Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

“ ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABORTUS DAN KEHAMILAN


EKTPOIK TERGANGGU (KET)”

Dosen Pengajar : Ns.Syafrisar Meri Agritubella


Kelompok : Dua ( II )
Nama Mahasiswa : Deva Lestiarma S (P031714401045)
Dinda Lestari (P031714401046)
Dwi Oktiviani (P031714401047)
Elva Yulianti (P031714401048)
Selvira Indanus (P031714401070)
T.hidayu (P031714401076)
Winda Gaolis (P031714401079)

PEROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TK.II B

POLITEKNIK KESEHATAN RIAU

2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan nikmat dan mencurahkan rahmat-Nya untuk seluruh umat juga
makhluk-Nya. Shalawat serta salam kepada baginda Nabi Muhammas SAW yang
telah membawa risalah, keluarga, sahabat serta orang-orang yang senantiasa
mengaplikasikan risalahnya dengan ikhlas, taat, dan sepenuh hati dalam
mengamalkannya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “ Makalah Asuhan Keperawatan Maternitas dengan
Abortus Dan Kehamilan Ektopik Terganggu ” ini kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga memeperlancar dalam
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa proposal ini tidak mungkin selesai tanpa adanya
bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Pekanbaru, 23 Februari 2019

penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam
kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri
kehidupan kandungan dalam rahim seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus
provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang
perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus yang
disengaja” dan “abortus spontan”. Secara medis abortus dimengerti sebagai
penghentian kehamilan selama janin belum viable, belum dapat hidup mandiri di luar
rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai awal trimester ketiga.
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan di mana kantung gestasi berada di
luar kavum uteri, merupakan keadaan gawat darurat yang paling sering
mengancam hidup pada kehamilan awal. Insidensnya di Amerika Serikat
meningkat pesat dalam lima dekade terakhir, dari 4,5 per 1000 kehamilan pada
tahun 1970 menjadi sekitar 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Dalam
penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang tepat dan cepat merupakan hal
yang sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan
mempertahankan kualitas reproduksinya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Abortus dan KET ?


2. Apa etiologi Abortus dan KET ?
3. Bagaimana patofisiologi Abortus dan KET?
4. Bagaimana patofisiologi asma ?
5. Apa saja manifestasi Abortus dan KET?
6. Apa klasifikasi asma ?
7. Apa pemeriksaan penunjang Abortus dan KET ?
8. Apa komplikasi Abortus dan KET ?
9. Apa penatalaksanaan Abortus dan KET?
10. Bagaimana asuhan keperawatan Abortus dan KET ?
BAB II

PEMBAHASAN
A. ABORTUS

1. PENGERTIAN ABORTUS
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin viabel.
Abortus merupakan penghentian dini suatu penyakit. ( Dorland, 1998 : 3).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. ( Mansjoer, Arif .
2001: 260).
Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam
kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri
kehidupan kandungan dalam rahim seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus
provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang
perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus yang
disengaja” dan “abortus spontan”.
Secara medis abortus dimengerti sebagai penghentian kehamilan selama janin
belum viable, belum dapat hidup mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24
minggu atau sampai awal trimester ketiga.

2. ETIOLOGI
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu:
a.Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
1) Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
c. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.
d. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

3. PATHOGENESIS
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyababkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai
14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar
dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak
jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta,
fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
b. Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
e. Pemeriksaan ginekologi :
1) Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau
busuk dario ostium.
3) Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan,
tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum
Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah
abortus.
b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

6. KOMPLIKASI
a. Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi.
b. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah.

7. DIAGNOSIS
Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas :
a. Abortus iminens, perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20
minggu, tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
b. Abortus insipiens, bila perdarahan diikuuti dengan dilatasi serviks.
c. Abortus inkomplit, bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus.
Bila abortus inkomplit disertai infeksi genetalia disebut abortus infeksiosa.
d. Abortus komplit, bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus.
e. Missed abortion, kematian janin sebelum 20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan
selama 8 minggu atau lebih.
Proses abortus dapat berlangsung spontan (suatu peristiwa patologis), atau
artifisial / terapeutik (suatu peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).

Abortus spontan diduga disebabkan oleh :


1) Kelainan kromosom (sebagian besar kasus).
2) Infeksi (chlamydia, mycoplasma dsb).
3) Gangguan endokrin (hipotiroidisme, diabetes mellitus).
4) Oksidan (rokok, alkohol, radiasi dan toksin).
Proses Abortus dapat dibagi atas 4 tahap, yaitu abortus imminens, abortus
insipiens, abortus inkomplet.
a. Abortus Iminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
serviks. Ciri : perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi, serviks
masih tertutup Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan sampai
kehamilan aterm dan lahir normal. Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat
dapat terjadi abortus spontan. Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan
ultrasonografi, dilihat gerakan denyut jantung janin dan gerakan janin. Jika sarana
terbatas, pada usia di atas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba didengarkan
dengan alat Doppler atau Laennec. Keadaan janin sebaiknya segera ditentukan,
karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan / tindakan.
Penatalaksanaan :
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
2) Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap empat jam bila pasien panas
3) Tes kehamilan dapat dilakuka. Bila hasil negatif mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
4) Berikan obat penenang, biasanya fenobarbiotal 3 x 30 mg, Berikan preparat
hematinik misalnya sulfas ferosus 600 – 1.000 mg.
5) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
6) Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptik untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.

b. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi
hasil konsepsi masih berada
Di dalam uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin
sering, serviks terbuka.
Penatalaksaan :
1) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.

c. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan
keluar.
Penatalaksanaan :
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuscular.
3) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
4) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d. Abortus Komplit
Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi
sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada
keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya.
Penatalaksanaan:
1) Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari.
2) Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi
darah.
3) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
4) Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.

e. Abortus Abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih
dari 4 minggu atau lebih (beberapa buku : 8 minggu).Biasanya didahului tanda dan
gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang
setelah pengobatan.
Penatalaksanaan :
1) Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
2) Bila kadar finrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
3) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dalatator
Hegar kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret
tajam.
4) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg lalu
infus oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit
dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100
IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu
hari.
5) Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan
menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.

f. Abortus Septik
Sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau
awam). Bahaya terbesar adalah kematian ibu. Abortus septik harus dirujuk kerumah
sakit.
Penatalaksanaan :
1) Obat pilihn pertama : penisilin prokain 800.000 IU intramuskular tiap 12 jam
ditambah kloramfenikol 1 gr peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
2) Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 g tiap 4 jam
ditambah metronidazol 5000 mg tiap 6 jam.
3) Obat pilihan lainnya : ampisilin dan kloramfenikol, penisilin, dan
metronidazol, ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin.
4) Tingkatkan asupan cairan.
5) Bila perdarahan banyak , lakukan transfusi darah.
6) Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat
lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.

g. Abortus terapeutik
Dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu, atas pertimbangan / indikasi
kesehatan wanita di mana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan
dirinya, misalnya pada wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal,
korban perkosaan (masalah psikis ). Dapat juga atas pertimbangan/indikasi kelainan
janin yang berat.
Pada pasien yang menolak dirujuk beri pengobatan sama dengan yang diberikan
pada pasien yang hendak dirujuk selama 10 hari :
Dirumah sakit :
1) Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi
2) Berikan antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan streptomisin 2 g.
3) Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan.
4) Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah , denyut nadi dan suhu badan.
5) Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6 – 8 liter per menit.
6) Pasang kateter Folley untuk memantau produksi urin.
7) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta
reaksi silang, analisi gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.
8) Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan
pengangkatan sumber infeksi.
9) Abortus septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok septik yang tanda-
tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardi, ikterus, kesadaran menurun,
tekanan darah menurun dan sesak nafas.
Prinsip :
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 12 minggu:
1) Jangan langsung dilakukan kuretase
2) Tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan , periksa dengan
USG.
3) Jangan terpengaruh hanya pemeriksaan B-HCG yang positif, karena meskipun
janin sudah mati, B-HCG mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2 bulan
setelah kematian janin.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Tirah baring
b. Pemberian hormone progesterone, sebelumnya dipastikan dulu karena adanya
kekurangan hormone progesterone.
c. USG : Penentuan kondisi janin.
d. Pemeriksaan lanjut untuk mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi
uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian.
e. Pasien dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu,
anjurkan pemakaian kontrasepsi kondom atau pil).
B. KELAHIRAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)

1. PENGERTIAN
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang
jaringan selain lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001: 1530).
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006: 323).
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi
sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan
bukan di dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat
digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal
seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri
(Prawirohardjo, 2005: 250).
Jadi, kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah
dibuahi sperma tumbuh di tempat lain selain uterus
.

2. KLASIFIKASI
Sarwono Prawirihardjo (2005: 250), mengklasifikasikan kehamilan ektopik
berdasarkan lokasinya, antara lain:
a. Tuba fallopi
 pars interstisialis;
 pars ismika tuba;
 pars ampullaris tuba;
 infundibulum tuba;
 fimbria.
b. Uterus
 kanalis servikalis;
 divertikulum;
 kornua;
 tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
 primer;
 sekunder.

Dari sekian banyak lokasi pada kehamilan ektopik, kasus yang sering
terjadi adalah kehamilan ektopik pada tuba.

3. ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di
bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut:
a. Faktor dalam lumen tuba:
 Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen
tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
 Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping;
 Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
b. Faktor pada dinding tuba:
 Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba;
 Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu.
c. Faktor di luar dinding tuba:
 Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
 Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
d. Faktor lain:
 Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur;
 Fertilisasi in vitro.

4. PATOLOGI
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005: 252-253), patologi terjadinya
kehamilan ektopik sebagai berikut:
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan
desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
1. ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya
kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah
meninggalnya ovum, dianggap sebgai haid yang datangnya agak terlambat;
2. trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan
menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu
menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping), dan dapat pula mengalir
terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglas, dan menyebabkan
hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang dikenal dengan abortus tuba, ovum untuk sebagian
atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar dari ostium tuba
abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla; darah yang
keluar kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena
dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
3. trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum
pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga
peritoneum. Peristiwa ini yang sering terjadi pada kehamilan di isthmus,
dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah mengalir secara bebas
dalam rongga peritoneum, dan dapat menyebabkan keadaan yang gawat pada
penderita.
Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang menghadapi mesosalping;
darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan kemudian ke ligamntum latum,
dan menyebabkan hematom intraligamenter. Baik pada abortus tuba maupun ruptur
tuba, kejadian tidak jarang timbul sekitar 14 hari sesudah implantasi ovum dalam
tuba, malahan kadang-kadang sebelum saat semestinya datang haid.
Pada kehamilan di pars interstisialis tuba pembesaran terjadi pada jaringan
uterus di sekeliling pars interstisialis. Jaringan ini yang sebagian besar terdiri atas
miometrium tidak lekas ditembus oleh villus korialis, sehingga kehamilan bisa
berlangsung terus sampai 16-20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai akibat
dari ruptur, tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan dengan
segera untuk mengatasinya.
Uterus, walaupun tidak terisi mudigah di dalamnya, pada kehamilan ektopik
juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormon; begitu pula terjadi
pembentukan desisua di dalam uterus.
Gangguan ringan dan yang tidak menghentikan berlangsungnya kehamilan
dapat menimbulkan perdarahan endometrium. Kadang-kadang khususnya jika
mudigah mati, timbul perdarahan lebih banyak dengan mengikutsertakan
pengeluaran desidua utuh dalam bentuk sebagai cetakan dari kavum uteri.
Perubahan yang dpat pula dikemukakan pada endometrium adalah “reaksi
Arias-Stella”. Di sini oada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa
sel-sel kelenjar membesar dan hiperkromatik, dengan mitosis; sitoplasma
menunujkkan vakuolisasi, dan batas antara sel-sel menjadi kurang jelas. Perubahan
ini yang disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan dan ditemukan
dalam endometrium yang berubah menjadi desisua, harus menimbulkan
kewaspadaan ke arah adanya kehamilan dan khususnya kehamilan ektopik.

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005: 328-330), gambaran klinik dari
kehamilan ektopik sebagai berikut:
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan,
sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Pada umumnya, penderita
menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit di
perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal
uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan.
Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada
pemeriksaan bimanual.
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda; dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke
dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus
menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi; tetapi, setelah darah masuk
ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina,
menyebabkan defekasi nyeri.
Perdarahan per vaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak
banyak dan berwarna cokelat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukan
human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan
seluruhnya.
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi
sebelum haid berikutnya.
Pada kehamilan ektopik terganggu (ditemukan pada pemeriksaan vaginal)
bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian pula
kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan. Pada abortus tuba biasanya
teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan
konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di
kavum Douglas. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat
menurun dan nadi meningkat; perdarahn lebih banyak lagi menimbulkan syok.
Kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai
gejala-gejala yang samar-samar, sehingga sukar membuat diagnosis.
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini tidak sering ditemukan. Penderita, setelah mengalami
amenorea dengan tiba-tiba, menderita rasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian
bawah dan sering muntah-muntah. Nyeri dapat demikian hebatnya, sehingga
penderita jatuh pingsan. Penderita tidak lama kemudian masuk ke dalam syok
akibat perdarahan dengan tekanan darah turun, nadi kecil dan cepat, ujung
ekstremitas basah, pucat, dan dingin. Seluruh perut agak membesar, nyeri tekan,
dan tanda-tanda cairan intraperitoneal mudah ditemukan. Pada pemeriksaan
vaginal forniks posterior menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar dengan di
sebelahnya suatu adnex tumor, tetapi biasanya sulit karena dinding abdomen
tegang.

b. Gambaran gangguan tidak mendadak


Gambaran klinik ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan
dengan abortus tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah haid terlambat
beberapa minggu, penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus-menerus di perut
bagian bawah; kadang-kadang rasa nyeri ini dapat hebat pula. Dengan adanya
darah dalam rongga perut, rasa nyeri menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata
karena perdarahan yang berulang. Mula-mula perut masih lembek, tetapi kemudian
dapat mengembang karena terjadi ileus parsialis. Di sebelah uterus terdapat tumor
(hematosalping) yang kadang-kadang menjadi satu dengan hematokel retrouterina.
Dengan adanya hematokel retrouterina, kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri
raba; pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Selain itu, penderita
mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus. Setelah seminggu
merasa nyeri, biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan kadang-kadang
disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.

5. DIAGNOSIS
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding
tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Yang penting dalam pembuatan diagnosis
kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada
terhadap kemungkinan kehamilan ini (Prawirohardjo, 2005: 255).
Gejala-gejala yang perlu diperhatikan ialah (Prawirohardjo, 2005: 255):
a. adanya amenorea: amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja
sebelum diikuti oleh perdarahan, malah kadang-kadang tidak ada amenorea;
b. perdarahan: gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan
perdarahan yang berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu
dan biasanya berwarna hitam.
Jika mudigah mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya; desidua itu tidak
mengandung villus korialis;
c. rasa nyeri: nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik
yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras;
d. keadaan umum penderita: tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari
tuba, keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok
berat dan anemi. Pada abortus tuba yang berlangsung beberapa waktu suhu
badan agak meningkat dan terdapat leukositosis. Hb dan hematokrit perlu
diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu;
e. perut: pada abortus tuba terdapat nyeri takan di perut bagian bawah di sisi
uterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimabual ditemukan
tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak
rata di samping uterus. Hematoklretrouterina dapat ditemukan. Pada ruptur
tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas
dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang
berkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptura
tuba gerakan pada serviks nyeri sekali.

Pemeriksaan-pemeriksaan untuk membantu diagnosis


Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis
kehamilan ektopik menurut Sarwono Prawirohardjo (2006: 330-331):
a. Pemeriksaan umum. Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak
mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
b. Pemeriksaan ginekologi. Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka
akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan
nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang
naik, sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
c. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus janis
tidak mendadak biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa
penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila
leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi
pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi
20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna
apabila positif. Akan tetapi, tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi
trofoblas menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin (HCG)
menurun dan menyebabkan tes negatif.
d. Dilatasi dan kerokan. Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang
diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat
dikemukakan; a) kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama
kehamilan ektopik; b) hanya 12 sampai 19% kerokan pada kehamilan ektopik
menunjukkan reaksi desidua; c) perubahan endometrium yang berupa reaksi
Arias-Stella tidak khas untuk kehamlan ektopik. Namun, jika jaringan yang
dikeluarkan bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales,
hal itu dapat memperkuat diagnosis kehamilan ekktopik terganggu.
e. Kuldosentesis. Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
apakah dalam kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Teknik:
1) Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
2) Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
3) Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks;
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4) Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit
10 ml dilakukan pengisapan.
5) Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:
 Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku;
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk;
 Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang
berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel
ratrouterin.
f. Ultrasonografi. Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik.
Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di
dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5% kasus
kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hal ini masih harus diyakini lagi
bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada kasus uternus bikornis.
g. Laparoskopi. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik
terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik
yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian
dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba,
kavum Douglas, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi
untuk dilakukan laparotomi.
h. Foto Rontgen. Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam
letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra
Ibu.
i. Histerosalpingografi. Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih
besar dari biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra
Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine) (1,4,8,15).
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. ABORTUS
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala /
keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan
riwayat obstetri / ginekologi.
b. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam abnormal harus
selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
c. Pemeriksaan fisik umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. JIKA keadaan
umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.
d. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan,
cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks,
atau darah mengalir keluar dari ostium.
e. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang
(ambil sediaan SEBELUM pemeriksaan vaginal touche).
f. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak uterus.
Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam ostium
dengan MUDAH / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi serviks).
Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau
tanda akut lainnya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
b. Intoleransi aktivitas b/d respon tubuh terhadap aktivitas perdarahan,
keletihan.
c. Resti infeksi b/d adanya jalan masuk organisme ke dalam tubuh.
d. Kecemasan b/d masalah kesehatan : abortus.
3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Diagnosa I : Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
Ditandai dengan : Perdarahan pervaginam, hipotensi, nadi meningkat dan
perabaan diperifer halus. Gelisah atau kesadaran menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Perdarahan ( - ), kadar Hb normal.
Intervensi :
1) Kaji dan observasi penyebab kekurangan cairan : perdarahan.
2) Monitor tanda – tanda kekurangan cairan : kesadaran, tekanan darah dan
nadi.
3) Monitor tanda – tanda perdarahan.
4) Ukur intake – output cairan.
5) Pantau kadar Hb
6) Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan, terapi dan pemeriksaan.

b. Diagnosa II : Intoleransi aktivitas b/d respon tubuh terhadap


aktivitas perdarahan, keletihan. Ditandai dengan : Perdarahan pervaginam ( +
), tampak lelah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam, aktivitas maksimal dapat tercapai kembali.
Kriteria hasil : Memperlihatkan kemajuan aktivitas sampai dengan mandiri,
respon terhadap aktivitas.
Intervensi :
1) Jelaskan batasan – batasan aktivitas klien sesuai kondisi.
2) Kaji respon klien terhadap aktivitas: perdarahan dan keletihan.
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
4) Rencanakan waktu istirahat sesuai jadwal sehari – hari.
5) Ajarkan metode penghematan energi : luangkan waktu istirahat selama
aktivitas, istirahat 3 menit setiap 5 menit melakukan aktivitas.
6) Bantu pemenuhan aktivitas yang tidak dapat/tidak boleh dilakukan klien, jika
perlu libatkan keluarga.
c. Diagnosa III : Resti infeksi b/d adanya jalan masuk organisme ke dalam
tubuh. Ditandai dengan : Hasil konsepsi keluar, terdapat flek – flek darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, tidak
terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Luka kering dan membaik, tanda – tanda infeksi ( - ).
Intervensi :
1) Kaji faktor resiko terhadap infeksi nasokomial.
2) Kurangi organisme yang masuk ke dalam tubuh : cuci tangan, teknik
aseptic dan antiseptic, personal hygiene dan vulva hygiene.
3) Kurangi kerentanan terhadap infeksi: motivasi dan pertahankan masukan
kalori dan protein, minimalkan lamanya tinggal di Rumah sakit.
4) Pantau tanda – tanda infeksi : demam, bau, secret vagina.
5) Ajarkan klien untuk meningkatkan kebersihan diri.
6) Berikan penyuluhan untuk menghindari hubungan suami istri 40 hari post
abortus.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi pencegahan infeksi.

d. Diagnosa IV : Kecemasan b/d masalah kesehatan : abortus.


Ditandai dengan : hasil konsepsi keluar, pasien tampak cemas, pasien
menanyakan apakah dapat hamil lagi, menanyakan keadaannya selanjutnya.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
diharapkan kecemasan berkurang.
Kriteria hasil : Pasien menampilkan pola koping yang positif : tenang,
komunikatif dan kooperatif.
Intervensi :
Kaji tingkat dan penyebab kecemasan.
1) Orientasikan pada lingkungan dengan penjelasan sederhana.
2) Bicara perlahan dan tenang menggunakan kalimat pendek dan sederhana.
3) Beri informasi yang cukup mengenai perawatan dan pengobatan yang akan
dilakukan dan direncanakan.
4) Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan.
5) Beri pendampingan, libatkan keluarga, jika perlu libatkan tim pendampingan
orang sakit.
6) Ajarkan teknik relaksasi : bernapas lambat, meditasi, membaca, ngobrol.
7) Perlihatkan rasa empati : tenang, menyentuh, membiarkan menangis.
8) Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya : menjaga ketenangan
lingkungan, batasi kontak dengan orang lain/keluarga yang juga mengalami
kecemasan.

B. KELAHIRAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)


1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis dan gejala klinis:
 Riwayat terlambat haid;
 Gejala dan tanda kehamilan muda;
 Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan;
 Terdapat amenore;
 Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen, terutama
abdomen bagian kanan / kiri bawah;
 Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul
dalam peritoneum.

b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
  Mulut : bibir pucat
  Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
  Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
  Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
  Ekstremitas : dingin
2) Palpasi
 Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri
tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
 Genetalia : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3) Auskultasi
 Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
4) Perkusi
 Ekstremitas : reflek patella + / +

Pemeriksaan fisik umum:


1) Pasien tampak anemis dan sakit;
2) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa;
3) Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar;
4) Daerah ujung (ekstremitas) dingin;
5) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat, adanya tanda-
tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding abdomen;
6) Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai syok;
7) Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan bebas darah, nyeri saat
perabaan.

Pemeriksaan fisik khusus:


1) Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks;
2) Kavum douglas menonjol dan nyeri;
3) Mungkin terasa tumor di samping uterus;
4) Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan;
5) Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris
kanan dan kiri.

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1) Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
2) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman nutrien ke sel.
3) Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba fallopi, pendarahan
intraperitonial.
4) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau
tidak mengenal sumber-sumber informasi.

3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Diagnosis 1: Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada
lokasi implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
Kriteria hasil: ibu menunjukan kestabilan/ perbaikan keseimbangn cairan
yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat,
sensorium tepat, serta frekuensi berat jenis urine adekuat.
No. Rencana Intervensi Rasional
1. Lakukan pendekatan kepada pasien Pasien dan keluarga lebih kooperatif.
dan keluarga.
2. Memberikan penjelasan mengenai Pasien mengerti tentang keadaan dirinya
kondisi pasien saat ini. dan lebih kooperatif terhadap tindakan.
3. Observasi TTV dan observasi tanda Parameter deteksi dini adanya komplikasi
akut abdoment. yang terjadi.
4. Pantau input dan output cairan. Untuk mengetahui kesaimbangan cairan
dalam tubuh.
5. Pemeriksa kadar Hb. Mengetahui kadar Hb klien sehubungan
dengan perdarahan.
6. Lakukan kolaborasi dengan tim Melaksanakan fungsi independent.
medis untuk penanganan lebih
lanjut.

b. Diagnosia 2: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrien ke sel.
Kriteria hasil: menunjukan perfusi jaringan yang adekuat, misalnya: tanda-
tanda vital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler
baik, haluaran urine adekuat, wajah tidak pucat dan mental seperti biasa.

No. Rencana Intervensi Rasional


1. Awasi tanda vital, kaji Memberikan informasi tentang derajat/ adekuat
pengisian kapiler, warna perfusi jaringan dan membantu menentukan
kulit/ membran mukosa, kebutuhan intervensi.
dasar kuku.
2. Catat keluhan rasa dingin, Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer.
pertahankan suhu Kenyamanan pasien/ kebutuhan rasa hangat
lingkungan dan tubuh harus seimbang dengan kebutuhan untuk
hangat sesuai indikasi. menghindari panas berlebihan.
3. Kolaborasi dengan tim medis Mengidentifikasi defisiensi dan kebuutuhan
yang lain, awasi pengobatan atau terhadap terapi.
pemeriksaan lab: misalnya:
HB/HT

c. Diagnosis 3: Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba fallopi, pendarahan


intraperitonial.
Kriteria hasil: ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda
vital dalam batas normal, dan ibu tidak meringis atau menunjukan raut muka
yang kesakitan.

No. Rencana Intervensi Rasional

Mandiri:

1. Tentukan sifat, lokasi dan Membantu dalam mendiagnosis dan


durasi nyeri. Kaji kontraksi menentukan tindakan yang akan dilakukan.
uterus hemoragi atau nyeri Ketidaknyamanan dihubungkan dengan
tekan abdomen. aborsi spontan dan molahidatiosa karena
kontraksi uterus yang mungkin diperberat
oleh infuse oksitosin. Rupture kehamilan
ektropik mengakibatkan nyeri hebat, karena
hemoragi tersembunyi saat tuba fallopi
ruptur ke dalam abdomen.
2. Kaji stres psikologi ibu/ Ansietas terhadap situasi darurat dapat
pasangan dan respons memperberat ketidak nyamanan karena
emosional terhadap kejadian. syndrome ketegangan, ketakutan, dan nyeri.
3. Berikan lingkungan yang Dapat membantu dalam menurunkan tingkat
tenang dan aktivitas untuk ansietas dan karenanya mereduksi
menurunkan rasa nyeri. ketidaknyamanan.
Instruksikan klien untuk
menggunakan metode
relaksasi, misalnya: napas
dalam, visualisasi distraksi,
dan jelaskan prosedur.
Kolaborasi:
4. Berikan narkotik atau sedative Meningkatkan kenyamanan, menurunkan
berikut obat-obat praoperatif komplikasi pembedahan.
bila prosedur pembedahan
diindikasikan.
5. Siapkan untuk prosedur bedah Tingkatkan terhadap penyimpangan dasar
bila terdapat indikasi. akan menghilangkan nyeri.

d. Diagnosis 4: Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang


pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan: ibu berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan dalam
istilah sederhana, mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.

No. Rencana Intervensi Rasional

1. Menjelaskan tindakan dan Memberikan informasi, menjelaskan


rasional yang ditentukan kesalahan konsep pikiran ibu mengenai
untuk kondisi hemoragia. prosedur yang akan dilakukan, dan
menurunkan stres yang berhubungan
dengan prosedur yang diberikan.
2. Berikan kesempatan bagi ibu Memberikan klasifikasi dari konsep yang
untuk mengajukan salah, identifikasi masalah-masalah dan
pertanyaan dan kesempatan untuk memulai
mengungkapkan kesalah mengembangkan ketrampilan penyesuaian
konsep. (koping).
3. Diskusikan kemungkinan Memberikan informasi tentang kemungkinan
implikasi jangka ependek komplikasi dan meningkatkan harapan
pada ibu/ janin dari keadaan realita dan kerja sama dengan aturan
pendarahan. tindakan.
4. Tinjau ulang implikasi jangka Ibu dengan kehamilan ektropik dapat
panjang terhadap situasi yang memahami kesulitan mempertahankan
memerlukan evaluasi dan setelah pengangkatan tuba/ ovarium yang
tindakan tambahan. sakit.
BAB 1V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Abortus hanya dipraktikkan dalam klinik atau fasilitas kesehatan yang
ditunjuk oleh pemerintah dan organisasI-organisasi profesi medis. Aborsi hanya
dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk itu,
yaitu dokter spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang
mempunyai kualifikasi untuk itu. Aborsi hanya boleh dilakukan pada usia
kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia diatas 12 minggu bila terdapat
indikasi medis).
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang telah
dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya
dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Tuba adalah tempat yang sering
terjadi pada kehamilan ektopik. Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan
ektopik adalah hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus ke dalam lumen
tuba, dan ruptur dinding tuba.
Beberapa jenis pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik diantaranya: pemeriksaan umum, pemeriksaan ginekologi,
pemeriksaan laboratorium, dilatasi dan kerokan, kuldosentesis, ultrasonografi,
laparoskopi, foto rontgen, dan histerosalpingografi.

B. SARAN

Abortus hendaknya dilakukan jika benar-benar terpaksa karena


bagaimanapun didalam kehamilan berlaku kewajiban untuk menghormati
kehidupan manusia dan abortus hendaknya dilakukan oleh tenaga profesional yang
terdaftar. Sebaiknya wanita yang sedang hamil juga rutin melakukan pemeriksaan
kehamilannya, untuk mengetahui keadaan kesehatan ibu dan janinnya. Dengan
dilakukannya pemeriksaan kehamilan secara rutin, dapat mencegah risiko
terjadinya kehamilan ektopik.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam:


Ilmu
Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005
Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid I. Media
Aesculapius FKUI
Arif Manjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan, Kapita Selekta Kedokteran, FKUI, Media Aesculapius, Jakarta : 2002.
K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003.
Sarwono, Pengantar Ilmu Kandungan, 1991, Yayasan Pustaka.
Sarwono. Pengantar Ilmu Acuan Nasional, 2002 Yayasan Pustaka.
Nugroho, Taufan. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika : Yogyakarta, 2011.
dr. Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC, Jakarta
: 1998.

Anda mungkin juga menyukai