2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan nikmat dan mencurahkan rahmat-Nya untuk seluruh umat juga
makhluk-Nya. Shalawat serta salam kepada baginda Nabi Muhammas SAW yang
telah membawa risalah, keluarga, sahabat serta orang-orang yang senantiasa
mengaplikasikan risalahnya dengan ikhlas, taat, dan sepenuh hati dalam
mengamalkannya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “ Makalah Asuhan Keperawatan Maternitas dengan
Abortus Dan Kehamilan Ektopik Terganggu ” ini kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga memeperlancar dalam
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa proposal ini tidak mungkin selesai tanpa adanya
bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam
kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri
kehidupan kandungan dalam rahim seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus
provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang
perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus yang
disengaja” dan “abortus spontan”. Secara medis abortus dimengerti sebagai
penghentian kehamilan selama janin belum viable, belum dapat hidup mandiri di luar
rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai awal trimester ketiga.
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan di mana kantung gestasi berada di
luar kavum uteri, merupakan keadaan gawat darurat yang paling sering
mengancam hidup pada kehamilan awal. Insidensnya di Amerika Serikat
meningkat pesat dalam lima dekade terakhir, dari 4,5 per 1000 kehamilan pada
tahun 1970 menjadi sekitar 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Dalam
penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang tepat dan cepat merupakan hal
yang sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan
mempertahankan kualitas reproduksinya.
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
A. ABORTUS
1. PENGERTIAN ABORTUS
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin viabel.
Abortus merupakan penghentian dini suatu penyakit. ( Dorland, 1998 : 3).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. ( Mansjoer, Arif .
2001: 260).
Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam
kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri
kehidupan kandungan dalam rahim seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus
provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang
perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus yang
disengaja” dan “abortus spontan”.
Secara medis abortus dimengerti sebagai penghentian kehamilan selama janin
belum viable, belum dapat hidup mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24
minggu atau sampai awal trimester ketiga.
2. ETIOLOGI
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu:
a.Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
1) Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
c. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.
d. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
3. PATHOGENESIS
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyababkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai
14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar
dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak
jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta,
fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
b. Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
e. Pemeriksaan ginekologi :
1) Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau
busuk dario ostium.
3) Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan,
tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum
Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah
abortus.
b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
6. KOMPLIKASI
a. Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi.
b. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah.
7. DIAGNOSIS
Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas :
a. Abortus iminens, perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20
minggu, tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
b. Abortus insipiens, bila perdarahan diikuuti dengan dilatasi serviks.
c. Abortus inkomplit, bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus.
Bila abortus inkomplit disertai infeksi genetalia disebut abortus infeksiosa.
d. Abortus komplit, bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus.
e. Missed abortion, kematian janin sebelum 20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan
selama 8 minggu atau lebih.
Proses abortus dapat berlangsung spontan (suatu peristiwa patologis), atau
artifisial / terapeutik (suatu peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).
b. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi
hasil konsepsi masih berada
Di dalam uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin
sering, serviks terbuka.
Penatalaksaan :
1) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
c. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan
keluar.
Penatalaksanaan :
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuscular.
3) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
4) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d. Abortus Komplit
Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi
sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada
keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya.
Penatalaksanaan:
1) Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari.
2) Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi
darah.
3) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
4) Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
e. Abortus Abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih
dari 4 minggu atau lebih (beberapa buku : 8 minggu).Biasanya didahului tanda dan
gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang
setelah pengobatan.
Penatalaksanaan :
1) Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
2) Bila kadar finrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
3) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dalatator
Hegar kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret
tajam.
4) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg lalu
infus oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit
dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100
IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu
hari.
5) Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan
menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
f. Abortus Septik
Sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau
awam). Bahaya terbesar adalah kematian ibu. Abortus septik harus dirujuk kerumah
sakit.
Penatalaksanaan :
1) Obat pilihn pertama : penisilin prokain 800.000 IU intramuskular tiap 12 jam
ditambah kloramfenikol 1 gr peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
2) Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 g tiap 4 jam
ditambah metronidazol 5000 mg tiap 6 jam.
3) Obat pilihan lainnya : ampisilin dan kloramfenikol, penisilin, dan
metronidazol, ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin.
4) Tingkatkan asupan cairan.
5) Bila perdarahan banyak , lakukan transfusi darah.
6) Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat
lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
g. Abortus terapeutik
Dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu, atas pertimbangan / indikasi
kesehatan wanita di mana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan
dirinya, misalnya pada wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal,
korban perkosaan (masalah psikis ). Dapat juga atas pertimbangan/indikasi kelainan
janin yang berat.
Pada pasien yang menolak dirujuk beri pengobatan sama dengan yang diberikan
pada pasien yang hendak dirujuk selama 10 hari :
Dirumah sakit :
1) Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi
2) Berikan antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan streptomisin 2 g.
3) Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan.
4) Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah , denyut nadi dan suhu badan.
5) Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6 – 8 liter per menit.
6) Pasang kateter Folley untuk memantau produksi urin.
7) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta
reaksi silang, analisi gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.
8) Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan
pengangkatan sumber infeksi.
9) Abortus septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok septik yang tanda-
tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardi, ikterus, kesadaran menurun,
tekanan darah menurun dan sesak nafas.
Prinsip :
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 12 minggu:
1) Jangan langsung dilakukan kuretase
2) Tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan , periksa dengan
USG.
3) Jangan terpengaruh hanya pemeriksaan B-HCG yang positif, karena meskipun
janin sudah mati, B-HCG mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2 bulan
setelah kematian janin.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Tirah baring
b. Pemberian hormone progesterone, sebelumnya dipastikan dulu karena adanya
kekurangan hormone progesterone.
c. USG : Penentuan kondisi janin.
d. Pemeriksaan lanjut untuk mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi
uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian.
e. Pasien dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu,
anjurkan pemakaian kontrasepsi kondom atau pil).
B. KELAHIRAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
1. PENGERTIAN
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang
jaringan selain lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001: 1530).
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006: 323).
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi
sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan
bukan di dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat
digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal
seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri
(Prawirohardjo, 2005: 250).
Jadi, kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah
dibuahi sperma tumbuh di tempat lain selain uterus
.
2. KLASIFIKASI
Sarwono Prawirihardjo (2005: 250), mengklasifikasikan kehamilan ektopik
berdasarkan lokasinya, antara lain:
a. Tuba fallopi
pars interstisialis;
pars ismika tuba;
pars ampullaris tuba;
infundibulum tuba;
fimbria.
b. Uterus
kanalis servikalis;
divertikulum;
kornua;
tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
primer;
sekunder.
Dari sekian banyak lokasi pada kehamilan ektopik, kasus yang sering
terjadi adalah kehamilan ektopik pada tuba.
3. ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di
bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut:
a. Faktor dalam lumen tuba:
Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen
tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping;
Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
b. Faktor pada dinding tuba:
Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba;
Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu.
c. Faktor di luar dinding tuba:
Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
d. Faktor lain:
Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur;
Fertilisasi in vitro.
4. PATOLOGI
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005: 252-253), patologi terjadinya
kehamilan ektopik sebagai berikut:
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan
desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
1. ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya
kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah
meninggalnya ovum, dianggap sebgai haid yang datangnya agak terlambat;
2. trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan
menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu
menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping), dan dapat pula mengalir
terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglas, dan menyebabkan
hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang dikenal dengan abortus tuba, ovum untuk sebagian
atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar dari ostium tuba
abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla; darah yang
keluar kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena
dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
3. trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum
pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga
peritoneum. Peristiwa ini yang sering terjadi pada kehamilan di isthmus,
dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah mengalir secara bebas
dalam rongga peritoneum, dan dapat menyebabkan keadaan yang gawat pada
penderita.
Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang menghadapi mesosalping;
darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan kemudian ke ligamntum latum,
dan menyebabkan hematom intraligamenter. Baik pada abortus tuba maupun ruptur
tuba, kejadian tidak jarang timbul sekitar 14 hari sesudah implantasi ovum dalam
tuba, malahan kadang-kadang sebelum saat semestinya datang haid.
Pada kehamilan di pars interstisialis tuba pembesaran terjadi pada jaringan
uterus di sekeliling pars interstisialis. Jaringan ini yang sebagian besar terdiri atas
miometrium tidak lekas ditembus oleh villus korialis, sehingga kehamilan bisa
berlangsung terus sampai 16-20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai akibat
dari ruptur, tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan dengan
segera untuk mengatasinya.
Uterus, walaupun tidak terisi mudigah di dalamnya, pada kehamilan ektopik
juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormon; begitu pula terjadi
pembentukan desisua di dalam uterus.
Gangguan ringan dan yang tidak menghentikan berlangsungnya kehamilan
dapat menimbulkan perdarahan endometrium. Kadang-kadang khususnya jika
mudigah mati, timbul perdarahan lebih banyak dengan mengikutsertakan
pengeluaran desidua utuh dalam bentuk sebagai cetakan dari kavum uteri.
Perubahan yang dpat pula dikemukakan pada endometrium adalah “reaksi
Arias-Stella”. Di sini oada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa
sel-sel kelenjar membesar dan hiperkromatik, dengan mitosis; sitoplasma
menunujkkan vakuolisasi, dan batas antara sel-sel menjadi kurang jelas. Perubahan
ini yang disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan dan ditemukan
dalam endometrium yang berubah menjadi desisua, harus menimbulkan
kewaspadaan ke arah adanya kehamilan dan khususnya kehamilan ektopik.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005: 328-330), gambaran klinik dari
kehamilan ektopik sebagai berikut:
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan,
sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Pada umumnya, penderita
menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit di
perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal
uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan.
Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada
pemeriksaan bimanual.
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda; dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke
dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus
menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi; tetapi, setelah darah masuk
ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina,
menyebabkan defekasi nyeri.
Perdarahan per vaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak
banyak dan berwarna cokelat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukan
human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan
seluruhnya.
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi
sebelum haid berikutnya.
Pada kehamilan ektopik terganggu (ditemukan pada pemeriksaan vaginal)
bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian pula
kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan. Pada abortus tuba biasanya
teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan
konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di
kavum Douglas. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat
menurun dan nadi meningkat; perdarahn lebih banyak lagi menimbulkan syok.
Kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai
gejala-gejala yang samar-samar, sehingga sukar membuat diagnosis.
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini tidak sering ditemukan. Penderita, setelah mengalami
amenorea dengan tiba-tiba, menderita rasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian
bawah dan sering muntah-muntah. Nyeri dapat demikian hebatnya, sehingga
penderita jatuh pingsan. Penderita tidak lama kemudian masuk ke dalam syok
akibat perdarahan dengan tekanan darah turun, nadi kecil dan cepat, ujung
ekstremitas basah, pucat, dan dingin. Seluruh perut agak membesar, nyeri tekan,
dan tanda-tanda cairan intraperitoneal mudah ditemukan. Pada pemeriksaan
vaginal forniks posterior menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar dengan di
sebelahnya suatu adnex tumor, tetapi biasanya sulit karena dinding abdomen
tegang.
5. DIAGNOSIS
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding
tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Yang penting dalam pembuatan diagnosis
kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada
terhadap kemungkinan kehamilan ini (Prawirohardjo, 2005: 255).
Gejala-gejala yang perlu diperhatikan ialah (Prawirohardjo, 2005: 255):
a. adanya amenorea: amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja
sebelum diikuti oleh perdarahan, malah kadang-kadang tidak ada amenorea;
b. perdarahan: gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan
perdarahan yang berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu
dan biasanya berwarna hitam.
Jika mudigah mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya; desidua itu tidak
mengandung villus korialis;
c. rasa nyeri: nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik
yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras;
d. keadaan umum penderita: tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari
tuba, keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok
berat dan anemi. Pada abortus tuba yang berlangsung beberapa waktu suhu
badan agak meningkat dan terdapat leukositosis. Hb dan hematokrit perlu
diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu;
e. perut: pada abortus tuba terdapat nyeri takan di perut bagian bawah di sisi
uterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimabual ditemukan
tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak
rata di samping uterus. Hematoklretrouterina dapat ditemukan. Pada ruptur
tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas
dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang
berkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptura
tuba gerakan pada serviks nyeri sekali.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. ABORTUS
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala /
keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan
riwayat obstetri / ginekologi.
b. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam abnormal harus
selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
c. Pemeriksaan fisik umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. JIKA keadaan
umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.
d. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan,
cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks,
atau darah mengalir keluar dari ostium.
e. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang
(ambil sediaan SEBELUM pemeriksaan vaginal touche).
f. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak uterus.
Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam ostium
dengan MUDAH / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi serviks).
Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau
tanda akut lainnya.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
b. Intoleransi aktivitas b/d respon tubuh terhadap aktivitas perdarahan,
keletihan.
c. Resti infeksi b/d adanya jalan masuk organisme ke dalam tubuh.
d. Kecemasan b/d masalah kesehatan : abortus.
3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Diagnosa I : Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
Ditandai dengan : Perdarahan pervaginam, hipotensi, nadi meningkat dan
perabaan diperifer halus. Gelisah atau kesadaran menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Perdarahan ( - ), kadar Hb normal.
Intervensi :
1) Kaji dan observasi penyebab kekurangan cairan : perdarahan.
2) Monitor tanda – tanda kekurangan cairan : kesadaran, tekanan darah dan
nadi.
3) Monitor tanda – tanda perdarahan.
4) Ukur intake – output cairan.
5) Pantau kadar Hb
6) Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan, terapi dan pemeriksaan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Mulut : bibir pucat
Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
Ekstremitas : dingin
2) Palpasi
Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri
tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
Genetalia : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3) Auskultasi
Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
4) Perkusi
Ekstremitas : reflek patella + / +
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1) Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
2) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman nutrien ke sel.
3) Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba fallopi, pendarahan
intraperitonial.
4) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau
tidak mengenal sumber-sumber informasi.
3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Diagnosis 1: Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada
lokasi implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
Kriteria hasil: ibu menunjukan kestabilan/ perbaikan keseimbangn cairan
yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat,
sensorium tepat, serta frekuensi berat jenis urine adekuat.
No. Rencana Intervensi Rasional
1. Lakukan pendekatan kepada pasien Pasien dan keluarga lebih kooperatif.
dan keluarga.
2. Memberikan penjelasan mengenai Pasien mengerti tentang keadaan dirinya
kondisi pasien saat ini. dan lebih kooperatif terhadap tindakan.
3. Observasi TTV dan observasi tanda Parameter deteksi dini adanya komplikasi
akut abdoment. yang terjadi.
4. Pantau input dan output cairan. Untuk mengetahui kesaimbangan cairan
dalam tubuh.
5. Pemeriksa kadar Hb. Mengetahui kadar Hb klien sehubungan
dengan perdarahan.
6. Lakukan kolaborasi dengan tim Melaksanakan fungsi independent.
medis untuk penanganan lebih
lanjut.
Mandiri:
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Abortus hanya dipraktikkan dalam klinik atau fasilitas kesehatan yang
ditunjuk oleh pemerintah dan organisasI-organisasi profesi medis. Aborsi hanya
dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk itu,
yaitu dokter spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang
mempunyai kualifikasi untuk itu. Aborsi hanya boleh dilakukan pada usia
kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia diatas 12 minggu bila terdapat
indikasi medis).
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang telah
dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya
dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Tuba adalah tempat yang sering
terjadi pada kehamilan ektopik. Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan
ektopik adalah hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus ke dalam lumen
tuba, dan ruptur dinding tuba.
Beberapa jenis pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik diantaranya: pemeriksaan umum, pemeriksaan ginekologi,
pemeriksaan laboratorium, dilatasi dan kerokan, kuldosentesis, ultrasonografi,
laparoskopi, foto rontgen, dan histerosalpingografi.
B. SARAN