Di Susun oleh :
Nadilla Kapoor ( 2114201024 )
Eva Dwi Febriyanti (2114201035)*
Dwi Cahyaningtyas R (2114201036)*
Fakhri Mulyadi (2114201027)*
M. Syifa Badri T (2114201046)***
2022/2023
Bab 1
Pendahuluan
a. Latar belakang
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup di luar kandungan (Prawirohardjo 2018). Abortus menjadi masalah di
dunia yang mempengaruhi kesehatan, kesakitan dan kematian ibu hamil, Abortu
menyumbang kematian ibu di seluruh dunia, salah faktor resiko tertinggi adalah usi
kurang dari < 20 tahun kurangnya edukasi soal Abortus sehingga perlu pencegahan
yang lebih banyak pada ibu hamil dengan usia < 20 tahun.
Hamil yang tidak di inginkan yang pada akhirnya berujung Aborsi dengan berbagai
alasan seperti Kesehatan, sosial, dan budaya. Abortu dalam hukum dan agama di
Indonesia sangat diilarang tercantum dalam Undang Undang RI No 36 tahun 2019,
namun Aborsi juga di perbolehkan karna sebab tertentu RI No 61 tahun 2014 tentang
Kesehatan Reporoduksi.
Ada beberapa alasan yang meyertai beberapa orang melakukan Aborsi dengan alasan
tidak cukup usia, ingin melanjutkan pendidikan dan serta tidak adanya pekerjaan tetap
dan tidak mampu menghidupi keluarga. Berdasarkan riset pada tahun 2019 terakhir
Abortus bisa di cegah dengan menagani faktor penyebab di temukan.
Kompikasi yang ditemui pada ibu hamil muda yaitu pendarahan yang terjadi pada
setiap usia kehamilan yang sering di kaitkan dengan Abortus. Abortus memyebabkan
pendarahan terjadi jika tidak mendapat penaganan yang tepat dan cepat akan
menambah kematian jika terjadi pendarahan perforasi infeksi dan Syok Abortus
pengaruh yang buruk pada ibu. Hasil pembuahhan membutuhkan butir - butir darah
merah dalam pertumbuhan embrio. Pada bulan ke 5- 6 janin membutuhkan zat besi
yang semakin besar jika kandungan zat besi ibu kurang maka sel darah merah tidak
dapat mengantarkan oksigen secara maksimal ke janin sehingga dapat terjadi abortus,
kematian janin dalam kandungan atau waktu lahir (Ristika, 2017).
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus seperti: usia, paritas, jarak
kehamilan dan riwayat abortus. Solusi yang dapat diberikan adalah promosi kesehatan
kepada ibu hamil tentang resiko perdarahan dalam kehamilan supaya abortus dapat
dicegah ,selain itu juga menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ANC agar
apabila terjadinya abortus cepat maka dapat terindentifikasi cepat dilakukan tindakan
lanjut pemberian pendidikan kesehatan pada ibu hamil yang memiliki usia yang
berisiko jarak kehamilan <2 tahun .
mengatakan tahun 2017 didunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000
wanita meninggal karena abortus tiap tahunnya. Kasus abortus di
Asia Tenggara ialah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia ialah 10-15% dari 6 juta
kehamilan setiap tahunnya atau 600.000900.000, sedangkan abortus buatan 0.750-
1,500.000 juta setiap tahunnya, 2.500 diantaranya berakhir dengan kematian.
resiko abortus meningkat apabila usia 35 tahun resiko terjadinya abortus karena
elastisitas dari otot panggul dan sekitarnya serta alat reproduksi. Menurut Utami
(2020).
Desai pencarian rtikel mengunakan Picos sumber artikel yang digunakan oleh peneliti
literatur review berasal dari databes Google Scholar, jumlah artikel ditemukan 92
sesiai dengan kata kunci sehinga terdapat 3artikel yang akan di review.
Metode riview pencarian mengunakan kat akunci ‘faktor’ ‘abortus’ ‘dunia’ ‘data’ dan
menujukan bahwa Abortus faktor infeksi, parasit, umur, riwayat abortus, jarak
kehamilan, anemia dan kurang energi kronis pada bu hamil
b. Tujuan penelisan
1. Tujuan khusus
Agar mahasiswa dapat memahami abortus, mengkaji lebih dalam lagi resiko
yang menyebabkan abortus dan menurunkan tingkat kematian pada ibu hamil,
menjadikan penulisan ini awalan dalam pembelajaran trutama pada abortus.
Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat untuk
masyarakat trutama di sekitar yang masih tabu akan aborus.
Agar mahasiswa mengetahui faktor apa yang mengakibatkan abortus.
Agar mahasiswa mengetahui akan penyebab abortus
2. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat memahami aborsi (khamilan yang tidak diinginkan)
dan faktor yang menyebabkan abortus
Bab 2
Tinjauan teori
A. Defenisi
Hal ini merupakan dampak pergaulan yang semakin bebas antara laki-laki dan
perempuan. Awalnya mereka hanya berpacaran seperti gaya pacaran yang bisa,
namun setelah lama menjalin hubungan pacaran, pasangan tersebut juga
melakukan hubungan yang bisa dilakukan oleh pasangan suami istri, yang
akhirnya mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan.
dari segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntunan beban moril dan
emosional dan segi medis sering mendapatkan gngguan (Bobak, 2010) yang
mengatakan bahwa ibu yang beresiko terjadi abortus adalah usia <20 tahun dan
usia >35 tahun karena semakin muda atau semakin tua umur ibu saat hamil akan
semakin beresiko terjadinya abortus inkomplit.
<20 tahun dan dari sisi fisik memiliki alat reproduksi yang tidak siap serta tidak
bisa menangkap hasil dari konsepsi yang membuat terjadinya kehamilan maupun
persalinan yang rawan komplikasi serta juga dari sisi psikologis belum siap secara
dewasa mengemban peran seorang ibu.
Sedangkan wanita dengan usia lebih dari 35 tahun juga memiliki peluang lebih
besar mengalami masalah medis umum yang mungkin juga akan mempengaruhi
janin yang sedang tumbuh dan berkembang. Beberapa masalah memerlukan
pengobatan yang mungkin tidak sesuai untuk wanita hamil. Calon ibu juga
merasakan cepat kelelahan dan kekurangan tenaga selama proses melahirkan.
Kehamilan juga bisa memperburuk kondisi-kondisi medis ringan seperti sakit
punggung atau anemia, karena beban yang ditimbulkan selama sang ibu hamil.
1. Abortus komplet
Pada jenis keguguran ini, mulut rahim terbuka lebar dan seluruh jaringan janin
keluar dari rahim. Ketika abortus komplet terjadi, Ibu hamil akan mengalami
perdarahan vagina serta nyeri perut seperti sedang melahirkan. Biasanya, abortus
komplet terjadi pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.
2. Abortus inkomplet
Abortus inkomplet adalah jenis keguguran yang terjadi saat jaringan janin sudah
keluar sebagian. Umumnya, perdarahan serta nyeri perut akan berlangsung lama
dan baru bisa berhenti setelah seluruh jaringan telah keluar atau dilakukan
kuretase.
3. Abortus insipiens
Pada abortus insipiens, terjadi perdarahan disertai nyeri perut, tetapi jaringan janin
masih utuh berada di dalam rahim. Meski begitu, keguguran tetap tidak dapat
dihindari karena mulut rahim sudah terbuka.
4. Ancaman abortus
Ancaman abortus sebenarnya bukan keguguran. Pada kondisi ini, mulut rahim
masih tertutup dan janin masih hidup di dalam rahim. Perdarahan dari vagina dan
nyeri perut yang dialami pun masih tergolong ringan. Walau risiko terjadinya
keguguran memang lebih besar, namun kemungkinan untuk menyelamatkan
kehamilan masih ada.
6. Abortus berulang
Abortus berulang merupakan diagnosis untuk keguguran yang terjadi sebanyak 3
kali atau lebih secara berturut-turut. Kemungkinan terjadinya abortus berulang
sangat kecil. Oleh sebab itu, jika Anda mengalami kondisi ini, sebaiknya
konsultasikan kepada dokter kandungan untuk mencari tahu penyebabnya.
B. Etiologi
Faktor utama yang menyebabkan abortus inkomplit adalah perkembangan janin yang
tidak normal akibat kelainan atau masalah genetik. Pada kebanyakan kasus, kondisi
ini terjadi pada trimester pertama kehamilan.
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan pencapaian
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai
minggu ke37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu
hamil di bandingkan dengan perempuan yang tidak hami. Penurunan Ht, kosentrasi
Hb, dan hitung erotrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan
dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan
tercapai.
Pada ibu yang mempunyai riwayat abortus perlu di waspadai karena kemungkinan
bias terjadi abortus kembali pada saat ibu hamil kembali dan dapat beresiko terjadinya
infeksi atau kematian janin.
Hal ini sesuai dengan teori ( Prawihardjo,2011) yang menyatakan bahwa kejadian
abortus inkomplit meningkat pada wanita yang memiliki riwayat abortus
sebelumnya, setelah satu kali mengalami abortus inkomplit, memiliki resiko 15%
untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah dua kali, resikonya
meningkat sebesar 25% beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus inkomplit
setelah tiap kali abortus berurutan adalah 30-45%, dengan demikian dapat
disimpulkan secara statistic dengan derajat kepercayaan 95% riwayat abortus pada ibu
hamil sangat beresiko.
Menurut (Aditama Putri & Mutlikah, 2019) faktor penyebab terjadinya abortus adalah :
1. Faktor Fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan
oleh abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan
sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan
kelainan kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang
tuanya.
2. Faktor maternal
a. Kelainan anatomi uterus Adanya kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang
besar dan multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann Syndrome) dapat
meningkatkan risiko abortus. Malformasi kongenital yang disebabkan oleh
abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan lesi yang didapat memiliki pengaruh yang
sifatnya masih kontroversial.Pembedahan pada beberapa kasus dapat menunjukkan
hasil yang positif. Inkompetensia servik bertanggung jawab untuk abortus yang
terjadi pada trimester II. Tindakan cervical cerclage pada beberapa kasus
memperlihatkan hasil yang positif.
b. Infeksi Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah diteliti
secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus (Herpes simplex, Cytomegalovirus,
Rubella) memiliki hubungan yang bervariasi dengan semua jenis abortus spontan.
Data penelitian yang menghubungkan infeksi dengan abortus menunjukkan hasil
yang beragam,sehingga American College of Obstetricians and Gynecologyst
menyatakan bahwa infeksi bukan penyebab utama abortus trimester awal.
c. Penyakit metabolik Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit
metabolik pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme, dan
anemia. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin
karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen
dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin
antara lain kematian janin, meningkatnya 7 kerentanan ibu pada infeksi dan
meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi).
d. Faktor Imunologi Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi
autoimunitas yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi yang melawan
fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu sindroma klini spesifik
(abortus berulang, trombosis yang penyebabnya tak jelas dan kematian
janin).Penegakkan diagnosa setidaknya memerlukan satu pemeriksaan serologis
untuk konfirmasi diagnosis (antikoagulansia lupus, antibodi kardiolipin).Pengobatan
pilihan adalah aspirin dan heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu).
e. Trauma fisik. Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat menyebabkan
13.Abortus.Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah
kematian mudigah atau janin.
3. Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah)
dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas, translokasi kromosom pada
sperma dapat menyebabkan abortus.
c. Patofisiologi
Pendarahan nekrosis
Uterus
berkontraksi
Hasil Merasa Hasil
konsersepsi kehilangan konkepsi
cemas pendarahan
stress Defisi
volume
nyeri
Patofisiologi abortus pada awalnya terjadi karena pendarahan dalam desidu basalis, diikuti
oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas.
Karena di anggap benda asing uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya. Pada
kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi di keluarkan seluruhnya karena villi korialis
belum menembus desidua terlalu dalam. Pada kehamilan 8-14 minggu, volli korialis telah
masuk agak dalam,sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal atau melekat
pada uterus. Hilangnya kontraksi yang di hasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi
miometrium menyebabkan terjadi pandarahan.
Ketika plasenta, seluruh atau sebagian tertinggal di dalam uterus, akan menimbulkan
pendarahan yang terjadi seketika ataupun kemudian. Abortus biasanya disertai oleh
pendarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis di jaringan dekat tempat pendarahan.
Hasil konsepsi terlepas, hal ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Apabila
kantung dibuka biasanya janin kecil yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan,
atau mungkin tidak tampak janin di dalam kantung dan di sebut blighted ovum.
d. Komplikasi Abortus
1. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
Perdarahan posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan
pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
3. Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat.
4. Infeksi Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Organisme-organisme yang paling sering
bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non
hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus,
dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria
gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial
berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Ginekologi
a. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
atau tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium. 10
c. Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak
menonjol dan tidak nyeri.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus
b. Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan
anomali kongenital.
d. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan
glandula thyroidea.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan
f. Penatalaksanaan Medis
f. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi pemberian cairan diharapkan dapat terpenuhi cairannya
2. Tranfusi darah, jika klien mengalami anemia
3. Curetage yaitu : suatu cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat curretage
(sendok, kerokan), sebelum melakukan curretage penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks, dan
besarnya uterus.
4. Terapi Ergometik (IM), dilakukan setelah curretage untuk mempertahankan
kontraksi uterus. (Saifuddin , 2010)
Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk memastikan apakah janin masih
hidup
Bab 3
A. Rencana keperawatan
Pengkajian Keperawatan menurut (Belezza, 2017) pada pasien dengan indikasi ketuban
pecah dini dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Data Subyektif :
2. Data Objektif :
Demam menurun
Kemerahan menurun
Nyeri menurun
Bengkak menurun
Kadar sel darah putih membaik
Intervensi Keperawatan:
Berdasarkan dari hasil penelitiaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwasannya:
1. Diharapkan untuk ibu hamil muda undu lebih teliti dalam mencari informasi
atas pendarahan, anemis, riwayat abortus, abortus serta dapat mencegah
terjadi abortus inkomplit pada kehamilan.
2. Diharapkan menjadi masukan pada profesi terhadap petingnya pengetahuan
abortus baik terhadap anemia, riwayat abortus
3. Diharapkan memberikan pendikikan abortus pada ibu usia <20 - 25>
4. Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan terdapat kematian pada ibu
muda terhadap anemia
5. Hubungan yang signifikan antara anemia dengan kejadian abortus pada ibu
hamil (p-value=0.009; OR =5.82).
6. Akibat sering terjadinya abortus salah satunya seperti ekonomi, budaya, umur,
pendidikan
Daftar Pustak
file:///C:/Users/LENOVO/Documents/590-Article%20Text-1247-1-10-
20221112%20abortu%20-%20anemia.pdf
file:///C:/Users/LENOVO/Documents/MANUSCRIB_201801153.pdf