Anda di halaman 1dari 21

Makalah Keperawatan Maternitas Pengkajian Pada Abortus

Di Susun oleh :
Nadilla Kapoor ( 2114201024 )
Eva Dwi Febriyanti (2114201035)*
Dwi Cahyaningtyas R (2114201036)*
Fakhri Mulyadi (2114201027)*
M. Syifa Badri T (2114201046)***

Program Studi S1 Keperawatan Falkultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhamadiyah Tangerang

2022/2023
Bab 1

Pendahuluan
a. Latar belakang

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup di luar kandungan (Prawirohardjo 2018). Abortus menjadi masalah di
dunia yang mempengaruhi kesehatan, kesakitan dan kematian ibu hamil, Abortu
menyumbang kematian ibu di seluruh dunia, salah faktor resiko tertinggi adalah usi
kurang dari < 20 tahun kurangnya edukasi soal Abortus sehingga perlu pencegahan
yang lebih banyak pada ibu hamil dengan usia < 20 tahun.

Hamil yang tidak di inginkan yang pada akhirnya berujung Aborsi dengan berbagai
alasan seperti Kesehatan, sosial, dan budaya. Abortu dalam hukum dan agama di
Indonesia sangat diilarang tercantum dalam Undang Undang RI No 36 tahun 2019,
namun Aborsi juga di perbolehkan karna sebab tertentu RI No 61 tahun 2014 tentang
Kesehatan Reporoduksi.

Ada beberapa alasan yang meyertai beberapa orang melakukan Aborsi dengan alasan
tidak cukup usia, ingin melanjutkan pendidikan dan serta tidak adanya pekerjaan tetap
dan tidak mampu menghidupi keluarga. Berdasarkan riset pada tahun 2019 terakhir
Abortus bisa di cegah dengan menagani faktor penyebab di temukan.

Kompikasi yang ditemui pada ibu hamil muda yaitu pendarahan yang terjadi pada
setiap usia kehamilan yang sering di kaitkan dengan Abortus. Abortus memyebabkan
pendarahan terjadi jika tidak mendapat penaganan yang tepat dan cepat akan
menambah kematian jika terjadi pendarahan perforasi infeksi dan Syok Abortus
pengaruh yang buruk pada ibu. Hasil pembuahhan membutuhkan butir - butir darah
merah dalam pertumbuhan embrio. Pada bulan ke 5- 6 janin membutuhkan zat besi
yang semakin besar jika kandungan zat besi ibu kurang maka sel darah merah tidak
dapat mengantarkan oksigen secara maksimal ke janin sehingga dapat terjadi abortus,
kematian janin dalam kandungan atau waktu lahir (Ristika, 2017).
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus seperti: usia, paritas, jarak
kehamilan dan riwayat abortus. Solusi yang dapat diberikan adalah promosi kesehatan
kepada ibu hamil tentang resiko perdarahan dalam kehamilan supaya abortus dapat
dicegah ,selain itu juga menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ANC agar
apabila terjadinya abortus cepat maka dapat terindentifikasi cepat dilakukan tindakan
lanjut pemberian pendidikan kesehatan pada ibu hamil yang memiliki usia yang
berisiko jarak kehamilan <2 tahun .

salah satu Penelitian dilakukan pada puskesmas Sekampung, menunjukkan bahwa


responden yang mengalami anemia dalam kehamilan pada kelompok abortus sebesar
62,8% ibu, dan pada kelompok tidak abortus 33,7% ibu, dapat dilihat bahwa
persentase ibu dengan anemia lebih besar pada kelompok abortus dibandingkan pada
kelompok tidak abortus.

Kematian ibu di Indonesiadisebabkan perdarahan,hipertensi dalam kehamilan,


infeksi, gangguan metabolic dan lain-lain sekitar 2550%, kematian ibu disebabkan
masalah yang berkaitadengan kehamilan,persalinan dan nifas Menurut (Kemenkes
RI, 2019) SDKI menyebutkan AKI di Indonesia tahun 2018 kematian ibu dengan
kejadian abortus 140 (3,5%) dari 148.548 persalinan, ditahun 2019 menunjukkan
peningkatan 210 (5,8%) dari 156.622 persalinan. Tahun 2020 mengalami peningkatan
305 (2,62%) dari 984.432 persalinan. Penyebab kejadian abortus di Indonesia ialah
jarak kehamilan 25%, paritas 14%, umur ibu 11% dan tingkat pendidikan 9%. Insiden
abortus di Indonesia ± 4,5%-7,6% dari seluruh kehamilan (Lokadata, 2020)

mengatakan tahun 2017 didunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000
wanita meninggal karena abortus tiap tahunnya. Kasus abortus di
Asia Tenggara ialah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia ialah 10-15% dari 6 juta
kehamilan setiap tahunnya atau 600.000900.000, sedangkan abortus buatan 0.750-
1,500.000 juta setiap tahunnya, 2.500 diantaranya berakhir dengan kematian.

resiko abortus meningkat apabila usia 35 tahun resiko terjadinya abortus karena
elastisitas dari otot panggul dan sekitarnya serta alat reproduksi. Menurut Utami
(2020).
Desai pencarian rtikel mengunakan Picos sumber artikel yang digunakan oleh peneliti
literatur review berasal dari databes Google Scholar, jumlah artikel ditemukan 92
sesiai dengan kata kunci sehinga terdapat 3artikel yang akan di review.

Metode riview pencarian mengunakan kat akunci ‘faktor’ ‘abortus’ ‘dunia’ ‘data’ dan
menujukan bahwa Abortus faktor infeksi, parasit, umur, riwayat abortus, jarak
kehamilan, anemia dan kurang energi kronis pada bu hamil

Kata kunci : aborsi, data, ibu hamil, faktor yang mempengaruhi,anemis

b. Tujuan penelisan
1. Tujuan khusus
 Agar mahasiswa dapat memahami abortus, mengkaji lebih dalam lagi resiko
yang menyebabkan abortus dan menurunkan tingkat kematian pada ibu hamil,
menjadikan penulisan ini awalan dalam pembelajaran trutama pada abortus.
 Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat untuk
masyarakat trutama di sekitar yang masih tabu akan aborus.
 Agar mahasiswa mengetahui faktor apa yang mengakibatkan abortus.
 Agar mahasiswa mengetahui akan penyebab abortus

2. Tujuan umum
 Agar mahasiswa dapat memahami aborsi (khamilan yang tidak diinginkan)
dan faktor yang menyebabkan abortus
Bab 2
Tinjauan teori
A. Defenisi

Aborsi atau Abortus Provocatus dalam bahasa ilmiah merupakan tindakan


mengakhiri kehamilan, abortus terbagi menjadidua jenis, Abortus Provocatus
Therapeuticus dan Abortus Provocatus Criminalis. Abortus Provocatus
Therapeuticus merupakan Abortus Provocatus yang dilakukan atas dasar
pertimbangan kedokteran dan dilakukan oleh tenaga yang mendapat pendidikan
khusus serta dapat bertindak secara profesional. Sementara Abortus Provocatus
Criminalis adalah Abortus Provokatus yang secara sembunyi-sembunyi dan
biasanya oleh tenaga yang tidak terdidik secara khusus, termasuk ibu hamil yang
menginginkan perbuatan Abortus Provocatus tersebut.yang sering terjadinya
kematian pada ibu.

Hal ini merupakan dampak pergaulan yang semakin bebas antara laki-laki dan
perempuan. Awalnya mereka hanya berpacaran seperti gaya pacaran yang bisa,
namun setelah lama menjalin hubungan pacaran, pasangan tersebut juga
melakukan hubungan yang bisa dilakukan oleh pasangan suami istri, yang
akhirnya mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan.

sedangkan ibu hamil dalam masa pertumbuhan sebagai pematangan organ


reproduksi ,sehingga asupan nutrisi tidak tercukupi ketidak mampuan organ
reproduksi pada usia < 20 tahun untuk proses kehamilan dan melahirkan serta
menurunnya hormon HCG pada awal kehamilan juga menyebabkan terjadinya
abortus. Pada usia ibu yang <20 tahun menyebebkan kondisi ibu yang belum siap
dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum sepenuhnya
optimal.

dari segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntunan beban moril dan
emosional dan segi medis sering mendapatkan gngguan (Bobak, 2010) yang
mengatakan bahwa ibu yang beresiko terjadi abortus adalah usia <20 tahun dan
usia >35 tahun karena semakin muda atau semakin tua umur ibu saat hamil akan
semakin beresiko terjadinya abortus inkomplit.

<20 tahun dan dari sisi fisik memiliki alat reproduksi yang tidak siap serta tidak
bisa menangkap hasil dari konsepsi yang membuat terjadinya kehamilan maupun
persalinan yang rawan komplikasi serta juga dari sisi psikologis belum siap secara
dewasa mengemban peran seorang ibu.

Sedangkan wanita dengan usia lebih dari 35 tahun juga memiliki peluang lebih
besar mengalami masalah medis umum yang mungkin juga akan mempengaruhi
janin yang sedang tumbuh dan berkembang. Beberapa masalah memerlukan
pengobatan yang mungkin tidak sesuai untuk wanita hamil. Calon ibu juga
merasakan cepat kelelahan dan kekurangan tenaga selama proses melahirkan.
Kehamilan juga bisa memperburuk kondisi-kondisi medis ringan seperti sakit
punggung atau anemia, karena beban yang ditimbulkan selama sang ibu hamil.

hal tersebut menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara anemia


dengan kejadian abortus. Dari analisa di yang menyatakan bahwa ibu yang
mengalami anemia memiliki resiko atau peluang mengalami abortus dibandingkan
mengalami anemia.
Di dunia medis, abortus atau keguguran dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu:

1. Abortus komplet
Pada jenis keguguran ini, mulut rahim terbuka lebar dan seluruh jaringan janin
keluar dari rahim. Ketika abortus komplet terjadi, Ibu hamil akan mengalami
perdarahan vagina serta nyeri perut seperti sedang melahirkan. Biasanya, abortus
komplet terjadi pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.

2. Abortus inkomplet
Abortus inkomplet adalah jenis keguguran yang terjadi saat jaringan janin sudah
keluar sebagian. Umumnya, perdarahan serta nyeri perut akan berlangsung lama
dan baru bisa berhenti setelah seluruh jaringan telah keluar atau dilakukan
kuretase.

3. Abortus insipiens
Pada abortus insipiens, terjadi perdarahan disertai nyeri perut, tetapi jaringan janin
masih utuh berada di dalam rahim. Meski begitu, keguguran tetap tidak dapat
dihindari karena mulut rahim sudah terbuka.

4. Ancaman abortus
Ancaman abortus sebenarnya bukan keguguran. Pada kondisi ini, mulut rahim
masih tertutup dan janin masih hidup di dalam rahim. Perdarahan dari vagina dan
nyeri perut yang dialami pun masih tergolong ringan. Walau risiko terjadinya
keguguran memang lebih besar, namun kemungkinan untuk menyelamatkan
kehamilan masih ada.

5. Abortus tak terduga


Pada abortus tak terduga, janin telah meninggal, tetapi ibu tidak menyadarinya
karena tidak ada keluhan. Kemungkinan lain, bakal janin memang tidak
berkembang sejak awal (blighted ovum). Kondisi ini biasanya baru disadari ketika
melakukan kontrol kehamilan dan denyut jantung janin tidak terlihat pada
pemeriksaan ultrasonography.

6. Abortus berulang
Abortus berulang merupakan diagnosis untuk keguguran yang terjadi sebanyak 3
kali atau lebih secara berturut-turut. Kemungkinan terjadinya abortus berulang
sangat kecil. Oleh sebab itu, jika Anda mengalami kondisi ini, sebaiknya
konsultasikan kepada dokter kandungan untuk mencari tahu penyebabnya.
B. Etiologi

etiologi abortus disebabkan oleh anomali kromosom pada embrio. Adanya


abnormalitas kromosom bisa terjadi baik pada kromosom ovum maupun sperma.
Penyebab kelainan kromosom paling banyak adalah trisomi dan aneuploidi.
Penyebab lainnya adalah abnormalitas struktur, mosaikisme, dan defek gen
(Irayani, 2016) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya abortus adalah anemia dalam kehamilan. Kehamilan mebutuhan oksigen
lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume
plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan
volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika di bandingkan dengan
peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat
hemodilusi (Prawiroharjo, 2018).

Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan.


Volume plasma yang terekspansi menurunan hematokrit (Ht), konsetrasi Hb darah,
dan eritrosit, tetapi tidak menurunankan jumlah absolut Hb atau erotrosit dalam
sirkulasi. Mekanisme yang mendasari perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi
bahwa anemia fisiologik dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositasi darah
maternal sehingga meningkatkan perfusi plasental dan membantu penghantaran
oksigen serta nutrisi ke janin.

Faktor utama yang menyebabkan abortus inkomplit adalah perkembangan janin yang
tidak normal akibat kelainan atau masalah genetik. Pada kebanyakan kasus, kondisi
ini terjadi pada trimester pertama kehamilan.
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan pencapaian
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai
minggu ke37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu
hamil di bandingkan dengan perempuan yang tidak hami. Penurunan Ht, kosentrasi
Hb, dan hitung erotrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan
dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan
tercapai.

perubahan konsentrasi Hb sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada


trimester pertama, konsentrasi Hb tampak menurun, kecuali pada perempuan yang
telah memiliki kadar Hb rendah (<11,5 g/dl). Konsetrasi paling rendah didapatkan
pada trimester kedua, yaitu pada usia kehamilan sekitaran 30 minggu. Pada trimester
ketiga terjadi sedikit peningkatkan Hb, kecuali pada perempuan yang sudah memiliki
kadar Hb tinggi (> 14,6 g/dl) pada pemeriksaan pertama. (Prawiroharjo, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti berkesimpulan bahwa faktor anemia
sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian abortus. Karena anemia dalam kehamilan
dapat berakibat fatal mulai dari kelahiran prematur sampai kematian ibu dan bayi,
kematian yang disebabkan anemia masih tersus berkembang berkaitan dengan anemia
pada kehamilan. Sehingga bagi ibu hamil sebaiknya dapat memperhatikan konsumsi
makanan yang dimakan dalam setiap harinya, terutama yang mengandung asupan zat
besi dari makanan, jika tidak didapatinya asupan zat besi dari makanan maka wanita
hamil dianjurkan untuk mengonsumsi tablet besi selama kehamilan.

Pada ibu yang mempunyai riwayat abortus perlu di waspadai karena kemungkinan
bias terjadi abortus kembali pada saat ibu hamil kembali dan dapat beresiko terjadinya
infeksi atau kematian janin.
Hal ini sesuai dengan teori ( Prawihardjo,2011) yang menyatakan bahwa kejadian
abortus inkomplit meningkat pada wanita yang memiliki riwayat abortus
sebelumnya, setelah satu kali mengalami abortus inkomplit, memiliki resiko 15%
untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah dua kali, resikonya
meningkat sebesar 25% beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus inkomplit
setelah tiap kali abortus berurutan adalah 30-45%, dengan demikian dapat
disimpulkan secara statistic dengan derajat kepercayaan 95% riwayat abortus pada ibu
hamil sangat beresiko.
Menurut (Aditama Putri & Mutlikah, 2019) faktor penyebab terjadinya abortus adalah :
1. Faktor Fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan
oleh abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan
sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan
kelainan kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang
tuanya.
2. Faktor maternal
a. Kelainan anatomi uterus Adanya kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang
besar dan multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann Syndrome) dapat
meningkatkan risiko abortus. Malformasi kongenital yang disebabkan oleh
abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan lesi yang didapat memiliki pengaruh yang
sifatnya masih kontroversial.Pembedahan pada beberapa kasus dapat menunjukkan
hasil yang positif. Inkompetensia servik bertanggung jawab untuk abortus yang
terjadi pada trimester II. Tindakan cervical cerclage pada beberapa kasus
memperlihatkan hasil yang positif.
b. Infeksi Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah diteliti
secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus (Herpes simplex, Cytomegalovirus,
Rubella) memiliki hubungan yang bervariasi dengan semua jenis abortus spontan.
Data penelitian yang menghubungkan infeksi dengan abortus menunjukkan hasil
yang beragam,sehingga American College of Obstetricians and Gynecologyst
menyatakan bahwa infeksi bukan penyebab utama abortus trimester awal.
c. Penyakit metabolik Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit
metabolik pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme, dan
anemia. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin
karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen
dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin
antara lain kematian janin, meningkatnya 7 kerentanan ibu pada infeksi dan
meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi).
d. Faktor Imunologi Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi
autoimunitas yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi yang melawan
fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu sindroma klini spesifik
(abortus berulang, trombosis yang penyebabnya tak jelas dan kematian
janin).Penegakkan diagnosa setidaknya memerlukan satu pemeriksaan serologis
untuk konfirmasi diagnosis (antikoagulansia lupus, antibodi kardiolipin).Pengobatan
pilihan adalah aspirin dan heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu).
e. Trauma fisik. Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat menyebabkan
13.Abortus.Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah
kematian mudigah atau janin.
3. Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah)
dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas, translokasi kromosom pada
sperma dapat menyebabkan abortus.
c. Patofisiologi
Pendarahan nekrosis

Hasil konsepsi terlepas dari uterus

Uterus
berkontraksi
Hasil Merasa Hasil
konsersepsi kehilangan konkepsi

cemas pendarahan

stress Defisi
volume
nyeri

Interfensi Ganguan merasa Gangguan


aktifitas nyaman nyeri istirahat dan

Patofisiologi abortus pada awalnya terjadi karena pendarahan dalam desidu basalis, diikuti
oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas.
Karena di anggap benda asing uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya. Pada
kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi di keluarkan seluruhnya karena villi korialis
belum menembus desidua terlalu dalam. Pada kehamilan 8-14 minggu, volli korialis telah
masuk agak dalam,sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal atau melekat
pada uterus. Hilangnya kontraksi yang di hasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi
miometrium menyebabkan terjadi pandarahan.

Ketika plasenta, seluruh atau sebagian tertinggal di dalam uterus, akan menimbulkan
pendarahan yang terjadi seketika ataupun kemudian. Abortus biasanya disertai oleh
pendarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis di jaringan dekat tempat pendarahan.
Hasil konsepsi terlepas, hal ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Apabila
kantung dibuka biasanya janin kecil yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan,
atau mungkin tidak tampak janin di dalam kantung dan di sebut blighted ovum.

d. Komplikasi Abortus
1. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
Perdarahan posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan
pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
3. Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat.
4. Infeksi Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Organisme-organisme yang paling sering
bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non
hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus,
dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria
gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial
berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Ginekologi
a. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
atau tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium. 10
c. Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak
menonjol dan tidak nyeri.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus
b. Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan
anomali kongenital.
d. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan
glandula thyroidea.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan
f. Penatalaksanaan Medis

f. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi pemberian cairan diharapkan dapat terpenuhi cairannya
2. Tranfusi darah, jika klien mengalami anemia
3. Curetage yaitu : suatu cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat curretage
(sendok, kerokan), sebelum melakukan curretage penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks, dan
besarnya uterus.
4. Terapi Ergometik (IM), dilakukan setelah curretage untuk mempertahankan
kontraksi uterus. (Saifuddin , 2010)

Penatalaksanaan abortus imminens umumnya menggunakan pendekatan


konservatif yaitu:

 Bed Rest  atau tirah baring untuk mengurangi rangsangan mekanis 

 Menghindari koitus minimal sampai 2 minggu setelah pendarahan berhenti

 Pemberian obat penenang

 Pemberian suplemen penambah darah

 Diet tinggi protein dan  tambahan vitamin C

 Membersihkan area vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah infeksi

 Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk memastikan apakah janin masih
hidup
Bab 3

Pengkajian dan rencana keperawatan

A. Rencana keperawatan

1. Nursing Care Plan Abortus

Pengkajian Keperawatan menurut (Belezza, 2017) pada pasien dengan indikasi ketuban
pecah dini dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Data Subyektif :

a) Nyeri atau sakit di punggung bagian bawah.


b) Kram perut
c) Resiko infeksi
d) Pendarahan
e) Kurang Gizi
f) Nyeri akut

2. Data Objektif :

a) Adanya perdarahan atau bercak vagina.


b) Keluarnya cairan atau jaringan melalui vagina.
c) Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut
(belezza, 2017) pada nursing care paln untuk pasien dengan abortus, yaitu sebagai berikut
Nyeri acute.
Penyebab : kuretase pada dasarnya mencakup dilatasi serviks dan pengangkatan isi
rahim. Meskipun kuretase tidak didefinisikan sebagai operasi besar, prosedur ini
memiliki karakteristik invasif dan dapat dikaitkan dengan nyeri pasca operasi yang parah
dan kecemasan periprosedural. Dilatasi serviks, manipulasi uterus, dan pengangkatan
kandungan uterus dapat menyebabkan nyeri selama kuretase. Salah satu efek samping
khas dari kuretse juga termasuk kram pascaprosedural, yang dapat meningkatkan
ketidaknyamanan klien.

B. Rencana keperawatan Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Risiko Perdarahan (D.0012)


Luaran: Tingkat perdarahan menurun (L.02017)

 Kelembaban membran mukosa meningkat


 Kelembaban kulit meningkat
 Kognitif meningkat
 Hemoglobin membaik
 Hematokrit membaik
 Tekanan darah membaik
 Denyut nadi apikal membaik
 Suhu tubuh membaik

Intervensi keperawatan: Pencegahan perdarahan (I.02067)

 Monitor tanda dan gejala perdarahan


 Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik
 Monitor koagulasi (mis. Prothrombin time (TM), partial thromboplastin time
(PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan atau platelet)
 Pertahankan bedrest selama perdarahan
 Batasi tindakan invasif, jika perlu
 Gunakan kasur pencegah dekubitus
 Hindari pengukuran suhu rektal
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
 Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
 Anjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan
 Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
 Kolaboras pemberian pelunak tinja, jika perlu

1. Nyeri Akut (Sdki D.0077)

Luaran: Tingkat Nyeri Menurun (Slki L. 08066)


 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Frekuensi nadi membaik

a. Manajemen Nyeri (Siki I.08238)


 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgesik (Siki I.08243)


 Identifikasi karakteristik nyeri (mis: pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi Riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis: narkotika, non-narkotik, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

C.  Risiko Infeksi (Sdki D.0142)

Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (Slki L.14137)

 Demam menurun
 Kemerahan menurun
 Nyeri menurun
 Bengkak menurun
 Kadar sel darah putih membaik

Intervensi Keperawatan: Pencegahan Infeksi (Siki I.14539)

 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik


 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

D. Ansietas (Sdki D.0080)

Luaran: Tingkat Ansietas Menurun (Slki L.09093)

 Verbalisasi kebingungan menurun


 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
 Perilaku gelisah menurun
 Perilaku tegang menurun
 Konsentrasi membaik
 Pola tidur membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Reduksi Ansietas (Siki I.09314)

 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu, stresor)


 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih Teknik relaksasi
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

b. Terapi Relaksasi (Siki I.09326)

 Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau


gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
 Identifikasi Teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan Teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah Latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau Tindakan
medis lain, jika sesuai
 Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis:
musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi atau melatih Teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih Teknik relaksasi (mis: napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
Bab 4
Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitiaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwasannya:
1. Diharapkan untuk ibu hamil muda undu lebih teliti dalam mencari informasi
atas pendarahan, anemis, riwayat abortus, abortus serta dapat mencegah
terjadi abortus inkomplit pada kehamilan.
2. Diharapkan menjadi masukan pada profesi terhadap petingnya pengetahuan
abortus baik terhadap anemia, riwayat abortus
3. Diharapkan memberikan pendikikan abortus pada ibu usia <20 - 25>
4. Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan terdapat kematian pada ibu
muda terhadap anemia
5. Hubungan yang signifikan antara anemia dengan kejadian abortus pada ibu
hamil (p-value=0.009; OR =5.82).
6. Akibat sering terjadinya abortus salah satunya seperti ekonomi, budaya, umur,
pendidikan
Daftar Pustak
file:///C:/Users/LENOVO/Documents/590-Article%20Text-1247-1-10-
20221112%20abortu%20-%20anemia.pdf

file:///C:/Users/LENOVO/Documents/MANUSCRIB_201801153.pdf

Anda mungkin juga menyukai