Anda di halaman 1dari 14

ABORTUS

DOSEN PENDAMPING : FATIYANI ALYENSI, S.ST, M.Kes

DISUSUN OLEH:

1. Dwi Nindi Oktafeearti (P031815401007)


2. Elvi Anjani (P031815401009)
3. Novi Mustova (P031815401024)
4. Samnah Khoiriah (P031815401029)
5. Silvia Desriyanti (P031815401030)
6. Cantika Dwi Purnama (P031815401006)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN RIAU
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI DIII KEBIDANAN
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami selaku penulis dapat menyusun makalah ini
yang berjudul "Abortus " tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini dibuat sebagai tugas dari mata
kuliah Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah

Penulis

Pekanbaru, 09 Agustus 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perngertian Sex..............................................................................................................5
2.2 Pengertain Gender ........................................................................................................6
2.3 Pengertain Seksualitas ..................................................................................................7

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ..................................................................................................................8
3.2. Saran ............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan
dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan
kejadian abortus, misscarriage, early preganancy loss.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus
yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus
provokatus ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan
abortus provokatus kriminali. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan
dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter
spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam dan spesialis
jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh toko agama terkait. Setelah dilakukan
terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena trauma psikis
dikemudian hari.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan, kecuali bila ada komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur
kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak
melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan
abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil
akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau
lebih keguguran yang berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian
abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian
besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan
disfungsi oosit). Pada tahun 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221
perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan,
dimana 43 (22%) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang 3 kali secara berturut-turut.
Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali
abortus spontan, pasangan punya resiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan
bila pernah 2 kali, resiko nya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa
resiko abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30-45%.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Abortus ?


2. Apakah saja jenis-jenis abortus ?
3. Apa saja dampak negatif dari Aborsi ?
4. Apa saja penanganan abortus ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari abortus.


2. Untukmengetahui jenis-jenis dari abortus.
3. Untuk mengetahui apa diagnosis dan penatalaksanaan pada abortus.
4. Untuk mengetahui cara penanganan abortus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Abortus

Aborsi adalah penghentian kehamilan sebelum janin berusia 20 minggu. karena secara medis
janin tidak bisa bertahan di luar kandungan. Sebaliknya bila penghentian kehamilan
dilakukan saat janin sudah berusia berusia di atas 20 minggu maka hal tersebut
adalah infanticide atau pembunuhan janin. (WHO)

Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus sanggup hidup sendiri di
luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000
gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. (Eastman)

Aborsi adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu
fetus belum viable by law. (Jeefcoat)

Aborsi adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentasi belum
selesai. (Holmer)

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”
adalah pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan (usia kehamilan dibawah 20 minggu). Proses pengakhiran hidup dari
janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. (Buku Kesehatan Reproduksi, 2012).

2.2 Jenis-Jenis Abortus

1. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandugan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada
umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besar nya
uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urine masih positif. Untuk
menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon HCG
pada urine dengan cara melakukan tes urine kehamilan menggunaka urine tanpa pengenceran
dan pengenceran 1/10. Bila tes urine masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik,
bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan
menderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Pemeriksaan USG
diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta.
Memperhatikan ukuran gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun trasvaginal.
2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium
uteri telah membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses
pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya
bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih
sesuai dengan umur dengan umur kehamilan dengan tes urine kehamilan masih positif. Pada
pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur
kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak
normal, biasannya terlihat penipisan serviks dan pembukaannya, terlihat ada tidaknya
pelepasan plasenta dari dinding rahim.
Tenaga kesehatan harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan
hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi
disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu,
uterus biasannya sudah melebihi telur angsa tindakan kuretase dan evakuasi harus dilakukan
secara hati-hati.

3. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil
sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan
USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah tersedia. Pada pemeriksaan
tes urine biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Obat uterotonika tidak
perlu diberikan.

4. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal, pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian
jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada saat pemeriksaan
vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau
menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun
bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian
placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam
keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pemeriksaan USG dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis klinis. Besar uterus sudah lebih
kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit untuk dikenali, di kavum uteri
sudah nampak massa hiperokik yang bentuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil
konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera
dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Sesuai
dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan
karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika
parental ataupun per oral dan antibiotika.

5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita Missed Abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan, bila kehamilan diatas 14-20
minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Sebagian kecil Missed Abortion
diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan urine pada saat hamil negatif setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan janin. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong
gestasi yang mengecil dan bentuknya yang tidak beraturan disertai dengan fetus yang tidak
memiliki tanda-tanda kehidupan. Missed Abortion cara penangananya dilakukan tindakan
operasi atau kuretase dan diutarakan kepada keluarga. Pada umur kehamilan kurang dari 2
minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan
kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau
kurang 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis
servikalis.

6. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spotan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk bisa hamil kembali, tetapi
kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan
kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.

Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan
reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross
reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada maka akan terjadi
abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi leukosit atau heparinisasi. Salah satu
penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan serviks dimana
serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan
melewati trimester pertama, dimana ostium servik akan membuka tanpa disertai kontraksi
/mules rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan karena
trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan
serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis
sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan
pemeriksaan dalam/inspekulo bisa menilai diameter kanalis servikalis dan selaput ketuban
yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8
mm. Sehingga ibu hamil yang memiliki riwayat abortus habitualis dianjurkan untuk diperiksa
seawal mungkin dan jika dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan
untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan
berkembangannya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu
dengan cara Shirodkar atau Mc Donald dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang
sutera/Mersilene yang tebal da simpul baru dibuka setelah umur kehamilan ataerm dan bayi
siap dilahirkan.

2.3 Dampak dari Abortus

Banyak remaja yang memilih untuk mengakhiri kehamilan (aborsi) bila hamil. Aborsi bisa
dilakukan secara aman bila dilakukan oleh dokter atau bidan berpengalaman. Sebaliknya,
aborsi tidak aman bila dilakukan oleh dukun ataupun dengan cara-cara yang tidak benar atau
tidak lazim. Aborsi bisa mengakibatkan dampak negatif secara fisik, psikis, dan sosial,
terutama bila dilakukan dengan cara tidak aman.

a. Resiko Fisik ; Perdarahan dan komplikasi lain merupakan salah satu risiko aborsi. Aborsi
yang berulang selain bisa mengakibatkan komplikasi juga bisa mengakibatkan
kemandulan. Aborsi yang dilakukan secara tidak aman bisa berakibat fatal, yaitu
kematian.

b. Resiko Psikis ; Pelaku aborsi sering kali mengalami perasaan-perasaan takut, panik,
tertekan atau stres, trauma mengingat proses aborsi, dan kesakitan. Kecemasan karena rasa
bersalah atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama. Selain itu, pelaku aborsi juga
sering kali kehilangan kepercayaan diri.

c. Resiko Sosial ; ketergantungan pada pasangan sering sekali menjadi lebih besar karena
perempuan merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami KTD, dan aborsi. Selanjutnya
remaja perempuan lebih sukar menolak ajakan seksual pasangannya. Resiko lain adalah
sekolah terputus dan masa depan terganggu.

d. Resiko Ekonomi ; biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi
semakin lebih tinggi.
2.4 Resiko Aborsi ( Buku Fact of Life ditulis oleh Brian Clowes,P.h.D)

 Kematian mendadak karena perdarahan hebat.


 Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
 Kematian secara lambat karena infeksi serius disekitar kandungan.
 Rahim yang robek (uterine perforation).
 Kerusakan serviks (cervical lacerations) yang akan menyebabkan cacat anak.
 Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen paa perempuan)
 Kanker indung telur (ovarium cancer).
 Kanker servik telur (servical cancer).
 Kanker hati telur (liver cancer).
 Kelainan pada plasenta/ ari-ari yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan
perdarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
 Menjadi mandul / tidak mampu memiliki keturunan lagi (kehamilan etopik).
 Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease).
 Infeksi pada lapisan rahim (endometriosis)
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Aborsi di Indonesia

Di indonesia belum ada data epidemologis yang akurat dan komprehensif tentang derajat
masalah aborsi ini, akan tetapi berdasarkan data-data yang ada dari berbagai penelitian
bahwa aborsi buatan merupakan masalah yang serius seperti fenomena gunung es, karena
jumlah yang tercatat dan diketahui jauh lebih kecil dari yang terjadi. Mengingat bahwa
aborsi buatan yang tidak aman dapat menyebabkan berbagai akibat termasuk kematian,
maka kejadian aborsi yang tidak aman perlu diwaspadai terutama pada kasus-kasus
kehamilan remaja maupun kegagalan upaya kontrasepsi.

Saat ini di indonesia banyak pihak yang mengupayakan agar ada pelayanan aborsi aman dan
terbatas, tetapi masih belum berhasil. Hal ini terkait dengan undang-undang kesehatan No.
23 Tahun 1992, yaitu pada ayat 15 menyatakan bahwa tindakan pengguguran hanya boleh
dilakukan dengan indikasi medis, menurut KUHP tindakan aborsi buatan tanpa indikasi
medis merupakan suatu tindakan kriminal dan diancam dengan hukuman kurangan bagi
pelakunya.
Beberapa pasal dalam KUHP yang mengatur sanksi terhadap tindakan pelaku aborsi
diantaranya sebagai berikut :
1. Pasal 346 KUHP.
Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara paling lama 4 tahun.

2. Pasal 347 KUHP


1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan tanpa persetujuannya, diancam diancam dengan hukuman pidan penjara 12
tahun lamanya.
2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya perempuan tersebut dikenakan pidana
penjara paling lama 15 tahun.

Untuk mencegah kematian ibu akibat aborsi, dilakukan pelayan aborsi yang aman secara
terbatas, misalnya mengatasi kehamilan yang mengancam secara fisik dan mental ibu, ibu yang
mengalami kegagalan KB, resiko cacat pada janin, dan korban pemerkosaan.

Di indonesia telah dikembangkan pelayanan pasca-aborsi :


a) Diberikan kepada ibu yang telah mengalami keguguran, baik spontan maupun buatan.
b) Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi infeksi dan atau perdarahan yang dapat
mengakibatkan kematian ibu, serta mencegah terjadinya aborsi yang berulang di kemudian
hari dengan memberikan pelayanan KB pasca-aborsi.
c) Aborsi buatan muncul sebagai akibat kehamilan yang bermasalah. Upaya untuk mencegahan
kehamilan bermasalah antara lain:
 Mengupayakan semua kehamilan diinginkan.
 Merencanakan kehamilan secara baik dengan mengikuti program KB. Untuk itu dapat
dipilih metode yang tepat dan disepakati bersama, serta dapat diikuti oleh pria
maupun perempuan.
 Menghindari pengguguran yang dapat membahayakan jiwa atau menimbulkan
kecacatan;
 Khusus untuk kelompok remaja , diberikan pendidikan dan bimbingan agar mereka
mereka mengetahui tentang masalah seksual sehingga tidak terjebak dalam kehamilan
yang bermasalah.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN
Penulis mengharapkan agar tenaga kesehatan dapat mengetahui dan memanfaatkan
makalah ini untuk menambah wawasan dalam mengetahui Penyakit Menular Seksual dan dapat
dicegah serta ditanggulangi di lingkungan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof.dr. Saifuddin Bari Abdul. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Prof.dr. Saifuddin Bari Abdul.2016. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : P.T.
Bina Pustaka Sarwono Praeirohardjo.
3. Kumalasari, Intan , dkk. 2012. Kesehatan reproduksi. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai