Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ISPA adalah penyakit akut yang menyerang salah satu bagian dari atau

lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli

saluran bawah, termasuk jaringan adreksya seperti sinus-sinus rongga telinga

tengah dan pleura ISPA di Indonesia merupakan penyakit yang sering terjadi

pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia

diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun (Kemenkes RI, 2014). ISPA

masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal

ini disebabkan karena ISPA terutama pada bayi dan anak balita.

Setiap tahunnya 40%-60% dari kunjungan di Puskesmas seluruh

Indonesia ialah penderita penyakit ISPA. Seluruh kematian, proporsi

kematian yang disebabkan oleh ISPA ini mencapai 20%-30% (Kemenkes

RI, 2014). Angka kejadian ISPA di Provinsi Riau pada tahun 2016

mencapai 18,45% ( Profil Kesehatan Indonesia, 2017). Tingginya angka

penyakit ISPA pada bayi berkaitan dengan sanitasi lingkungan, pelayanan

kesehatan yang tidak memadai dan disertai cakupan imunisasi yang masih

rendah (Kemenkes RI, 2014).

Dari seluruh kunjungan Puskesmas Gajah Mada di dapatkan penderita

penyakit ISPA sebanyak 43 % dari jumlah kunjungan. Faktor terjadinya

penyakit ISPA yaitu faktor lingkungan dan faktor perilaku hidup. Pada faktor

lingkungan disebabkan oleh pencemaran udara (asap), perubahan cuaca yang


2

tidak menentu, kondisi fisik rumah (kurang ventilasi), dan kepadatan hunian.

Sedangkan pada faktor perilaku hidup disebabkan oleh kebiasan merokok

yang dilakukan di dalam rumah oleh anggota keluarga dan kebiasaan

penggunaan obat nyamuk bakar.

Peran perawat komunitas, membantu keluarga untuk menyelesaikan

masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga

melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Adapun peran

perawat dalam membantu keluarga yang anggota keluarganya menderita

penyakit antara lain: memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga

agar dapat melakukan asuhan keperawatan secara mandiri, sebagai

koordinator untuk mengatur program kegiatan atau dari berbagai disiplin

ilmu, sebagai pengawas kesehatan, sebagai konsultan dalam mengatasi

masalah, sebagai fasilitator asuhan perawatan dasar pada keluarga yang

menderita penyakit (Muhlisin, 2012).

Berdasarkan data SP2TP bulan Januari - Desember 2018 di Puskesmas

Gajah Mada, prevalensi penyakit ISPA 3616 kasus menduduki peringkat

pertama dari sepuluh besar penyakit pada anak balita. Hingga saat ini

penerapan Asuhan Keperawatan Keluarga pada klien ISPA masih belum

optimal dilaksanakan, karena kurangnya pengetahuan dan motivasi keluarga

dalam pengobatan dan perawatan klien ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Gajah Mada, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul

“Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah ISPA di Wilayah

Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019”.


3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

proposal laporan tugas akhir ini adalah “Bagaimana Penerapan Asuhan

Keperawatan Keluarga dengan Masalah ISPA di Wilayah Kerja

Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019”.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Menggambarkan Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah

ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Melakukan Pengkajian pada Keluarga dengan Masalah ISPA di

Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019

b. Merumuskan Diagnosa Keperawatan Keluarga dengan Masalah ISPA

di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019

c. Menyusun Intervensi Keperawatan Keluarga dengan Masalah ISPA di

Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019

d. Melaksanakan Implementasi Keperawatan Keluarga dengan Masalah

ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019

e. Melaksanakan Evaluasi Perkembangan Keluarga dengan Masalah

ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun 2019


4

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Teoritis

Hasil proposal laporan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dan informasi dalam asuhan keperawatan Keluarga

dengan Masalah ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tahun

2019

1.4.2 Praktis

a. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan dalam proses dalam menerapkan

tentang asuhan keperawatan Keluarga dengan Masalah ISPA yang

dapat digunakan sebagai acuan dalam praktik bagi mahasiswa

keperawatan.

b. Bagi Penulis

Sebagai sarana dalam mendapatkan pengetahuan dan

pengalaman khusunya Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah

ISPA.

c. Bagi Institusi

Sebagai bahan masukan dalam proses belajar mengajar tentang

asuhan keperawatan Keluarga dengan Masalah ISPA yang dapat

digunakan sebagai acuan dalam praktik bagi mahasiswa keperawatan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit ISPA

2.1.1 Pengertian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA adalah Infeksi

Saluran Pernafasan yang berlangsung dalam jangka waktu sampai dengan

14 hari. Yang dimaksud saluran pernapasan adalah organ dari hidung

sampai alveoli beserta organ-organ adreksanya, misalnya sinus, ruang

telinga tengah, pleura (Brunner & Suddarth, 2012).

2.1.2 Tanda dan Gejala

Menurut Kemenkes RI (2014), tanda dan gejala klasifikasi penyakit

ISPA dibagi berdasarkan jenis dan derajat keparahanya yang digolongkan

dalam 2 kelompok umur yaitu : bayi umur kurang dari 2 bulan dan umur 2

bulan sampai dengan umur 5 tahun.

1. Bayi umur kurang 2 bulan

Untuk bayi umur kurang dari 2 bulan, tanda dan gejala penyakit

ISPA digolongkan menjadi dua klasifikasi penyakit: Pneumonia berat

batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas sesak/penarikan

dinding dada sebelah bawah kedalam (severe care indrowing), dahak

berwarna kehijauan atau seperti karet. Klasifikasi yang kedua yaitu

bukan Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai umur <12

5
6

bulan, kurang 50 kali permenit > umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang 40

kali permenit, kadang disertai demam.

2. Anak umur 2 bulan sampai umur 5 tahun

Tanda dan gejala ISPA untuk anak yang berumur 2 bulan sampai

5 tahun digolongkan menjadi 3 klasifikasi penyakit yaitu :

a. Pneumonia berat : batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas

sesak/penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam (severe care

indrowing), dahak berwarna kehijauan atau seperti karet.

b. Pneumonia : berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah

ke dalam saat bernafas, bersama dengan peningkatan frekwensi

nafas) perkusi pekak, fremitur melemah, suara nafas melemah dan

ronki.

c. Bukan Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan

sampai <12 bulan kurang 50 kali permenit, > umur 1 tahun sampai 5

tahun kurang 40 kali, kadang disertai demam.

2.1.3 Klasifikasi ISPA

1. ISPA Ringan

Tanda dan gejala : Batuk pilek, demam, tidak ada nafas cepat 40 kali

permenit, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.

2. ISPA Sedang

Tanda dan gejala : Sesak nafas, suhu lebih dari 39°C, bila

bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.


7

3. ISPA Berat

Tanda dan gejala : Kesadaran menurun, nadi cepat/tidak teraba, nafsu

makan menurun, bibir dan ujung jari membiru (sianosis).

2.1.4 Patofisilogi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia

bakterti penyebab ISPA antara lain dari genus streptokokus, stafilikokus,

pnemokokus, hemorilus, bordetelle, adenovirus, korinobakterium. Virus

penyebab ISPA antara lain adalah golongan miksovirus, adenovirus,

koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpes virus dan lain – lain. Virus

merupakan penyebab tersering infeksi saluran pernafasan, mereka

menginfeksi mukosa hidung trachea dan bronkus. Infeksi virus primer

pertama kali ini akan menyebabkan mukosa membengkak dan

menghasilkan banyak mucus lendir dan terjadilah akumulasi sputum di jalan

nafas. Pembengkakan mukosa dan produksi lendir yang meningkat ini akan

menghambat aliran udara melalui pipa-pipa dalam saluran nafas (Brunner &

Suddarth, 2012).

Batuk merupakan tanda bahwa paru-paru sedang berusaha

mengeluarkan lendir dan membersihkan pipa pernafasan karena batuk

merupakan suatu refleks produktif yang timbul akibat iritasi percabangan

trakheobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang

penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Bila seseorang

mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Batuk akan

menyebabkan sedikit sputum dalam bentuk percikan ke udara. Orang –


8

orang yang berada sangat dekat dengan pasien ini akan menghirup udara

yang sudah tidak bersih ini. Inilah caranya bagaimana infeksi saluran nafas

menyebar ke orang lain. Karena penularan dapat melalui percikan ludah

(droplet), dan tebaran di udara (aerosol) (Ganong, 2010).

Bakteri dapat berkembang dengan mudah dalam mukosa yang sudah

terserang virus, infeksi bakteri sekunder ini menyebabkan terbentuknya

nanah dan memperburuk penyakit. Kadang – kadang infeksi ini menyebar

ke bawah laring dan menyebabkan radang paru-paru (pneumonia). Bila

menyerang laring dan saluran nafas bagian bawah sangat berbahaya karena

pipa-pipa ini menjadi lebih sempit dan lebih mudah tersumbat (Ganong,

2010)

Tetapi jika laring, bronkus dan bronkiolus tersumbat udara tidak dapat

masuk ke dalam alveoli dan keadaan ini akan membuat sakit lebih parah

terjadinya akumulasi secret di bronkus dan alveolus dapat menimbulkan

sesak nafas dengan tanda-tanda wheezing, terdapat tarikan dinding dada

ke dalam, pernafasan cepat dan cuping hidung kembang kempis. Hal

tersebut merupakan mekanisme untuk memperoleh oksigen yang cukup

untuk tubuh. Kadang- kadang infeksi menyebar ke telinga tengah dan

menyebabkan peradangan telingga bagian tenggah (otitis media) (Ganong,

2010).

Selain itu infeksi dapat menyebabkan demam, batuk pilek dan sakit

tenggorokan serta mungkin tidak mau makan. Pathogenesis demam

berasal dari toksin bakteri. Misalnya : Endotoxin yang bekerja pada

monosit, makrofag dan sel-sel kupffer untuk menghasilkan beberapa macam


9

sitoksin yang bekerja sebagai pirogen endogen kemudian mengaktifkan

daerah preptik hipotalamus, sitokin juga dihasilkan dari sel-sel SSP (system

syaraf pusat) apabila terjadi rangsangan oleh infeksi dan sitoksin tersebut

mungkin bekerja secara langsung pada pusat-pusat pengatur suhu. Demam

yang ditimbulkan oleh sitoksin mungkin disebabkan oleh pelepasan

prostaglandin ke dalam hipotalamus yang menyebabkan demam. Infeksi

bakteri dalam pembuluh darah juga dapat menyebabkan komplikasi

misalnya, meningitis purulenta (Brunner & Suddarth, 2012).

2.1.5 Penatalaksanaan

1. Nonfarmakologi

Penatalaksanaan ISPA menurut (MTBS, 2005) menurut jenis dan

derajat keparahanya yaitu:

a. Bukan pneumonia

1.) Ibu diminta memperhatikan timbulnya tanda-tanda yang

mengarah pada pneumonia selain 3 gejala pokok yaitu : nafas

cepat, sukar bernafas, tidak bisa minum atau menetek,

bertambah parah, timbul demam. Jelaskan dengan kata-kata

yang dimengerti ibu jika ibu tidak mengerti mungkin ibu tidak

akan kembali pada waktu anak menderita pneumonia dan anak

mungkin akan meninggal.

2.) Kunjungan anak sehat berikutnya

Nasehati ibu kapan harus kembali ke klinik untuk pemberian

imunisasi dan suplemen vitamin A kecuali jika telah terlalu


10

banyak hal yang harus diingat ibu dan ibu memang harus

kembali.

3.) Menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri

Pada kunjungan sewaktu anak sakit, tanyakan apakah ibu sendiri

mempunyai masalah. Ibu mungkin membutuhkan pengobatan

atau rujukan untuk masalah kesehatannya sendiri yaitu : jika ibu

sakit beri perawatan untuk ibu atau dirujuk, jika ibu mempunyai

permasalahan dengan payudaranya (pembengkakan, nyeri pada

putting susu, infeksi payudara) beri perawatan atau dirujuk untuk

pertolongan lebih lanjut, nasehati pada ibu untuk makan makanan

yang bergizi untuk menjaga kekuatan dan kesehatan dirinya.

b. Pneumonia

1.) Kunjungan ulang untuk pneumonia

Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke petugas

kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang yaitu : periksa

adanya tanda bahaya umum, periksa untuk batuk atau adanya

sukar bernafas. Tanyakan pada ibu : apakah anak bernafas lebih

lambat? Apakah nafsu makan anak membaik?

Tindakan:

a.) Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke

dalam, beri 1 dosis antibiotic pilihan kedua atau suntikan

kloramfenikol. Selanjutnya rujuk segera.

b.) Jika frekwensi atau nafsu makan anak tidak menunjukkan

perbaikan gantilah dengan menggunakan antibiotik pilihan


11

kedua dan anjurkan pada ibu untuk kembali dalam 2 hari bila

anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoxillin.

c.) Jika nafas melambat atau nafsu makannya membaik

lanjutkan pemberian antibiotic hingga seluruhnya 5 hari dan

pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat itu

walaupun keadaan anak sudah membaik (WHO, 2002).

2.2 Asuhan Keperawatan Keluarga dengan ISPA

2.2.1 Konsep Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan dan

kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,

mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental

emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duvall & Logan,

dalam Muttaqin, 2012).

b. Struktur Keluarga

1.) Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga yang berfungsi: bersifat terbuka dan jujur,

selalu menyelesaikan konflik keluarga, berpikiran positif, dan tidak

mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri.

2.) Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai

dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi

atau status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya


12

sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini

tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu dengan baik.

Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi

kebutuhan anggota keluarga yang lain sedangkan orang tua mereka

entah kemana atau malah berdiam diri di rumah.

c. Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari

individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah

perilaku orang lain ke arah positif.

d. Nilai-nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang

secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu

budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi

perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang

baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.

e. Tipe Keluarga

Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuwan dan

orang yang mengelompokkan menurut Friedman (1998) dalam Muttaqin

(2012), tipe keluarga ada tiga, yaitu :

a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri

dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi

atau keduanya.

b. Keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga yang di

dalamnya seseorang dilahirkan.


13

c. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga yang lain yang masih mempunyai hubungan darah

(kakek, nenek, paman, bibi).

2.2.2 Pengkajian

a. Identifikasi data

1.) Usia

2.) Status nutrisi

Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi

tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi, tetapi sebaliknya

kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit

infeksi (Notoatmodjo, 2013).

3.) Status imunisasi

Upaya pencegahan merupakan komponen strategi dalam

pemberantasan pneumonia pada anak terdiri atas pencegahan melalui

upaya imunisasi dan pencegahan non imunisasi. Program

Pengembangan Imunisasi yang meliputi (PPI) yang meliputi

imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah

selama dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat

pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertussis

difteria bisa juga menyebabkan pneumonia, merupakan penyakit

penyerta terjadi pneumonia balita (Ngastiyah, 2008).


14

4.) Bentuk keluarga

Kepadatan penghuni rumah yang terlalu tinggi (bentuk

keluarga besar) merupakan faktor yang merugikan, karena

memudahkan penularan dari orang ke orang secara fekal-oral.

Penularan lewat percikan (droplet) dan tebaran di udara (aerosol)

(Muttaqin, 2014).

5.) Status sosial ekonomi

Keadaan social ekonomi yang kurang akan menyebabkan

menurunnya kemampuan menyediakan pemukiman yang sehat serta

kurangnya umur sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang

rentan terhadap berbagai serangan penyakit menular seperti ISPA

(Kemenkes RI, 2014).

6.) Perilaku keluarga

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi

pencegahan penyakit ISPA. Perilaku hidup bersih dan sehat sangat

dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan, dengan makin

meningkatnya tingkat pendidikan, diperkirakan akan berpengaruh

positif terhadap pemahaman keluarga dalam menjaga kesehatan,

balita agar tidak terkena penyakit ISPA.

b. Fungsi Keluarga

1.) Fungsi afektif

Memberikan kasih sayang dan rasa aman pada penderita ISPA dan

merupakan salah satu fungsi efektif yang dapat menurunkan tingkat

steres/beban masalah.
15

2.) Fungsi soialisasi

Adanya interaksi antara keluarga dan nilai adaptif terhadap

masyarakat sekitar.

3.) Fungsi perawatan kesehatan

a.) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang

disebabkan oleh : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang

ISPA, anggapan bahwa penyakit ISPA adalah penyakit biasa

yang bisa sembuh dengan sendirinya.

b.) Ketidak kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan serta

dalam mengambil tindakan yang tepat tentang ISPA

berhubungan dengan :

(1.) Tidak memahami mengenai sifat berat dan meluasnya

masalah ISPA.

(2.) Ketidakmampuan keluarga dalam memecahkan masalah.

Karena kurangnya pengetahuan dan sumberdaya keluarga

seperti : latar belakang pendidikan dan keuangan keluarga.

(3.) Ketidakmampuan keluarga memilih tindakan diantara

beberapa alternative perawatan dan pengobatan terhadap

penyakit ISPA.

(4.) Kurangnya kepercayaan terhadap petugas kesehatan dan

kesalahan informasi terhadap masalah ISPA.

c.) Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga yang

sakit berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan penyakit

ISPA misal : sifat penyakit ISPA, penyebaran penyakit ISPA,


16

perjalanan penyakit ISPA dan tanda gejala yang menyertai

penyakit ISPA.

d.) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga menjaga

kebersihan lingkungan rumah sedemikian rupa menjaga

kebersihan dan kerapian lingkungan.

e.) ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

yang ada berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga tentang

pentingnya kesehatan bagi keluarga.

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan keluarga

dalam mengenal masalah

2. Hipertermia b.d ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga

yang sakit

3. Defisit pengetahuan b.d ketidakmampuan keluarga dalam mengenal

masalah

4. Resiko ketidakseimabangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.


17

Skoring

Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga

No Kriteria Skala Skor Bobot Perhitungan


1. Sifat masalah
a. Tidak / kurang sehat 3
1
b. Ancaman kesehatan 2
c. Krisis atau keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat
diubah
a. Dengan mudah 2 2
b. Hanya sebagian 1
c. Tidak dapat 0
3. Potensial masalah untuk dicegah
a. Tinggi 3
1
b. Cukup 2
c. Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
a. Masalah berat, harus segera 2
ditangani
1
b. Ada masalah, tetapi tidak segera 1
ditangani
c. Masalah tidak dirasakan 0
JUMLAH

Anda mungkin juga menyukai