahuan dan
pemahaman mengenai kesehatan reproduksi menjadi faktor yang melatarbelakangi terjadinya
kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang tak diinginkan menjadi permasalahan dan
karena sebuah tekanan sehingga terjadinya sebuah tindakan aborsi. Adapun faktor-faktor
pemicu terjadinya aborsi adalah :

1. Faktor Ekonomi
Faktor ini sangat berkaitan dengan perilaku dan tingkah laku seseorang yang
melakukan aborsi. Dikarenakan takut dan dihimpit oleh keadaan ekonomi yang
kurang, maka orang tersebut merasa tidak yakin untuk membesarkan anak yang ada di

2
dalam kandungannya yang sebenarnya dilarang oleh agama dan negara. Di dalam
faktor ekonomi ini terdapat faktor pemicu yang lain yaitu kurangnya rasa
tanggungjawab pada diri masing-masing, lalu tidak memiliki biaya untuk merawat
anak biasanya dari remaja-remaja yang masih berstatus pelajar sehingga belum
memiliki pekerjaan maka aborsi adalah jalan keluarnya.
2. Faktor Sosial
Faktor ini berkaitan apabila ada seseorang yang hamil di luar nikah dan aborsi ini
dinilai sebagai suatu perbuatan yang tercela di dalam masyarakat. Bahkan kasus pada
remaja yang melakukan seks bebas dapat menjadi faktor terjadinya aborsi yang
dilakukan sebagai jalan keluar dari perbuatannya tersebut. Dari faktor sosial ini
menimbulkan banyak hal untuk melakukan aborsi yaitu malu dengan tetangga dan
masyarakat karena hal tersebut merupakan aib bagi dirinya dan keluarganya apalagi
dalam kondisi belum menikah dan masih berstatus pelajar.
3. Faktor Kesehatan
Dalam suatu kasus dimana seorang ibu mengidap suatu penyakit yang ia derita,
ataupun dari pasangannya yang membawa penyakit, hal ini dikhawatirkan janin akan
ikut tertular penyakit juga, sehingga si ibu memutuskan untuk melakukan aborsi. Atau
bisa juga karena kehamilan yang terganggu, sehingga jika tidak dilakukan
pengguguran maka akan mengancam nyawa si ibu dan mengancam nyawa si janin.
Melakukan aborsi dalam kasus remaja yang hamil di luar nikah seringkali dilakukan
karena dipaksa oleh pasangannya karena tidak mau bertanggungjawab padahal hal itu
memiliki risiko yang besar apabila dikerjakan sendiri atau tidak ada bantuan dari
tenaga ahli yang melakukan.
4. Korban Perkosaan
Diantara beberapa kasus aborsi pada remaja, ada salah satu faktor yang
memprihatinkan, yaitu karena korban perkosaan tidak tahu siapa yang harus
bertanggungjawab dan pelakunya pun biasanya melarikan diri dan tidak mau
bertanggungjawab. Sehingga, aborsi menjadi salah satu jalan keluar demi
menyelamatkan masa depan dari remaja yang mengalami perkosaan tersebut.

Ada beberapa alasan yang digunakan oleh wanita dalam melakukan aborsi:

1. Alasan Kesehatan, apabila diteruskan akan mengancam dan membahayakan jiwa ibu
dan memperburuk kesehatan fisik dan psikologis ibu. Selain itu ada alasan kesehatan

3
janin untuk menghindari kemungkinan bayi yang lahir mempunyai kelainan cacat
fisik dan mental.
2. Alasan Sosial, tidak seluruhnya kehamilan merupakan kehamilan yang dikehendaki.
Misalnya hamil diluar nikah, perkosaan, insect, dan perselingkuhan. Perempuan yang
mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki yang berusaha agar kehamilannya
gugur baik melalui perantara medis maupun aborsi gelap.
3. Alasan Ekonomi, peningkatan kesempatan kerja terutama bagi kaum perempuan
dianggap sebagai faktor yang akan mempengaruhi peningkatan aborsi .
4. Alasan Keadaan Darurat, kehamilan akibat perkosaan yang terjadi sebagai akibat
pemaksaan.

2.3 Jenis-Jenis Aborsi

Aborsi dapat dibedakan dalam 2 bentuk, yaitu:

1. Aborsi spontan (spontaneous abortus) adalah aborsi yang terjadi secara alamiah baik
tanpa sebab tertentu maupun karena adanya sebab tertentu. Aborsi spontan bisa
disebabkan oleh karena terjadinya kecelakaan atau sebab kelainan kromosom,
kelainan rahim, kelainan hormon, dan beberapa kasus akibat infeksi atau penyakit
seperti sphylis, ginjal, dan TBC.
2. Abortus yang disengaja (abortus provocatus/inducet pro-abortion) karena sebab-
sebab tertentu. Aborsi jenis kedua ini ada 2 macam, yaitu:
a. Aborsi artificialis therapicus, yaitu aborsi yang dilakukan oleh dokter atas
dasar indikasi medis, sebelum anak lahir secara alami untuk menyelamatkan
jiwa ibu yang terancam bila kelangsungan kehamilannya dipertahankan.
b. Aborsi provocatus criminalis, yaitu pengguguran yang dilakukan tanpa
indikasi medis. Aborsi ini dilakukan sengaja namun tanpa ada indikasi medis
yang menyebabkan terjadinya aborsi seperti karena faktor ekonomi,
kecantikan, kekhawatiran sanksi moral dan faktor lain yang sangat personal.

2.4 Dampak Aborsi

Setelah melakukan aborsi para pelaku akan mengalami risiko dari gangguan
psikologis atau kejiwaan dimana oarang tersebut akan merasa cemas, gelisah, kecewa,
kehilangan harga diri atau percaya diri, merasa dikerjar-kejar dosa, masih selalu ingat dengan

4
kejadian aborsi, menjadi pendiam, depresi, merasa bersalah, merasa diasingkan oleh keluarga
dan tidak berani keluar rumah karena merasa malu terhadap orang disekitar yang menjadi
sebuah risiko sosial. Perasaan negatif yang muncul setelah aborsi dapat disebabkan oleh
perubahan hormonal. Perasaan negatif ini serupa dengan keguguran yang tidak direncanakan.

Pada saat setalah melakukan aborsi, wanita kemungkinan besar mengalami risiko
kesehatan dan keselamatan terhadap tubuh dan fisiknya seperti, pendarahan, infeksi, dan
kerusakan pada rahim dan vagina, kematian mendadak, kanker payudara, kanker leher rahim,
kanker rahim, infeksi pada lapisan rahim, infeksi rongga pinggul dan tidak mampu memiliki
keturunan lagi.

2.5 Hukum Aborsi di Indonesia

Di Indonesia, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan


yang mengatur tentang aborsi, sebagai berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Tindakan aborsi menurut KUHP dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau abortus
provocatus criminalis. KUHP tidak melegalkan tanpa terkecuali. Bahkan abortus
provocatus medicalis atau aborsi karena tindakan medis pun dilarang, begitu juga
dengan aborsi karena korban perkosaan. Ketentuan KUHP mengatur mengenai
abortus provocatus ini dimuat dalam Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, Pasal 349.
Di dalam KUHP, pidana yang diancam paling lama empat tahun penjara (Pasal 346
KUHP), paling lama dua belas tahun penjara (Pasal 347 KUHP), paling lama 5 tahun
6 bulan penjara (Pasal 348 KUHP), dan pemberatan hukuman apabila dilakukan oleh
dokter, bidan atau juru obat (Pasal 349 KUHP).
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-undang kesehatan
Nomor 36 Tahun 2009, juga membahas masalah aborsi, yaitu pada Pasal 75, Pasal 76,
Pasal 77. Berbeda dengan KUHP yang melarang aborsi walaupun aborsi tersebut
karena pertimbangan medis, di dalam UU kesehatan ini aborsi boleh dilakukan.
Kelebihan dari undang-undang ini adalah ketentuan pidana di dalamnya. Ancaman
pidana yang diberikan terhadap pelaku abortus provocatus criminalis jauh lebih berat
daripada ancaman pidana yang berada di dalam KUHP. Menurut Pasal 194
Undangundang Nomor 36 Tahun 2009 ini, pidana yang diancam adalah pidana
penjara paling lama 10 tahun dengan pidana denda paling banyak Rp.

5
1.000.000.000.000,- (satu miliar). Pasal 194 UU kesehatan tersebut dapat menjerat
pihak dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal,
maupun pihak wanita hamil yang dengan sengaja melakukannya.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
menjelaskan mengenai alasan kesehatan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan
akibat perkosaan yang keadaan tersebut dapat membahayakan nyawa ibu apabila
kehamilan tetap dipertahankan, sehingga perlu adanya tindakan aborsi untuk
menyelamatkannya. Selain itu, aborsi dilakukan untuk kesehatan dan keselamatan si
janin, apabila janin tersebut tidak bisa diperbaiki kesehatannya sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan, maka aborsi dapat dilakukan.

6
BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

Aborsi merupakan isu Kesehatan yang selalu menarik diperdebatkan dan menarik
perhatian sangat serius yang menguras energi dan emosi berbagai kalangan, perbedaan
pandangan dan aborsi menjadi sangat problematis dan kontroversial. Aborsi merupakan
langkah dalam menggugurkan kandungan, dimana aborsi dilakukan terhadap janin yang tidak
dapat hidup diluar kandungan dan banyak dampak buruk yang ditimbulkan dalam melakukan
aborsi baik terhadap ibu maupun janinnya.

3.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami
mengenai Aborsi dalam Kesehatan Reproduksi dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi
tambahan dalam pembelajaran khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Maman Suherman. (2010). Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada, hlm. 3.

Arsalna, H. A., & Susila, M. E. (2021). Pertanggungjawaban Pidana Bagi Remaja Yang
Melakukan Aborsi Karena Kehamilan Di Luar Nikah. Indonesian Journal of Criminal
Law and Criminology (IJCLC), 2(1), 1-11.

Gulardi H. W. (2010). “Masalah Kehidupan dan Perkembangan Janin”, dalam Maria Ulfah
Anshor, Wan Nendra, dan Sururin (ed.) Aborsi Dalam Perspektif Fiqh Kontemporer.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kerjasama dengan
Fatayat NU dan Ford Foundation, hlm. 3

Maridjan, G. N. (2019). Aborsi Dalam Penerapan Hukum Pidana Di Indonesia. Lex Crimen,
8(6).

Soekidjo Notoatmodjo. (2010). Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta, hlm.135.

Wijayati, M. (2015). Aborsi akibat kehamilan yang tak diinginkan (ktd): Kontestasi Antara
Pro-Live dan Pro-Choice. ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, 15(1), 43-62.

7
Zalbawi, S. (2002). Masalah Aborsi di Kalangan Remaja. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 12(3), 160266.

Anda mungkin juga menyukai