Client Care Study Using Five-step Process for Resolving the Ethical Problem
Case: Abortion
Tugas Individu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi adalah pengguguran
kandungan. Aborsi dalam bahasa ilmiah artinya Abortus Provocatus, yaitu cara yang
paling sering digunakan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan,
meskipun cara tersebut dapat memberikan efek negatif bagi pelaku. Abortus
Provocatus dibagi dalam dua jenis, yaitu Abortus Provocatus Therapeuticus dan
Abortus Provocatus Criminalis. Abortus Provocatus Therapeuticus adalah Abortus
Provocatus yang dilakukan atas dasar pertimbangan kedokteran dan dilakukan oleh
tenaga ahli yang mendapat pendidikan khusus dan dapat bertindak secara profesional.
Sedangkan Abortus Provocatus Criminalis adalah Abortus Provokatus yang secara
sembunyi-sembunyi dan biasanya dilakukan oleh tenaga yang tidak terdidik secara
khusus, termasuk ibu hamil yang menginginkan perbuatan Abortus Provocatus
tersebut. Diketahui bahwa, Abortus Provocatus Criminalis merupakan salah satu
penyebab kematian wanita dalam masa subur di negara-negara berkembang (Hawari,
2009).
Menurut Bunyamin & Hermanto (2016) dalam Wibowo (2018), faktor-faktor
pendorong dilakukannya aborsi adalah sebagai berikut: 1. Atas Indikasi Medis;
Menyelamatkan ibu karena kehamilan yang dipertahankan akan mengancam dan
membahayakan nyawa ibu. Aborsi dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis,
yang menunjukkan bahwa jika tidak dilakukan aborsi, akan membahayakan nyawa
ibu; Menghindari kemungkinan terjadinya cacat jasmani dan rohani apabila janin
dilahirkan. 2. Atas Indikasi Sosial; Kegagalan menggunakan alat kontrasepsi atau
dalam usaha mencegah kehamilan; Ingin menutupi aib, seperti dilakukan oleh orang
yang belum sah menjadi suami istri; Kesulitan ekonomi sehingga kelahiran anak tidak
diharapkan; Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan, tentu saja kehadiran anak yang
dalam keadaan sangat tidak diharapkan walaupun anak tersebut tidak berdosa.
Secara aktual, aborsi seringkali terjadi, aborsi dapat terjadi dimana-mana dan
bisa saja dilakukan oleh siapapun dalam berbagai kalangan, khususnya mereka yang
belum terikat oleh perkawinan yang mengalami kehamilan di luar nikah. Fenomena
ini merupakan dampak dari pergaulan yang semakin bebas antara laki-laki dan
perempuan. Awalnya mereka hanya berpacaran seperti gaya pacaran yang biasa,
namun setelah lama menjalin hubungan pacaran, pasangan tersebut juga melakukan
hubungan yang biasa dilakukan oleh pasangan suami istri secara sah. Sehingga pada
akhirnya mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Kemudian, dari kehamilan
yang tidak diinginkan tersebut rata-rata dari meraka memilih untuk melakukan
tindakan aborsi. Artinya, langkah aborsi menjadi jalan alternatif dilakukan karena
kondisi kehamilan yang tidak diinginkan yaitu melalui proses pergaulan bebas
tersebut (Budoyo et.al, 2023).
Meskipun demikian, terdapat pro dan kontra tentang aborsi, serta secara jelas
dan tegas Undang-Undang menyatakan bahwa pada dasarnya aborsi adalah perbuatan
yang dilarang, namun tetap saja dalam kenyataan sekarang ini, aborsi tetap marak
dengan berbagai cara dan alasan yang mendasarinya. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 60 (1) mengatakan
bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang
diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
(2) Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbotehkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga
Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan; b. pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan c. dengan
persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetqiuan suami,
kecuali korban perkosaan. Pasal 61 Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat bertanggung jawab melindungi dan mencegah perempuan dari tindakan
aborsi yang tidak aman serta bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pasal 62 Ketentuan lebih lanjut mengenai aborsi dimaksud dalam Pasal 60
dan Pasal 61 sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pidana Pasal 427 Setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak
sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Pasal 428 (1) Setiap
Orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagai dimaksud dalam
Pasal 60 terhadap seorang perempuan: a. dengan persetujuan perempuan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau tanpa persetujuan
perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
(21 Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan
kematian perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun. (3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan
kematian perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun. Pasal 429 (1) Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 428 pidananya dapat ditambah l/3
(satu per tiga). (21 Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabuturn hak tertentu yaitu: a. hak memegang jabatan publik pada umumnya atau
jabatan tertentu; dan/ atau b. hak menjalankan profesi tertentu. (3) Tenaga Medis atau
Tenaga Kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau
terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain
yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 tidak dipidana.
B. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui kasus aborsi secara nyata
2. Untuk mengetahui pengambilan keputusan dalam masalah etik: aborsi
3. Untuk mengetahui proses keperawatan menggunakan lima langkah untuk
menyelesaiakan masalah etik: aborsi
BAB II
ISI
A. Kasus
“Mengerikan! Pasien Aborsi Dokter Arik di Bali Capai 1.338 Orang”
B. Analisis Kasus
Step I: Assess the Situation (Gather Data)
Situasi dalam kasus aborsi pada artikel diatas, merupakan kasus berulang yang
melibatkan tenaga medis, karyawan dan pelaku aborsi. Kasus tersebut sudah ditangani
berulang kali dan pelaku sudah tertangkap tiga kali, yaitu pada tahun 2006, 2009 dan
2023.
Beberapa orang terlibat dalam kasus aborsi pada artikel tersebut, yang pertama
adalah A yang bertindak mengaborsi kliennya, A adalah seorang tenaga medis yaitu
dokter gigi. Kemudian melibatkan satu pembantu rumah tangga yang bertugas untuk
membantu proses aborsi. Ketiga adalah para perempuan yang merupakan pelaku
aborsi. Para pelaku aborsi rata-rata adalah pelajar dan mahasiswa usia produktif dan
belum menikah. Di dalam artikel tersebut tidak dijelaskan mengapa para pelaku
menggugurkan kandungannya, apakah karena alasan-alasan medis atau karena alasan
pribadi yang tidak seharusnya melakukan tindak aborsi.
Dalam hal ini, apabila menjadi perawat alangkah lebih baik apabila
mengetahui alasan mengapa para pelaku aborsi melakukan tindakan tersebut,
sehingga langkah-langkah selanjutnya dapat memotivasi klien terkait masalahnya
sesuai dengan prinsip-prinsip etik. Dokter A, selaku pengaborsi mungkin ingin
meraup keuntungan dari praktek illegal yang dijalankannya berulang kali, meskipun
sudah dua kali ditangkap polisi sebelumnya dan di penjara, tidak menimbulkan efek
jera, tidak mengurungkan niatnya untuk membuka kembali praktek illegal tersebut.
Sedangkan pembantu rumah tangga yang membantu dokter A, mengikuti perintah dari
dokter A selaku majikannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawat dan tenaga medis lain bertanggung jawab atas tugasnya dalam
melakukan praktik kesehatan. Tanggung jawab disini yang dimaksud adalah dapat
melakukan tugas-tugasnya dengan baik sesuai prosedur yang benar dengan
memperhatikan prinsip-prinsip etik pasien, diantaranya adalah autonomy, non-
maleficience, beneficience, justice, veracity, fidelity dan confidentiality. Dalam
melakukan penyelesaian masalah etik kepada pasien dapat menggunakan 5 tahap yaitu
assess the situation, identify options, making decision, implement dan evaluate the
decision. Dalam melakukan aborsi, tenaga kesehatan dapat mengacu pada Undang-
Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan melihat pada pasal
60 ayat 1, 2, pasal 61 dan pasal 62.
B. Saran
1. Perawat dan tenaga kesehatan lain harus memberikan pelayanan sesuai dengan
kode etik dan standar praktik pelayanan
2. Perawat dan tenaga kesehatan lain dapat mengacu pada 5 tahap yang sudah
dijelaskan diatas untuk menyelesaikan kasus etik
3. Perawat dan tenaga kesehatan lain dapat mempelajari terkait Undang-Undang atau
peraturan-peraturan tentang kesehatan agar tidak bertentangan dengan hukum.
Sumber Referensi:
Budoyo, S., Sutono, A., Arofah, N.N. (2023). Kasus Tindak Pidana Pembuhuhan (Aborsi):
Tinjauan Yuridis dan Filosofis. Jurnal Ilmiah CIVIS. Volume XII. No 1
Chusna, M. (2023, 25 Oktober). "Mengerikan! Pasien Aborsi Dokter Arik di Bali Capai 1.338
Orang. https://daerah.sindonews.com/read/1100235/174/mengerikan-pasien-aborsi-
dokter-arik-di-bali-capai-1338-orang-1684256744
Hawari, D. (2009). Aborsi: Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kamus versi online/daring (Dalam Jaringan). di
akses pada 25 Oktober 2023. https://kbbi.web.id/aborsi
Undang-Undang No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan