Anda di halaman 1dari 49

REFERAT

ABORTUS & PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI

Disusun Oleh:
Andra Mahar Fadillah (1102019018)

Pembimbing:
dr. Riza Rivani, Sp.FM., MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD KABUPATEN ARJAWINANGUN
PERIODE 26 FEBRUARI - 24 MARET 2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa kami
ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga referat yang berjudul “ Abortus &
Pembunuhan Anak Sendiri” ini dapat diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Forensik di RSUD Kabupaten
Arjawinangun. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber
pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan tentang Ilmu Kedokteran
Forensik, semoga dapat memberikan manfaat.
Penyelesaian referat ini tidak terlepas dari bantuan dokter
pembimbing, staf pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh
karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1) dr. Riza Rivani, Sp.F., MH.Kes selaku dokter pembimbing
bagian kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik di RSUD
Kabupaten Arjawinangun
2) Para perawat dan Pegawai Bagian Kedokteran Forensik di
RSUD Kabupaten Arjawinangun
3) Teman-teman sejawat dokter muda di RSUD
Kabupaten Arjawinangun

Dalam menyelesaikan penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa


referat ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk
itu penulis mohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Cirebon, 6 Maret 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Kasus abortus (keguguran/gugur kandungan) dapat terjadi dimana saja


dan kapan saja, baik di Negara yang sudah maju maupun di Negara yang
sedang berkembang. Abortus dapat terjadi secara spontan, dapat pula terjadi
karena dibuat/disengaja.
Dari aspek Kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran
adalah pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38 – 40 minggu). Alasan
abortus yang dibuat (abortus provocatus) sebagian besar adalah karena
kehamilan yang tidak dikehendaki. Sebenarnya untuk masa kini kejadian ini
adalah suatu keadaan yang kontradiktif. Di satu pihak segala macam sarana
untuk mencegah kehamilan dapat diperoleh dengan mudah, di lain pihak masih
juga ada wanita yang tidak menghendaki adanya kehamilannya dan berusaha
dengan segala daya upaya untuk menggugurkannya serta tidak jarang
menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan.
Di Indonesia abortus provocatus adalah suatu tindak pidana, apapun
alasannya, sehingga dokter dapat diminta bantuannya oleh polisi selaku
penyelidik untuk memeriksa kasus tersebut. Dengan demikian seorang dokter
sangat perlu membekali dirinya dengan pengetahuan yang memada tentang
aspek kedokteran forensik dari suatu abortus pada umumnya dan abortus
provocatus kriminalis pada khususnya (Hoediyanto, 2010).
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga,
sebagai pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan, seorang ibu
adalah sosok yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anaknya.
Oleh karena itu, seorang anak harus mendapatkan perlindungan baik saat masih
dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Namun, sekarang ini berita-berita
tentang ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan meninggal karena
dibunuh oleh ibunya, seringkali dijumpai di media massa.1
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak

dahulu dan terjadi dimana saja. Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk

kejahatan terhadap nyawa dimana kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut

dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau

motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut

ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut

adalah hasil hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya adalah saat

dilakukannya tindakan menghilangkan nyawa anaknya, yaitu saat anak dilahirkan

atau tidak lama kemudian. Patokannya dapat dilihat apakah sudah atau belum ada

tanda-tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat, atau diberikan pakaian.2

Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental

emosional dari ibu, seperti rasa malu, takut, benci, serta rasa nyeri bercampur

aduk menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam

keadaan mental yang tenang, sadar, serta dengan perhitungan yang matang.2

Untuk dapat menuntut seorang ibu telah melakukan tindak pidana

pembunuhan anak sendiri, haruslah terbukti bahwa bayi tersebut hidup pada saat

dilahirkan. Sebagai dokter forensik, tanda-tanda kehidupan sudah tidak ditemukan

lagi pada saat otopsi. Tanda yang masih dapat ditemukan adalah tanda pernah

bernapas di luar rahim. Hal tersebut menjadi sulit bila saat otopsi dilakukan,

jenazah bayi sudah berada dalam keadaan membusuk. Kesulitan juga dijumpai

pada saat menentukan sebab kematian bayi. Pada umumnya tidak terdapat
keterangan apapun mengenai jalannya persalinan dan keadaan bayi setelah

dilahirkan. Bila ditemukan tanda kematian akibat asfiksia, maka penyebabnya

harus ditentukan karena penyebab asfiksia tersebut adalah penyebab kematian

bayi.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Abortus

1.1 Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi adalah pengguguran


kandungan. Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi berdasarkan
Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Secara definitif
aborsi adalah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20
minggu (dihitung dari hari terakhir) atau berat janin kurang dari 500gr, panjang
kurang dari 25 cm. Definisi medis mengartikan bahwa aborsi adalah
berakhirnya suatu kehamilan sebelum viability, sebelum janin mampu hidup
sendiri di luar kandungan, yang diperkirakan usia kehamilannya di bawah usia
20 minggu (WHO). Definisi ini jelas mengandung makna bahwa perbuatan
aborsi dilakukan terhadap janin yang tidak dapat hidup di luar kandungan
(Husin, 2013).
Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah
menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa
melihat usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan
pengguguran kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau mati. Yang dianggap
penting adalah bahwa sewaktu pengguguran kehamilan dilakukan, kandungan
tersebut masih hidup (FKUI, 1997).
Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum tentu saja berbeda
dengan pengertian abortus menurut kedokteran, yaitu adanya faktor
kesengajaan dan tidak adanya faktor usia kehamilan (FKUI, 1997).
1.2 Epidemiologi
WHO mengestimasikan terdapat 21.600.000 kejadian abortus yang tidak aman di
seluruh dunia pada tahun 2008. Angka kematian akibat abortus tidak aman di
dunia yaitu 30 per 100.000 kelahiran hidup. Di Negara berkembang, kejadian
unsafe abortion sekitar 21.200.000 dengan rate 16 per 1000 wanita usia 15- 44
tahun. Angka kejadian abortus tidak aman di Asia Tenggara yaitu 3.130.000
dengan rate 22 per 1000 wanita usia 15-44 tahun. Tingginya angka abortus tidak
aman ini menyumbang 47.000 kematian ibu di negara berkembang dan 2.300
kematian ibu di Asia Tenggara.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia pada tahun 2016 bahwa jumlah
ibu hamil dijawa tengah sebanyak 596.000 dan jumlah ibu bersalin/ nifas
sebanyak 569.5999. WHO memperkirakan di Indonesia terdapat sebesar 126
kematian ibu setiap 100.000 kelahiran hidup dengan jumlah total kematian ibu
sebesar 6400 pada tahun 2015. Angka ini sudah terjadi penurunan dari angka
kematian ibu menurut SDKI 2012 yaitu sebesar 359 per 100.000kelahiran hidup
(SDKI, 2013).
Frekuensi abortus spontan di Indonesia adalah 10%-15% dari 5 juta
kehamilan setiap tahunnya atau 500.000-750.000. Sedangkan abortus buatan
sekitar 750.000-1.5 juta setiap tahunnya. Frekuensi ini dapat mencapai 50%
bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa
hari sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil.
Angka kematian karena abortus mencapai 2500 setiap tahunya.
Berbagai faktor diduga sebagai penyebab abortus spontan, diantaranya
adalah faktor genetik (kromosom) merupakan faktor yang palinus yaitu sekitar
70% dalam 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu dan 5% setelah 12
minggu kehamilan. Faktor infeksi yang mempunyai prevalensi 15%, factor
mekanik seperti ovum, anomali uterus sebanyak 27%, septum rahim 60% dan
serviks inkompeten sebanyak 30%, factor lingkungan berperan sebanyak
1-10% seperti trauma fisik, terkena pengaruh radiasi, polusi, pestisida, dan
berada dalam medan magnet di atas batas normal. Adapun faktor hormonal,
80% kasus abortus disebabkan karena factor autoimun (Puscheck, 2006;
Coulam, 2011).
Faktor ibu seperti usia, paritas, mempunyai riwayat keguguran
sebelumnya, infeksi pada daerah genital, penyakit kronis yang diderita ibu
(hipertensi, anemia, tuberkulosis paru aktif, nefritis dan diabetes yang tidak
terkontrol), bentuk rahim yang kurang sempurna, mioma, gaya hidup yang
tidak sehat seperti kebiasaan merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol,
minum kopi, pengguna ganja dan kokain, minum obat-obatan yang dapat
membahayakan kandungan, stress atau ketakutan, hubungan sek dengan
orgasme sewaktu hamil dan kelelahankarena sering bepergian dengan
kendaraan (Cuningham, et al, 2013).
Selain faktor diatas status pernikahan juga berpengaruh terhadap
kejadian abortus, Di Amerika 82% wanita yang hamil diluar nikah akan
menggugurkan kandungannya atau melakukan aborsi. Wanita muda yang
hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh
anaknya sendiri. Sedangkan untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih
besar, karena di dalam adat timur, kehamilan diluar nikah adalah merupakan
aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima oleh
masyarakat lingkungan, dan keluarga (Hadisaputro, 2008; Cuningham, 2013).
Abortus pada kehamilan akan mengakibatkan pengaruh yang buruk
pada ibu diantaranya adalah perdarahan, perforasi uterus terutama pada uterus
dalam posisi hiperretofleksi, syok hemoragik, infeksi dan juga kematian pada
ibu yang terjadi sekitar 15%. Data tersebut seringkali tersembunyi dibalik data
kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan
bahwa sekitar 70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan dan sekitar 60%
kematian akibat perdarahan tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Sekitar 15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis (Husin, 2013).
1.3 Dasar hukum

Menurut hukum, penguguran kandungan adalah tindakan penghentian


kehamilan atau mematikan janin sebelum waktunya kelahiran, tanpa melihat
usia kandungan (Aflanie, 2017). Ini terlihat dari ketentuan undang-undang
sebagai berikut:

1. KUHP pasal 299

1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh


supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun, atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu
rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian tersebut.

2. KUHP pasal 346

Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan kandungannya atau


mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam pidana
penjara paling lama 4 tahun.

3. KUHP pasal 347

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan


seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4. KUHP pasal 348

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan


seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan penjara paling lama
lima tahun enam bulan
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

5. KUHP pasal 349

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu kejahatan tersebut
dalam pasal 346 atau melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan ia dapat
dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan yang dipergunakan untuk
melakukan kejahatan itu.

6. KUHP pasal 283

Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan


kepada anak di bawah usia 17 tahun atau di bawah umur dihukum dengan
hukuman penjara selama- lamanya sembilan bulan.

7. KUHP Pasal 364

Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan kandungannya atau


mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
pidana penjara paling lama 4 tahun.
8. KUHP pasal 535
Barangsiapa mempertunjukkan secara terbuka alat/cara menggugurkan
kandungan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan.Dasar
hukum aborsi berdasarkan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:

Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan


berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,


baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma


psikologisbagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.

Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 194

Setiap orang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

1.4 Klasifikasi
Proses abortus dapat berlangsung dengan cara:
1. Spontan/alamiah, terjadi secara alami, tanpa tindakan apapun
2. Buatan/sengaja, merupakan aborsi dilakukan secara sengaja dengan
perlakuan tindakan atau perbuatan
3. Terapeutik/medis, merupakan aborsi yang dilakukan atas indikasi
medis karena terdapatnya suatu permasalah/komplikasi

Abortus secara medis dapat dibagi menjadi dua macam:

1. Abortus spontaneuos, adalah aborsi yang terjadi dengan tidak


diketahui faktor- faktor mekanis ataupun medicinalis semata-mata
disebabkan oleh faktor alamiah. Berikut merupakan macam-macam
aborsi spontan secara medis:
· Abortus komplit

· Abortus inkomplit

· Abortus iminens
· Missed abortion
· Abortus habitualis

2. Abortus provokatus, adalah aborsi yang disengaja baik dengan


memakai berbagai cara seperti obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus provocatus ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Abortus provocatus medicinalis
Merupakan abortus yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis,
yaitu apabila tindakan aborsi tidak dilakukan akan membahayakan jiwa
ibu. Terdapat beberapa syarat ditentukan tindakan ini tentu berdasarkan
pertimbangan ahli dan dasar hukum yang berlaku.

Jadi tidak dibenarkan melakukkan abortus atas indikasi :

- Ekonomi
- Ethis : akibat perkosaan atau akibat hubungan di luar nikah
- Sosial : Kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat

Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medis,


seorang dokter perlu mengambil tindakan-tindakan pengamanan
dengan mengadakan konsultasi pada seorang ahli kandungan yang
berpengalaman dengan syarat : (Hoediyanto, 2010)
- Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian
dan kewenagan untuk melakukannya (yaitu seorang
dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
- Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain,
agama, hukum, psikologi)
- Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya
atau keluarga terdekat.
- Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga /
peralatan yang memadai yang ditunjuk oleh pemerintah.
- Proedur tidak dirahasiakan
- Dokumen medik harus lengkap
Beberapa indikasi medik yang dapat dipertimbangkan :
- Faktor kehamilannya sendiri : KET, kehamilan yang
sudah mati, mola hydatidosa, kelainan plasenta
- Penyakit diluar kehamilannya : Ca. cervix, Ca. Mamma
yang aktif
- Penyakit sistemik si ibu : toxaemia gravidarum, penyakit
ginjal, diabetes berat

Cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah :
- Vaginal : ketuban dipecah, dilatasi cervix, injeksi 10 unit
oxytosin intra uterin
- Abdominal : sectio caecaria.

b. Abortus provocatus criminalis


Merupakan abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai contoh
aborsi yang dilakukan akibat hasil hubungan seksual di luar
pernikahan. Tentu hal ini didasari oleh dasar hukum yang berlaku yang
nantinya dapat ditentukan sebagai tindak pidana terhadap pelaku.
Kurang lebih 40% dari semua kasus abortus adalah abortus
provocatus criminalis (APC). Pelaku APC biasanya adalah wanita
yang bersangkutan, dokter atau tenaga medis lain yang melakukannya
demi keuntungan atau karena rasa simpati, ataupun orang lain yang
bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak menghendaki
kehamilan seorang wanita.
Bila pelakunya adalah wanita yang bersangkutan, sering timbul
akibat yang tidak diinginkan, sehingga sering pula harus berurusan
dengan polisi. Sebaliknya bila dilakukan oleh tenaga medis yang ahli
biasanya tidak sampai berurusan dengan pihak berwajib karena
dikerjakan dengan ahli sehingga hampir selalu berhasil dengan baik
tanpa efek samping. (Hoediyanto, 2010)
Cara-cara melakukan APC :
- Kekerasan mekanik :
A. Umum : latihan olahraga berlebihan, naik kuda
berlebihan, mendaki gunung, berenang, naik
turun
tangga, tekanan / trauma pada abdomen. Pada
kekerasan secara umum ini biasanya tidak ditemukan
tanda-tanda kekerasan, tapi cara ini jarang berhasil
pada kehamilan yang sehat dan normal.
B. Lokal : memasukan alat-alat yang dapat menusuk
kedalam vagina seperti pensil, paku, jeruji sepeda,
menggunakan alat merenda, kateter atau alat
penyemprot untuk menusuk atau menyemprotkan
cairan kedalam uterus untuk melepas kantung
amnion, menggunakan alat untuk memasang IUD dan
alat yang dapat dilalui arus listrik.

Abortus provocatus dengan kekerasan mekanik lokal ini dapat


berakhir dengan kematian dalam waktu yang variabel dengan kematian
sebagai berikut :

- Immediate (seketika) : vagal reflek, emboli udara (±10 cc),


perdarahan, keracunan anastesi
- Delayed (beberapa saat setelah tindakan abortus) :
Septicaemia (alat-alat kotor/kontaminasi dari anus),
pyaemia, general peritonitis, toxemia, tetanus, perforasi
uterus dan vircer abdomen, emboli lemak (penyemprotan
lisol)
- Remote (lama sekali setelah tindakan abortus) : jaundice,
renal failure, bacterial endocarditis, pneumonia,
emphysema, meningitis. (Hoediyanto, 2010)

1.5 Metode Abortus

Aborsi Sesuai Usia Kehamilan:

· Usia kehamilan sampai dengan 4 minggu


Aktivitas fisik berlebihan, kekerasan daerah perut, minum obat pencahar, obat-
obatan/bahan kimia, renjatan listrik, penyemprotan cairan ke liang vagina

· Usia kehamilan 4-8 minggu

Obat-obatan/hormonal, penyuntikan NaCl jenuh ke dalam rahim, menyisipkan


benda asing ke mulut rahim

· Usia kehamilan 12-16 minggu

Menusuk kandungan, melepaskan fetus dengan kuretase, memasukan


pasta/cairan sabun, penggunaan instrumen seperti kuret

· Usia kehamilan 16-20 minggu

Dilatasi dan evakuasi janin dengan gunting dan tang ovum

· Usia kehamilan >20 minggu

Memasukkan obat prostaglandin ke dalam forniks superior, induksi dengan


oksitosin

Aborsi Kriminal
Aborsi kriminal dapat dilakukan dengan menggunakan satu dari tiga
metode: Obat abortifacient, lokal abortifacient, dan instrumentasi.
1. Obat abortifacient

Obat ini digunakan dalam rangka usaha melakukan aborsi.


Dalam dosis kecil, obat-obat ini secara umum inefektif. Pada dosis
besar, efek toksik dari obat ini, dan bukan efek abortifacien
seharusnya, dapat menyebabkan seorang wanita untuk keguguran.
Obat abortifacient terdiri dari 2 kategori yaitu minyak esensial dan
ecbolis.
Pada kategori pertama yaitu minyak esensial (minyak
pennyroyal, minyak rue, cantharides, dan purgatif). Obat-obat ini
tidak memiliki aksi stimulasi langsung terhadap otot uterus, tetapi
mereka bekerja secara tidak langsung dengan menyebabkan kongesti
pelvis bermakna di sekitar uterus, diikuti oleh ekspulsi fetus.
Pada kategori kedua yaitu ecbolis, yang memiliki efek
stimulasi langsung otot uterus. Contoh dari kategori obat ini adalah
ergot, quinine, dan oksitosin. Quinine pada wanita sehat jarang
sekali menyebabkan aborsi. Oksitosin secara umum digunakan oleh
dokter. Pada kasus ergot, karena mereka memungkinkan
menyebabkan aborsi, lebih sering mereka menyebabkan keracunan
ergot, dengan kemungkinan hasil akhir yang fatal. Ketika obat-obat
abortifacient ini mungkin menyebabkan kontraksi otot uterus,
mereka tidak merelaksasi atau mendilatasikanalis servicalis dan
ostium serviks eksterna, yang merupakan langkah awal yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan fetus. Oleh karena itu, biasanya,
obat-obat ini tidak menyebabkan aborsi.
2. Lokal Abortifacient
Metode kedua dari induksi aborsi adalah dengan menggunakan obat
abortifacient lokal. Hal ini meliputi pemberian zat kimia tertentu secara
intravaginal atau dalam servik. Kalium permanganat pada umumnya digunakan.
Tablet kalium permanganat dimasukkan ke dalam servik, menyebabkan ulserasi
servik atau fornik dengan perdarahan. Metode aborsi ini tidak efektif.

3. Instrumentation

Metode ketiga dan merupakan metode yang paling efektif aborsi


ilegal adalah dengan menggunakan instrumentasi. Prosedur instrumental
pasti yang digunakan tergantung dari apakah orang yang memberikan jasa
aborsi adalah dokter, bidan, perawat, atau orang awam, yang juga
dibedakan lagi tergantung latihan, pengalaman, dan keterampilan mereka.
Abortus kriminal dengan instrumentasi secara umum digolongkan dengan
tiga tipe: pembilasan, penyemprotan, dan instrumentasi langsung.

Pada induksi dengan pembilasan, aliran air bertekanan tinggi,


panas atau dingin, dengan atau tanpa sabun pengiritasi atau larutan
antiseptik (Lysol), disuntikkan secara kuat kedalam vagina pada ostium
servikalis eksternal. Pelaku aborsi yang memiliki pengalaman lebih akan
meletakan ujung tube secara langsung kedalam kanalis servikalis. Aborsi
yang berhasil tergantung apakah air yang disuntikkan dapat memisahkan
membran fetal dan plasenta dari perlekatannya dengan dinding rahim.
Ketika aksi mekanis dapat dihasilkan hanya dengan menyuntikkan air
biasa, seringkali larutan bersabun yang terdiri dari air keran dan sabun
rumah tangga digunakan juga. Lysol juga kadang-kadang digunakan. Air
yang digunakan di sini biasanya diberikan melalui alat enema rumah
tangga atau kantung dengan tertempel dengan selang karet dengan ujung
yang panjang dan keras.

Aborsi dengan penyuntikkan secara esensial digunakan dengan


prinsip yang sama seperti pembilasan. Sebuah alat suntik dengan kapasitas
besar atau suntikan bilas digunakan, dengan ujungnya dimasukkan ke
dalam servik. Metode ini adalah metode aborsi yang dilakukan oleh diri
sendiri.

Kematian karena aborsi dengan pembilasan atau penyuntikkan


diakibatkan karena aritmia jantung, sepsis, emboli udara, dan perforasi
uterus atau vagina (jarang terjadi).

Sepsis terjadi sekunder karena penggunaan metode induksi aborsi


yang nonsteril. Endometritis korosif yang disebabkan oleh cairan adalah
hal yang umum terjadi. Pada satu kesempatan, cairan sabun atau larutan
yang mengandung Lysol akan memasuki pembuluh darah uterus,
menyebabkan anemia hemolitik, hemoglobinemia, dan nefrosis
hemoglobinuria,dengan uremia dan kematian.

Emboli udara dapat terjadi melalui dua cara. Pertama adalah ketika
udara menjadi terperangkap dalam selang karet dan kemudian secara kuat
disuntikkan ke dalam rongga uterusdan merobek pembuluh darah. Kedua,
dalam proses pemisahan membran fetus dari dinding uterus, pembuluh
darah ikut robek sehingga udara dari atmosfir dapat tersedot masuk.

Metode ketiga dari induksi aborsi kriminal adalah dengan


penggunaan instrumen sehingga cara ini dinamakan induksi instrumen.
Metode aborsi seperti ini tidak dilakukan olehdiri sendiri, walaupun pada
beberapa kesempatan, khususnya pada perempuan multipara, dapatjuga
melakukannya dengan menggunakan jarum rajut dan gantungan baju.
Intinya, metode ini adalah variasi dari dilatasi dan kuretase. Kateter,
lembut atau keras, dan instrumen-instrumen lainnya telah digunakan untuk
mendilatasi kanalis servikalis atau paling sedikit memberikan suatu rongga
sehingga kateter dapat memasuki uterus melalui servik. Tampon servikal
kemudian diletakkan segera dekat dengan servik untuk menahan kateter
pada tempatnya dan menyerap darah yang dapat mengalir dari servik atau
uterus selama perempuan tersebut dalam perjalanan pulang ke rumah.
Setelah pemasangan tampon, perempuan itu kemudian diminta untuk
pulang ke rumah dan bersiap-siap untuk menghadapi kontraksi uterus
yang kuat dan menyakitkan dan perdarahan pervaginam dalam 24 jam,
tetapi tidak lebih dari 48 jam. Hal inimengindikasikan telah terjadinya
ekspulsi fetus dan plasenta. Jika kateter yang dimasukkan telah melubangi
atau merobek membran fetal, menyebabkan hilangnya cairan amnion dan
kontraksi segera, fetus dan plasenta dapat dikeluarkan dalam hitungan
beberapa jam. Perempuan tersebut diinstruksikan untuk membuang kateter
dan tampon jika ia mengeluarkan darah secara terus menerus kemudian
pergi ke dokter terdekat atau rumah sakit dan menceritakan bahwa
mereka
telah mengalami perdarahan vaginal yang hebat. Ia kemudian dapat
mengusahakan bahwa kejadian ini adalah abortus spontan.

Kematian pada instrumentasi disebabkan oleh:

• Henti jantung primer disebabkan oleh reaksi vagal akibat dilatasi


servik yang kuat danatau insersi kateter atau suara ke dalam uterus

• Komplikasi dari anestesi

• Perdarahan, Sespis akibat perforasi uterus, servik, atau vagina

1.6 Pemeriksaan Korban

Aborsi Pada korban hidup

Cari bukti tanda korban pernah hamil dan bukti usaha aborsi (Aquila, 2018).
Pemeriksaan Ibu :
a. Pemeriksaan tanda
kehamilan Pemeriksaan fisik
1. Payudara membesar dan mengeluarkan ASI
2. Hiperpigmentasi areola mammae
3. Uterus masih membesar
4. Striae gravidarum
5. Lochia dari vagina

Pemeriksaan lab
1. hCG + pada urin.

2. Pemeriksaan golongan darah.

Pemeriksaan Janin : umur janin, golongan darah

b. Usaha aborsi

· Toksikologi
Untuk mengetahuai ada/tidaknya obat/zat yang menyebabkan abortus

· Pemeriksaan spekulum

Untuk mengetahui ada/tidaknya lesi berdarah pada serviks uteri yang


membuktikan adanya penjepitan serviks dengan forsep bedah
· Pemeriksaan fisik luar

Untuk mengetahui ada/tidaknya tanda kekerasan atau trauma seperti


luka dan lebam yang menyebabkan janin mati

c. Pemeriksaan DNA

Untuk mengetahui kaitan genetik dengan ibu (korban)

Pada korban meninggal

Pemeriksaan post mortem korban abortus bertujuan untuk


mencari bukti dan tanda kehamilan, mencari bukti abortus dan
kemungkinan adanya tindakan criminal dengan obat-obatan atau
instrument, menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus
dan menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.
Pemeriksaan ibu :
a. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
- Identifikasi umum : tinggi badan, berat badan, umur, pakaian, cari
tanda-tanda kontak dengan suatu cairan terutama pada pakaian dalam.
- Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenazah
- Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan
- Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada arteria
coronaria, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, arteria dan vena
dipermukaan otak, vena- vena pelvis.
- Vagina dan pelvis diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jeja
kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya
perforasi uterus. Cara pemeriksaan : uterus direndam dalam larutan
formalin 10% selama 24 jam, kemudian direndam alkohol 95% selama
24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda
kekerasan pada cervix (abrasi, laserasi).
- Ambil sampel semua organ untuk pemeriksaan histopatologis.
- Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
- Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis : isi vagina, isi uterus,
darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel, urine, isi lambung dan
rambut pubis.
- Periksa golongan darah

Pemeriksaan Janin : umur janin, golongan darah.

Penentuan umur janin (Hoediyanto, 2010).


1. Berdasarkan panjang badan (Rumus Haase)
2. Berdasarkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh

3. Berdasarkan inti penulangan

- Calcaneus ± 5-6 bulan

- Talus ± 7 bulan

- Femur ± 8-9 bulan

- Tibia ± 9-10 bulan


2. Pembunuhan Anak Sendiri

2.1 Definisi

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang

dilakukan oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama

kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Dengan demikian

berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus

pembunuhan anak, adalah:

1. Pelaku adalah ibu kandung.

2. Korban adalah anak kandung.

3. Alasan melakukan tindakan tersebut adalah takut ketahuan telah melahirkan

anak.

4. Waktu pembunuhan, yaitu tepat pada saat melahirkan atau beberapa saat

setelah melahirkan.4

Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut, suatu pembunuhan

yang tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai

pembunuhan anak, melainkan suatu pembunuhan biasa.4

2.2 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri

Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab

kejahatan terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya adalah:

Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan

anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja

merampas
nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.

Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan

karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak

dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan

rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau

pembunuhan berencana.5

Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor

penting, yaitu:

● Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan

pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau

belum. Sedangkan, bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh

anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana,

dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara (pasal 338

pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati

(pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).

● Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang

tepat, tetapi hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama

kemudian“. Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih

sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul

maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.


● Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan

akan diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang

dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah.5

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya

tempat sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah

korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339,

340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan

sampai mati (pasal 308).5

2.3 Peran Dokter pada Kasus Pembunuhan Anak Sendiri

Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa

jenazah bayi. Dokter akan diminta oleh penyidik secara resmi guna membantu

penyidikan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal sebagai berikut:

1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?

2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?

3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab

kematian?2,5

Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti

barang bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam

hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain

ketiga kejelasan di atas, masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VeR,

yaitu:

1. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?


2. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?2,5

Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus

dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate

existence). Selain itu, viabilitas dan maturitas bayi juga perlu ditentukan untuk

menerangkan sebab lahir mati. Bila bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang,

maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan anak sendiri, melainkan kasus

lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran dan kematian.5,6

2.3.1 Lahir hidup atau lahir mati

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi

yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda

kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat

dipotong dan ari dilahirkan.6

Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau

dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum

ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian

ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan

lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.5

Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan

(paru mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis,

adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan

hemoglobin, isi usus, dan keadaan tali pusat.6


1. Pernapasan

Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan

sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen

pada paru. Pernapasan setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak

diafragma dan sifat paru-paru.3,6

a. Letak Diafragma

Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5

atau ke-6. Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-3 atau

ke-4.3

b. Gambaran Makroskopik Paru

Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak

homogen namun berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya adalah

seperti spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan, pada paru-paru bayi

yang belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna hati bayi dan

homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati atau limpa.3


c. Uji Apung Paru

Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch

technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan

timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat

manipulasi berlebihan.5

Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah

dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal

sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole

disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring,

esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang.

Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan

benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya

cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar

melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.5

Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep

atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.

Kemudian esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan.

Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung

dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil

meragukan.5

Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu

dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.

Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali


ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap

lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah

mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap

lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau

tenggelam.5

Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung

oleh karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu

mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah

penekanan tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas

pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan

kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau

tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang

tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli

pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu

keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.5

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil

paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial

respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau

vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih

dalam uterus atau dalam vagina).5

Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya

kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas

meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli


diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru

harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.5

Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang

dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.5

d. Mikroskopik paru-paru

Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan

fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan

melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke

dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan

histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah

membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.5

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum

bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia

gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah

adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like)

yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga

akan tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas

projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum

bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau

Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding

alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada

projection
berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan

membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).5

Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi

cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat

tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan

janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat

deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan

inti piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat

seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan

batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak

jelas.5

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua

mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan

deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini,

atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.5

Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan

terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan

otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia

intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus.5


Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:4,6

No. Paru belum bernapas Paru sudah bernapas


Volume kecil, kolaps,
Volume 4-6x lebih besar, sebagian
1. menempel pada vertebra,
menutupi jantung, konsistensi seperti
konsistensi padat, tidak ada
karet busa (ada krepitasi)
krepitasi

2. Tepi paru tajam Tepi paru tumpul


Warna homogen,
3. Warna merah muda
merah kebiruan/ungu
Kalau diperas di bawah
4. permukaan air tidak keluar
gelembung gas atau bila sudah Gelembung gas yang keluar halus dan
ada pembusukan rata ukurannya.
gelembungnya besar dan tidak
rata.
Tidak tampak alveoli yang Tampak alveoli, kadang-kadang
5. berkembang pada permukaan terpisah sendiri
Kalau diperas hanya keluar Bila diperas keluar banyak darah
6. darah sedikit dan tidak berbuih berbuih walaupun belum ada
(kecuali bila sudah ada pembusukan (volume darah dua kali
pembusukan) volume sebelum napas.
Berat paru kurang lebih 1/70 Berat paru kurang lebih 1/35 BB
7. BB
Seluruh bagian paru tenggelam Bagian-bagian paru yang mengembang
8. dalam air terapung dalam air.

2. Menangis

Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi

tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir

hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina.

Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara dalam

uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO 2 dalam

darah meningkat.4,6
3. Pergerakan Otot

Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak

dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup

kemudian mati maupun yang lahir mati.4,6

4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin

Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung

(harus ada saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada

Hb serta perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus

venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior).4

Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada

bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran

hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu

hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi

jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3

hari sampai beberapa minggu.4

5. Isi Usus dan Lambung

Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk

akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup).

Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar,

pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat

dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama


lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke

dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan

adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua

seluruhnya dari usus besar.4,6

6. Keadaan Tali Pusat

Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya

denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi

mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali

pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul).4,6

7. Keadaan Kulit

Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan

setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa

bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi bila bayi

sudah mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan

dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena

terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan,

sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.4,6

Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum

dilahirkan, atau setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam

kandungan adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu

melahirkan

b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-

ciri: Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).

Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.

Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.

Tidak ada gas, baunya khas.

● Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.4

2.3.2 Tanda Perawatan

Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam

kasus pembunuhan anak. Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan

petunjuk dari bayi tersebut tidak lama setelah dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi

baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang baru dilahirkan dan belum dirawat.

Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan tidak dapat disebut

sebagai pembunuhan anak sendiri.3,5

Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat

diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:

● Tubuh masih berlumuran darah.

● Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan

dengan pusat (umbilikus).


● Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini

dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan

air.

● Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang

mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan

bagian belakang bokong.3,5

2.3.3 Viabilitas

Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar

kandungan ibunya atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate

existence). Viabilitas mempunyai beberapa syarat, yaitu:

a. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.

b. Panjang badan ≥ 35 cm.

c. Berat badan ≥ 2500 gram.

d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.

e. Lingkaran fronto-ocipital ≥ 32 cm.3,4

Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi

kelangsungan hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus

atau mikrosefalus), dan saluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).2

2.3.4 Cukup Bulan dalam Kandungan


Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah

dikandung selama 37 minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh.

Pengukuran bayi cukup bulan dapat dinilai dari:

● Ciri-ciri eksternal

Daun telinga

Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan

pembentukan tulang rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba

tulang rawan yang keras pada bagian dorsokranialnya dan bila dilipat

cepat kembali ke keadaan semula.3

Susu

Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola

menonjol diatas permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7

milimeter atau lebih.3


▪ Kuku jari tangan

Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung

distalnya tegas dan relatif keras sehingga terasa bila digarukkan pada

telapak tangan pelaku autopsi. Kuku jari kaki masih relatif pendek.

Pada bayi yang prematur kuku jari tangan belum melampaui ujung jari

dan relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah dilipat.3

Garis telapak kaki

Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak

kaki, dari depan hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif

lebar dan dalam. Dalam hal kulit telapak kaki itu basah maka dapat

juga tampak garis-garis yang halus dan superfisial.3

Alat kelamin luar

Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna

yakni pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap.

Pada bayi perempuan yang matur, labia minor sudah tertutup dengan

baik oleh labia mayor.3

Rambut kepala

Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu

sama lain dan tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada

bayi yang prematur rambut kepala halus seperti bulu wol atau kapas,

masing-masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut

pada dahi tidak jelas.3


▪ Skin opacity

Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga

pembuluh darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau

tampak samar-samar. Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh

tersebut tampak jelas.3

Processus xiphoideus

Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke

dorsal, sedangkan pada yang prematur membengkok ke ventral atau

satu bidang dengan korpus manubrium sterni.3

Alis mata

Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian

lateralnya sudah terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu

belum terdapat.3

● Pusat penulangan

Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur)

mempunyai arti yang cukup penting. Bagian distal femur dan

proksimal tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur

kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan cuneiform.

Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada

umur kehamilan 28 minggu.


Penaksiran umur gestasi:

1. Rumus De Haas

Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit

dalam sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5

bulan terakhir, panjang badan adalah sama dengan angka bulan

dikalikan dengan angka 5.3

2. Rumus Arey

Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.

Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2

Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.3

Rumus Finnstrom

Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.

Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)3

2.3.5 Penyebab Kematian

Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan

penyebab kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka

ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin (fetal

death).3

Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:

a. Kematian wajar

1. Kematian secara alami


● Imaturitas

Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup

di luar kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.

● Penyakit kongenital

Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang

mengandung seperti sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki

cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ internal

seperti paru-paru, jantung dan otak.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.

3. Malformasi

Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak

lengkap seperti anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak

akan bisa bertahan hidup.

4. Penyakit plasenta

Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding

uterus akan dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat

diketahui jika sang ibu meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.

5. Spasme laring

Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau

akibat pembesaran kelenjar timus.


6. Eritroblastosis fetalis

Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung

anak dengan rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk

antibodi yang menyerang sel darah merah anak dan menyebabkan

lisisnya sel darah merah anak, sehingga menyebabkan kematian anak

baik sebelum maupun setelah kelahiran.

b. Kematian akibat kecelakaan

1. Akibat persalinan yang lama

Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari

darah ke selaput otak atau hingga mencapai jaringan otak akibat

kompresi kepala dengan pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur

tulang kepala.

2. Jeratan tali pusat

Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran.

Hal ini dapat menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena

sufokasi.

3. Trauma

Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan

senjata tumpul, terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan

penyebab kematian bayi intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus

diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.


4. Kematian dari ibu

Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan,

maka anak tidak akan bertahan lama di dalam kandungan sehingga

harus dilahirkan sesegera mungkin. Jika kematian disebabkan oleh

penyakit kronis, seperti perdarahan kronis, maka kesempatan untuk

menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil. Sedangkan jika kematian

disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan, dimana ibu

sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa

bayi lebih besar.

c. Kematian karena tindakan pembunuhan

1. Pembekapan (sufokasi)

Ini merupakan tindakan yang paling sering dilakukan. Bayi baru lahir

sangat mudah dibekap dengan menggunakan handuk, sapu tangan atau

dengan tangan. Dapat juga ditemukan benda asing yang menyumbat

jalan napas, seringkali karena ibu berusaha mencegah agar anak tidak

menangis dan ini justru menyebabkan kematian.

2. Penjeratan (strangulasi)

Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering

ditemui. Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang sangat

berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tanda-

tanda bekas jeratan akan ditemukan di daerah leher disertai dengan

memar dan resapan darah. Kadang juga ditemukan penjeratan dengan

menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati secara alami.
3. Penenggelaman (drowning)

Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi

air, sungai dan bahkan toilet.

4. Kekerasan tumpul pada kepala

Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi

kekerasan terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi

hingga terjadi patah tulang.

5. Kekerasan tajam

Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi

dengan senjata tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka

yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati, jantung dan otak.

6. Keracunan

Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium

pada putting susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan

menyebabkan bayi tersebut mati.

Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi

anatomi yang diambil dari jaringan tubuh mayat bayi.3

2.4 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri

Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi

bersangkutan bertujuan untuk menentukan apakah wanita tersebut baru

melahirkan. Pada pemeriksaan juga perlu dicatat keadaan jalan lahir

untuk
menjawab pertanyaan “Apakah mungkin wanita tersebut mengalami partus

presipitatus?”.3

1. Tanda telah melahirkan anak

a. Robekan baru pada alat kelamin

b. ostium uteri dapat dilewati ujung jari

c. keluar darah dari rahim

d. ukuran rahim □ saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum

setinggi tulang kemaluan

e. payudara mengeluarkan air susu

f. hiperpigmentasi aerola mamma

g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih2

2. Berapa lama telah melahirkan

a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu

b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah

4-9 hari post partum berwarna putih

10-14 hari post partum getah nifas habis

c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari2

3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus

a. robekan pada alat kelamin

b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar,

lebih-lebih bila tali pusat pendek


c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada

tempat lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan

pemeriksaan histopatologis

d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala,

perdarahan di dalam tengkorak2

4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari

rahim.2

Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang

diperiksa adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan,

yaitu:

1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak

Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri,

lochia, kolostrum dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat

dari usia pasca lahir ditambah lama kematian.

2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak

Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya

dapat ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu

individu sedang individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya

adalah bila golongan AB sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya.

Penggunaan banyak jenis golongan darah akan lebih memungkinkan

mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya maka cara ini tidak

merupakan prosedur rutin.

3. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang

besar.2,3
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan

Pembunuhan Bayi Di Wilayah DIY. Available from: http://eprints.undip.ac.id

2. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa

Aksara.

3. Budijanto, dkk. 1988.Pembunuhan Anak Sendiri. Jakarta: Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Apuranto H, Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

5. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Edisi pertama, cetakan

kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Hal. 165 – 176.

6. Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak

(Infanticide). Available from: http://www.fk.uwks.ac.id

Anda mungkin juga menyukai